• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.3 Saran

Berdasarkan keterbatasan penelitian diatas, peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut.

1) Peneliti selanjutnya sebaiknya menggunakan periode penelitian lebih dari tiga tahun karena periode yang lebih panjang dapat lebih menjelaskan pengungkapan sosial, dan sebaiknya menggunakan jumlah sampel yang lebih besar serta menambah atau menggunakan variabel independen yang berbeda dari penelitian ini, misalnya seperti status perusahaan,pertumbuhan perusahaan (growth), tipe industri (profile), kepemilikan publik, dan sebagainya.

2) Bagi pelaku bisnis atau pihak manajemen dapat menjadikan penelitian ini sebagai bahan masukan bahwa semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosialnya.

3) Bagi investor, pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dapat dilakukan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan profitabilitas pada sebuah perusahaan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tinjauan Teoritis

2.1.1 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Keraf (1998), mengartikan CSR sebagai komitmen perusahaan untuk mempertanggungjawabkan dampak operasinya dalam dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan, serta terus menerus menjaga agar dampak tersebut menyumbang manfaat kepada masyarakat dan lingkungan hidupnya. The World Business

Council for Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan CSR sebagai

“business’ commitment to contribute to sustainable economic development,

working with employees, their families, the local community, and society at large to improve their quality of life.” Yaitu komitmen perusahaan dalam

pengembangan ekonomi yang berkesinambungan dalam kaitannya dengan karyawan beserta keluarganya, masyarakat sekitar dan masyarakat luas pada umumnya, dengan tujuan peningkatan kualitas hidup mereka (Solihin, 2010 : 186).

Sejalan dengan definisi di atas, Maignan dan Farrel (2004) mendefenisikan CSR sebagai “ A business acts in socially responsible manner when its decision

and actions for balance diverse when its decision and actinons for and balance diverse stakeholder interest”. Defenisi ini menekankan perlunya memberikan

beragam dalam setiap keputusan dan tindakan yang diambil oleh para pelaku bisnis melalui perilaku yang secara sosial bertanggung jawab.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) dapat diartikan sebagai suatu konsep bahwa organisasi khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas, dan lingkungan dalam aspek operasional perusahaan. Tanggung jawab sosial berhubungan erat dengan dengan ‘pembangunan berkelanjutan’, dimana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau dividen melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.

Sebagai bagian dari lingkungan masyarakat, maka perusahaan perlu memiliki tanggung jawab bahwa kegiatan yang dilakukannya membawa ke arah perbaikan lingkungan masyarakat pada umumnya, dan bukan sebaliknya. Dengan demikian, sudah semestinya perusahaan perlu menyadari bahwa dirinya memiliki apa yang dinamakan dengan tanggung jawab sosial.

Namun kenyataannya masih banyak perusahaan tidak mau menjalankan program-program CSR karena melihat hal tersebut hanya sebagai pengeluaran biaya (cost center). CSR memang tidak memberikan hasil keuangan dalam jangka pendek, namun CSR akan memberikan hasil baik langsung maupun tidak langsung pada keuangan perusahaan di masa mendatang. Dengan demikian apabila perusahaan melakukan program-program CSR diharapkan keberlanjutan

perusahaan akan terjamin dengan baik. Oleh karena itu, program-program CSR lebih tepat apabila digolongkan sebagai investasi dan harus menjadi strategi bisnis dari suatu perusahaan.

