LAMPIRAN 1
KOMPOSISI BAHAN BAKU
Tabel L1.1 Komposisi Bahan Baku Pelepah Kelapa Sawit
Komponen Komposisi
(%)
Selulosa 30,9
LAMPIRAN 2
DATA PENELITIAN
L2.1 DATA YIELD ASAM OKSALAT
Tabel L2.1 Data Analisis Yield Asam Oksalat dari Pelepah Kelapa Sawit menggunakan proses peleburan alkali dengan Pengaruh
Temperatur dan Waktu Reaksi
Rasio Pelepah/ Ca(OH)2 (w/v)
Konsentrasi Ca(OH)2
(N)
Temperatur Reaksi
(oC)
Waktu Reaksi (Menit) Asam Oksalat (g) Yield (%)
1 : 16
3,5
70 40 2,87 18,8
70 50 3,92 25,7
70 60 5,80 38,4
70 70 4,10 27,0
70 80 3,52 23,2
80 40 3,17 20,7
80 50 4,28 28,1
80 60 6,80 45,0
80 70 6,04 39,8
80 80 5,66 37,2
90 40 4,56 30,0
90 50 6,40 42,1
90 60 9,06 59,6
90 70 8,20 54,3
90 80 7,10 46,8
100 40 3,53 23,3
100 50 4,91 32,4
100 60 5,15 33,8
100 70 4,95 32,7
100 80 4,12 27,1
110 40 2,15 14,2
110 50 3,50 23,1
110 60 5,20 34,3
110 70 5,04 33,2
L2.2 DATA KONVERSI PELEPAH KELAPA SAWIT
Tabel L2.2 Data Analisis Konversi Selulosa Pelepah Kelapa Sawit menjadi Asam Oksalat menggunakan proses peleburan alkali dengan Pengaruh
Temperatur dan Waktu Reaksi Rasio Pelepah/ Ca(OH)2 (w/v) Konsentrasi Ca(OH)2 (N) Temperatur Reaksi
(oC)
Waktu Reaksi (Menit) Kadar Selulosa pada Residu (%) Konversi Selulosa (%)
1 : 16
3,5
70 40 14,3 53,7
70 50 13,5 56,3
70 60 10,2 66,9
70 70 13,0 57,9
70 80 13,9 55,0
80 40 13,8 55,3
80 50 12,7 58,8
80 60 9,1 70,5
80 70 10,0 67,6
80 80 10,6 65,6
90 40 12,1 60,8
90 50 9,4 69,5
90 60 6,4 79,2
90 70 7,5 75,7
90 80 8,6 72,1
100 40 13,8 55,3
100 50 11,8 61,8
100 60 11,5 62,7
100 70 11,8 61,8
100 80 13,0 57,9
110 40 15,2 50,8
110 50 13,8 55,3
110 60 11,3 63,4
110 70 11,6 62,4
LAMPIRAN 3
CONTOH PERHITUNGAN
L3.1 PERHITUNGAN KADAR AIR
Kadar air = x 100 %
Keterangan : a = massa sampel mula-mula (gram)
b = massa sampel kering oven (gram)
L3.1.1 Perhitungan Kadar Air Pelepah Kelapa Sawit
Massa sampel mula-mula = 35,26 gram
Massa sampel kering oven = 16,31 gram
Kadar air = x 100 %
= x 100 %
= 53,7 %
L3.2 PERHITUNGAN KADAR SELULOSA
Kadar selulosa = x 100 %
Keterangan : a = massa sampel mula-mula (gram)
c = massa residu setelah melalui proses refluks tahap dua (gram)
d = massa residu setelah melalui proses refluks tahap tiga (gram)
L3.2.1 Perhitungan Kadar Selulosa Pelepah Kelapa Sawit
Massa sampel mula-mula = 1,1 gram
Massa residu setelah melalui proses refluks tahap dua = 0,77 gram Massa residu setelah melalui proses refluks tahap tiga = 0,43 gram
Kadar selulosa = x 100 %
= 30,9 % ≈ 31%
Untuk perhitungan kadar selulosa pada residu sama dengan yang diatas.
L3.3 PERHITUNGAN YIELD ASAM OKSALAT
Yield = x 100 %
= x 100 %
= 18,8 %
Untuk data yang lainnya sama dengan perhitungan di atas.
L3.4 PERHITUNGAN KONVERSI SELULOSA PELEPAH KELAPA SAWIT
Konversi = x 100%
= x 100%
= 53,7 %
LAMPIRAN 4
LAMPIRAN 5
DOKUMENTASI PENELITIAN
L5.1 PREPARASI PELEPAH KELAPA SAWIT
Gambar L5.1 Pelepah kelapa sawit segar yang telah dipotong kecil-kecil
Gambar L5.4 Serbuk Pelepah Kelapa Sawit
L5.2 PEMBUATAN ASAM OKSALAT
Gambar L5.5 Proses Peleburan Alkali pada Kelapa Sawit
Gambar L5.7 Larutan Asam Oksalat dan Endapan Kalsium Sulfat
Gambar L5.8 Endapan Kalsium Sulfat Yang di Filtrasi
Gambar L5.10 Kristalisasi Larutan Asam Oksalat
Gambar L5.11 Kristal Asam Oksalat
L5.3 ALAT MELTING POINT
45
DAFTAR PUSTAKA
[1] Tuti Ermawati, ”Kinerja Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia”, Pusat
Penelitian Ekonomi LIPI, Jakarta, 2013.
[2] Darni Subari, “Utilization of Oil Palm Midrib Waste for Particleboard with
an Adhesive Mixture of Phenol Formaldehyde and Acacia Tannin”, IOSR
Journal of Environmental Science, Toxicology and Food Technology
(IOSR-JESTFT), Volume 8 (Januari 2014), hal : 10 – 15.
[3] Badan Pusat Statistik (BPS) (2015), “Luas Tanaman Perkebunan Besar
Menurut Jenis Tanaman”,
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=54 ,
di akses pada tanggal 1 November 2015
[4] Seri Maulina, Iloan Pandang, Yos Pawer Ambarita, “Comparative Study Of
Utilization Of Oil Palm Frond to Produce Oxalic Acid by Using Alkali
Fusion and Oxidation Method”, Prosiding ICCS, 2015.
[5] Pamilia Coniwanti, Oktarisky, Rangga Wijaya, “Pemanfaatan Limbah Sabut
Kelapa Sebagai Bahan Baku Pembuatan Asam Oksalat dengan Reaksi
Oksidasi Asam Nitrat”, Jurnal Teknik Kimia. 4(15) 2008.
[6] Mardina.P, Norhayani dan Dessy Triutami, “Pembuatan Asam Oksalat Dari
Sekam Padi Dengan Hidrolisis Berkatalisator NaOH dan Ca(OH)2”,
Banjarbaru, 2013.
[7] Febrianti R.I, “Pembuatan Asam Oksalat Dari Batang Eceng Gondok”, UPN
‘Veteran’, Prodi Teknik Kimia, Jawa Timur, 2011.
[8] Narimo, “Making of Oxalic Acid from Old Newspapers Fusion with NaOH
Solution”, Jurnal Kimia dan Teknologi. 5 (2) 2012.
[9] Mastuti Endang, ”Pembuatan Asam Oksalat Dari Sekam Padi”, Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2005.
[10] Retno Dewati, “Kinetika Reaksi Pembuatan Asam Oksalat dari Sabut
Siwalan dengan Oksidator H2O2”, Jurnal Penelitian Ilmu Teknik, Vol. 10,
[11] Sheila Douglas, Anne Casson, “The Impacts and Opportunities of Oil Palm in
Southeast Asia”, International Forestry Research, Indonesia, 2009.
[12] Willy Verheye, “Growth and Production of Oil Palm”, Soils, Plant Growth
and Crop Production. (2) 2011.
[13] Zulfansyah, “Pembuatan Pulp Pelepah Sawit dengan Pelarut Asam
Formiat”, Prosiding Chemical Engineering Science and Applications
(ChESA), 2010.
[14] Muhammad Yusuf, Rudianda Sulaeman, Evi Sribudiani, “Use of Palm
Midrib (Elaeis Guineensis Jacq.) as Raw Material for Charcoal Briquette”,
University of Riau, Pekanbaru, 2014.
[15] Widiatmini Sih Winanti ,”Pengembangan dan Alih Teknologi untuk Mitigasi
dan Adaptasi Perubahan Iklim”, Dewan Nasional Perubahan Iklim, 2014.
[16] Jenny Elisabeth dan Simon P. Ginting, “Pemanfaatan Hasil Samping Industri
Kelapa Sawit Sebagai Bahan Pakan Ternak Sapi Potong”, (Medan : Pusat
Penelitian Kelapa Sawit, 2003).
[17] Lim Sheh Hong, Darah Ibrahim, Ibrahim Che Omar, “Oil Palm Frond for
The Production of Bioethanol”, International Journal of Biochemistry and
Biotechnology, 1 (Maret 2012).
[18] Eldo Sularto Marbun. “Sintesis Bioplastik dari Pati Ubi Jalar Menggunakan
Penguat Logam ZnO dan Penguat Alami Selulosa”. Skripsi, Program Sarjana
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok, 2012.
[19] Kirk Othmer, “Encyclopedia of Chemical Technology”, Volume 1. Fourth
Edition (2007).
