• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.3 Saran

Berdasarkan hasil analisis penelitian dan keterbatasan penelitian, maka peneliti dapat memberikan beberapa saran, antara lain :

1. Penelitian ini hanya memasukkan empat variabel bebas saja. Sebaiknya, peneliti yang akan menggunakan pendekatan yang sama menambahkan variabel bebasnya dengan variabel yang juga diperkirakan dapat mempengaruhi penerimaan opini audit going concern seperti debt default,

good corporate governance dan lain sebagainya.

2. Sebaiknya tahun penelitian ditambah untuk memperluas observasi sehingga hasil yang diperoleh lebih tepat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pertumbuhan Perusahaan

Pertumbuhan perusahaan mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya. Pada penelitian ini, pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan pertumbuhan penjualan. Rasio ini mengukur seberapa baik perusahaan mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industrinya maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan (Weston dan Copeland, 1992 dalam Setyarno et al. , 2006).

Sebagai kegiatan operasi utama perusahaan, penjualan dituntut untuk selalu mengalami peningkatan. Auditee yang mempunyai rasio pertumbuhan penjualan yang positif mengindikasikan bahwa auditee dapat mempertahankan posisi ekonominya dan lebih dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern).

Jika tingkat penjualan stabil, tanpa ada peningkatan, ada indikasi bahwa perusahaan mengalami stagnan yang akan mempengaruhi perkembangan perusahaan ke depan. Tapi jika tingkat penjualan negatif, maka ada indikasi mengenai going concern

perusahaan. Hal ini dikarenakan penjualan merupakan aktivitas operasi utama perusahaan yang menopang perusahaan sebagai sumber pemasukan utama. Penjualan yang terus meningkat dari tahun ke tahun akan memberi peluang auditee untuk memperoleh peningkatan laba. Semakin tinggi rasio pertumbuhan penjualan auditee, akan semakin kecil kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit

going concern.

Selain itu, hal ini membuktikan bahwa sesuai dengan kondisi yang dinyatakan dalam SA Seksi 341 (IAI, 2001) mengenai trend negatif, yaitu jika perusahaan mengalami tingkat pertumbuhan perusahaan yang negatif, maka ada indikasi mengenai keberlangsungan usaha. Kesimpulannya, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan perusahaan yang negatif akan memperoleh opini audit

going concern.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fanny dan Saputra (2005) dengan menggunakan pertumbuhan aktiva sebagai proksi, memperoleh hasil yang tidak signifikan. Pertumbuhan perusahaan tidak mempengaruhi pemberian opini audit going concern. Santosa dan Wedari (2007) dengan menggunakan laba sebagai proksi pertumbuhan perusahaan memperoleh hasil yang sama bahwa pertumbuhan ternyata tidak memiliki pengaruh terhadap kecenderungan pemberian opini audit going concern.

H1 : Pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap opini audit going

concern.

2.1.2 Audit Client Tenure

Gheiger dan Raghunandan (2002) menyatakan tenure adalah lamanya hubungan auditor klien diukur dengan jumlah tahun. Ketika auditor memiliki jangka waktu hubungan yang lama dengan klien, hal ini akan mendoromg pemahamam yang lebih atas kondisi keuangan klien dan oleh karena itu mereka akan dapat mendeteksi masalah

going concern.

Dalam sudut pandang kedua, menjaga hubungan dengan kantor akuntan publik yang sama untuk jangka waktu yang lama dianggap lebih ekonomis untuk klien. Adanya hubungan antar auditor dengan kliennya dalam waktu yang lama dikhwatirkan akan membuat auditor kehilangan independensinya. Karena antara auditor dengan klien sudah terikat hubungan yang nyaman dan saling menguntungkan sehingga kualitas audit menjadi rendah. Auditor menjadi kurang skeptis dan kurang waspada dalam mendapatkan bukti. Rentang hubungan yang lama ini berpotensi untuk menjadikan auditor cepat puas pada apa yang dilakukan, melaksanakan prosedur audit yang kurang tegas, dan terlalu tergantug pada pernyataan manajemen.

