• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.3 Saran

Saran yang dapat diberikan untuk para peneliti selanjutnya berkaitan dengan keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebaiknya penelitian selanjutnya menggunakan periode penelitian lebih dari 3 tahun untuk memperoleh data pengamatan yang lebih banyak.

2. Variabel independen yang akan digunakan sebaiknya diperbanyak dan lebih bervariasi, selain variabel-variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini. Hal ini bertujuan untuk mengetahui variabel yang paling besar memberikan pengaruh terhadap manajemen laba.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tata Kelola Perusahaan

Perusahaan yang telah menjual sahamnya ke publik atau perusahaan go

public memerlukan adanya tata kelola perusahaan yang berguna untuk

meningkatkan keberhasilan usaha dan meningkatkan akuntabilitas untuk memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham. Tata kelola perusahaan merupakan suatu mekanisme pengelolaan perusahaan yang didasarkan pada teori agensi atau agency theory.

Tata kelola perusahaan adalah suatu sistem yang bertujuan untuk melindungi para investor dari pelaku oportunistik pengelola perusahaan. Tata kelola perusahaan dapat didefenisikan sebagai suatu sistem yang dilakukan oleh semua pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk menjalankan usahanya secara baik, sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam rangka meningkatkan kesejahteraan semua pihak (Khomsiyah, 2005).

Pengertian lain yang dikeluarkan oleh Forum for Corporate Governance

in Indonesia (2001) yaitu seperangkat peraturan yang menetapkan antara

pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.

Dalam Kementrian Badan Usaha Milik Negara melalui Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara nomor KEP-117/M-MBU/2002 juga diperoleh definisi

mengenai tata kelola perusahaan. Dalam surat keputusan tersebut, tata kelola perusahaan didefenisikan sebagai:

Suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.

Penerapan tata kelola perusahaan sangatlah penting dilakukan karena prinsip tata kelola perusahaan dapat memebrikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan. Tata kelola perusahaan berkaitan dengan bagaimana investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi investor, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana yang telah ditanamkan oleh investor. Tata kelola perusahaan terkait dengan usaha-usaha untuk mengendalikan perusahaan agar kegiatan operasionalnya berjalan dengan efisien dan efektif, mampu memaksimalkan laba dan meminimalkan resiko usaha.

Brown dan Caylor (2004) menambahkan bahwa perusahaan yang menerapkan tata kelola perusahaan membuat para pemegang saham dan investor lebih yakin akan memperoleh return atas investasinya, karena tata kelola perusahaan dapat memberikan perlindungan efektif bagi mereka. Sehingga dapat dikatakan bahwa tata kelola perusahaan merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan stakeholders lainnya.

2.1.1.1 Prinsip Tata Kelola Perusahaan

Terdapat 5 prinsip tata kelola perusahaan yang dapat dijadikan pedoman bagi suatu perusahaan atau para pelaku bisnis yaitu Transparency, Accountability,

Responsibility, Independancy dan Fairness. Penjabarannya sebagai berikut:

1. Transparency (keterbukaan informasi)

Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi. Dalam mewujudkan prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup akurat dan tepat waktu kepada segenap stakeholders-nya. Informasi yang diungkapkan antara lain keadaan keuangan, kinerja keuangan, kepemilikan dan pengelola perusahaan. Audit yang dilakukan atas informasi dilakukan secara independen. Keterbukaan dilakukan agar pemegang saham dan orang lain mengetahui keadaan perusahaan sehingga nilai pemegang saham dapat ditingkatkan.

2. Accountability (akuntabilitas)

Yang dimaksud dengan akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban dan wewenang serta tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.

3. Responsibility (pertanggung jawaban)

Bentuk pertanggung jawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, diantaranya; masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan

hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk bertanggung jawab kepada pemegang saham juga kepada pemangku kepentingan lainnya.

4. Independency (kemandirian)

Prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara professional tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, prinsip ini menuntut bertindak secara mandiri sesuai peran dan fungsi yang dimilikinya tanpa ada tekanan. Berdasarkan prinsip ini bahwa pengelola perusahaan harus tetap memberikan pengakuan terhadap hak-hak manajemen yang ditentukan dalam undang-undang maupun perusahaan.