[20] Hutapea, Sanjaya, ”Prarancangan Pabrik Pembuatan Asam Oksalat dari
Bahan Baku Eceng Gondok dengan Kapasitas 2500 ton/tahun”, Universitas
Sumatera Utara: Medan, 2011.
[21] Iriany, Andrew Faguh S, Rahmad Dennie A Pohan, “Pembuatan Asam
Oksalat Dari Alang-Alang (Imperata Cylindrica) Dengan Metode Peleburan
47
[22] Dian Fajar Septi, Endah Susilowati, Isti Arza, “Sintesis Asam Oksalat”,
Skripsi, Program Sarjana Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2011.
[23] Jyoti D Mane, et al., “Utilisation of Sugarcane Trash and Other Cellulosic
Wastes for Production of Oxalic Acid”, Biological Waste 25 (1988).
[24] Irwin Talesnick (2008). Calcium-Sulfuruc Acid. Diakses 21 Maret 2016.
https://uwaterloo.ca/calcium-sulphuric-acid.pdf.
[25] Marco Giulietti dan Andre Bernando. “Crystallization by Antisolvent
Addition and Cooling”. Chemical Engineering Department
FederalUniversity of São Carlos UFSCar, Brasil, 2014.
[26] Agustina Leokristi Rositawati, Citra Metasari Taslim, Danny Soetrisnanto,
“Rekristalisasi Garam Rakyat dari Daerah Demak Untuk Mencapai SNI
Garam Industri”, Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, 2(4) 2013.
[27] Minoru Tanifuji, “Oxalic Acid”, Ullmann’s Encyclopedia of Industrial
Chemistry, 25 (2012).
[28] Syamsu Herman. “Pengaruh Konsentrasi NaOH Pada Proses Pembuatan
Asam Oksalat dari Ampas Tebu”. Lembaga Penelitian Universitas Riau,
Pekanbaru, 2011.
[29] Hinya Yokoyama, The Asian Biomass Handbook (Japan : The Japan Institute
of Energy)
[30] Dan Bousquet. “Lumber Drying : An Overview of Current Processes”.
Extension Forest Resources Specialist, University of Vermont Extension and
School of Natural Resources, Burlington, Vermont, 2010.
[31] Erwinsyah, “Distribusi Kadar Air dan Biomassa Komponen Tanaman Kelapa
Sawit”, Jurnal Penelitian Kelapa Sawit, 17 (2) 2009.
[32] Susilawati, Siti Nurdjanah, Sefanadia Putri, “Karakteristik Sifat Fisik dan
Kimia Ubi Kayu (Manihot Esculenta) Berdasarkan Lokasi Penanaman dan
Umur Panen Berbeda”, Jurnal Teknologi Industri Dan Hasil Pertanian, 13
(2) 2008.
[33] Stew Dent, “Purity and Identification of Solids Using Melting Points”,
[34] SJC Compliance Education, Inc (2015). Safety Data Sheet : Oxalic Acid
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 BAHAN DAN PERALATAN 3.1.1 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Pelepah kelapa sawit
2. Kalsium hidroksida (Ca(OH)2)
3. Etanol (C2H5OH) 96 %
4. Asam sulfat (H2SO4) 1N dan 4N
5. Asam sulfat (H2SO4) 72%
6. Aquadest
3.1.2 Peralatan Penelitian
Perlatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Beaker glass
2. Corong
3. Desikator
4. Erlenmeyer
5. Ayakan 50 mesh
6. Gelas ukur
7. Hot Plate
8. Labu leher tiga
9. Neraca analitis
10.Oven
11.Water bath
12.Refluks kondensor
13.Termometer
14.Kertas saring Whatman
15.Magnetic Stirer
3.2 RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode percobaan dengan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor yaitu konsentrasi Ca(OH)2 dan waktu
reaksi sehingga diperoleh 5 kombinasi perlakuan seperti terlihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
Run Konsentrasi Ca(OH)2 (N) Waktu Reaksi (Menit) Temperatur Reaksi
(oC)
Kecepatan pengadukan (rpm) 1 3,5 40 70 225
2 50
3 60
4 70
5 80
6 40
80
7 50
8 60
9 70
10 80
11 40
90
12 50
13 60
14 70
15 80
16 40
100
17 50
18 60
19 70
20 80
21 40
110
22 50
23 60
24 70
3.3.1PROSEDUR PENELITIAN
3.3.2 Tahap Persiapan Pelepah Kelapa Sawit [4]
Preparasi pelepah kelapa sawit dilakukan sebagai berikut:
1. Pelepah kelapa sawit dipotong kecil-kecil untuk mempercepat proses
pengeringan.
2. Pelepah kelapa sawit dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 30
menit.
3. Pelepah kelapa sawit dimasukkan ke dalam desikator selama 10 menit dan
ditimbang.
4. Pengeringan dilakukan hingga berat pelepah kelapa sawit konstan.
5. Pelepah kelapa sawit yang telah kering kemudian dihaluskan dan diayak
menggunakan ayakan 50 mesh.
3.3.3 Tahap Peleburan Alkali [4]
Tahap peleburan alkali dilakukan sebagai berikut:
1. Serbuk pelepah kelapa sawit kering sebanyak 15 gram dengan ukuran 50
mesh dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan dengan 250 ml
larutan Ca(OH)2 3,5 N.
2. Campuran dipanaskan di atas hot plate pada suhu T (70, 80, 90, 100, 110)
ºC selama t (40, 50, 60, 70, 80) menit dengan kecepatan pengadukan 225
rpm.
3. Bahan didinginkan, lalu disaring dan dicuci dengan aquadest panas ±150
ml.
4. Residu diambil untuk penentuan konversi selulosa dengan cara menganalisa
kadar selulosa residu.
5. Filtrat ditambah H2SO4 4 N sebanyak 100 ml sehingga terbentuk endapan
kalsium sulfat dan larutan asam oksalat, kemudian disaring dan dicuci
dengan menggunakan etanol 96%.
6. Filtrat diuapkan menggunakan water bath pada temperatur 70 ºC selama ± 1
7. Filtrat didinginkan sampai terbentuk endapan asam oksalat yang berupa
kristal jarum berwarna putih, lalu disaring.
8. Hasil yang diperoleh dimurnikan dengan proses rekristalisasi menggunakan
pelarut etanol 96%.
9. Prosedur 1 hingga 8 diulangi dengan menggunakan variasi temperatur reaksi
dan waktu reaksi yang berbeda.
3.4 ANALISIS BAHAN BAKU PELEPAH KELAPA SAWIT
Analisis yang dilakukan terhadap bahan baku pelepah kelapa sawit
meliputi penentuan kadar air dan kadar selulosa.
3.4.1 Penentuan Kadar Air
Analisis kadar air pelepah kelapa sawit dilakukan dengan metode oven
yaitu:
1. Pelepah kelapa sawit dipotong kecil-kecil kemudian ditimbang dan dicatat
massanya (a)
2. Pelepah kelapa sawit dikeringkan dalam oven pada temperatur 105 oC dengan
pengukuran setiap 10 menit.
3. Pelepah kelapa sawit yang telah kering dimasukkan ke dalam desikator.
4. Dicatat massa pelepah kelapa sawit yang telah konstan (b).
5. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan Persamaan 3.1.
Kadar air = x 100 % ……….………..(3.1)
3.4.2 Penentuan Kadar Selulosa
Analisis kadar selulosa pelepah kelapa sawit dilakukan dengan Metode
Chesson-Datta [4], yaitu :
1. Satu gram sampel kering (a) ditambahkan 150 ml H2O. Sampel di refluks pada
2. Residu dicuci dengan air panas sebanyak 300 ml.
3. Residu dikeringkan dengan oven sampai beratnya konstan kemudian
ditimbang (b).
4. Residu ditambahkan 150 ml H2SO4 1 N kemudian direfluks dengan water bath
selama 1 jam suhu 85 oC dan hasilnya disaring.
5. Residu dicuci dengan air panas sebanyak sampai 300 ml dan dikeringkan (c).
6. Residu kering ditambahkan 10 ml H2SO4 72 % dan direndam pada suhu kamar
selama 4 jam. Campuran ditambahkan 150 ml H2SO4 1 N dan direfluks pada
water bath selama 1 jam pada pendingin balik.
7. Residu disaring dan dicuci dengan H2O sampai netral (400 ml) kemudian
dipanaskan dengan oven dengan suhu 105 oC dan hasilnya ditimbang (d).
8. Perhitungan kadar selulosa dilakukan dengan menggunakan Persamaan 3.2.
Kadar selulosa = x 100 % ……… (3.2)
3.4.3 Penentuan Konversi Selulosa
Penentuan konversi selulosa pelepah kelapa sawit yang digunakan
dilakukan dengan Persamaan 3.3.
t = 0 [S]0 = S1
t = n [S]n = S2
Jadi,
X = x 100%... (3.3)
Dimana :
X = Konversi selulosa
S2 = Kadar selulosa pada residu yang sudah direaksikan dengan `
Ca(OH)2 pada temperatur dan waktu reaksi yang telah divariasikan
3.5 ANALISIS ASAM OKSALAT DAN KEMURNIANNYA
Analisis yang dilakukan terhadap asam oksalat meliputi analisa kuantitatif
berupa yield dan konversi selulosa, serta analisa kualitatif berupa analisa Fourier
Transform Infra Red (FTIR) dan analisa titik leleh.