Dalam laporannya yang dikeluarkan oleh Bagian Praktek

Securities of Exchange Commision (SEC) Komite Eksekutif

(American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) 1992 dalam Sinason et al., 2001) dinyatakan beberapa argumen yang dibuat tentang audit tenure. Argumen ini menyatakan bahwa dalam jangka panjang hubungan antara auditor dan perusahaan klien akan menyebabkan masalah berikut :

a. Auditor mempunyai hubungan yang semakin dekat dengan manajemen klien yang menyebabkan auditor kehilangan skeptisme professional.

b. Auditor mungkin menganggap pengujian yang dilakukan sebagai pengulangan dari perikatan sebelumnya sehingga auditor merasa mengetahui lebih dulu hasil pengujian tersebut. Hal ini menyebabkan auditor kurang mampu mengevaluasi perubahan penting dalam kondisi klien.

c. Auditor mungkin berkeinginan untuk menyelesaikan masalah perusahaan klien dalam rangka mempertahankan hubungan baik dengan klien, memenuhi keinginan klien mungkin menjadi prioritas auditor dibandingkan dengan mengikuti standar professional. Untuk menjaga independensinya, beberapa negara menetapkan peraturan mengenai rotasi KAP. Di Indonesia sendiri peraturan rotasi KAP mengharuskan dilakukannya pergantian

Kantor Akuntan Publik per 5 tahun dan auditor per 3 tahun yang mengaudit sebuah perusahaan secara berturut-turut.

H2 : Audit client-tenure berpengaruh terhadap opini audit going

concern.

2.1.3 Pergantian Auditor

Perusahaan umumnya menggunakan pergantian auditor untuk menghindari penerimaan opini going concern. Auditee yang diaudit oleh KAP baru mungkin merasa lebih puas dengan beberapa pertimbangan. Pertama perusahaan cenderung untuk mengganti auditor karena ketidakpuasan akan pelayanan yang diberikan dari auditor sebelumnya atau mereka mempunyai beberapa jenis perselisihan dengan auditor sebelumnya. Schwartz dan Menon (1985) menyatakan bahwa pergantian auditor banyak dilakukan pada perusahaan yang bermasalah dibandingkan pada perusahaan yang sehat.

Oleh karena itu, perusahaan mengganti auditor dalam tiga tahun dengan harapan akan mengalami suatu peningkatan dalam kepuasan klien. Kedua perikatan audit yang baru, ada ketidakyakinan management klien terhadap kualitas pelayanan yang disediakan KAP. Hal ini menimbulkan dorongan yang kuat dari KAP untuk memprioritaskan pelayanan klien dalam tahun-tahun pertama setelah

memperoleh klien yang baru. Klien-klien baru mungkin mendapatkan perhatian khusus, dan mereka mungkin menikmati perspektif dan pandangan yang berbeda yang diberikan oleh auditor baru.

Pergatian auditor yang dilakukan oleh perusahaan diharapkan dapat mempengaruhi kepuasan klien. Seorang auditor baru akan cenderung memperlihatkan kinerjanya pada tahun-tahun pertama saat auditor melakukan audit. Pada awal tahun kontrak pelaksanaan audit, auditor baru akan berusaha mencari tahu kinerja auditor lama, dan untuk itu auditor baru akan membandingkan dengan kinerja yang mungkin dapat dicapainya. Harapan seorang auditor baru adalah pelaksanaan audit sebaik-baiknya, tanpa mengurangi sikap profesionalnya sebagai seorang auditor. Tujuan pergantian auditor dimaksudkan untuk meningkatkan (memanipulasi) hasil operasi atau kondisi keuangan perusahaan. Pergantian auditor menyebabkan dampak negatif.

H3 : Pergantian auditor berpengaruh terhadap opini audit going

concern.

2.1.4 Kesulitan Keuangan

Kesulitan keuangan (Financial distress) merupakan suatu kondisi perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan. Hal ini dapat dilihat dari laporan keuangan perusahaan. Untuk dapat

menilai kesehatan suatu perusahaan dapat digunakan laporan keuangan yang terdiri dari neraca, perhitungan laba rugi, ikhtisar laba yang ditahan, dan laporan posisi keuangan.