Kreitner (1992) mengemukakan empat bentuk strategi pelaksanaan program yang dilakukan oleh perusahaan dalam konteks tanggung jawab sosialnya, di antaranya:

a. Strategi Reaktif ( Reactive Social Responsibility Strategy )

Kegiatan bisnis yang melakukan strategi reaktif dalam tanggung jawab sosial cenderung menolak atau menghindarkan diri dari tanggung jawab sosial.

b. Strategi Defensif ( Defensive Social Responsibility Strategy )

Strategi defensif dalam tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan terkait dengan penggunaan pendekatan legal atau jalur hukum untuk menghindarkan diri atau menolak tanggung jawab sosial .

c. Strategi Akomodatif ( Acomodative Social Responsibility Strategy )

Strategi Akomodatif merupakan tanggung jawab sosial berupa pelayanan kesehatan, kebersihan, dan lain sebagainya, yang dijalankan perusahaan dikarenakan adanya tuntutan dari masyarakat dan lingkungan sekitar akan hal tersebut, bukan dikarenakan perusahaan menyadari perlunya tanggung jawab sosial.

d. Strategi Proaktif ( Proaktive Social Responsibility Strategy)

Perusahaan memandang bahwa tanggung jawab sosial adalah bagian dari tanggung jawab untuk memuaskan stakeholders. Jika stakeholders terpuaskan, maka citra positif terhadap perusahaan akan terbangun.

Dauman dan Hargreaves (1992) dalam Hasibuan (2001) menyatakan bahwa tanggung jawab perusahaan dapat dibagi menjadi tiga level sebagai berikut:

1. Basic responsibility (BR)

Pada level pertama, menghubungkan tanggung jawab yang pertama dari suatu perusahan, yang muncul karena keberadaan perusahaan tersebut seperti; perusahaan harus membayar pajak, memenuhi hukum, memenuhi standar pekerjaan, dan memuaskan pemegang saham. Bila tanggung jawab pada level ini tidak dipenuhi akan menimbulkan dampak yang sangat serius.

2. Organization responsibility (OR)

Pada level kedua ini menunjukan tanggung jawab perusahaan untuk memenuhi perubahan kebutuhan ”Stakeholder” seperti pekerja, pemegang saham, dan masyarakat di sekitarnya.

3. Sociental responses (SR)

Pada level ketiga, menunjukan tahapan ketika interaksi antara bisnis dan kekuatan lain dalam masyarakat yang demikian kuat sehingga perusahaan dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan, terlibat dengan apa yang terjadi dalam lingkungannya secara keseluruhan.

Penerapan CSR dalam perusahaan-perusahaan diharapkan selain memiliki komitmen finansial kepada pemilik atau pemegang saham, tapi juga memiliki komitmen sosial terhadap para pihak lain yang berkepentingan, karena CSR merupakan salah satu bagian dari strategi bisnis perusahaan dalam jangka panjang. Adapun tujuan dari corporate social responsibility ( CSR ), (Saputri, 2011):

1. Untuk meningkatkan citra perusahaan dan mempertahankan, biasanya secara implisit, asumsi bahwa perilaku perusahaan secara fundamental adalah baik.

2. Untuk membebaskan akuntabilitas organisasi atas dasar asumsi adanya kontrak sosial di antara organisasi dan masyarakat. Keberadaan kontrak sosial ini menuntut dibebaskannya akuntabilitas sosial.

3. Sebagai perpanjangan dari pelaporan keuangan tradisional dan tujuannya adalah untuk memberikan informasi kepada investor.

Untuk itulah maka pertanggungjawaban sosial perusahaan (CSR) perlu diungkapkan dalam perusahaan sebagai wujud pelaporan tanggung jawab sosial kepada masyarakat.

2.1.2 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Pengungkapan didefenisikan sebagai suatu usaha perusahaan untuk menyeimbangkan komitmen-komitmennya terhadap kelompok dan individual dalam lingkungan perusahaan (Ebert dan Griffin dalam Saputri, 2011). Ada dua

jenis pengungkapan dalam pelaporan keuangan yang telah ditetapkan oleh badan yang memiliki otoritas di pasar modal. Pertama adalah ungkapan wajib (mandatory disclosure), yaitu informasi yang harus di ungkapkan oleh emiten yang diatur oleh peraturan pasar modal di suatu Negara. Kedua adalah ungkapan sukarela (voluntary disclosure), yaitu ungkapan yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh standar yang ada. Pengungkapan sosial yang diungkapkan perusahaan merupakan informasi yang sifatnya sukarela.

Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Alasan-alasan perusahaan mengungkapkan kinerja sosial secara sukarela menurut Murtanto (2006) adalah:

1. Internal Decision Making

Manajemen membutuhkan informasi untuk menentukan efektivitas informasi sosial tertentu dalam mencapai tujuan sosial perusahaan. Walaupun hal ini sulit diidentifikasi dan diukur, namun analissis secara sederhana lebih baik daripada tidak sama sekali.

2. Product Differentiation

Manajer perusahaan memiliki insentif untuk membedakan diri dari pesaing yang tidak bertanggung jawab secara sosial kepada masyarakat. Akuntansi kontemporer tidak memisahkan pencatatan biaya dan manfaat aktivitas sosial perusahaan dalam laporan keuangan, sehingga perusahaan yang tidak peduli sosial akan terlihat lebih sukses daripada perusahaan yang peduli. Hal ini mendorong perusahaan yang peduli sosial untuk mengungkapkan informasi tersebut sehingga masyarakat dapat membedakan mereka dari perusahaan lain.

3. Enlightened Self Interest

Perusahaan melakukan pengungkapan untuk menjaga keselarasan sosialnya dengan para stakeholder karena mereka dapat mempengaruhi pendapatan penjualan dan harga saham perusahaan.

Ada dua pendekatan yang secara signifikan berbeda dalam melakukan penelitian tentang pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Pertama,

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan mungkin diperlakukan sebagai suatu suplemen dari aktivitas akuntansi konvensional. Pendekatan ini secara umum akan menganggap masyarakat keuangan sebagai pemakai utama pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan cenderung membatasi persepsi tentang tanggung jawab sosial yang dilaporkan. Pendekatan alternatif kedua dengan meletakkan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pada suatu pengujian peran informasi dalam hubungan masyarakat dan organisasi. Pandangan yang lebih luas ini telah menjadi sumber utama kemajuan dalam pemahaman tentang pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan sekaligus merupakan sumber kritik yang utama terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (Saputri, 2011).

Dalam menyusun dan mengungkapkan informasi tentang aktivitas pertanggungjawaban sosial perusahaan, Zhegal & Ahmed dalam Rosmasita (2007), mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan pelaporan sosial perusahaan, yaitu sebagai berikut:

1. Lingkungan

Bidang ini meliputi aktivitas pengendalian pencemaran dan pelestarian lingkungan hidup yang meliputi : pengendalian terhadap polusi, pencegahan atau perbaikan terhadap kerusakan lingkungan, konservasi alam, dan pengungkapan lain yang berkaitan dengan lingkungan.

2. Energi

Bidang ini meliputi aktivitas dalam pengaturan penggunaan energi dalam hubungannya dengan operasi perusahaan dan peningkatan efisiensi terhadap produk perusahaan. Meliputi, konservasi energi, efisien energi, dan lain-lain.

3. Praktik bisnis yang wajar

Bidang ini meliputi pemberdayaan terhadap minoritas dan perempuan, dukungan terhadap usaha minoritas, tanggung jawab sosial.

4. Sumber daya manusia

Bidang ini meliputi aktivitas untuk kepentingan karyawan sebagai sumber daya manusia bagi perusahaan maupun aktivitas di dalam suatu komunitas.

Aktivitas tersebut antara lain, program pelatihan dan peningkatan ketrampilan, perbaikan kondisi kerja, upah dan gaji serta tunjangan yang memadai, pemberian beberapa fasilitas, jaminan keselamatan kerja, pelayanan kesehatan, pendidikan, seni, dan lain-lain.

5. Produk

Bidang ini meliputi keamanan, pengurangan polusi demi menjaga lingkungan dan kebutuhan dan harapan masyarakat yang semakin berubah. Standar pelaporan pengungkapan sosial masih belum memiliki standar yang baku, sehingga jumlah dan cara pengungkapan informasi sosial bergantung kepada kebijakan dari pihak manajemen perusahaan. Hal ini mengakibatkan timbulnya variasi luas pengungkapan informasi sosial dalam laporan tahunan masing-masing perusahaan.