5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran)

Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak manajemen sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Diharapkan fairness dapat menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan. Pemberlakuan prinsip ini di perusahaan akan melarang praktek-praktek tercela yang dilakukan oleh orang dalam yang merugikan pihak lain.

2.1.1.2 Mekanisme Tata Kelola Perusahaan

Secara umum mekanisme yang dapat mengendalikan perilaku manajemen atau sering disebut mekanisme corporate governance dapat diklasifikasi ke dalam dua kelompok, yaitu mekanisme internal dan mekanisme eksternal. Mekanisme internal adalah cara untuk mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal seperti rapat umum pemegang saham (RUPS), komposisi dewan direksi, komposisi dewan komisaris dan pertemuan dengan dewan direksi. Sedangkan mekanisme eksternal adalah cara mempengaruhi perusahaan diluar cara internal, seperti pengendalian pasar dan perusahaan.

Dalam penelitian ini, lebih menekankan pada mekanisme internal tata kelola perusahaan.

1. Dewan Komisaris

Menurut UU Perseroan Terbatas Pasal 97 menyatakan bahwa komisaris bertugas untuk mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perusahaan serta memberi nasihat kepada direksi. Menurut Komisi Nasional Kebijakan Governance (KNKG, 2006) diartikan sebagai organ perusahaan yang bertugas dan bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG (Good Corporate

Governance). Egon Zehnder International (2000) dalam Pedoman Good Corporate Governance Indonesia (FGCI) menyatakan dewan komisaris

merupakan inti dari corporate governance yang ditugaskan menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola

perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Dewan komisaris bertanggung jawab untuk meningkatkan daya saing atau efisiensi sehingga sebagai pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan. Jumlah dewan komisaris menjadi salah satu indikator keefektifan struktur dewan perusahaan. Namun, pada dasarnya yang menjadi poin penting dalam menentukan efektif atau tidaknya suatu struktur dewan perusahaan bergantung pada besarnya komite audit (Zahra and Pearce, 1989). Peranan dewan komisaris dalam prakteknya tergantung pada lingkungan yang diciptakan oleh perusahaan yang bersangkutan. Namun, dewan komisaris sering dianggap tidak memiliki manfaat. Hal ini terlihat dari banyak anggota komisaris yang tidak memiliki kemampuan untuk menunjukkan independensinya. Agar dewan komisaris dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya, maka diperlukan adanya komisaris independen. 2. Komisaris Independen

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak berhubungan dengan direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Komisaris independen juga harus memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan. Jensen (1983: 178) menyatakan bahwa komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan

manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG, 2006) menyatakan komposisi atau jumlah komisaris independen tidak ditentukan dalam jumlah tertentu. Namun, jumlahnya harus dapat menjamin mekanisme pengawasan berjalan efektif dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Keberadaan komisaris independen di Indonesia telah diatur oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) tanggal 1 Juli 2000. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa perusahaan yang terdaftar di BEI harus mempunyai komisaris independen yang jumlahnya disyaratkan sebesar 30% dari seluruh anggota dewan komisaris. Ada beberapa kriteria yang menjelaskan komisaris independen:

a. Dewan komisaris tidak memiliki kedudukan yang rangkap pada perusahaan dengan perusahaan yang bersangkutan.

b. Dewan komisaris diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Tugas Komisaris Independen antara lain:

1. Menjamin tranparansi dan keterbukaan laporan keuangan perusahaan.

2. Perlakuan yang adil terhadap pemegang saham minoritas dan stakeholder yang lain.

3. Diungkapkannya transaksi yang mengandung benturan kepentingan secara wajar dan adil.

4. Kepatuhan perusahaan pada perundangan dan peraturan yang berlaku.

5. Menjamin akuntabilitas organ perseroan. 3. Dewan Direksi

Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik didalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Direksi bertanggung jawab melakukan pengawasan internal secara efektif dan efisien, memantau resiko dan mengelolanya, menjaga agar iklim kerja tetap kondusif sehingga produktivitas dan profesionalisme menjadi lebih baik, mengelola karyawan dan melaporkan kinerja perseroan secara keseluruhan kepada pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham.