Hoffer (1980: 20) dan Witaker (199: 24) dalam (Endri, 2009) memberikan perumpamaan bahwa kondisi financial distress sebagai suatu kondisi dari perusahaan yang mengalami laba bersih (net profit) negatif selama kurun waktu beberapa tahun. Kebangkrutan sebagai akibat kegagalan kemudian didefinisikan dalam berbagai arti, yaitu : kegagalan ekonomi dan kegagalan keuangan (Adnan dan Kurniasih, 2000: 137). Kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk dapat menghasilkan laba (Endri, 2009).

Perusahaan yang kondisinya buruk, banyak ditemukan indikator masalah going concern (Ramadhany, 2004). Perusahaan yang tidak pernah mengalami kesulitan keuangan, tidak menerima opini going concern dari auditor. Namun semakin buruknya perusahaan akan semakin besar kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern (McKeown, 1991 dalam Januarti, 2009). Pemakai laporan keuangan seringkali merasa pengeluaran opini going

concern sebagai sebuah prediksi kebangkrutan (Altman, 1982 dalam

Setiawan, 2006).

Altman (1968) telah melakukan studi serupa untuk menemukan suatu model prediksi kebangkrutan dalam beberapa

periode sebelum kebangkrutan benar-benar terjadi. Altman dan McGough (1974) dalam Fanny dan Saputra (2005) menyarankan agar penggunaan model prediksi kebangkrutan sebagai alat bantu auditor untuk memutuskan kemampuan perusahaan mempertahankan kelangsungan hidupnya, karena penelitiannya menememukan bahwa tingkat prediksi kebangkrutan dengan menggunakan suatu model prediksi mencapai tingkat keakuratan hingga 82%. Penelitian yang dilakukan oleh Setyarno, et al. (2006) juga berhasil membuktikan bahwa model prediksi Altman berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.

Model Z-score Altman sampai sekarang adalah yang paling banyak digunakan oleh para peneliti, praktisi serta akademisi dibidang akuntansi dibandingkan dengan model prediksi kebangkrutan lainnya (Altman, 1993 dalam Fanny dan Saputra 2005). Model yang dikembangkan oleh Altman ini mengalami suatu revisi.

Model Z-score dinilai dapat menganalisis dengan baik dan handal tanpa memperhatikan ukuran perusahaan yang dianalisis. Apabila perusahaan sangat makmur didapat Z-score mulai turun tajam maka perusahaan harus waspada terhadap kebangkrutan. Atau apabila perusahaan baru survive, maka Z-score dapat membantu perusahaan mengevaluasi dampak yang telah diperhitungkan dari perubahan upaya-upaya manajemen perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Altman untuk perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut menunjukkan nilai tertentu. Kriteria yang digunakan untuk dapat memprediksi kebangkrutan sebuah perusahaan dengan model diskriminan adalah dengan melihat zone of ignorance yaitu daerah nilai Z.

Rumus Model Altman Z-score untuk perusahaan manufaktur dan go public:

� = , + ,

+ , + ,6

+ ,

Tabel 2.1

Kriteria titik cut off Model Z-score

Kriteria Nilai Z

Tidak bangkrut jika Z lebih besar dari (>) 2,99 Daerah rawan bangkrut (grey area) 1,81-2,99 Bangkrut jika Z kurang dari (<) 1,81

Berdasarkan analisis ini apabila nilai z dari perusahaan yang diteliti lebih kecil dari 1,8 beresiko tinggi terhadap kebangkrutan, bila nilai z berada diantara 1,81-2,99 dikatakan masih memiliki resiko

kebangkrutan, bila diatas nilai 2,99 maka dikatakan aman dari resiko kebangkrutan.

H4 : Kesulitan keuangan berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern.

