• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

3. Risiko Deteksi

1.1 Latar Belakang

Auditmerupakanhalyangsangatpentingdidalamsuatuperusahaankarena memberikanpengaruhbesardalamkegiatanperusahaan.Auditmerupakanprosesuntu kmemberikaninformasiyangakuratmengenaiaktivitasekonomisuatu perusahaan. Auditdilaksanakanolehpihakyangkompeten,profesional,dantidakmemihakataudap atdipengaruhiolehpihaklain,yangdisebutauditor.Auditormempunyaiperanan yangsangatpentingdalamdasarpengambilankeputusanhasilaudit.

Akuntan publik memiliki peran yang penting dalam memberikan jaminan bahwa laporan keuangan suatu perusahaan adalah relevan dan dapat diandalkan. Menurut De Angelo (1981a) kualitas audit merupakan kemampuan auditor dalam mendeteksi kesalahan pada laporan keuangan dan melaporkannya pada pengguna laporan keuangan. Akuntan publik bertanggungjawab untuk menaikkan tingkat relevansi dan keandalan laporan keuangan suatu perusahaan, sehingga informasi yang tersaji dapat berguna bagi para pengguna laporan keuangan, serta dapat menjadi dasar pengambilan keputusan suatu perusahaan. Maraknya kasus pelanggaran pada profesi akuntan publik, seperti KAP Arthur Andersen yang terlibat dalam skandal perusahaan Enron, menyebabkan kredibilitas akuntan publik dipertanyakan oleh masyarakat.

Pengauditan merupakan bagian dari assurance service, maka jelaslah

bahwa pengauditan melibatkan usaha peningkatan kualitas informasi bagi pengambil keputusan serta independensi dan kompetensi dari pihak yang melakukan audit (auditor). Kualitas informasi yang meningkat akibat audit akan menimbulkan peningkatan kepercayaan dari publik, dalam hal ini terutama pihak – pihak yang berkepentingan dalam laporan keuangan. Laporan hasil audit (audit

report) di jadikan bahan pertimbangan oleh pengambil keputusan dalam menilai

laporan go public. Syarat tersebut menyatakan bahwa perusahaan go public

diharuskan untuk meminta opini audit dari auditor eksternal terhadap laporan keuangan yang akan dipublikasikan pada masyarakat luas. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penjaminan atas kepercayaan publik pada perusahaan tersebut. Meskipun dalam sebuah teori dinyatakan bahwa audit yang baik adalah audit yang mampu meningkatkan kualitas informasi beserta konteksnya namun kenyataan di lapangan berbicara lain. Fenomena perilaku pengurangan kualitas audit (Reduced

Audit Quality Behaviours) semakin banyak terjadi (Suryanita, 2006).

Christiawan (2005) mengungkapkan bahwa kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu independensi dan kompetensi. Berdasarkan definisi di atas, maka kesimpulannya adalah seorang auditor dalam menemukan pelanggaran atau salah saji harus memiliki kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional. Seorang auditor harus mempunyai kemampuan pemahaman dan keahlian teknis. Sementara itu, melaporkan pelanggaran klien merupakan sikap independensi yang harus dimiliki oleh auditor.

Deis dan Giroux (1992) melakukan penelitian tentang empat hal dianggap mempunyai hubungan dengan kualitas audit yaitu: (1) lama waktu auditor telah melakukan pemeriksaan terhadap suatu perusahaan (tenure), semakin

lama seorang auditor telah melakukan audit pada klien yang sama maka kualitas audit yang dihasilkan akan semakin rendah, (2) jumlah klien, semakin banyak jumlah klien maka kualitas audit akan semakin baik karena auditor dengan jumlah klien yang banyak akan berusaha menjaga reputasinya, (3) kesehatan keuangan klien, semakin sehat kondisi keuangan klien maka akan ada kecenderungan klien tersebut untuk menekan auditor agar tidak mengikuti standar, dan (4) review oleh

pihak ketiga, kualitas audit akan meningkat jika auditor tersebut mengetahui bahwa hasil pekerjaannya akan direview oleh pihak ketiga.

Hasil penelitian Josoprijonggo, (2005) agar laporan audit yang dihasilkan auditor berkualitas, maka auditor harus menjalankan pekerjaannya secara professional. Termasuk saat menghadapi persoalan audit yang kompleks. Auditor harus bisa memenuhi tuntutan yang diinginkan oleh klien, walaupun seberapa tinggi tingkat kompleksitas yang diberikan agar klien merasa puas dengan pekerjaannya dan tetap menggunakan jasa auditor yang sama diwaktu yang akan datang. Kompleksitas audit didasarkan pada persepsi individu tentang kesulitan suatu tugas audit, sulit bagi seseorang namun mudah bagi orang lain (Restu dan Indriantoro, 2000) dalam (Prasita dan Priyo, 2007). Kompleksitas audit didasarkan pada persepsi individu tentang kesulitan suatu tugas audit, sulit bagi seseorang namun mudah bagi orang lain (Priyo, 2007). Kompleksitas audit juga

bersifat penting karena kecenderungan bahwa tugasmelakukanauditadalahtugasyangbanyakmenghadapipersoalan kompleks.

