• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.2 Saran

5.2. SARAN

Adapun beberapa saran/masukan yang dapat peneliti berikan guna menghasilkan inkubator dengan metode induksi yang lebih baik lagi selanjutnya antara lain :

1. Diharapkan pembuatan inkubator dengan metode induksi ini

menggunakan bahan yang lebih baik lagi dalam menghantarkan panas. 2. Diharapkan pengujian inkubator hasil pemanas induksi ini dapat diuji

dengan beberapa frekuensi kerja agar memperoleh beberapa variasi hasil. 3. Diharapkan dalam pelilitan kawat tembaga perlu diperhatikan jarak yang

sama setiap lilitan, hal ini guna menjaga fluks magnetik yang dihasilkan tetap konstan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar Pemanas Induksi 2.1.1. Definisi Pemanas Induksi

Pemanasan induksi (Induction Heating) adalah solusi rancangan teknologi termal yang efisien, efektif dan hemat energi berdasarkan kumparan induksi yang menghasilkan medan elektromagnetik dari arus Eddy (arus pusar) yang arahnya melingkar melingkupi medan magnet yang menembus objek. (Khusnul K. 2015)

Pemanasan secara induksi (induction heating) memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan sistem pemanasan yang lain yaitu penggunaan arus induksi yang timbul pada benda kerja mengakibatkan komponennya relatif tidak terjadi peningkatan temperatur sehingga tidak membutuhkan komponen yang mahal. Selain itu, tidak memerlukan bahan bakar kimia, sehingga dapat dikatakan sangat ramah lingkungan dan metode ini juga sangat efisien karena panas yang sebenarnya dihasilkan di dalam benda kerja itu sendiri.(Alberth. 2009)

2.1.2. Prinsip Kerja Pemanas Induksi

Ada tiga faktor dasar dari pemanas induksi yaitu induksi elektromagnetik, efek kulit dan transfer panas. Pada dasarnya, cara kerja pemanas induksi hampir sama dengan transformator. Konsep dasar pemanas induksi terdiri dari gulungan pemanas induktif dan arus yang menggambarkan induksi elektromagnetik serta efek kulit.

Tujuan yang paling penting dari pemanas induksi adalah untuk memaksimalkan pembangkitan energi panas pada gulungan sekunder. Caranya, lubang kecil pada gulungan pemanas induktif dibuat kecil dan gulungan sekunder dibuat dari bahan dengan hambatan listrik yang kecil dengan permeabilitas yang tinggi. Bahan selain logam mengurangi efisiensi energi karena bahan tersebut memiliki hambatan listrik besar dan permeabilitas yang rendah. Pemanas dengan induksi adalah kombinasi antara elektromagnetik, perpindahan panas, dan fenomena metalurgi. (Slamet Pambudi, 2012)

Pada pemanas induksi, arus listrik bolak-balik dari power unit mengalir melalui koil yang terbuat dari tembaga. Arus ini akan menimbulkan medan elektromagnet yang besarnya berubah-ubah. Medan ini akan membangkitkan arus listrik pada material logam yang ada di dalamnya. Arus listrik yang timbul (arus Eddy) menimbulkan panas yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk memanaskan dan mencairkan logam tersebut. (Wahyu. 2013)

Induction heater memanfaatkan rugi-rugi yang terjadi pada kumparan penginduksi. Rugi-rugi yang dimanfaatkan untuk memanaskan objek antara lain rugi arus Eddy dan rugi histerisis

2.1.2.1. Rugi Arus Eddy

Arus eddy memiliki peranan yang paling dominan dalam proses pemanasan induksi. Panas yang dihasilkan pada material sangat bergantung kepada besarnya arus eddy yang diinduksikan oleh lilitan penginduksi. Adapun fenomena arus eddy pada permukaan bahan dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Arus Eddy pada Permukaan Bahan (Habibi, 2007)

Pada gambar diatas, ketika lilitan dialiri oleh arus bolak-balik, maka akan timbul medan magnet di sekitar kawat penghantar. Medan magnet tersebut besarnya berubah-ubah sesuai dengan arus yang mengalir pada lilitan tersebut. Jika terdapat bahan konduktif disekitar medan magnet yang berubah-ubah, maka pada bahan konduktif tersebut akan mengalir arus yang disebut arus eddy.

Jadi arus eddy adalah arus pusar yang diinduksi ke bahan konduktif yang terjadi akibat diletakkan disekitar medan magnetik yang dibangkitkan oleh kawat penghantar yang dialiri arus bolak balik.