2.1.5 Going Concern

Going concern menurut Belkaoui (1997: 135) adalah suatu

dalil yang menyatakan bahwa kesatuan usaha akan menjalankan terus operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk mewujudkan proyeknya, tanggung jawab serta aktivitas-aktivitasnya yang tidak berhenti. Dalil ini memberikan gambaran bahwa suatu entitas akan diharapkan untuk beroperasi dalam jangka waktu yang tidak terbatas atau tidak diarahkan menuju arah likuidasi. Diperlukannya suatu operasi yang berlanjut dan berkesinambungan untuk menciptakan suatu konsekuensi bahwa laporan keuangan yang terbit di suatu periode mempunyai sifat semetara sebab masih merupakan satu rangkaian laporan keuangan yang berkelanjutan. Kosasih (1985: 33) menyatakan bahwa istilah going concern diartikan sebagai anggapan bahwa operasi satuan ekonomi akan berlangsung terus di masa yang akan datang. Going concern adalah salah satu konsep yang paling penting dalam pelaporan keuangan.

PSA 30 menyatakan bahwa going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal yang berlawanan. Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup suatu usaha adalah berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar secara bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang diperlukan dari luar atau kegiatan serupa lainnya.

Going concern menentukan kelangsungan hidup suatu entitas.

Dengan adanya going concern maka suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang atau tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek. Suatu entitas dianggap going concern apabila perusahaan dapat melanjutkan operasinya dan memenuhi kewajibannya. Apabila perusahaan dapat melanjutkan usahanya dan memenuhi kewajibannya dengan menjual aset dalam jumlah yang besar, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar, merestrkturisasi hutang, atau dengan kegiatan serupa yang lain. Hal yang demikian kan menimbulkan keraguan besar terhadap going

2.1.6 Opini Audit Going Concern

Auditor memberikan opini atas laporan keuangan perusahaan. Akan tetapi, pemberian status going concern bukanlah hal yang mudah (Koh dan Tan, 1999 dalam Januarti 2009). Penyebabnya adalah adanya hipotesis self-fulfilling prophecy yang menyatakan apabila seorang auditor memberikan opini going concern maka perusahaan tersebut akan menjadi cepat bangkrut karena banyak kreditor yang akan menarik dananya atau investor yang membatalkan investasinya. Oleh sebab itu, sulit memprediksi kelangsungan hidup suatu entitas sehingga banyak auditor mengalami dilemma antara moral dan etika dalam pemberian opini going concern.

Auditor dalam memberikan pendapat atau opini audit harus melalui beberapa tahap. Hal ini dimaksudkan agar auditor dapat memberikan kesimpulan mengenai opini yang harus diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya.

SPAP (PSA No. 30) memberikan pedoman kepada auditor tentang kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelaangsungan hidupnya terhadap opini auditor sebagai berikut : 1. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai

kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pas, maka auditor harus :

a. Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditunjukkan untuk mengurangi dampak dan kondisi peristiwa tersebut.

b. Menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut dapat efektif terlaksana.

2. Jika manajemen tidak memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka auditor mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion).

3. Jika manajemen memiliki rencana tersebut, langkah selanjutnya, maka langkah selanjutnya yang dilakukan oleh auditor adalah menyimpulkan bahwa efektifitas rencana tersebut, diantaranya : a. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut tidak efektif,

auditor menyatakan tidak memberikan pendapat.

b. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dan klien mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian.

c. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi klien tidak mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, audioor memberikan pendapat tidak wajar.

Jika auditor menyimpulkan keraguan-raguan atas kemampuan perusahaan untuk melanjutkan usahanya, maka pendapat tidak wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan perlu dibuat, terlepas dari pengungkapan dalam laporan keuangan. PSA No. 30 memperbolehkan tetapi tidak menganjurkan pernyataan tidak memberikan pendapat karena adanya keraguan atas kelangsungan hidup.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang menjadi pertimbangan auditor dalam memberikan opini audit going concern pada perusahaan diringkas dalam tabel 2.1 sebagai berikut :

Tabel 2.2

Ringkasan Penelitian Terdahulu Peneliti

(tahun) Variabel Alat

Analisis Hasil Penelitian Dependen Independen Margeretta Fanny dan Sylvia Saputra (2005) Penerimaan opini audit going concern Kondisi keuangan, pertumbuhan perusahaan, reputasi auditor Regresi Logistik Kondisi keuangan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Sedangkan,

pertumbuhan perusahaan dan

reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap

penerimaan opini audit going concern.