Perseroan diurus dan dipimpin oleh Direksi terdiri dari sekurang-kurangnya 2 anggota Direksi, dengan susunan: seorang Presiden Direktur dan seorang atau lebih Direktur, dengan memperhatikan peraturan yang berlaku di pasar modal. Direksi bertugas menjalankan dan bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dalam mencapai maksud dan tujuan Perseroan. Setiap anggota direksi wajib beritikad dengan baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugasnya, dengan mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan anggaran dasar. Dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan tugas

dan tanggung jawabnya, Direksi dapat membentuk komite dan berkewajiban melakukan evaluasi terhadap kinerja komite tersebut setiap akhir tahun buku Perseroan, serta untuk mendukung pelaksanaan prinsip tata kelola perusahaan yg baik oleh Perseroan, Direksi berkewajiban membentuk, serta berwenang untuk mengangkat dan memberhentikan sekretaris perusahaan atas susunan unit kerja sekretaris perusahaan berikut penanggungjawabnya.

4. Komite Audit

Komite audit dibentuk oleh Dewan Komisaris, yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu komisaris dalam melaksanakan tugasnya. Komite audit bersifat mandiri baik dalam pelaksanaan tugasnya maupun dalam pelaporan, dan bertanggung jawab langsung kepada Komisaris. Hiro Tugiman (1995:8) menyatakan bahwa:

Komite Audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas khusus atau sejumlah anggota Dewan Komisaris perusahaan klien yang bertanggung jawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen.

FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia) mengemukakan bahwa Komite Audit mempunyai tanggung jawab dalam hal memberikan pengawasan serta menyeluruh dalam hal memberikan pengawasan secara menyeluruh dalah hal:

1. Laporan keuangan. Komite audit melaksanakan pengawasan independen dan memastikan bahwa Laporan Keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya.

2. Pengawasan control. Komite audit memberikan pengawasan independen atas masalah atau hal-hal yang berpotensi mengandung resiko.

3. Tata kelola perusahaan. Komite audit melaksanakan pengawasan independen atas proses pelaksanaan Good Corporate Governance apalah telah dijalankan sesuai Undang-Undang dan peraturan yang berlaku.

Tujuan dibentuknya komite audit adalah membantu Komisaris dalam memastikan efektivitas sistem pengendalian internal dan efektivas pelaksanaan tugas auditor eksternal dan auditor internal. Komite Audit memiliki wewenang sebagai berikut:

1. Mencari informasi yang relevan dari tiap karyawan.

2. Menyelidiki semua aktivitas dalam batas ruang lingkup tugasnya. 3. Mengusahakan saran hukum dan saran professional lainnya yang

independen apabila dipandang perlu.

4. Mengundang kehadiran pihak luar dengan pengalaman yang sesuai, apabila dipandang perlu.

2.1.2 Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan Manajerial adalah kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan yang diukur dengan presentase jumlah saham yang dimiliki oleh Manajemen (Sujono dan Soebiantoro, 2007). Kepemilikan saham manajerial akan membantu penyatuan kepentingan antar manajer dengan pemegang saham. Manajer diperlakukan bukan sebagai pihak eksternal yang digaji untuk

kepentingan perusahaan, melainkan diperlakukan sebagai pemegang saham perusahaan.

Adanya kepemilikan saham oleh manajer membuat keputusan-keputusan yang diambil manajer tidak semata-mata untuk kepentingan manajemen tetapi juga untuk kepentingan pemegang saham karena manajer akan ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut pula menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah.

Semakin besar kepemilikan manajerial dalam perusahaan maka manajemen akan lebih giat untuk meningkatkan kinerjanya karena manajemen mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi keinginan dari pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Manajemen akan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan, karena manajemen akan ikut merasakan manfaat secara langsung dari keputusan yang diambil. Selain itu, manajemen juga ikut menanggung kerugian apabila keputusan yang diambil oleh mereka salah.

2.1.3 Agency Cost

Kepentingan antara pemegang saham dan manajer seringkali bertentangan, sehinnga sering terjadi konflik antar kedua belah pihak. Hal ini disebabkan karena manajer mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya pemegang saham bertentangan dengan kepentingan pribadi manajer tersebut. Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham dapat diminimumkan dengan mekanisme pengawasan (monitoring) yang dapat mensejajarkan kepentingan tersebut. Dengan munculnya mekanisme pengawasan ini mengakibatkan timbulnya suatu biaya yang disebut biaya keagenan atau agency cost.