Kompleksitas audit didasarkan pada persepsi individu tentang kesulitan suatu tugas audit, sulit bagi seseorang namun mudah bagi orang lain (Restu dan Indriantoro, 2000) dalam (Prasita dan Priyo, 2007). Kompleksitas audit juga bersifat penting karena kecenderungan bahwa tugas melakukan audit adalah tugas yang banyak menghadapi persoalan kompleks. Bonner (1994) dalam (Jamilah, dkk 2007) mengemukakan ada tiga alasan yang cukup mendasar mengapa pengujian terhadap kompleksitas audit untuk sebuah situasi audit perlu dilakukan. Pertama, kompleksitas audit ini diduga berpengaruh signifikan terhadap kinerja seorang auditor. Kedua, sarana dan teknik pembuatan keputusan dan latihan tertentu diduga telah dikondisikan sedemikian rupa ketika para peneliti memahami keganjilan pada kompleksitas audit. Ketiga, pemahaman terhadap kompleksitas dari sebuah audit dapat membantu tim manajemen audit perusahaan menemukan solusi terbaik bagi staf audit dan tugas audit.

Faktor lain yang mempengaruhi kualitas audit yaitu time budget pressure.

Dalam risetnya, Waggoner dan Casshel (1991) menemukan bahwa makin sedikit waktu yang disediakan (tekanan anggaran waktu semakin tinggi), maka makin besar transaksi yang tidak diuji oleh auditor. Hal ini senada dengan Supriyanto (2009) yang menyatakan begitu pentingnya untuk merencanaan waktu audit dengan baik. Alokasi waktu yang baik akan mengarahkan pada suatu kinerja yang lebih baik dan hasil yang lebih baik pula, begitu juga sebaliknya. Lebih lanjut

peningkatan kompleksitas audit atau sistem, akan menurunkan tingkat keberhasilan hasil audit itu. Terkait dengan tingginya kompleksitas audit akan menyebabkan penurunan kualitas audit. Tekanan anggaran waktu menyebabkan stress individual yang muncul akibat tidak seimbangnya tugas dan waktu yang tersedia serta mempengaruhi etika professional melalui sikap, nilai, perhatian, dan perilaku auditor (Sososutikno, Christina 2003). Tekanan anggaran waktu salah satunya disebabkan oleh tingkat persaingan yang semakin tinggi antar Kantor Akuntan Publik (KAP) (Irene, 2007) dalam (Simajuntak 2008).

Tuntutan laporan yang berkualitas dengan waktu yang terbatas merupakan tekanan tersendiri bagi auditor. Dalam studinya, Azad (1994) menemukan bahwa kondisi yang tertekan (secara waktu), auditor cenderung berperilaku disfungsional, misal melakukan premature sign off, terlalu percaya pada penjelasan dan presentasi klien, serta gagal mengivestigasi isu-isu relevan, yang pada gilirannya dapat menghasilkan laporan audit berkualitas rendah. Riset (Coram, 2003) menunjukkan terdapat penurunan kualitas audit pada auditor yang mengalami tekanan dikarenakan anggaran waktu yang sangat ketat.

Faktor lain yang juga mempengaruhi kualitas audit adalah independensi auditor. Independen berarti dalam melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan umum tidak dibenarkan memihak kepentingan siapa pun dan tidak mudah dipengaruhi. Standar umum kedua (SA seksi 220 dalam SPAP, 2011) menyebutkan bahwa dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. Selanjutnya dalam Mayangsari (2003), American Institute of Certified Publik Accountans

(AICPA) menyatakan independensi merupakan suatu kemampuan bertindak berdasarkan integritas dan obyektivitas. Menurut Ahson dan Asokan (2004) keputusan independensi adalah kemampuan auditor untuk melawan tekanan dan mempertahankan sikap yang tidak memihak ketika ia dihadapkan dengan tekanan pada pekerjaan. Higson (2003) menemukan bahwa jika auditor tidak independen, orang akan menganggap bahwa audit adalah buang- buang waktu dan bahwa angka-angka dalam laporankeuangan mungkin menjadi tidak berarti.

Mulyadi (1998) Independensi diartikan sebagai sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya. Independensi auditor diukur melalui: lama hubungan dengan klien (audit tenure),

tekanan dari klien, telaah dari rekan auditor (peer review), dan pemberian jasa non

audit.

Risiko audit merupakan risiko kesalahan yang diterima seorang auditor dalam hal memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan yang salah saji secara material. Hal yang mendorong auditor untuk melakukan penyimpangan pada pelaksanaan prosedur audit yaitu ketika auditor menetapkan bahwa risiko audit rendah, sehingga auditor harus lebih banyak melakukan prosedur audit sementara disisi lain auditor dihadapkan atas anggaran waktu dan biaya yang terbatas misalnya melakukan penyimpangan dengan melakukan

ekonomi (waktu dan biaya), hal tersebut dapat menimbulkan kecendrungan auditor untuk mengabaikan prosedur audit yang disyaratkan atau tidak melakukan prosedur audit secara lengkap (Yuliana, dkk., 2009).

Dokumen terkait