Adapun rugi eddy (eddy current) yaitu kerugian yang disebabkan oleh aliran sirkulasi arus yang menginduksi bahan konduktor. Ini disebabkan oleh aliran fluks magnetik disekitar konduktor tersebut. Eddy current dapat menyebabkan kerugian daya karena sejumlah energi listrik akan diubah menjadi panas. Persamaannya dirumuskan sebagai berikut: (Sudaryatno. 2010)

Pe = Ke ƒ2 Bmaks2 (2.1a) Keterangan

Ke = konstanta Eddy

Bmaks = induksi magnet maksimum (Tesla)

f = frekuensi (Hz)

Berdasarkan persamaan diatas, untuk menghitung besarnya rugi daya eddy diperlukan data-data seperti nilai induksi magnet maksimum (Bmaks), frekuensi (f) dan konstanta eddy (Ke) yang bergantung pada material konduktor yang digunakan. Untuk menentukan konstanta eddy ini akan diperoleh melalui penurunan persamaan (2.1a) diatas yaitu:

Pe = Ke ƒ2 Bmaks2 Ke = Ke = {( / ) ( / )} Ke = ( / ) ( / ) / Ke = I (Volume)/ E (2.1b)

Adapun beberapa faktor diluar kecacatan, dapat mengakibatkan respon arus eddy. Beberapa faktor utamanya yaitu konduktivitas bahan berbanding lurus

dengan aliran arus eddy pada permukaan bahan, permeabilitas bahan

mempengaruhi seberapa mudah sebuah bahan dapat dimagnetisasi, dimana permeabilitas bahan berbanding lurus dengan arus eddy yang dihasilkan. Frekuensi berbanding lurus dengan arus eddy yang dihasilkan, geometri dimana

meliputi ketebalan bahan dan kedalaman penetrasi yaitu ketebalan bahan yang lebih kecil daripada kedalaman penetrasi efektif menghasilkan respon arus eddy yang besar dan kedekatan / Lift-off dimana semakin dekat sebuah kumparan pada permukaan, maka efek pada kumparan tersebut akan semakin baik.

2.1.2.2. Rugi Histerisis

Rugi-rugi histerisis juga memiliki peranan penting dalam pemanasan induksi. Namun hal ini hanya berlaku pada material yang bersifat ferromagnetik seperti besi. Untuk material diamagnetik seperti aluminium, pemanasan lebih didominasi oleh arus eddy.

Rugi-rugi histerisis adalah kerugian yang disebabkan oleh gesekan molekul yang melawan aliran gaya magnet di dalam konduktor. Gesekan molekul ini akan menimbulkan panas. Panas yang timbul ini menunjukkan kerugian energi, karena sebagian kecil energi listrik tidak dipindahkan, tetapi diubah bentuk menjadi energi panas. Energi ini digunakan untuk mengatasi suatu hambatan dari pergesaran intensitas fluks yang terjadi. Penggunaan energi ini akan menyebabkan panas yang juga dimanfaatkan untuk memanaskan konduktor. Berikut gambar 2.2 memperlihatkan lingkar histerisis.

Gambar 2.2 Lingkar Histerisis (Semiatin.1986)

Dari gambar diatas, apabila medan ( H ) diturunkan maka medan ( B ) tidak ikut menurun secara sebanding, ini akibat “gesekan“ tersebut diatas mengakibakan medan magnet B cenderung bertahan.

Rugi histerisis pada inti besi, dinyatakan sebagai: (Sudaryatno. 2010)

Ph = Kh f Bmaks2 (watt) (2.2a) Dimana,

Kh = konstanta Histerisis

Bmaks = induksi magnet maksimum (Tesla)

f = frekuensi (Hz)

Berdasarkan persamaan diatas, untuk menghitung besarnya rugi daya histerisis diperlukan data-data seperti nilai induksi magnet maksimum (Bmaks), frekuensi (f), dan konstanta histerisis (Kh) yang bergantung pada material konduktor. Untuk menentukan konstanta histerisis ini juga akan diperoleh melalui penurunan persamaan (2.2a) diatas yaitu:

Ph = Kh ƒBmaks2 Kh = . Kh = ( / ) ( / ) Kh = ( / ) ( / ) / Kh = I. A2 (2.2b)

Jadi untuk mempermudah menghitung konstanta histerisis pada suatu konduktor dapat menggunakan persamaan (2.2b) diatas.

