• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.2. Saran

Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut yaitu :

1. Bagi mahasiswa dan tenaga medis

- Perlunya penelitian dengan kuesioner fungsi kognitif yang lebih lengkap dalam penilaiannya agar dapat menyajikan hasil yang lebih detail.

- Diperlukan update ilmu pengetahuan tentang perkembangan bidang penelitian kesehatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan edukasi terhadap pasien.

2. Bagi masyarakat

- Perlunya penjagaan pola hidup agar mengurangi timbulnya faktor resiko terhadap penyakit stroke agar tidak berdampak bagi turunnya fungsi kognitif. - Perlunya pengetahuan tentang perubahan fungsi kognitif bagi masyarakat,

segera apabila terdapat gejala gangguan fungsi kognitif dapat langsung segera berobat ke tenaga medis.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stroke

2.1.1 Definisi dan Klasifikasi

Stroke didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menyebabkan kematian,disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak. Tingkat insidensi stroke meningkat dengan pertambahan usia yang lebih sering pada pria dibandingkan wanita. Dengan beberapa faktor resiko hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, merokok, konsumsi alkohol, and oral contraceptive use ( Mc Phee dkk,2006).

Stroke adalah istilah klinis untuk hilangnya perfusi di otak secara akut sesuai dengan teritorial vaskular. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa stroke adalah :

1. Menimbulkan kelainan saraf yang bersifat mendadak.

2. Kelainan saraf yang ada harus sesuai dengan daerah atau bagian mana dari otak yang terganggu. Dengan manifestasi timbulnya gejala seperti defisit motorik,defisit sensorik,atau kesukaran dalam berbahasa menurut Wiyoto 2002 dalam Layanto (2014).

Stroke dibagi dalam dua kelompok utama yaitu stroke iskemik dengan presentase kurang lebih 80% dan sisanya 20% adalah stroke hemoragik. Subtipe dari stroke iskemik berupa stroke trombotik disebabkan oleh agregasi dari faktor-faktor darah pada tempat dimana pembuluh darah menyempit. Jenis lain stroke embolik, disebabkan tersumbatnya secara mendadak arteri di otak akibat gumpalan darah benda asing yang terbawa alirah darah. Subtipe stroke hemoragik adalah pendarahan intraserebral yang disebabkan oleh banyak faktor dan pendarahan subarachnoid yang umumnya karena pecahnya kantong aneurisma intrakranial atau pecahnya AVM (arterivenous malformation) (Martono,2009).

Gambar 2.1. Vaskularisasi menuju otak

Otak mendapat vaskularisasi dari dua pasang arteri besar yaitu sepasang arteri karotis interna dan sepasang arteri vertebralis dan cabang-cabangnya beranastomosis pada permukaan bawah otak membentuk sirkulus Willis. Gejala fokal dan tanda-tanda yang dihasilkan dari stroke yang berhubungan dengan daerah otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang terkena . Stroke dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama berdasarkan patogenesis : stroke iskemik dan hemoragik. Pada stroke iskemik , penyumbatan pembuluh darah menghambat aliran darah ke daerah otak tertentu , menghasilkan pola yang cukup untuk karakteristik defisit neurologis yang disebabkan oleh hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh daerah itu . Pola defisit akibat perdarahan kurang diprediksi karena tergantung pada lokasi perdarahan dan juga pada faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi daerah otak yang

jauh dari perdarahan (misalnya , peningkatan tekanan intrakranial , edema otak , kompresi tetangga jaringan otak , dan pecahnya darah ke ventrikel atau ruang subarachnoid ) (Hammer,2010).

Gambar 2.2. Tampilan Vaskularisasi dari Sirkulus Willis

2.1.3. Epidemiologi Stroke

Stroke termasuk salah satu dari sepuluh penyakit penyebab kematian teratas di dunia. Berdasarkan laporan terbaru WHO terdapat 6,7 juta kematian terjadi akibat stroke dari total kematian yang disebabkan penyakit tidak menular (WHO, 2014).

Pada profil statistik WHO yang diperbaharui pada Januari 2015, stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang utama di Indonesia. Pada tahun 2012 terdapat 328.500 kematian akibat stroke di Indonesia. Laporan ini sejalan dengan Hasil Riset Kesehatan Dasar yang menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan wawancara jawaban responden yang pernah didiagnosis tenaga kesehatan dan gejalanya meningkat dari 8,3 per1000 di tahun 2007 menjadi 12,1 per1000 di tahun 2013 (Riskesdas, 2013).