2.1.3 Karakteristik yang Mempengaruhi Pengungkapan Sosial

Karakteristik perusahaan dapat menjelaskan variasi luas pengungkapan sosial perusahaan dalam laporan tahunan. Karakteristik perusahaan merupakan prediktor kualitas pengungkapan sosial perusahaan (Lang and Lundhom, 1993). Dalam penelitian ini, karakteristik perusahaan yang mempengaruhi pengungkapan sosial perusahaan diproksikan kedalam ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris,

leverage, profitabilitas, kepemilikan manajemen dan umur perusahaan.

a. Ukuran perusahaan (size)

Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya perusahaan, pengalaman yang dimiliki perusahaan, kemampuan perusahaan dan kebutuhan perusahaan. Ukuran perusahaan dibagi tiga (3) kelompok, yaitu perusahaan kecil, perusahaan menengah dan perusahaan besar. Berdasarkan Undang Undang No. 9 tahun 1995, ukuran perusahaan dikelompokkan atas:

1. perusahaan kecil, aset kurang dari Rp 200.000.000 diluar tanah dan bangunan,

2. perusahaan menengah, aset lebih besar dari Rp. 200.000.000 dan lebih kecil dari Rp 5.000.000.000 diluar tanah dan bangunan,

3. perusahaan besar, aset lebih dari Rp. 5.000.000.000 diluar tanah dan bangunan. (Faliando, 2010)

Perusahaan besar cenderung akan mengungkapkan informasi sosialnya lebih luas dibandingkan perusahaan kecil. Dikaitkan dengan teori agensi seperti yang dinyatakan Sembiring (2005), bahwa semakin besar suatu perusahaan maka biaya keagenan yang muncul juga semakin besar, untuk mengurangi biaya keagenan tersebut, perusahaan cenderung mengungkapkan informasi yang lebih luas. Di samping itu perusahaan besar merupakan emiten yang banyak disoroti, pengungkapan yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan. Pandangan di atas didukung oleh Cowen et. al., (1987) yang menyatakan “the larger companies tend to receive

more attention from the general public and, therefore, to be under greater public pressure to exhibit social responsibility.” Hal ini berarti perusahaan besar

cenderung mendapat sorotan dari publik, sehingga lebih dituntut untuk bertanggung jawab dalam kepentingan sosialnya, terkhusus di sekitar lingkungan perusahaan yang bersangkutan.

Menurut Buzby (1975),” smaller firms may not acquire the required for congregation and persenting the wide array of information. Smaller firms may feel that their intangible assets disclosure activities could endanger their

competitive oppositions with respect to other larger firms in their industry, i.e. reluctance of small firm to inform their competitors.” Dalam hal ini, Buzby

menduga bahwa perusahaan kecil akan mengungkapkan lebih rendah kualitasnya dibanding perusahaan besar dikarenakan ketiadaan sumber daya dan dana yang cukup besar dalam Laporan Tahunan. Dalam hal ini, manajemen khawatir dengan mengungkapkan lebih banyak akan membahayakan posisi perusahaan terhadap kompetitor lain.

b. Ukuran Dewan Komisaris

Dewan komisaris merupakan mekanisme pengendalian intern tertinggi yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak, seperti mempunyai wewenang untuk merekrut, memecat, dan memberikan kompensasi terhadap keputusan dari pihak manajer, dan berwenang untuk meratifikasi serta mengontrol keputusan-keputusan penting. Hal ini diungkapkan oleh Fama dan Jesen, 1983, yang menyatakan bahwa:

“The common apex of the decision control sys-tems of organizations, large

and small, in which decision agents do not bear a major share of the wealth effects of their decisions is some form of board of directors. Such boards always have the power to hire, fire, and compensate the top-level decision managers and to ratify and monitor important decisions. Exercise of these top-level decision control rights by a group (the board) helps to ensure separation of decision management and control (that is, the absence of an entrepreneurial decision maker) even at the top of the organization.