Eko Budi Setyarno, dkk (2006) Penerimaan opini audit going concern Kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan penjualan, kualitas audit, opini audit tahun sebelumnya Regresi Logistik Kondisi keuangan perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Sedangkan kualitas audit dan pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Santosa (2007) Penerimaan opini audit going concern Kondisi keuangan, pertumbuhan perusahaan, kualitas audit, opini audit tahun sebelumnya, ukuran perusahaan Regresi Logistik Kondisi keuangan, opini audit tahun sebelumnya, ukuran perusahaan

berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Sedangkan

pertumbuhan perusahaan dan kualitas audit tidak berpengaruh terhadap

penerimaan opini audit going concern.

Januarti (2009) Penerimaan opini audit going concern Kesulitan keuangan, debt default, ukuran perusahaan, audit lag, opini tahun sebelumnya, pergantian auditor, kualitas audit, opinion shopping, kepemilikan manajerial dan institusional Regresi Logistik

Debt default, ukuran

perusahaan, opini tahun sebelumnya, dan kualitas audit berpengaruh signifikan terhadap opini going

concern. Sedangkan

kesulitan keuangan,

audit lag, opinion shopping,

kepemilikan manajerial dan institusional tidak berpengaruh

terhadap opini going

concern Suprobo Ningtias N (2011) Penerimaan opini going concern Kondisi keuangan, ukuran perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, audit client tenure, opinion shopping, reputasi auditor Regresi Logistik Kondisi keuangan, opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Sedangkan ukuran perusahaan, audit client tenure, opinion shopping, reputasi auditor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.

2.3 Kerangka Konseptual

Berdasarkan uraian teoritis, maka variabel independen dalam penelitian ini adalah pertumbuhan perusahaan, audit client tenure, pergantian auditor dan kesulitan keuangan. Sedangkan variabel dependennya adalah opini audit going concern. Hubungan pertumbuhan perusahaan, audit client

tenure, pergantian auditor dan kesulitan keuangan dapat digambarkan dalam

kerangka sebagai berikut :

Gambar 2.1

Variabel Independen Variabel Dependen

H1 H1

H2

H3

H4 H4

H5

Diagram Kerangka Konseptual

Opini Going Concern

Kesulitan Keuangan Pergantian Auditor

Audit Client Tenure

Dari kerangkan konseptual di atas, diketahui bahwa dalam penelitian ini yang merupakan variabel independen adalah pertumbuhan perusahaan,

audit client tenure, pergantian auditor, dan kesulitan keuangan. Sedangkan,

variabel dependennya adalah opini going concern.

Dalam penelitian ini, pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan rasio pertumbuhan penjualan. Rasio ini mengukur seberapa baik perusahaan mempertahankan poisisi ekonominya, baik dalam industrinya maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan (Weston dan Copeland, 1992). Penjualan merupakan kegiatan operasi utama auditee. Auditee yang mempunya rasio pertumbuhan penjualan yang positif mengindikasikan bahwa auditee dapat mempertahankan posisi ekonominya dan lebih dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern).

Audit client tenure merupakan jumlah tahun dimana KAP melakukan

perikatan audit dengan auditee yang sama. Perikatan audit yang lama akan menjadikan auditor kehilangan independensinya, sehingga kemungkinan untuk memberikan opini audit going concern akan sulit.

Perusahaan biasanya melakukan pergantian auditor dengan dua cara untuk menghindari opini going concern.

1) Perusahaan dapat mengancam melakukan pergantian auditor. Dengan ancaman tersebut, independensi auditor akan menurun sehingga tidak mampu mengungkapkan masalah perusahaan.

2) Bahkan ketika audiotor tersebut independen, perusahaan akan memberhentikan akuntan publik (auditor) yang cenderung memberikan opini going concern, atau sebaliknya akan menunjuk auditor yang cenderung memberikan opini going concern.

Financial distress sebagai suatu kondisi dari perusahaan yang

mengalami kesulitan keuangan dimana laba bersih (net profit) negatif selama beberapa tahun.