Berdasarkan perjalanan penyakitnya batasan stroke adalah suatu defisit neurologis mendadak sebagai akibat hemoragik atau iskemia sirkulasi saraf otak. Stroke hemoragik merupakan 20% kasus dari semua stroke. Sementara jenis yang tersering didapatkan adalah stroke iskemik, yaitu sekitar 80% dari semua stroke (Martono dan Kuswardani, 2009).

2.1.4. Faktor risiko Stroke

Menurut Stroke Association tahun 2012 faktor-faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat dikategorikan sebagai berikut :

Faktor yang tidak dapat dirubah adalah :

 Usia

Risiko stroke menjadi berlipat ganda pada usia di atas 55 tahun.

 Hereditas

Risiko terkena stroke akan lebih besar jika terdapat riwayat stroke pada keluarga.

 Ras

Ras Afrika-Amerika lebih rentan terkena stroke karena memiliki risiko hipertensi, diabetes, dan obesitas lebih tinggi.

 Jenis kelamin

Stroke lebih sering menyerang pria dibanding wanita, namun kematian akibat stroke lebih banyak terjadi pada wanita.

 Riwayat stroke sebelumnya, TIA, atau serangan jantung

Risiko stroke akan meningkat pada orang yang telah mengalami stroke atau serangan jantung sebelumnya, atau pada orang yang mengalami TIA risiko akan meningkat 10 kali , karena itu merupakan peringatan akan kejadian stroke.

Faktor yang dapat dirubah :

 Hipertensi

Hipertensi merupakan penyebab penting dan paling banyak terjadinya stroke. Pengobatan yang efektif terhadap hipertensi adalah kunci untuk menurunkan angka kejadian stroke dan kematian akibat stroke.

 Merokok

Beberapa tahun terkahir, banyak studi menunjukkan bahwa merokok adalah faktor risiko penting untuk stroke. Nikotin dan karbon monoksida dari merokok

 Diabetes melitus

Diabetes merupakan faktor risiko independen untuk stroke. Orang dengan diabetes umunya disertai dengan hipertensi, hiperkolesterolemia, dan berat badan berlebih sehigga meningkatkan risiko terjadinya stroke.

 Penyakit arteri karotis atau arteri lainnya

Arteri karotis berperan untuk menyuplai darah ke otak, jika terjadi pendangkalan arteri akibat aterosklerosis atau penyakit stenosis arteri karotis, maka suplai darah ke otak akan terganggu dan risiko terjadinya stroke akan meningkat.

 Penyakit jantung

Penyakit jantung koroner, penyakit katup jantung, penyakit jantung bawaan, atau kardiomegali dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke. Keadaan atrial fibrilasi juga dapat mengakibatkan stroke jika terjadi pembentukan bekuan darah yang memasuki aliran darah dan menyumbat pada arteri yang menyuplai darah ke otak.

Sickle-cell disease

Pada penderita Sickle-cell disease kemampuan sel darah merah untuk membawa oksigen akan menurun. Sickle-cell ini juga dapat melekat pada dinding pembuluh darah dan dapat memblok arteri menuju otak sehingga menyebabkan stroke.

 Hiperkolesterolemia

Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah adalah risiko untuk kejadian aterosklerosis, yang juga akan meningkatkan risiko kejadian stroke.

 Asupan makanan yang buruk

Diet yang tingggi lemak jenuh, lemak trans, dan kolesterol dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Kemudian diet tinggi sodium atau garam juga berperan terhadap peningkatan tekanan darah. Selain itu, kalori berlebih juga berkontribusi terhadap kejadian obesitas. Jadi, asupan makanan yang buruk akan menghasilkan keadaan dengan risiko tinggi terhadap stroke.

Physical inactivity dan Obesitas

Ketidakatifan fisik, obesitas, atau keduanya akan meningkatkan risiko hipertensi, diabetes, penyakit jantung, dan stroke. Cobalah aktif beraktivitas minimal 30 menit setiap hari.

Faktor yang lainnya :

 Faktor sosioekonomi

Beberapa bukti menyatakan bahwa stroke lebih sering terjadi pada orang dengan pendapatan rendah.

 Penyalahgunaan alkohol

Penyalahgunaan alkohol dapat menyebabkan banyak komplikasi medis, termasuk stroke.

 Penyalahgunaan obat-obatan

Kecanduan obat-obatan seperti kokain, amphetamin, dan heroin memiliki hubungan dengan meningkatnya kejadian stroke pada populasi yang lebih muda.