2.1.3 Elektromagnetisme

Adanya hubungan antara magnetisme dan elektromagnetisme menjelaskan bahwa arus listrik yang mengalir di dalam konduktor menimbulkan medan magnet di sekitar konduktor tersebut. Kuat medan magnet tergantung pada besar arus yang mengalir pada konduktor tersebut. Dimana arus yang mengalir berbanding lurus dengan kuat medan magnet. Untuk menentukan hubungan antara arus yang mengalir di dalam konduktor dengan arah medan magnet, digunakan kaidah tangan kanan (right-hand rule). Kaidah tangan kanan dapat diperagakan seolah-olah telapak tangan kanan memegang konduktor berarus dengan ibu jari yang

ditegakkan menunjukkan arah arus. Maka arah keempat jari yang menggenggam konduktor itu menunjukkan arah medan magnet.

2.1.4 Kerapatan fluks magnet

Kerapatan fluks magnet (magnetic flux density) adalah fluks magnet per satuan luas pada bidang yang tegak lurus dengan fluks magnet tersebut. Kerapatan fluks magnet sering disebut juga dengan induksi magnet (magnetic induction). Kerapatan fluks magnet dapat dinyatakan dengan:

B = Φ

(2.3)

Keterangan

B = kerapatan fluks magnet dalam Weber/m2 (Wb/ m2) atau Tesla (T) Φ = fluks magnet dalam Weber (Wb)

A = luas penampang dalam meter persegi (m2)

2.1.5 Permeabilitas

Permeabilitas adalah kemampuan suatu bahan (misalnya logam) untuk melakukan fluks magnet yang lebih baik di udara atau hampa udara. Sifat fisik ini adalah penting ketika merancang sistem pemanas.

Permeabilitas magnetik relatif memiliki efek pada semua fenomena induksi dasar. Permitivitas relatif tidak banyak digunakan pada pemanasan induksi, tetapi memainkan peran utama dalam aplikasi pemanasan dielektrik. Nilai konstan μo = 4 x 10-7 H/m [atau Wb / (A.m)] disebut permeabilitas ruang bebas, dan konstanta o = 8,854 x 10-12 F/m disebut permitivitas ruang bebas. Hasil permeabilitas magnet relatif dan permeabilitas ruang bebas disebut permeabilitas μ dan sesuai dengan rasio kepadatan fluks magnetik (B) untuk intensitas medan magnet (H) dirumuskan sebagai berikut :

=

µ

r.

µ

o (2.4)

Keterangan :

B = Kepadatan fluks magnetik H = Intensitas medan magnetik

Sedangkan untuk menghitung permeabititas (µ), nilai permeabilitas relatif (µr) harus dikalikan dengan permeabilitas udara (µo), sebagaimana rumus di bawah

µ = µ

r.

µ

o (2.5)

Keterangan :

µr= permeabilitas relatif µo=permeabilitas udara

Jadi permeabilitas (μ) adalah kemampuan suatu benda untuk dilewati garis gaya magnet. Permeabilitas dinyatakan dengan simbol µ (mu). Benda yang mudah dilewati garis gaya magnet disebut memiliki permeabilitas tinggi. Permeabilitas udara dan ruang hampa dianggap sama dengan satu. Untuk benda-benda yang lain, besarnya permeabilitas ditentukan dengan perbandingan terhadap udara atau ruang hampa, didapatkan permeabilitas relatif (relative permeability).

Ditinjau dari permeabilitas relatifnya, benda-benda dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu benda ferromagnetik memiliki permeabilitas jauh lebih besar dari satu. Hal ini menyebabkan bila benda-benda tersebut terletak di dalam medan magnet maka garis-garis gaya magnet cenderung lewat pada benda tersebut. Dengan demikian benda-benda ferromagnetik mudah ditarik oleh magnet dan mudah dibuat magnet buatan. Yang tergolong benda ini antara lain besi, baja, nikel, kobalt, logam paduan seperti alniko dan permalloy.

Selanjutnya benda paramagnetik memiliki permeabilitas sedikit lebih besar dari satu. Benda-benda yang tergolong pada jenis ini tidak begitu kuat ditarik magnet dan bila terletak di dalam medan magnet, fluks yang mengalir di dalamnya sama dengan fluks magnet yang mengalir di dalam udara biasa. Yang tergolong benda ini antara lain aluminium, khrom, mangan dan platinum.