3.5.1 Penentuan Perolehan Yield [4]
Prosedur penentuan yield dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
1. Kristal asam oksalat yang diperoleh ditimbang dengan terlebih dahulu
menimbang berat kertas saring yang digunakan.
2. Yield asam oksalat yang diperoleh dihitung dengan menggunakan Persamaan
3.4.
………. (3.4)
3.5.2 Penentuan Titik Leleh [4]
Prosedur uji titik leleh dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
1. Kristal asam oksalat yang diperoleh diletakkan di atas cawan melting point
apparatus.
2. Alat dihidupkan.
3. Temperatur pada saat kristal mulai meleleh sampai kristal mencair dicatat
sebagai titik leleh asam oksalat.
Analisis kemurnian asam oksalat dilakukan dengan alat Fourier Transform
3.6 FLOWCHART PENELITIAN
3.6.1 Tahap Persiapan Serbuk Pelepah Kelapa Sawit
Gambar 3.1 Flowchart Tahap Preparasi Serbuk Pelepah Kelapa Sawit Pelepah kelapa sawit dikeringkan dalam oven selama 30 menit pada
suhu 105 oC
Selesai Mulai
Pelepah kelapa sawit didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang
Pelepah kelapa sawit dipotong kecil-kecil
Apakah beratnya sudah konstan?
Pelepah kelapa sawit dihaluskan dengan ball mill dan diayak dengan ayakan 50 mesh
Tidak
3.6.2 Flowchart Tahap Peleburan Alkali
Sebanyak 15 gram serbuk pelepah kelapa sawit dengan ukuran 50 mesh ditambah dengan 250 ml larutan Ca(OH)2 3,5 N
Campuran dipanaskan di atas hot plate pada suhu (70,80,90,100,110) ºC selama t (40,50,60,70,80) menit dengan
pengadukan 225 rpm.
Selesai Mulai
Apakah ada variabel yang divariasikan?
Ya
Tidak
Filtrat ditambah dengan H2SO4 4N sebanyak 100 ml, kemudian disaring dan dicuci dengan menggunakan
etanol 96%.
Bahan didinginkan, lalu disaring dan dicuci dengan aquadest panas ±150 ml
Filtrat diuapkan pada waterbath pada temperatur 70 ºC ± 1 jam
Flitrat didinginkan sampai terbentuk endapan asam oksalat yang berupa kristal jarum berwarna putih, lalu disaring
Kristal asam oksalat dimurnikan dengan proses rekristalisasi menggunakan pelarut etanol 96%
3.7 FLOWCHART ANALISIS BAHAN BAKU PELEPAH KELAPA SAWIT
3.7.1 Flowchart Penentuan Kadar Air
Gambar 3.3 Flowchart Penentuan Kadar Air Timbang dan dicatat massanya (a)
Selesai Mulai
Keringkan dalam oven pada suhu 105 oC dan dilakukan pengukuran setiap 10 menit.
Pelepah kelapa sawit dipotong kecil-kecil
Apakah beratnya sudah konstan?
Hitung kadar air pelepah kelapa sawit
Tidak
Ya
3.7.2 Flowchart Penentuan Kadar Selulosa
Mulai
Sebanyak 1 gram sampel kering (a) ditambahkan 150 ml H2O
Refluks pada suhu 85 oC pada water bath selama 1 jam
Saring lalu residu dicuci dengan 300 ml air panas
Residu dikeringkan dengan oven hingga beratnya konstan dan ditimbang (b)
Residu ditambahkan 150 ml H2SO4 1 N
Refluks pada suhu 100 oC pada water bath selama 1 jam
Saring lalu residu dicuci dengan 300 ml air panas
Residu dikeringkan dengan oven hingga konstan dan ditimbang (c)
Residu kering ditambahkan 10 ml H2SO4 72 %
Rendam selama 4 jam pada suhu kamar
Tambahkan 150 ml H2SO4 1 N
Gambar 3.4 Flowchart Penentuan Kadar Selulosa
3.8 FLOWCHART ANALISIS ASAM OKSALAT DAN KEMURNIANNYA
3.8.1 Flowchart Penentuan Perolehan Yield
Gambar 3.5 Flowchart Penentuan Perolehan Yield Mulai
Kristal asam oksalat yang diperoleh ditimbang dengan menggunakan kertas saring
Selesai
Hitung yield asam oksalat Selesai
A
Refluks pada water bath selama 1 jam pada pendingin balik
Residu disaring dan dicuci dengan H2O sampai netral
Residu dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC hingga beratnya konstan lalu ditimbang (d)
3.8.2 Flowchart Penentuan Titik Leleh
Gambar 3.5 Flowchart Penentuan Titik Leleh Selesai
Mulai
Amati dan dicatat temperatur pada saat kristal mulai meleleh sampai kristal mencair
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan asam oksalat dari serbuk pelepah kelapa sawit pada penelitian ini
dilakukan dengan metode peleburan alkali menggunakan larutan Ca(OH)2. Pemilihan
metode ini disebabkan mampu menghasilkan yield yang lebih besar dibandingkan
dengan menggunakan metode hidrolisis yang umum digunakan [6].
Terdapat beberapa tahapan proses pada pembuatan asam oksalat dengan
metode peleburan alkali yaitu proses hidrolisis, filtrasi, pengasaman dengan H2SO4
dan pengendapan, kemudian pengkristalan.
Konsentrasi Ca(OH)2 yang digunakan yaitu 3,5 N, dengan rasio serbuk pelepah
kelapa sawit : Ca(OH)2 sebesar 1 : 16 (w/v). Variabel yang divariasikan pada
penelitian ini adalah waktu reaksi 40, 50, 60, 70 dan 80 menit dan temperatur 70, 80,
90, 100, dan 110 oC.
4.1 PREPARASI PELEPAH KELAPA SAWIT
Pelepah kelapa sawit merupakan bahan baku pada percobaan ini terlebih dahulu
dipotong kecil-kecil untuk mempercepat proses pengeringan. Laju pengeringan
bergantung banyaknya air yang dapat dipindahkan dari dalam bahan menuju
permukaan. Oleh karena itu, semakin dekat jarak yang harus ditempuh oleh air untuk
sampai ke permukaan, maka laju pengeringan akan semakin meningkat. Untuk
alasan tersebut, maka bahan harus dipotong kecil-kecil sebelum proses pengeringan
[10].
Kadar air dari pelepah yang telah dipotong kecil-kecil selanjutnya dikeringkan
dalam oven. Proses pengeringan oven dilakukan pada temperatur 105 oC [10]. Proses
pengurangan kadar air ini bertujuan untuk mempermudah proses penggilingan
menggunakan ball mill dan proses pengayakan. Pada proses penggilingan, bahan
yang lembab dapat mempersulit proses penghancuran karena bahan akan cenderung
melekat pada dinding mill dan pada permukaan bola-bola penumbuk. Serbuk bahan
yang lembab juga akan cenderung membentuk gumpalan-gumpalan sehingga sulit
Pelepah kelapa sawit yang telah kering selanjutnya digiling menggunakan ball
mill untuk mendapatkan ukuran partikel 50 mesh. Pengecilan ukuran ini bertujuan
untuk meningkatkan kecepatan reaksi peleburan antara pelepah kelapa sawit dengan
larutan Ca(OH)2 [4].
4.2 SINTESIS ASAM OKSALAT
Pada tahap ini, serbuk pelepah kelapa sawit direaksikan menggunakan larutan
Ca(OH)2 3,5 N dengan rasio serbuk pelepah kelapa sawit : Ca(OH)2 sebesar 1 : 16
(w/v). Penentuan ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti
terdahulu, yang melaporkan bahwa kondisi optimum pembuatan asam oksalat
menggunakan proses peleburan alkali diperoleh pada konsentrasi Ca(OH)2 3,5 N [4].
Selulosa yang terkandung dalam serbuk pelepah kelapa sawit dapat disintesis
menjadi asam oksalat menggunakan proses peleburan alkali menggunakan larutan
Ca(OH)2 dapat dilihat pada Persamaan 4.1 [4].
2(C6H10O5)n + 3n Ca(OH)2 + 13/2n O2 n CaC2O4 + n Ca (CH3COO)2 +
Selulosa Kalsium Hidroksida Oksigen Kalsium Oksalat Kalsium Asetat
n Ca(COOH)2 + 9n H2O + 4n CO2……….(4.1)
Kalsium Formiat Air Karbon dioksida
Hasil reaksi hidrolisis tersebut selanjutnya difiltrasi dan dicuci menggunakan
aquadest (H2O) pada temperatur 100 oC. Kemudian setelah difiltrasi, akan terpisah
antara filtrat yang berupa kalsium oksalat dan residu berupa ampas dari serbuk
pelepah kelapa sawit.
Asam oksalat yang terkandung dalam filtrat tidak dapat dipisahkan secara
langsung melalui proses kristalisasi karena dalam filtrat masih terkandung kalsium
oksalat. Pemisahan asam oksalat dari filtrat dapat dilakukan dengan menambahkan
H2SO4 4 N. Penambahan asam sulfat bertujuan untuk memisahkan kalsium yang
terkandung dalam filtrat ke dalam bentuk endapan kalsium sulfat [4].