(Sedoyo dkk, 2006).

2.1.5. Patofisiologi 2.1.5.1.Stroke iskemik

Stroke iskemik merupakan hasil dari oklusi trombotik atau embolik pembuluh otak. Defisit neurologis yang disebabkan oleh oklusi arteri besar adalah hasil dari iskemia fokal ke daerah otak yang disuplai oleh pembuluh yang terkena dan menghasilkan sindroma klinis yang dikenali. Tidak semua tanda-tanda klinis ada pada setiap pasien, karena luasnya defisit tergantung pada jumlah aliran darah kolateral, variasi individu dalam anatomi pembuluh darah, tekanan darah, dan lokasi yang tepat dari oklusi. Trombosis biasanya melibatkan karotis interna, cerebral media, atau arteri basilaris. Gejala biasanya berkembang selama beberapa menit dan dapat didahului oleh episode singkat defisit fokal reversibledikenal sebagai serangan iskemik transien. Emboli dari jantung, arkus aorta, atau arteri karotis biasanya menyumbat arteri serebri media, karena membawa lebih dari 80% dari aliran darah ke belahan otak. Emboli yang berjalan di arteri vertebralis dan basilar umumnya menuju di puncak arteri basilaris atau di salah satu atau kedua arteri serebral posterior(Ganong,2006).

Tabel.2.1.Vascular Territories and Clinical Features in Ischemic Stroke

Artery Territory Symptoms and Signs

cortex, anterior corpus callosum

contralateral leg and foot

Middle cerebral Lateral frontal, parietal,

occipital, and temporal cortex and adjacent white matter, caudate, putamen, internal capsule

Aphasia (dominant hemisphere), neglect

(nondominant hemisphere),

contralateral hemisensory loss, homonymous hemianopia, hemiparesis

Vertebral

(posterior inferior cerebellar)

Medulla, lower cerebellum Ipsilateral cerebellar ataxia, Horner's syndrome, crossed sensory loss, nystagmus, vertigo, hiccup, dysarthria, dysphagia

Basilar (including

anterior inferior

cerebellar, superior cerebellar)

Lower midbrain, pons, upper and mid cerebellum

Nystagmus, vertigo, diplopia, skew deviation, gaze palsies, hemi- or crossed sensory loss, dysarthria, hemi- or quadriparesis, ipsilateral cerebellar ataxia, Horner's syndrome, coma

Posterior cerebral Distal territory: medial

occipital and temporal cortex and underlying white matter, posterior corpus callosum

Contralateral homonymous hemianopia, dyslexia without agraphia, visual hallucinations and distortions, memory defect, cortical blindness (bilateral occlusion)

Proximal territory: upper midbrain, thalamus

Sensory loss, ataxia, third nerve palsy, contralateral hemiparesis, vertical gaze palsy, skew deviation, hemiballismus,

choreoathetosis, impaired

consciousness (Hammer,2010).

Stroke iskemik melibatkan oklusi arteri kecil, di mana perfusi tergantung pada cabang kecil di ujung arteri. Sebagian hasil dari perubahan degeneratif menggambarkan

sebagai patologis lipohialinosis, yang disebabkan oleh hipertensi kronis dan predisposisi oklusi. Pembuluh paling umum terlibat adalah arteri lenticulostriate, yang timbul dari arteri serebri proksimal dan keluar pada basal ganglia dan kapsul internal. Arteri yang juga sering terkena adalah cabang kecil arteri serebral basilaris dan posterior yang menembus batang otak dan thalamus. Oklusi pembuluh ini menyebabkan kerusakan jaringan yang dikenal sebagai infark lakunar. Ini biasanya terjadi di putamen, kudatum, talamus, pons, subcortical white matter dan cerebellum. Infark lakunar memproduksi beberapa gejala klinis yang cukup menonjol. Dua yang paling umum yaitu:pure motor stroke dan pure sensory stroke. Dalam

pure motor stroke, infark biasanya dalam kapsul internal maupun pons kontralateral ke sisi lemah.Pada pure motor stroke, infark biasanya di talamus kontralateral (Hammer,2010).