Dewan komisaris terdiri dari inside dan outside directur yang akan memiliki akses informasi khusus yang berharga dan sangat membatu dewan komisaris serta menjadikannya sebagai alat efektif dalam keputusan pengendalian. Sedangkan fungsi dewan komisaris itu sendiri adalah mengawasi pengelolaan

perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen (direksi) dan bertanggung jawab untuk menentukan apakah manajemen memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengembangkan dan menyelenggarakan pengendalian intern perusahaan (Mulyadi, 2002).

Coller dan Gregory (1999) menyatakan bahwa,” the greater the number of

commissioners,the easier to control Chief Executive Officer (CEO) and the supervision will be more effective.” Artinya semakin banyak jumlah anggota

dewan komisaris maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan memonitoring, sehingga yang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial, maka tekanan terhadap manajemen akan semakin besar untuk mengungkapkannya.

c. Rasio Leverage

Rasio leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Artinya, berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan (dilikuidasi).

Semakin tinggi leverage suatu perusahaan, maka perusahaan memiliki risiko keuangan yang tinggi sehingga menjadi sorotan dari para debtholders. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi cenderung ingin melaporkan laba lebih tinggi agar dapat mengurangi kemungkinan perusahaan melanggar

perjanjian utang. Adapun jenis-jenis rasio yang ada dalam rasio leverage antara lain:

1. Debt to Asset Ratio (DAR), yaitu rasio utang yang mengukur

perbandingan total utang dengan total aktiva.

2. Debt to Equity Ratio (DER), rasio utang yang mengukur perbandingan

total utang dengan total ekuitas.

3. Long Term Debt to Equity Ratio (LTDtER), rasio utang yang mengukur

perbandingan utang jangka panjang dengan modal sendiri.

4. Times Interest Earned, rasio utang yang mengukur perbandingan laba

sebelum bunga dan pajak dengan biaya bunga yang dikeluarkan.

Belkaoui dan Karpik (1989) menyatakan bahwa, “firms with a high

leverage must adhere to strict debt convenants. This reduces their ability to spend resources on CSR and disclose information about CSR.” Hal ini berarti semakin

tinggi tingkat leverage maka semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan mengurangi biaya-biaya termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi sosial. Dikaitkan dengan teori agensi, perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi memiliki biaya keagenan tinggi sehingga perusahaan akan mengurangi biaya berkaitan dengan Corporate

Social Responsibility Disclosure.

d. Profitabilitas

Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang

dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Intinya adalah penggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan. Dalam praktiknya, jenis-jenis rasio profitabilitas yang dapat digunakan adalah:

1. Profit Margin on Sales, yaitu rasio yang membandingkan laba bersih

setelah pajak dengan penjualan bersih.

2. Return on Investment (ROI), rasio yang membandingkan laba bersih

setelah bunga dan pajak dengan jumlah aktiva yang digunakan perusahaan. 3. Return on Equity (ROE), rasio yang membandingkan laba bersih setelah

pajak dengan modal sendiri.

4. Return on Assets (ROA), rasio yang membandingkan laba bersih setelah

pajak dengan jumlah ativa.

5. Earning per Share of Common Stock, yaitu rasio yang membandingkan

laba saham biasa dengan saham biasa yang beredar.

Hubungan kinerja keuangan dengan tanggung jawab sosial perusahaan paling baik diekspresikan dengan profitabilitas dikarenakan pandangan bahwa tanggapan sosial yang diminta dari manajemen sama dengan kemampuan yang diminta untuk membuat suatu perusahaan memperoleh laba. Selain itu tingkat profitabilitas dapat menunjukkan seberapa baik pengelolaan manajemen perusahaan, oleh sebab itu semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan maka cenderung semakin luas Corporate Social Responsibility Disclosure. Pernyataan tersebut sesuai dengan yang dinyatakan Belkaoui dan Karpik (1989), yaitu,”

knowledge and understanding of social responsibility, which leads to more social and environmental disclosures.”