Kalsium oksalat yang diperoleh diasamkan dengan asam sulfat (H2SO4)
berlebih [23]. Kalsium sangat reaktif terhadap asam sulfat encer untuk menghasilkan
endapan kalsium sulfat [24]. Reaksi antara kalsium oksalat dengan asam sulfat encer
CaC2O4 + H2SO4 2H2O4 + CaSO4………….(4.2) Kalsium Oksalat Asam Sulfat Asam Oksalat Kalsium Sulfat
Setelah penambahan asam sulfat, akan terbentuk endapan kalsium sulfat
(Ca2SO4) yang kemudian dipisahkan dengan cara filtrasi menghasilkan filtrat larutan
asam oksalat (C2H2O4) dan residu berupa endapan kalsium sulfat (Ca2SO4). Asam
oksalat yang terdapat dalam filtrat selanjutnya akan dikristalisasi. Kristalisasi dapat
terjadi apabila konsentrasi larutan lebih tinggi daripada konsentrasi kesetimbangan
dengan kata lain larutan berada dalam keadaan lewat jenuh. Keadaan lewat jenuh
dapat dicapai melalui penguapan pelarut [25]. Proses pemanasan dilakukan pada
temperatur 70 oC selama 1 jam bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi larutan
asam oksalat sekaligus menghilangkan etanol 96% yang digunakan pada pemurnian
asam oksalat selanjutnya dilakukan proses pendinginan hingga terbentuk kristal asam
oksalat.
4.3 TAHAP REKRISTALISASI
Pada tahap ini, kristal asam oksalat yang diperoleh akan direkristalisasi untuk
meningkatkan kemurniannya. Rekristalisasi adalah teknik pemurnian suatu zat padat
dari campuran atau pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali
zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut (solvent) yang sesuai. Pengotor yang
mungkin terdapat dalam kristal asam oksalat adalah senyawa lignoselulosa yang
tidak habis bereaksi, endapan kalsium oksalat, dan endapan kalsium sulfat yang
dihasilkan pada reaksi sebelumnya.
Prinsip dasar dari rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan
dimurnikan dengan kelarutan zat pencampur atau pengotornya [26]. Secara umum,
pengotor yang terdapat dalam kristal asam oksalat tidak larut dalam pelarut polar
sedangkan asam oksalat mudah larut dalam pelarut polar [27]. Berdasarkan
perbedaan kelarutan tersebut, maka pemurnian asam oksalat dapat dilakukan dengan
melarutkan kristal ke dalam pelarut polar yaitu etanol 96%. Penggunaan pelarut
etanol 96 % ini telah pula dilakukan oleh peneliti sebelumnya [27]. Kemudian
dilanjutkan dengan proses pemanasan dan pendinginan hingga terbentuk kristal baru
4.4 HASIL ANALISIS BAHAN BAKU
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bahan baku berupa pelepah
kelapa sawit yang diperoleh dari lingkungan sekitar Universitas Sumatera Utara.
Bahan baku pelepah kelapa sawit yang digunakan terlebih dahulu dianalisis kadar air
dan selulosanya.
4.4.1 Kadar Air
Kadar air merupakan faktor utama yang perlu dipertimbangkan ketika
menggunakan biomassa. Kadar air dari kayu dinyatakan dalam persen perbandingan
berat air yang terdapat dalam kayu dengan berat kayu kering [29]. Struktur anatomi
kelapa sawit terdiri dari ikatan pembuluh dan jaringan parenkim [30]. Jaringan
parenkim berfungsi untuk transportasi dan penyimpanan air dan nutrisi. Jaringan ini
termasuk komponen dengan berat yang sangat ringan dan pada kayu sawit
proporsinya sangat tinggi. Oleh sebab itu, kayu kelapa sawit memiliki kadar air
sangat tinggi namun dalam keadaan kering sangat ringan. Semakin tinggi kadar air
akan menghasilkan persentasi biomassa yang semakin rendah atau dengan kata lain
kadar air kayu sawit berbanding terbalik dengan kandungan biomassa [31].
Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan metode pengeringan oven
pada suhu 105 oC. Kadar air pelepah kelapa sawit yang diperoleh dari hasil analisis
adalah sebesar 53,7 %. Hasil analisis ini berbeda dengan hasil analisis yang
dilakukan oleh peneliti terdahulu yang menyatakan bahwa kadar air pelepah kelapa
sawit adalah sebesar 81 % [4]. Perbedaan persentase kadar air pada bahan baku yang
digunakan dapat disebabkan oleh faktor cuaca atau musim dan umur pelepah kelapa
sawit yang dianalisis [32]. Pelepah kelapa sawit yang digunakan pada penelitian ini
diambil pada saat kondisi cuaca yang cukup panas.
4.4.2 Kadar Selulosa
Pelepah kelapa sawit merupakan biomassa yang mengandung lignoselulosa
yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, dan abu. Kandungan selulosa yang
terdapat pada pelepah kelapa sawit perlu dianalisis untuk mengetahui potensinya
Kadar selulosa pelepah kelapa sawit yang diperoleh dari hasil analisis adalah
sebesar 30,9 %. Hasil analisis ini sesuai dengan hasil analisis yang dilakukan oleh
peneliti terdahulu, yang menyatakan bahwa kadar pelepah kelapa sawit adalah
sebesar 31% [4].
4.5 HASIL ANALISIS KONVERSI SELULOSA PELEPAH KELAPA SAWIT
4.5.1 Konversi Selulosa Pelepah Kelapa Sawit
Penentuan konversi selulosa pelepah kelapa sawit ini bertujuan untuk
mengetahui banyaknya selulosa yang terkonversi menjadi kristal asam oksalat.
Besarnya konversi selulosa pelepah kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan
[image:33.595.131.504.392.533.2]Gambar 4.1.
Tabel 4.1 Konversi Selulosa Pelepah Kelapa Sawit pada Berbagai Pengaruh Temperatur dan Waktu Reaksi
Waktu Reaksi (Menit)
Konversi (%)
70 oC 80 oC 90 oC 100 oC 110 oC
40 53,7 55,3 60,8 53,3 50,8
50 56,3 58,8 69,5 61,8 55,3
60 66,9 70,5 79,2 62,7 63,4
70 57,9 67,6 75,7 61,8 62,4
80 55,0 65,6 72,1 57,9 57,2
Gambar 4.1 menunjukkan profil konversi selulosa secara umum yang berfluktuasi
seiring dengan naiknya temperatur dan waktu reaksi. Konversi selulosa paling
optimum diperoleh pada temperatur reaksi 90 oC dengan waktu reaksi 60 menit.
Penurunan konversi selulosa terjadi disebabkan selulosa yang bereaksi dengan
Ca(OH)2 yang berupa basa kuat menghasilkan asam oksalat. Kemudian terjadi reaksi
lanjut dari asam oksalat berupa reaksi penguraian asam oksalat yang dikenal dengan
istilah dekarboksilasi asam oksalat. Reaksi ini menguraikan asam oksalat yang
terbentuk menjadi asam formiat, CO2, CO dan air. Reaksi dekarboksilasi asam
2C2H2O4 CH2O2 + 2CO2 + CO + H2O………..(4.3)
Gambar 4.1 Pengaruh Temperatur dan Waktu Reaksi terhadap Konversi Selulosa Pelepah Kelapa Sawit
Pada temperatur 70 oC, kenaikan konversi selulosa pelepah kelapa sawit relatif
sedang pada semua variasi waktu. Pada temperatur ini konversi selulosa optimum
pada waktu reaksi 60 menit sebesar 66,9%. Untuk temperatur 80 oC, konversi
selulosa optimum juga pada waktu reaksi 60 menit sebesar 70,5% yang artinya waktu
reaksi semakin lama, konversi yang dihasilkan juga semakin besar dengan titik
optimum waktu reaksi 60 menit. Setelah waktu reaksi 60 menit konversi selulosa
mengalami penurunan.
Pada temperatur 90 oC, konversi selulosa mencapai titik optimum pada waktu
yang sama yaitu pada waktu reaksi 60 menit. Konversi selulosa yang dihasilkan juga
paling optimum dibandingkan variasi temperatur lainnya sebesar 79,2 %. Dengan
bertambahnya temperatur dan waktu reaksi menjadi 60 menit memberikan energi
yang lebih besar kepada reaktan untuk saling bereaksi dengan lebih cepat. Dengan
demikian konversi selulosa menjadi asam oksalat semakin besar.
Pada temperatur 100 oC, konversi selulosa yang dihasilkan cenderung kecil
pada setiap variasi waktu. Hal ini ditunjukkan dari Gambar 4.1 dimana pada
temperatur 100 oC dicapai titik optimum pada waktu reaksi 60 menit dengan
konversi sebesar 62,7%. Pada temperatur 110 oC, titik optimum juga dicapai pada
Kondisi terbaik dalam konversi selulosa pelepah kelapa sawit yaitu pada
temperatur 90 oC dan waktu reaksi 60 menit, yang memberikan konversi selulosa
pada pelepah kelapa sawit sebesar 79,2 %.
4.6 HASIL ANALISIS ASAM OKSALAT
4.6.1 Analisis Yield Asam Oksalat
Analisis yield asam oksalat dari pelepah kelapa sawit menggunakan metode
peleburan alkali dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.2.