Agency cost adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan

manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditor dan pemegang saham” (Horne dan Wachowicz, 2005). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa

agency cost adalah biaya-biaya yang ditanggung oleh pemegang saham untuk

mencegah atau meminimalkan masalah-masalah keagenan dan untuk memaksimumkan pemegang saham. Menurut Jensen dan Meckling (1976) agency

cost terdiri dari 3 bagian yaitu:

1. The monitoring expenditures by the principle. Yaitu biaya monitoring yang

dikeluarkan oleh pemegang saham untuk memantau perilaku manajer. 2. The bonding expenditures by the agent. The bonding cost dikeluarkan oleh

manajer untuk menjamin bahwa manajer tidak akan menggunakan tindakan tertentu yang akan merugiakan pemegang saham atau untuk menjamin bahwa pemegang saham akan diberi kompensasi jika ia tidak mengambil banyak tindakan.

3. The residual loss. Merupakan penurunan tingkat kesejahteraan pemegang

saham maupun manajer setelah adanya agency relationship.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi agency cost berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jensen dan Meckling (1976), Crutchley dan Hansen (1989), Jensen et al (1992) yaitu:

1. Memberikan hak kepemilikan atas perusahaan dalam bentuk saham kepada manajer sebagai bentuk penghargaan atas kinerja manajer terhadap perusahaan. Dengan memberikan kesempatan manajer untuk terlibat dalam

kepemilikan saham bertujuan untuk menyetarakan kepentingan dengan pemegang saham. Dengan keterlibatan kepemilikan saham, manajer akan bertindak secara hati-hati karena akna menanggung resiko atas keputusan yang diambilnya. Selain itu, manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja lebih baik.

2. Dengan meningkatkan dividen payout ratio. Peningkatan dividen diharapkan dapat mengurangi biaya keagenan. Hal ini disebabkan dimana dividen yang besar menyebabkan rasio laba ditahan akan lebih kecil dengan demikian perusahaan membutuhkan tambahan dana dari sumber ekstrernal, seperti emisi saham baru. Penambahan dana menyebabkan kinerja manajer dimonitor oleh bursa dan penyedia dana baru. Pengawasan kinerja menyebabkan manajer bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham sehingga mengurangi biaya yang berkaitan dengan emisi saham baru (floating cost).

3. Meningkatkan pendanaan dengan hutang perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen. Penambahan hutang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan dana dari penerbitan saham baru. Dengan menggunakan hutang, perusahaan memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayar beban bunga secara periodik. Kondisi ini menyebabkan manajer bekerja keras untuk meningkatkan laba dan dapat mengurangi agency cost.

4. Meningkatkan kepemilikan saham oleh pihak institusional. Dengan adanya kepemilikan institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan

investasi dan sebagainya akan meningkatkan fungsi pengawasan dan monitor lebih optimal terhadap kinerja manajemen.

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Tabel Penelitian Terdahulu

No. Nama

Peneliti Judul Penelitian

Variabel Penelitian Hasil Penelitian 1. Irma Yulistiana (2014) Pengaruh Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan) Dan Struktur Kepemilikan Terhadap Agency Cost (Biaya Keagenan) pada industri semen yang telah go public periode 2008-2012 Variabel Independen: Tata Kelola Perusahaan, Struktur Kepemilikan Variabel Dependen: Agency Cost Variabel corporate governance memiliki pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap agency cost, sedangkan variabel struktur kepemilikan memiliki pengaruh negatif dan signifikan. 2. Krisnauli (2014) Pengaruh Mekanisme Tata Kelola Perusahaan Dan Struktur Kepemilikan Terhadap Agency

Cost (Studi Empiris

pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010- 2012) Variabel Independen: Tata Kelola Perusahaan, Struktur Kepemilikan Variabel Dependen: Biaya Keagenan (ATO) Ukuran dewan direksi, ukuran komite audit, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap agency cost. Sedangkan ukuran dewan komisaris dan ukuran komisaris independen memiliki pengaruh signifikan terhadap agency cost. 3 Sajid Gul, Muhammad Sajid, Agency Cost, Corporate Governance and Variabel Independen: Corporate Semakin tinggi kepemilikan

No. Nama

Peneliti Judul Penelitian

Variabel Penelitian Hasil Penelitian Nasir Razzaq, Farman Afzal (2012) Ownership Structure (The Case of Pakistan) Governance, Ownershi Structurep Direktur dan kepemilikan institusional akan mengurangi tingkat agency cost. Semakin kecil kepemilikan direktur dan kepemilikan institusional akan meningkatkan agency cost. 4. Ni Luh Gede Emy Lestari Dewi, Putu Agus Ardiana (2014) Pengaruh Kepemilikan Manajerial Pada Agency Cost Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2012 Variabel Independen: Kepemilikan Manajerial Variabel Dependen: Agency Cost Peningkatan kepemilikan manajerial, akan meningkatkan biaya keagenan.