Dikaitkan dengan teori agensi, perolehan laba yang semakin besar akan membuat perusahaan mengungkapkan informasi sosial yang lebih luas. Itu dilakukan untuk mengurangi biaya keagenan yang muncul. Hal ini berarti, semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosialnya. Pendapat di atas sesuai dengan yang diungkapkan oleh Preston (1978) dan Bowman & Haire (1976), yang menemukan adanya hubungan positif antara profitabilitas dan pengungkapan tanggung jawab sosial: “there is a positive relationship between profitability and

social responsibility disclosures. Their arguments based on the premise that corporate social disclosures induce an adaptive management approach in companies and help them develop ability to operate in a dynamic multidimensional environtment. Pernyataan ini juga sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Hackston & Milne (1996). e. Kepemilikan Manajemen

Mehran (1992) dalam Rosmasita (2007) mengartikan kepemilikan manajemen sebagai proporsi saham biasa yang dimiliki oleh manajemen. Manajemen yang memiliki saham perusahaan tentunya akan menselaraskan kepentingannya dengan kepentingan sebagai pemegang saham. Sementara manajer yang tidak memiliki saham perusahaan, ada kemungkinan hanya mementingkan kepentingannya sendiri. Kepemilikan manjamen yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah saham yang dimiliki oleh Dewan Komisaris dan Direktur.

Semakin besar kepemilikan manajemen didalam perusahaan maka semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan. Manajer perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial dalam rangka meningkatkan image perusahaan, meskipun perusahaan harus mengorbankan sumber daya untuk aktifitas tersebut (Gray, et. al., (1998)).

f. Umur Perusahaan

Umur perusahaan diperkirakan memiliki hubungan positif dengan kualitas pengungkapan sosial perusahaan. Alasan yang mendasari adalah bahwa perusahaan yang berumur lebih tua memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam mempublikasikan laporan keuangan perusahaan.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini disajikan pada Tabel 2.1 di bawah ini.

TABEL 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu

NO Nama

Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian

1 Sri Sulastini (2007) Pengaruh karakteristik perusahaan terhadap social disclosure perusahaan manufaktur yang telah go public Variabel independen: size, profitabilitas, ukuran dewan komisaris dan profile. variabel dependen: pengungkapan sosial

Secara simultan semua variabel independen berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sosial tetapi secara parsial hanya variable profitabilitas yang tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sosial 2 Andre Christian Sitepu (2008) Faktor – faktor yang mempengaruhi pengungkapan informasi sosial dalam laporan tahunan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta Variabel independen: Ukuran dewan komisaris, tingkat leverage, ukuran perusahaan, tingkat profitabilitas Variabel dependen: Pengungkapan sosial

Secara parsial hanya variabel dewan komisaris dan

profitabilitas yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan sosial

perusahaan. Ukuran dewan komisaris, ukuran perusahaan dan profitabilitas secara simultan memiliki kemampuan mempengaruhi jumlah

informasi sosial yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan

manufaktur yang terdaftar

3 Tengku Siti Sandra (2011) Pengaruh karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan sosial (social disclosure) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI Variabel independen: Ukuran perusahaan, profitabilitas, ukuran dewan komisaris, kepemilikan manajemen, tingkat leverage Variabel dependen: Pengungkapan sosial Ukuran perusahaan,

profitabilitas, ukuran dewan komisaris, kepemilikan manajemen, leverage secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan sosial perusahaan. Secara parsial hanya variabel dewan komisaris yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan sosial perusahaan 4 Nana Trisna Hayati (2011) Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Sosial Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Variabel independen: leverage , ukuran perusahaan,

profitabilitas dan usia perusahaan

Variabel dependen: pengungkapan sosial

Variabel kepemilikan

manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan,

profitabilitas, dan umur

Dokumen terkait