Tabel 4.2 Yield Asam Oksalat dari Pelepah Kelapa Sawit pada Berbagai
Pengaruh Temperatur dan Waktu Reaksi
Waktu Reaksi (Menit)
Yield (%)
70 oC 80 oC 90 oC 100 oC 110 oC
40 18,8 20,7 30,0 23,3 14,2
50 25,7 28,1 42,1 32,4 23,1
60 38,4 45,0 59,6 33,8 34,3
70 27,0 39,8 54,3 32,7 33,2
80 23,2 37,2 46,8 27,1 27,7
Gambar 4.2 menunjukkan pengaruh temperatur dan waktu reaksi terhadap
yield asam oksalat yang dihasilkan. Secara umum terjadi kenaikan dan penurunan
yield dengan naiknya temperatur dan waktu reaksi. Terdapat juga titik optimum pada
setiap temperatur reaksi dan waktu reaksinya. Titik optimum pada analisis yield asam
[image:35.595.136.501.304.444.2]Gambar 4.2 Pengaruh Temperatur dan Waktu Reaksi terhadap Yield Asam Oksalat
Pada temperatur 70 oC, yield asam oksalat meningkat seiring dengan
penambahan waktu reaksi dan titik yield optimum dicapai pada waktu reaksi 60
menit sebesar 38,4%. Begitu juga pada temperatur reaksi 80 oC, yang menghasilkan
titik yield optimum pada waktu reaksi 60 menit sebesar 45,0%. Tetapi semakin
meningkat waktu reaksinya, yield asam oksalat yang dihasilkan juga menurun.
Pada temperatur 90 oC , yield asam oksalat juga meningkat seiring dengan
penambahan waktu reaksi. Titik optimum pada temperatur ini pada waktu reaksi 60
menit dengan perolehan yield sebesar 59,6%. Kemudian yield asam oksalat
mengalami penurunan setelah melewati waktu reaksi 60 menit.
Pada temperatur reaksi 100 oC dan 110 oC, titik yield optimum yang dihasilkan
juga pada waktu reaksi 60 menit dan mengalami penurunan setelah melebihi batas
waktu reaksi optimumnya. Pada temperatur reaksi 100 oC yield yang dihasilkan
sebesar 33,8%. Untuk temperatur reaksi 110 oC yield yang dihasilkan sebesar 34,3%.
Yield yang dihasilkan cenderung lebih kecil dibandingkanpada temperatur 90oC.
Peningkatan yield disebabkan karena terjadinya fenomena peningkatan energi
kinetik pada molekul-molekul reaktan seiring dengan adanya kenaikan temperatur
dan waktu reaksi sampai pada titik optimum 60 menit. Dengan semakin
pula terjadinya tumbukan antar molekul reaktan, sehingga mengakibatkan laju reaksi
pembentukan produk juga semakin besar [10].
Kemudian setelah melewati titik optimum pada waktu reaksi 60 menit terjadi
penurunan yield yang signifikan. Hal ini kemungkinan juga disebabkan terjadinya
reaksi penguraian atau dekarboksilasi asam oksalat. Reaksi ini menguraikan asam
oksalat yang terbentuk menjadi asam formiat, CO2, CO, dan air seperti yang dapat
ditunjukkan pada Persamaan 4.3.
Kondisi terbaik pembuatan asam oksalat menggunakan metode peleburan alkali
antara serbuk pelepah kelapa sawit dengan larutan Ca(OH)2 adalah pada temperatur
reaksi 90 oC dan waktu reaksi 60 menit, yang memberikan yield asam oksalat sebesar
59,6 %.
Jadi seiring meningkatnya konversi selulosa maka yield asam oksalat yang
dihasilkan juga semakin meningkat sampai pada temperatur dan waktu reaksi
tertentu. Kemudian konversi selulosa mengalami penurunan.
4.6.2 Analisis Kemurnian
Asam oksalat hasil dari rekristalisasi dianalisis kemurniannya dengan
membandingkan spektrum infra merah asam oksalat standar dan asam oksalat hasil
sintesis menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra Red). Analisis FTIR bertujuan
untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari struktur kimia dalam suatu senyawa pada
panjang gelombang tertentu. Spektrum infra merah asam oksalat standar dan asam
oksalat hasil sintesis masing-masing dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan 4.4.
Gambar 4.3 menunjukkan vibrasi regangan gugus hidroksil (O-H) asam oksalat
standar terdapat pada bilangan gelombang 3200-3700 cm-1. Gugus hidroksil
dikarakterisasi pada serapan kuat dan tajam pada 3422,06 cm-1. Sementara gambar
4.4 menunjukkan bahwa asam oksalat hasil sintesis dari pelepah kelapa sawit
Gambar 4.3 Spektrum Infra Merah Asam Oksalat Standar [4]
Gambar 4.4 Spektrum Infra Merah Asam Oksalat Hasil Sintesis dari Pelepah Kelapa
Sawit
Vibrasi regangan gugus (C=C) asam oksalat standar terdapat pada bilangan
gelombang 1685,48, sedangkan untuk asam oksalat sintesis terdapat pada bilangan
gelombang 1685,97/1621,86. Vibrasi regangan gugus (C-O) asam oksalat standar
terdapat pada bilangan gelombang 1123,33, sedangkan untuk asam oksalat sintesis
terdapat pada bilangan gelombang 1132,86. Vibrasi regangan gugus (C-H) asam
[image:38.595.122.507.350.555.2]oksalat sintesis terdapat pada bilangan gelombang 667,99. Untuk perbandingan
antara asam oksalat standar dengan asam oksalat hasil sintesis dapat dilihat pada
Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Perbandingan Spektrum Infra Merah Asam Oksalat Standar dengan Asam Oksalat Hasil Sintesis dari Pelepah Kelapa Sawit
No Gugus Fungsional Asam Oksalat
Standar
Asam Oksalat Sintesis dari Pelepah Kelapa Sawit
1. O-H 3422,06 3406,83
2. C=O 1685,48 1685,97
3. C-O 1123,33 1132,86
4. C-H 718,35 667,99
Vibrasi regangan antara asam oksalat standar dengan asam oksalat hasil sintesis
pelepah kelapa sawit memiliki puncak yang tidak jauh berbeda. Hal ini membuktikan
bahwa dalam penelitian ini, senyawa yang dihasilkan merupakan asam oksalat.
Puncak-puncak lain yang terdapat pada hasil analisis FTIR asam oksalat sintesis
menunjukkan bahwa asam oksalat yang diperoleh masih belum murni karena masih
adanya pengotor pada kristal asam oksalat.
4.6.3 Analisis Titik leleh
Analisis titik leleh dilakukan untuk menentukan kemurnian dan juga untuk
mengidentifikasi suatu bahan padat [33]. Kristal asam oksalat yang dihasilkan
memiliki titik leleh sebesar 101,8 oC. Asam oksalat murni memiliki titik leleh
sebesar 101,5 oC [34]. Dari hasil analisis tersebut asam oksalat hasil sintesis
memiliki karakteristik yang sama dengan asam oksalat dihidrat (C2H2O4.2H2O),
maka dapat disimpulkan bahwa produk yang dihasilkan dari penelitian ini
[image:39.595.113.512.223.321.2]4.7 HUBUNGAN ANTARA KONVERSI SELULOSA PELEPAH KELAPA SAWIT DENGAN YIELD ASAM OKSALAT YANG DIHASILKAN
Hubungan antara konversi selulosa dengan yield asam oksalat yang dihasilkan
yaitu persentase konversi selulosa yang menjadi asam oksalat dapat dilihat pada
[image:40.595.144.450.240.445.2]Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Grafik Yield Vs Konversi Selulosa terhadap Pengaruh
Temperatur Reaksi
Dari Gambar 4.5 menunjukkan bahwa jika konversi selulosa semakin tinggi
maka yield yang dihasilkan juga semakin tinggi. Tetapi pada hasil penelitian ini
konversi selulosa tidak secara keseluruhan menghasilkan asam oksalat sehingga yield
yang diperoleh menurun setelah konversi selulosa mencapai titik optimum pada
temperatur 90 oC dan waktu reaksi 60 menit.
Persamaan 4.3 merupakan penyebab konversi selulosa mengalami penurunan
sehingga selulosa yang disintesis untuk menghasilkan asam oksalat terurai oleh
reaksi lanjut yang dikenal dengan istilah reaksi dekarboksilasi asam oksalat.
Sehingga hasil konversi selulosa menjadi asam oksalat terhambat dan tidak sesuai
dengan grafik diatas dimana semakin tinggi konversi selulosa maka semakin tinggi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah:
1. Limbah pelepah kelapa sawit mengandung kadar selulosa sebesar 30,9 %
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan asam
oksalat.
2. Temperatur reaksi dan waktu reaksi peleburan yang semakin tinggi sampai
pada temperatur dan waktu tertentu menunjukkan peningkatan terhadap
konversi selulosa dan yield asam oksalat yang dihasilkan.
3. Kondisi optimum diperoleh pada temperatur reaksi 90 oC dan waktu reaksi 60
menit dimana diperoleh konversi sebesar 79,2 % dan yield sebesar 59,6 %.