Opini going concern merupakan salah satu asumsi yang dipakai dalam

menyusun laporan keuangan suatu entitas ekonomi. Asumsi ini mengharuskan entitas ekonomi secara operasional dan keuangan memiliki kemampuan mempertahankan kelangsungan hidupnya atau going concern.

Variabel independen yang telah diungkapkan di atas merupakan beberapa faktor yang menjadi pertimbangan auditor dalam memutuskan pemberian opini going concern kepada perusahaan yang sedang diaudit.

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap suatu masalah yang dihadapi yang masih akan diuji lebih lanjut kebenarannya. Menurut Erlina (2011: 41), hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris. Proporsi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena. Adapun yang menjadi hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :

H1 : Pertumbuhan Perusahaan berpengaruh terhadap Opini Going-Concern

H2 : Audit Client Tenure berpengaruh terhadap Opini Going-Concern H3 : Pergantian Auditor berpengaruh terhadap Opini Going-Concern H4 : Kesulitan Keuangan berpengaruh terhadap Opini Going-Concern H5 : Pertumbuhan perusahaan, audit client tenure, pergantian auditor, dan

kesulitan keuangan berpengaruh secara simultan terhadap pemberian Opini Going –Concern

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Going concern adalah kelangsungan hidup suatu entitas. Kelangsungan hidup entitas selalu dihubungkan dengan kemampuan manajemen dalam mengelola entitas agar bertahan hidup. Dengan adanya

going concern maka suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan

kegiatan usahanya dalam jangka panjang, tidak dilikuidasi dalam jangka pendek.

Going concern digunakan sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan

sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal berlawanan (contrary information). Biasanya informasi yang signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup satuan usaha adalah berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar dan kegiatan serupa yang lain. (PSA No. 30)

Opini audit going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP 2011). Opini yang diberikan oleh auditor merupakan salah satu bahan pertimbangan yang penting bagi investor untuk mengambil keputusan investasi. Ketika kondisi ekonomi tidak pasti, para investor mengharapkan auditor memberikan early warning akan kegagalan keuangan perusahaan (Chen dan Church, 1996) dalam Pradiptorini dan Januari (2007). Akan dapat timbul banyak masalah ketika banyak auditor yang salah dalam memberikan opini audit audit going concern (Sekar, 2003). Oleh karena itu, banyak auditor yang mengalami dilema antara moral dan etika dalam memberikan opini going concern. Penyebabnya adalah adanya hipotesis

self-fulfilling prophecy yang menyatakan bahwa apabila auditor memberikan opini

going concern, maka perusahaan akan menjadi lebih cepat bangkrut karena banyak investor yang membatalkan investasinya atau kreditor yang menarik dananya (Venuti, 2007). Penyebab yang lain adalah tidak terdapatnya prosedur penetapan going concern yang terstruktur (Joanna H. Lo, 1994), pemberian status going concern bukanlah suatu tugas yang mudah (Koh dan Tan, 1999).

Terkait dengan pentingnya opini audit yang dikeluarkan oleh auditor, maka auditor harus bertanggung jawab terhadap opini audit going concern yang konsisten dengan kondisi sebenarnya. Ada beberapa faktor yang dapat dikaji sebagai faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan opini audit

going concern, yaitu : pertumbuhan perusahaan, audit client tenure,

pergantian auditor, dan kesulitan keuangan. Adapun definisi dari masing-masing faktor tersebut dideskripsikan dalam paragraph selanjutnya.

Pertumbuhan perusahaan dapat dilihat dari seberapa baik perusahaan mempertahankan posisi ekonominya dalam industri maupun kegiatan ekonomi secara kesuluruhan (Setyarno et. al., 2006). Suatu perusahaan dengan rasio pertumbuhan penjualan yang positif memberikan indikasi bahwa perusahaan lebih mampu untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan kemungkinan perusahaan untuk mengalami kebangkrutan adalah kecil. Sementara perusahaan dengan rasio pertumbuhan penjualan negatif mengindikasikan kecenderungan yang lebih besar kearah kebangkrutan

Dokumen terkait