Gangguan beberapa pembuluh darah , jantung , dan hematologi dapat menyebabkan iskemia serebral fokal. Yang paling umum adalah aterosklerosis arteri karotis komunis dan basilaris otak. Aterosklerosis diduga timbul dari cedera sel endotel vaskular dengan proses mekanik , biokimia , atau inflamasi. Cedera endotel merangsang pelepasan monosit dan limfosit yang bermigrasi ke dalam dinding pembuluh darah dan merangsang proliferasi sel otot polos dan fibroblas . Hal ini menyebabkan pembentukan plak fibrosa . Sel endotel yang rusak juga menghasilkan nidus untuk agregasi dan aktivasi trombosit . Trombosit diaktifkan mengeluarkan faktor pertumbuhan yang mendorong proliferasi lebih lanjut dari otot polos dan fibroblas . Plak pada akhirnya dapat memperbesar untuk menutup aliran atau mungkin pecah , kemudian melepaskan emboli . (Hammer,2010)

2.1.5.2.Stroke hemoragik

Epidural dan subdural hematoma biasanya terjadi sebagai gejala sisa dari cedera kepala . Epidural hematoma timbul dari kerusakan arteri , biasanya arteri meningeal media, yang dapat pecah oleh pukulan ke tulang temporal . Darah memberi tekanan pada lapisan duramater. Akibatnya terjadi penurunan kesadaran dikarenakan cedera otak yang bersifat sementara. Gejala neurologis kemudian muncul kembali beberapa jam dalam bentuk hematoma yang menimbulkan efek massa yang mungkin cukup parah untuk menyebabkan herniasi otak. Hematoma subdural biasanya muncul dari darah vena kortikal yang robek sebagai jembatan ruang subdural . Jembatan ini dapat pecah oleh trauma yang relatif kecil , terutama pada orang tua . aliran darah berada di bawah tekanan rendah , dan gejala yang dihasilkan dari efek massa mungkin tidak muncul selama beberapa hari (Hammer,2010).

Perdarahan subarachnoid dapat terjadi akibat trauma kepala, perpanjangan darah dari kompartemen lain ke dalam ruang subarachnoid, atau pecahnya aneurisma arterial. Disfungsi otak terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial. Penyebab paling umum dari spontan (nontraumatic) pendarahan subarachnoid adalah pecahnya berry aneurism, yang diduga muncul dari kelemahan bawaan pada dinding pembuluh besar di dasar otak. aneurisma menjadi gejala di masa dewasa, biasanya setelah dekade ketiga. Pecahnya tiba-tiba meningkatkan tekanan intrakranial, yang dapat mengganggu aliran darah otak dan menyebabkan cedera gegar umum. Hal ini menyebabkan kehilangan kesadaran dari pasien. Dengan perdarahan sangat besar, iskemia serebral global yang dapat menyebabkan kerusakan otak parah dan koma berkepanjangan. Iskemia fokal mungkin sebagai akibat dari vasospasme arteri di dekat lokasi pecah. Perdarahan yang berulang dalam beberapa hari pertama adalah komplikasi umum dan sering fatal (Ganong,2006).

Perdarahan intraparenchymal mungkin akibat dari peningkatan akut pada tekanan darah atau dari berbagai gangguan yang melemahkan pembuluh darah. Hematoma yang menyebabkan defisit neurologis fokal dengan memeberi penekanan struktur yang berdekatan. Selain itu, efek metabolik darah ekstravasasi mengganggu fungsi jaringan otak sekitarnya, dan pembuluh dekatnya tertekan, menyebabkan iskemia lokal. Hipertensi kronis merupakan faktor predisposisi yang paling umum. Pada pasien hipertensi, aneurism Charcot-Bouchard muncul di dinding arteri menembus dan dianggap situs utama pecah. Paling rentan adalah pembuluh kecil yang juga terlibat dalam infark lakunar. Perdarahan hipertensi terjadi terutama di basal ganglia, thalamus, pons, dan otak kecil dan kurang umum di subcortical white matter. Penyebab lain perdarahan intraparenchymal termasuk malaformasi vaskular, yang mengandung pembuluh abnormal yang rapuh dan rentan pecah pada tekanan arteri normal, dan tumor otak tertentu, seperti glioblastoma multiform, yang menginduksi terjadi proliferasi pembuluh yang rapuh dalam tumor. Gangguan trombosit dan koagulasi tertentu mungkin menjadi penyebab dari perdarahan intraserebral dengan menghambat koagulasi. Kokain dan amfetamin menyebabkan elevasi yang cepat terhadap tekanan darah dan merupakan penyebab umum dari perdarahan intraparenchymal pada usia dewasa muda. Perdarahan mungkin berhubungan dengan perdarahan spontan dari elevasi akut pada tekanan darah, pecahnya pembuluh akibat kelainan vascular, atau vaskulitis diinduksi oleh obat. Angiopati amiloid serebral adalah gangguan yang terjadi terutama pada orang tua dan mungkin terkait dengan penyakit Alzheimer. Deposisi amiloid melemahkan dinding

pembuluh kortikal kecil dan menyebabkan perdarahan lobar, sering di beberapa situs (Hammer,2006).