4. Analisis fisik yang dilakukan terhadap kristal asam oksalat meliputi analisis
kemurnian menggunakan FTIR dan titik leleh. Hasil analisis titik leleh yang
diperoleh yakni 101,8 oC. Hasil ini menyatakan bahwa kristal asam oksalat
yang didapat berupa kristal asam oksalat dihidrat.
5.2 SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan dari penelitian yang telah dilakukan adalah
untuk penelitian selanjutnya sebaiknya tetap menggunakan biomassa seperti pelepah
kelapa sawit tetapi dilakukan penentuan kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin
dari kelapa sawit. Tujuannya agar dapat diketahui banyaknya yield yang dihasilkan
dari ketiga kandungan dan berapa banyak kandungan diatas terkonversi menjadi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 PELEPAH KELAPA SAWIT
Kelapa sawit (elaeis guineensis) adalah tanaman pohon tropis yang terutama
ditanam untuk produksi industri minyak nabati. Habitat asli kelapa sawit adalah
hutan hujan tropis dengan curah hujan 1780 – 2280 mm3 per tahun dengan kisaran
suhu 24 – 30 oC. Kelapa sawit juga toleran dengan berbagai jenis tanah asalkan mendapat pasokan air yang cukup [11]. Untuk pertumbuhan dan produksi yang
optimal, tanaman kelapa sawit membutuhkan curah hujan yang tinggi dan suhu
yang stabil sepanjang tahun, tanah harus dalam dan berdrainase baik. Tanaman
kelapa sawit tumbuh terutama di dataran rendah daerah tropis di bawah ketinggian
400 m [12].
Dibandingkan dengan komoditi lainnya pada sub-sektor perkebunan, kelapa
sawit merupakan salah satu komoditas yang pertumbuhannya paling pesat.
Perkebunan kelapa sawit sampai saat ini terus berkembang hampir di semua
provinsi di Indonesia sehingga luasannya terus meningkat. Agroindustri kelapa
sawit berkembang pesat di Indonesia dalam dua dekade terakhir [13]. Namun
seiring dengan perkembangan tersebut, timbul persoalan baru yaitu dihasilkannya
sejumlah limbah padat, baik yang berasal dari aktivitas perkebunan. Perkebunan
kelapa sawit menghasilkan sisa atau limbah yang belum dimanfaatkan secara
optimal, limbah yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit ada tiga macam
yaitu limbah padat, cair, dan gas [14]. Pelepah kelapa sawit merupakan salah satu
limbah padat dari perkebunan kelapa sawit yang dapat diperoleh sepanjang tahun
bersamaan dengan panen tandan buah segar.
Total potensi jumlah limbah pelepah kelapa sawit di Indonesia sebanyak
81.887.936 ton/tahun [15]. Nutrisi pelepah kelapa sawit meliputi 5,8 % protein
kasar, 48,6 % serat kasar, dan 3,3 % abu [16]. Dari data tersebut dapat diketahui
Serat kasar pelepah kelapa sawit terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin.
[image:43.595.129.495.166.293.2]Komposisi kimia pelepah kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Pelepah Kelapa Sawit [17]
No. Komponen Kimia Kadar (%)
1. Selulosa 31,5 ± 0,3
2. Hemiselulosa 19,2 ± 0,1
3. Lignin 14,0 ± 0,5
4. Abu 12,3 ± 0,2
5. Protein 9,4 ± 0,1
2.2 SELULOSA
Selulosa adalah senyawa berbentuk benang-benang serat, terdapat sebagai
komponen terbesar dalam dinding sel pepohonan, jerami, rumput, enceng gondok,
dan tanaman lainnya. Selulosa pada tanaman merupakan serat-serat panjang yang
bersama-sama hemiselulosa membentuk 5 dan 6 karbon gula dan lignin.
Molekul-molekul tersebut berikatan dan membentuk rantai panjang dari kesatuan
D-glukose yang dihubungkan oleh rantai glukosida1,4. Rumus molekul selulosa
adalah C
6H11O6 - (C6H10O5) - C6H11O5 [10]. Struktur selulosa dapat dilihat pada
gambar berikut :
Selulosa yang mempunyai rumus molekul (C6H10O5)n memiliki derajat
[image:43.595.121.519.518.639.2]dan lebih tahan lama terhadap degradasi yang disebabkan oleh pengaruh panas,
bahan kimia maupun pengaruh biologis. Sifat fisika selulosa yang penting adalah
panjang, lebar dan tebal molekulnya. Sifat fisik lain dari selulosa adalah:
1. Dapat terdegradasi oleh hidrolisis, oksidasi, fotokimia maupun secara
mekanis sehingga berat molekulnya menurun.
2. Tidak larut dalam air maupun pelarut organik, tetapi sebagian larut dalam
larutan alkali.
3. Dalam keadaan kering, selulosa bersifat higroskopis, keras dan rapuh. Bila
selulosa cukup banyak mengandung air maka akan bersifat lunak. Jadi fungsi
air disini adalah sebagai pelunak.
4. Selulosa dalam kristal mempunyai kekuatan lebih baik jika dibandingkan
dengan bentuk amorfnya [18].
Panjang suatu rangkaian selulosa tergantung pada derajat polimerisasinya.
Semakin panjang suatu rangkaian selulosa, maka rangkaian selulosa tersebut
mempunyai serat yang lebih kuat, lebih tahan terhadap pengaruh bahan kimia,
cahaya, dan mikroorganisme. Selulosa dapat dibedakan menjadi:
1. α-selulosa yaitu jenis selulosa ini tidak dapat larut dalam larutan NaOH
dengan kadar 17,5% pada suhu 200 oC dan merupakan bentuk sesungguhnya
yang telah dikenal sebagai selulosa.
2. -selulosa yaitu jenis selulosa yang mudah larut dalam larutan NaOH 17,5%
dengan derajat polimerisasi 15-90 pada suhu 200 oC dan akan mengendap bila
larutan tersebut berubah menjadi larutan yang memiliki suasana asam.
3. -selulosa memiliki sifat yang sama dengan -selulosa, dengan derajat polimerisasi kurang dari 15 [14].
Struktur selulosa yang bermacam-macam menyebabkannya dapat digunakan
sebagai bahan pembuat produk terbarukan seperti bioetanol dan berbagai macam
kebutuhan termasuk juga asam oksalat.
2.3 ASAM OKSALAT
Asam oksalat disintesis untuk pertama kali pada tahun 1776 oleh Scheele
melalui oksidasi gula dengan asam nitrat. Kemudian oleh Wohler disintesis
dalam industri sebagai bahan pembuat seluloid, rayon, bahan peledak,
penyamakan kulit, pemurnian gliserol dan pembuatan zat warna. Selain itu asam
oksalat juga dapat digunakan sebagai pembersih peralatan dari besi, katalis, dan
reagen laboratorium [10].
Pada tahun 1829, Gay Lussac menemukan bahwa asam oksalat dapat
diproduksi dengan cara meleburkan serbuk gergaji dalam larutan alkali. Asam
oksalat merupakan turunan dari asam karboksilat yang mengandung 2 gugus
karboksil yang terletak pada ujung-ujung rantai karbon yang lurus yang
mempunyai rumus molekul C2H2O4. Asam oksalat tidak berbau, higroskopis,
berwarna putih sampai tidak berwarna dan mempunyai berat molekul 90 gr/mol
[20].
Kebutuhan asam oksalat di Indonesia setiap tahun selalu meningkat. Saat
ini Indonesia masih mengimpor asam oksalat dari China, untuk memenuhi
sebagian kebutuhan asam oksalat dalam negeri. Saat ini terdapat 6 macam
teknologi yang telah dikembangkan untuk sintesis asam oksalat secara komersial,
yaitu oksidasi karbohidrat, etilen glikol, proses propilen, proses dialkil oksalat,
[image:45.595.134.518.478.751.2]proses peleburan alkali, dan fermentasi glukosa.
Tabel 2.2 Sifat Fisika dan Kimia Asam Oksalat Anhidrat dan Dihidrat [10]
Sifat Nilai
Asam oksalat anhidrat (C2H2O4.H2O)
Titik leleh
Densitas
Panas spesifik (Padat, -200-50 oC)
Berat molekul
Tidak berbau
Berwarna bening
Tidak menyerap air
Asam oksalat dihidrat (C2H2O4.2H2O)
Titik leleh
Densitas
pH
Berat molekul
Tidak berbau
189,5 oC 1,9 gr/mL 1,084 + 0.0318t 90,04 gr/mol
101,5 oC 1,653 g/cm3
2.3.1 PEMBUATAN ASAM OKSALAT
Asam oksalat dapat disintesis dengan 6 metode yaitu:
1. Oksidasi Karbohidrat
Cara ini ditemukan oleh Scheele pada tahun 1776. Asam oksalat diproduksi
dengan mengoksidasi karbohidrat seperti glukosa, sukrosa, pati, dekstrin, dan
selulosa dengan menggunakan asam nitrat. Biasanya untuk proses ini bahan
yang digunakan adalah bahan yang banyak mengandung karbohidat, misalnya
tepung. Tepung yang digunakan biasanya adalah tepung jagung, tepung gandum,
tepung ubi jalar atau tepung yang lainnya dan bisa juga menggunakan gula atau
molase. Ketika digunakan bahan baku seperti selulosa maka harus dihidrolisa
terlebih dahulu dengan asam sulfat, sehingga menjadi monosakarida. Glukosa
ini kemudian dioksidasi dengan asam nitrat pada temperatur 63-85 oC dengan
katalis vanadium pentoksida [19].