Hasil yang lain menunjukkan biaya keagenan yang terjadi di

perusahaan yang dikelola oleh manajer yang juga berstatus sebagai pemilik lebih tinggi secara signifikan daripada

perusahaan yang dikelola manajer yang tidak berstatus sebagai pemilik. 5. Paulus Theodorus Basuki Hadiprajitno (2013) Struktur Kepemilikan, Mekanisme Tata Kelola Perusahaan, Dan Biaya Keagenan

Variabel Independen: Struktur Kepemilikan, Mekanisme Secara keseluruhan struktur kepemilikan dan mekanisme tata kelola perusahaan

No. Nama

Peneliti Judul Penelitian

Variabel Penelitian Hasil Penelitian Di Indonesia (Studi Empirik pada Perusahaan di Bursa Efek Indonesia) Tata Kelola Perusahaan Variabel Dependen: Agency Cost tidak terlalu berpengaruh terhadap agency cost.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Yulistiana (2014), penelitiannya menggunakan variabel independen yaitu tata kelola perusahaan dan struktur kepemilikan, sedangkan variabel dependennya adalah agency cost. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa variabel corporate governance berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap agency cost, sedangkan variabel struktur kepemilikan secara parsial memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap

agency cost.

Krisnauli (2014), variabel independennya adalah tata kelola perusahaan dan struktur kepemilikan, sedangkan variabel dependennya adalah agency cost. Hasil yang diperoleh adalah bahwa ukuran dewan direksi, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap agency cost. Sedangkan ukuran dewan komisaris dan ukuran komisaris independen memiliki pengaruh signifikan terhadap agency cost.

Sajid Gul, et.al (2012), variabel independennya adalah corporate

governance dan ownership structure sedangkan variabel dependennya adalah agency cost. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan direktur dan

Lestari dan Ardiana (2014), variabel independennya adalah kepemilikan manajerial, sedangkan variabel dependennya adalah agency cost. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan analisis regresi berganda dan uji independen t-test diperoleh bahwa peningkatan kepemilikan manajerial akan meningkatkan biaya keagenan (agency cost) tetapi hubungan kedua variabel tidak linear melainkan kuadratik atau prabolik. Hasil yang lain menunjukkan biaya keagenan yang terjadi di perusahaan yang dikelola manajer yang juga bestatus sebagai pemilik lebih tinggi secara signifikan daripada perusahaan yang dikelola manajer yang tidak berstatus sebagai pemilik.

Hadiprajitno (2013), menggunakan variabel independen yaitu struktur kepemilikan dan mekanisme tata kelola perusahaan, sedangkan variabel dependennya adalah agency cost. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan keluarga, institusi keuangan, pemerintah dan asing berpengaruh menekan biaya keagenan yang digunakan sebagai biaya operasi manajerial atau tingkat perputaran aset, yang dibandingkan dengan kepemilikan publik. Hasil lain menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen dan jumlah rapat dewan komisaris berpengaruh dalam menekan biaya keagenan yang digunakan sebagai tingkat perputaran aset.

2.3 Kerangka Konseptual

Dewan

Komisaris

Komisaris

Independen

Dewan Direksi

Komite Audit

Kepemilikan

Manajerial

Agency Cost

H1 H2 H3 H4 H5 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Dari kerangka konseptual diatas dewan komisaris berhubungan positif terhadap agency cost. Semakin banyak jumlah anggota dewan komisaris maka akan meningkatkan agency cost yang dikeluarkan oleh pemegang saham. Komisaris independen berpengaruh positif terhadap agency cost. Semakin banyak jumlah anggota komisaris independen maka akan meningkatkan agency cost yang dikeluarkan oleh pemegang saham. Dewan direksi berpengaruh negatif terhadap

agency cost. Komite audit berpengaruh positif terhadap agency cost. Kepemilikan

Dokumen terkait