2.1.6. Diagnosis Stroke

Penegakan diagnosis stroke dapat dilakukan dengan mengenali gejala stroke, seperti : kelemahan tiba-tiba atau kaku pada wajah, lengan, dan kaki yang biasanya menyerang satu sisi tubuh. Gejala lain berupa kebingungan, kesulitan bicara atau memahami kata-kata, gangguan penglihatan pada satu atau kedua mata, kehilangan keseimbangan atau koordinasi, sakit kepala hebat, pingsan atau hilang kesadaran (National Institutes of Health, 2014).

Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik juga digunakan dalam mengkaji luasnya disfungsi neurologis dan mengidentifikasi faktor risiko aterotrombosis serta kondisi medis yang menyertai.

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan penyebab stroke (mis. sindrom hiperviskositas, koagulopati), komplikasi terkait stroke, untuk menetapkan dasar parameter koagulasi, dan untuk mengidentifikasi faktor risiko aterosklerosis generalisata (mis. dislipidemia).

Semua pasien yang diduga stroke harus menjalani pemeriksaan CT Scan atau MRI untuk menentukan lokasi dan jenis stroke juga untuk menyingkirkan penyebab gejala neurologis nonvaskular. MRI lebih sensitif dibanding CT untuk mendeteksi infark otak dalam 72 jam pertama, namun CT lebih unggul dalam membedakan perdarahan dan iskemia pada lesi akut.

Pungsi lumbal digunakan untuk mendiagnosis perdarahan subaraknoid bila CT/MRI tidak tersedia atau menunjukkan hasil negatif. Tidak adanya darah dalam cairan pungsi menyingkirkan diagnosis perdarahan subaraknoid atau intraserebral.

Ekokardiorgam digunakan untuk menilai jenis dan luasnya penyakit miokardial/valvular ketika emboli kardiogenik diduga sebagai penyebab stroke.

Elektrokardiografi digunakan untuk mendeteksi iskemia/ infark miokardium, aritmia, dan pembesaran bilik jantung yang mengarah ke kardiomiopati atau penyakit jantung valvular (Goldszmidt dan Caplan, 2003).

2.2. Fungsi Kognitif

2.2.1. Definisi Fungsi Kognitif

Kognisi didefinisikan sebagai kemampuan untuk menghadapi stimulus eksternal maupun motivasi internal; mengidentifikasi stimulus tersebut dan membuat respon yang berarti (Purves et al., 2004).

2.2.2. Aspek Fungsi Kognitif 2.2.2.1.Memori

Memori didefinisikan sebagai kemampuan dalam menyimpan dan mengulang kembali informasi yang diperoleh yang terdiri dari 3 tahap yaitu :

1. Tahap pertama yaitu encoding yang merupakan fungsi menerima,proses, dan penggabungan informasi.

2. Tahap kedua yaitu storage dimana terjadi pembentukan suatu catatan permanen dari informasi yang telah dilakukan encoding.

3. Tahap ketiga yaitu retrieval, tahap ini merupakan suatu fungsi memanggil kembali informasi yang telah disimpan untuk interpretasi dari suatu aktivitas (Purves et al., 2004).

Memori menurut American Academy Of Neurology membagi memory menjadi 3 kategori yaitu:

1. Short-term memory : kemampuan seseorang dalam mengingat informasi baru misalnya pada saat kita mengingat nomor telepon baru.

2. Working memory : kemampuan mengingat informasi di pikiran selama beberapa detik sampai menit setelah kejadian sekarang tekah lewat.

3. Long-term memory : kemampuan mengingat dalam jangka waktu yang cukup lama, baik beberapa hari, pekan, bahkan seumur hidup (Purves et al., 2004).

2.2.2.2.Bahasa

Berbahasa merupakan suatu instrumen dasar bagi manusia untuk berkomunikasi antara satu orang dengan yang lainnya. Bila terdapat gangguan dalam hal ini,akan mengakibatkan hambatan yang cukup besar bagi penderita. Kemampuan berbahasa seseorang mencakup kemampuan untuk berbicara spontan, pemahaman, pengulangan, dan menulis (Satyanegara et al., 2010).

Beberapa kelainan dalam berbahasa antara lain disatria (pelo), disfonia (serak), disprosodi (gangguan irama bicara), apraksia oral, afasia, aleksia (kehilangan kemampuan membaca), dan agrafia (ganggaun dalam penulisan) (Satyanegara et al., 2010).