Reaksi :
5C6H12O6 + 30HNO3 15C2H2O4 + 3NO + 9N2O +
9NO2 +
Glukosa As. Nitrat As.Oksalat Nitrogen monoksida Nitrooksida Nitrit 30 H2O
Air
Produksi asam oksalat dengan oksidasi karbohidrat masih dapat
dikembangkan karena banyaknya bahan baku seperti limbah pertanian [19].
Dalam pembuatan asam oksalat dengan proses ini bahan dasarnya mengandung
60 % larutan glukosa. Temperatur pada proses ini perlu dikontrol dan dijaga.
Untuk menghindari terjadinya oksidasi asam oksalat menjadi karbondioksida,
maka ditanggulangi dengan penambahan asam sulfat. Kemurnian produk akhir
adalah 99 % dengan konversi asam oksalat pada proses ini adalah 63 – 65 %. Prosesnya dapat dilakukan secara batch maupun kontinu [21].
2. Proses Etilen Glikol
Dalam proses ini etilen glikol dioksidasi dalam campuran 30-40 % asam
sulfat dan asam nitrat 20-25 % dengan 0,001- 0,1 % vanadium pentoksida pada
suhu 50-70 oC untuk menghasilkan asam oksalat lebih dari 93% [21].
Proses ini telah dikembangkan di Jepang oleh Mitsubishi Gas Chemical
yang memproduksi 12.000 Ton/tahun asam oksalat. Etilen glikol teroksidasi
dengan konsentrasi 60 % asam nitrat pada 0,3 MPa (43,5 psi), 80oC dengan
oksigen. Inisiator seperti NaNO2 dapat membantu menghasilkan oksida
nitrogen dan promotor seperti senyawa vanadium atau asam sulfat yang
digunakan untuk mempercepat reaksi oksidasi. Yield asam oksalat yang
dihasilkan adalah 90 % [19].
Reaksi yang berlangsung pada proses ini adalah.
(CH2OH)2 + 4NO2 (COOH)2 + 4NO + 2H2O
Etilen Glikol Nitrit As.Oksalat Nitrogen monoksida Air
4NO + 2O2 4NO2
Nitrogen monoksida Oksigen Nitrit
Keseluruhan:
(CH2OH)2 + 2O2 (COOH)2 + 2H2O
E.Glikol Oksigen As.Oksalat Air
3. Proses Propilen
Pembuatan asam oksalat dengan oksidasi propilen, menggunakan gas bersih
dari stok umpan pada operasi perengkahan minyak bumi. Pada proses propilen,
propilen dioksidasi oleh asam nitrat melalui 2 tahap. Tahap pertama propilen
direaksikan dengan NO2 cair untuk menghasilkan produk antara berupa asam α
-nitrolaktat yang selanjutnya dioksidasi pada temperatur tinggi untuk
menghasilkan asam oksalat [19].
Rhone-Poulenc (Prancis) mengembangkan sebuah versi modifikasi dari
proses pembuatan asam oksalat atau asam laktat, atau keduanya dari propilen.
Pada tahun 1978, sebanyak 65.000 ton/tahun asam oksalat diproduksi di seluruh
dunia dengan proses ini, Pada 1990-an proses ini dioperasikan hanya oleh
Rhone-Poulenc [19]. Reaksi oksidasi Rhone-Poulenc seperti persamaan reaksi
berikut:
CH3CH=CH2 + 3HNO3 CH3CHCOOH + 2NO + 2H2O
CH3CHCOOH + 5/2 O2 (COOH)2 + CO2 + HNO3 + H2O
Pada langkah pertama, propilen dicampurkan pada suhu 10-40 oC dengan
asam nitrat, konsentrasi dijaga pada 50-75 % dan perbandingan rasio molar
untuk propilena 0,01-0,5 hingga terkonversi menjadi asam α-nitrolaktat dan
asam laktat. Pada tahap kedua asam α-nitrolaktat teroksidasi oleh oksigen
dengan adanya katalis pada suhu 45-100 oC untuk menghasilkan asam oksalat
dihidrat. Secara keseluruhan dengan konsentrasi propilen lebih besar dari 90%
diperoleh konversi propilen 77,5% [21].
4. Proses Dialkil Oksalat
Asam oksalat dihasilkan dengan hidrolisis diester asam oksalat dengan gas CO
dengan produk samping alkohol. Pada tahun 1978 UBE Industries (Jepang)
mengkomersialisasikan proses dua-langkah ini.
Sintesis pertama yang dilaporkan dengan menggunakan contoh PdCl2 - CuCl2
dalam sistem redoks dengan persamaan reaksi berikut :
2CO + 2ROH + ½ O2 (COOR)2 + H2O
Karbon Dioksida Alkohol Oksigen Dialkil Oksalat Air
(COOR)2 + H2O (COOH)2 + 2ROH
Dialkil Oksalat Air As.Oksalat Alkohol
5. Proses Peleburan Alkali
Pembuatan asam oksalat dengan proses peleburan alkali dilakukan
menggunakan bahan baku yang mengandung selulosa tinggi seperti serbuk
gergaji, sekam padi, tongkol jagung, dan lain-lain. Bahan ini dilebur dengan alkali
hidroksida seperti natrium hidroksida atau kalsium hidroksida pada suhu 240 – 285 ºC. Produk yang diperoleh direaksikan dengan asam sulfat untuk
membentuk asam oksalat dan kalsium sulfat [21].
ONO2
Berikut reaksi-reaksi yang terjadi pada proses peleburan alkali
menggunakan Ca(OH)2:
2(C6H10O5)n + 3n Ca(OH)2 + 13/2n O2 n CaC2O4 + n Ca (CH3COO)2 +
Selulosa Kalsium Hidroksida Oksigen Kalsium Oksalat Kalsium Asetat n Ca(COOH)2 + 9 n H2O + 4n CO2
Kalsium Formiat Air Karbon dioksida
CaC2O4 + H2SO4 C2H2O4 + CaSO4
Kalsium Oksalat As. Sulfat Asam Oksalat Kalsium Sulfat
Kemurnian dari proses peleburan alkali adalah sebesar 60 % [21].
6. Fermentasi Glukosa
Asam oksalat dapat dihasilkan dengan menggunakan proses fermentasi gula
dengan menggunakan jamur (seperti Aspergillum atau Penicillium) sebagai
pengurainya. Produk yang diperoleh kemudian disaring, diasamkan dan
dihilangkan warnanya. Setelah itu, produk dinaikkan konsentrasinya dengan
evaporator dan hasilnya dikristalkan. Kemudian dilakukan pengeringan untuk
memisahkan produk dengan airnya. Hasil dari asam oksalat tergantung dari
nutrient (nitrogen) yang ditambahkan. Berikut Tabel 2.3 yang menunjukkan
perbedaan dari beberapa metode sintesis asam oksalat secara ringkas.
Tabel 2.3 Perbedaan Keuntungan dan Kerugian pada Berbagai Proses Sintesis
Asam Oksalat
Metode Keuntungan Kerugian
1. Oksidasi
Karbohidrat
Dihasilkan asam oksalat dalam jumlah besar (yield 63-65 %).
Bahan bakunya mahal
seperti tepung tapioka, tepung jagung dan lain-lain.
Diperlukan katalis
tertentu yaitu V2O5/Fe3+.
2. Etilen Glikol Dihasilkan asam
oksalat dalam jumlah besar (yield > 90 %).
Menggunakan bahan
[image:49.595.114.517.572.734.2]3. Proses Propilen Dihasilkan asam oksalat dalam jumlah besar (yield 75 %
Menggunakan proses
yang cukup sulit.
4. Proses Dialkil
Oksalat
Selain menghasilkan asam oksalat, juga dihasilkan alkohol sebagai produk samping yang memiliki nilai ekonomi
Menggunakan proses
yang kompleks.
5. Proses
Peleburan Alkali
Bahan yang digunakan
tersedia dalam jumlah yang cukup banyak, seperti sabut kelapa, serbuk gergaji, sekam padi, dll.
Proses yang digunakan
cukup sederhana yaitu hanya dengan
penambahan alkali hidroksida, Ca(Cl)2, dan H2SO4.
Kemurnian asam oksalat yang dihasilkan sebesar 60%
6. Fermentasi
Glukosa
Bahan utama yang berasal dari
karbohidrat mudah didapat.
Prosesnya yang cukup
panjang yaitu gula difermentasikan terlebih dahulu dengan menggunakan jamur
aspergillus atau penicillium.
2.3.2 KEGUNAAN ASAM OKSALAT
Terdapat beberapa kegunaan asam oksalat di dalam industri, yaitu [22]:
1. Perawatan Logam (Metal Treatment)
Asam oksalat digunakan pada industri logam untuk menghilangkan
kotoran-kotoran yang menempel pada permukaan logam yang akan dicat. Hal
ini dilakukan karena kotoran tersebut dapat menimbulkan korosi pada
permukaan logam setelah proses pengecatan selesai dilakukan.
2. Pelapisan dengan Oksalat (Oxalate Coatings)
Pelapisan oksalat telah digunakan secara umum karena asam oksalat
dan titanium. Sedangkan pelapisan dengan senyawa lain seperti fosfat tidak
dapat bertahan lama apabila dibandingkan dengan menggunakan pelapisan
oksalat.
3. Anodizing
Proses pelapisan menggunakan asam oksalat dikembangkan di Jepang
dan dikenal lebih jauh di Jerman. Pelapisan asam oksalat menghasilkan tebal
lebih dari 60 μm dapat diperoleh tanpa menggunakan teknik khusus.
Pelapisannya bersifat keras, abrasif, tahan terhadap korosi, dan cukup atraktif
warnanya sehingga tidak diperlukan pewarnaan. Tetapi bagaimanapun juga,
proses pelapisan menggunakan asam oksalat lebih mahal apabila
dibandingkan dengan proses asam sulfat.
4. Pembersihan Baja (Metal Cleaning)
Asam oksalat adalah senyawa pembersih yang digunakan untuk otomotif
radiator, boiler, railroad cars, dan kontaminan radioaktif untuk reaktor pada
proses pembakaran. Dalam membersihkan logam besi dan non besi, asam
oksalat menghasilkan kontrol pH sebagai indikator yang baik. Banyak
industri yang mengaplikasikan cara ini berdasarkan sifatnya dan
keasamannya.
5. Pembersihan Zat Warna Tekstil (Textiles)
Asam oksalat banyak digunakan untuk zat warna. Dalam pencucian,
asam oksalat digunakan sebagai zat asam, kunci penetralan alkali, dan
melarutkan besi pada pewarnaan tenun pada suhu pencucian. Selain itu, asam
oksalat juga digunakan untuk membunuh bakteri yang ada pada kain.
6. Pewarnaan Wool (Dyeing)
Asam oksalat dan garamnya juga digunakan untuk pewarnaan wool.
Asam oksalat sebagai agen pengatur kromium florida. Mordan yang terdiri
dari 4% kromium florida dan 2 % berat asam oksalat. Wool dididihkan dalam
waktu 1 jam. Kromium oksida pada wool diangkat dari pewarnaan.
Ammonium oksalat juga digunakan sebagai pencetakan Vigoreus pada wool,
dan juga terdiri dari mordan (zat kimia) pewarna.
Beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembuatan asam oksalat adalah:
a. Waktu
Semakin lama waktu reaksi, maka waktu kontak antara zat-zat tersebut akan
semakin lama sehingga reaksi akan semakin mendekati sempurna. Tetapi jika
waktu reaksi terlalu lama dapat menyebabkan reaksi berlanjut ke arah reaksi yang
tidak diinginkan.
b. Temperatur
Hubungan antara temperatur dan kecepatan reaksi dinyatakan oleh
persamaan Arrhenius sebagai berikut:
k = ko .e(-E/RT)
dengan:
k = tetapan laju reaksi
k
o= faktor frekuensi
E = energi aktivasi
R = tetapan gas = 8,314 Joule/mol. K = 1,987 kal/mol. K
Setiap kenaikan temperatur akan memberikan kenaikan harga k. Semakin
besar harga k, maka kecepatan reaksi akan semakin besar pula. Tetapi apabila
temperatur terlalu tinggi maka akan menyebabkan perubahan yang tidak
diinginkan pada asam oksalat.
c. Komposisi dan Konsentrasi
Komposisi suatu bahan dan adanya zat inert sangat berpengaruh terhadap
kecepatan reaksi. Suatu reaksi biasanya dapat berubah menjadi produk dengan
cepat apabila direaksikan dengan konsentrasi yang tinggi, tetapi itu tidak berlaku
pada semua reaksi, sehingga perlu dicari perbandingan yang baik.
d. Pengadukan
Pengadukan dapat memperbesar frekuensi tumbukan antara zat-zat
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perkebunan kelapa sawit yang terus berkembang di hampir seluruh provinsi
di Indonesia menempatkan Indonesia sebagai penghasil minyak kelapa sawit
terbesar di dunia yang diikuti oleh Malaysia sebagai pesaing utama Indonesia [1].
Perkembangan perkebunan kelapa sawit berdampak pada peningkatan limbah dari
perkebunan tersebut yang belum dimanfaatkan secara optimal. Limbah yang
dihasilkan dari tanaman kelapa sawit mulai dari pra panen hingga proses
pemanenan, salah satunya adalah pelepah kelapa sawit. Penelitian limbah pelepah
kelapa sawit mulai dikembangkan pada saat ini antara lain sebagai pakan ternak.
Ditinjau dari komposisi kimianya limbah pelepah kelapa sawit mempunyai
potensi yang cukup besar untuk diolah lebih lanjut menjadi produk yang
bermanfaat dan bernilai ekonomis, salah satunya dengan memanfaatkan limbah
pelepah kelapa sawit sebagai bahan baku pembuatan asam oksalat [2].
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, luas perkebunan kelapa sawit
di Indonesia terus mengalami peningkatan. Dengan meningkatnya luas
perkebunan kelapa sawit, meningkat pula limbah yang dihasilkan termasuk
[image:53.595.228.395.559.732.2]pelepah kelapa sawit. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Luas Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia [3]
Tahun Luas Kelapa sawit
(ribu ha)
2010 5161,6
2011 5349,8
2012 5995,7
2013 6108,9
2014 6404,4
Pelepah kelapa sawit merupakan limbah perkebunan kelapa sawit yang
mengandung tiga jenis polimer karbohidrat yaitu selulosa, hemiselulosa, dan
lignin. Berdasarkan penelitian sebelumnya kandungan selulosa pada pelepah
kelapa sawit yaitu sebesar 31 % memberi peluang untuk dimanfaatkan sebagai
bahan baku pada pembuatan asam oksalat [4].
Asam oksalat adalah senyawa organik dengan rumus kimia C2H2O4, berupa
kristal padat tak berwarna yang larut dalam air dan memberikan larutan yang tidak
berwarna. Senyawa ini banyak sekali kegunaannya antara lain digunakan sebagai
zat campuran pada proses penyamakan kulit, untuk menghilangkan karat yang
tertimbun pada sistem pendingin, sebagai pembersih logam dan sering digunakan
sebagai reagen dalam analisa kimia [5].
Kebutuhan asam oksalat di Indonesia setiap tahun selalu meningkat. Untuk
memenuhi kebutuhan asam oksalat di dalam negeri, Indonesia masih mengimpor
asam oksalat dari luar negeri. Data impor asam oksalat di Indonesia dapat dilihat
[image:54.595.190.434.487.739.2]pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Data Impor Asam Oksalat di Indonesia [3]
Tahun Impor (Ton/Tahun)
2008 1.212,754
2009 1.183,856
2010 1.498,327
2011 1.393,800
2012 1.590,370
2013 1.469,626
2014 824,684
Metode yang umum digunakan untuk sintesis asam oksalat dari bahan
yang mengandung selulosa adalah metode peleburan alkali dan metode oksidasi
asam nitrat. Pada metode peleburan alkali pembuatan asam oksalat dari bahan
berselulosa menggunakan larutan alkali berupa NaOH dan Ca(OH)2 [6].
Pembuatan asam oksalat dengan metode peleburan alkali telah banyak dilakukan
oleh para peneliti. Tabel 1.3 menunjukkan beberapa penelitian terdahulu tentang
pembuatan asam oksalat menggunakan metode peleburan alkali yang telah
Tabel 1.3 Penelitian – Penelitian Terdahulu Mengenai Pembuatan Asam Oksalat dengan Metode Peleburan Alkali
No Peneliti Judul
Kondisi Operasi
Yield atau
Konversi Rasio
NaOH atau Ca(OH)2 / Bahan Baku
NaOH atau
Ca(OH)2
Temp Waktu
1.
Mardina Primata, Norhayani dan Dessy Triutami (2013) [6]
Pembuatan Asam Oksalat Dari Sekam Padi Dengan Hidrolisis Berkatalisator
NaOH dan Ca(OH)2
4 : 1
(v/w) Ca(OH)2 3,5 N 60
o
C 1 jam 2,232 %
2. Rika Indah Febrianti
(2011) [7]
Pembuatan Asam Oksalat Dari Batang Eceng Gondok
2 : 1
(v/w) NaOH 55% 150
o
C 1 jam 9,82%
3. Narimo (2012) [8] Making of Oxalic Acid from
Old Newspapers Fusion with NaOH Solution
13 : 1
(w/v) NaOH 40% 105
o
C 70 menit 3,05%
4. Endang Mastuti (2005)
[9]
Pembuatan Asam Oksalat Dari Sekam Padi
10 : 1
(v/w) NaOH 3,5 N 105
o
C 30 – 105
[image:56.842.85.744.130.442.2]Pembuatan asam oksalat dari sekam padi dengan alkali berupa NaOH dan
Ca(OH)2 dengan variasi pengaruh temperatur dan waktu hidrolisis terhadap yield.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa yield terbesar yaitu 2,232 % diperoleh dari
penggunaan Ca(OH)2 pada suhu 60 oC dan waktu hidrolisis 60 menit [6].
Pembuatan asam oksalat dari batang eceng gondok dengan alkali berupa
NaOH. Penelitian tersebut mengkaji pengaruh konsentrasi NaOH. Hasil yang
diperol