Broca (1861) menemukan pusat bicara terletak di girus frontalis inferior hemisfer kiri, sedangkan Wenicke menemukan pusat pengertian bahasa di girus temporalis superior hemisfer kiri di belakang pusat pendengaran primer. Dejerine menemukan pusat baca di daerah girus angularis lobus prarietalis kiri. Pusat menulis juga berada di lobus parietalis kiri yang menyimpan ingatan gerakannya bekerja sama dengan pusat gerakan menulis di lobus frontalis di depan pusat motorik tangan (Markam,2009).

Di lobus parietalis kiri pada perbatasan dengn lobus oksipitalis,terdapaat pusat ingatan benda. Di dekat pusat ingatan benda ini diperkirakan berkembang pusat yang menyimpan nama benda yang bersangkutan. Pusat nama benda ini meluas hingga perbatasan lobus oksipitalis dengan lobus temporalis kiri. Pada kerusakan di perbatasan lobus oksipitalis dan parietalis kiri terjadi anomia atau afasia nominl, yaitu kehilangan daya mengingat nama benda yang dilihat. Pada anomia ini, pasien dapat mengatakan nama benda yang diperlihatkan, bila dibantu dengan memberikan suku kata pertama nama benda yang sebelumnya tidak dapat dia sebutkan namanya. Pada kerusakan di daerah perbatasan lobus oksipitalis dengan lobus temporalis,pasien tetap tidak dapat mengatakan nama benda yang diperlihatkan, meskipun diberi bantuan dengan memberikan suku kata pertama nama bendanya. Bila diminta menggambar dengan menyebutkan nama benda tersebut, dia juga tidak dapat melakukannya (Markam,2009).

Daerah yang diperkirakan homolog dengan pusat bahasa ini berada di lobus temporalis dan lobus frontalis hemisfer kanan. Daerah ini mengatur prosodi, yaitu irama bicara yang digunakan (Markam, 2009).

Visuospasial merupakan kemampuan konstruksional seperti menggambar atau meniru berbagai macam gambar dan menyusun balok. Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi dan lobus parietal terutama hemisfer kanan berperan paling dominan (Markam, 2009).

2.2.2.4.Atensi

Atensi merupakan kegiatan otak yang berupa peningkatan aktivitas perangsangan, pemilahan, dan kategori rangsangan yang diterima, persiapan fisiologis untuk bertindak atau bereaksi dan proses mempertahankan aktivitas di dalam usaha mencapai sasaran. Atensi menjadi dasar perilaku direktif, selektif, dan terorganisasi. Atensi mempunyai tingkat dasar, elementer, dan luhur. Luria menemukan bahwa ketika daya atensi luhur terbentuk, potensial cetusan yang terjadi meningkat dan terjadi di korteks sensorik yang bersangkutan dan lobus frontalis. Atensi yang baik dapat terjadi pada keadaan sadar penuh. Hal ini menandakan formasio retikularis di daerah pons, mesensefalomn, dan hubungannya berperan dalam atensi (Markam, 2009).

2.2.2.5.Eksekusi

Eksekusi merupakan kemampuan kognitif tinggi seperti cara berpikir dan kemampuan pemecahan masalah. Fungsi ini dimediasi oleh korteks prefrontal dorsolateral dan struktur subkortikal yang berhubungan dengan daerah tersebut. Fungsi eksekutif dapat terganggu bila sirkuit frontal-subkortikal terputus. Lezack membagi fungsi eksekutif menjadi 4 komponen yaitu: volition (kemauan), planning (perencanaan), purposive action (bertujuan), dan effective performance (pelaksanaan yang efektif) (Markam,2009).

2.2.2.6. Praksis

Praksis merupakan integrasi motorik untuk melakukan gerakan kompleks yang bertujuan. Pemeriksaan yang tepat dilakukan antara lain dengan meminta pasien menggambar segi lima, atau membuat gambar secara spontan (Satyanegara et al, 2010).

Praksis dipengaruhi oleh lobus frontalis dan parietalis. Ingatan gerakan, segi aferen propriosepsi dan kinestesia, dan aspke visuospasial disimpan di lobus parietalis. Kontrol visual gerakan dilakukan oleh lobus oksipitalis bersama lobus frontalis bagian dorsolateral. Lobus parietalis bersama area 6 lobus frontalis memulai, menghentikan, dan menyusun

Dokumen terkait