Dan yang terakhir, benda diamagnetik memiliki permeabilitas kurang dari satu. Benda-benda yang tergolong jenis ini sukar ditarik magnet dan bila terletak di dalam medan magnet cenderung dihindari oleh garis-garis gaya magnet. Yang tergolong benda ini antara lain bismuth, antimoni, tembaga, seng, merkuri, emas dan perak. (Slamet Pambudi, 2012)

2.2. Kumparan Induksi

Lilitan penginduksi digunakan untuk menginduksi objek atau benda kerja yang ingin dipanaskan. Lilitan penginduksi ini harus mempunyai jumlah liiltan yang cukup agar medan magnetik yang dihasilkan dapat menginduksi benda kerja dengan baik. Selain itu, jumlah lilitan ini perlu diperhitungkan guna mengetahui kapasitas arus yang mampu dilewatkan. Biasanya untuk menentukannya dapat menggunakan tabel tertentu walaupun hal ini bukan menjadi patokan mutlak. Untuk lebih jelas dapat dilihat tabel 2.1.

Tabel 2.1 Jumlah Lilitan terhadap Kemampuan Hantar Arus

No Jumlah lilitan Kabel Penampang (N) Kemampuan Membawa Arus (Ampere) 1 1 12 2 2 15 3 3 18 4 3 26 5 5 34 6 6 40 7 10 61 8 16 82 9 25 108 10 35 135 11 50 168

(Katalog Igus Chainflex, 2009)

Pada alat pemanas induksi selain berfungsi untuk menginduksi benda kerja, kumparan juga digunakan sebagai induktor pada rangkaian resonan. Oleh karenanya, jumlah lilitan diusahakan memiliki nilai induktansi yang sesuai dengan frekuensi resonansi yang diinginkan. (AND9166/D. 2014)

Garis tengah atau tebal kawat tembaga juga menentukan kemampuan kawat dilalui arus listrik. Bila listrik yang mengalir didalam kawat melebihi kemampuan dari kawat maka akan mengakibatkan kawat menjadi panas dan jika arus yang melaluinya jauh lebih besar dari kemampuan kawat, kawat akan terbakar dan putus. Biasanya yang telah banyak dilakukan dalam menentukan

diameter kabel untuk perencanaan sebuah instalasi tenaga adalah dengan menggunakan tabel yang dikeluarkan oleh pabrikan pembuat kabel tersebut.

Dalam merencana sebuah instalasi tenaga listrik, maka langkah awal adalah mengetahui berapa tegangan listrik serta daya yang dibutuhkan adalah dengan menentukan diameter kabel yang akan digunakan. Dibawah ini adalah rumus dalam menentukan diameter kabel :

q = .

. . (2.6)

Keterangan

q = Penampang kawat (mm2) ev = Rugi tegangan (Volt)

L = Panjang kawat (m) E = Tegangan (Volt)

N = Daya (Watt)

y = Daya hantar jenis, Cu = 56

Untuk pemakaian yang profesional di pasar dapat dijumpai kawat tembaga dengan standar AWG (American Wire Gauge). Standar ini tergantung dari diameter kawat, resistansi dan sebagainya. Misalnya kawat tembaga AWG32 berdiameter kira-kira 0,3 mm, AWG22 berdiameter 0,7 mm ataupun AWG20 yang berdiameter kira-kira 0,8 mm. Biasanya yang digunakan adalah kawat tembaga tunggal dan memiliki isolasi.

2.3. Efek Kulit dan Kedalaman Penetrasi Panas

Efek kulit adalah hal penting dalam aplikasi listrik yang menggunakan tegangan bolak-balik (AC). Karena efek ini, sekitar 86% daya akan terkonsentrasi di lapisan permukaan konduktor. Lapisan ini disebut reference depth. Tingkat efek kulit tergantung pada frekuensi dan sifat material (resistivitas listrik (ρ) dan permeabilitas magnetik relatif (μr)) pada konduktor. Akan muncul efek kulit ketika diberikan frekuensi yang semakin tinggi atau ketika jari-jari benda kerja relatif besar. Distribusi dari densitas arus sepanjang ketebalan benda kerja (radius) secara kasar dapat dihitung dengan persamaan

Keterangan :

I = densitas arus pada jarak y dari permukaan (A/m2). Io = densitas arus pada permukaan benda kerja (A/m2). y = jarak dari permukaan menuju inti (m)

Adapun kedalaman penetrasi dalam meter dirumuskan sebagai berikut ini :

=

. . (2.8)

Keterangan :

= resistivitas listrik dari logam (ohm.m).

μr = permeabilitas magnetik relatif. f = frekuensi (Hz)

= kedalaman penetrasi (m)

Jika arus searah melewati sebuah konduktor, maka arus akan terdistribusi secara merata pada seluruh permukaan konduktor tersebut. Tetapi jika arus bolak-balik dialirkan melalui konduktor yang sama, arus tidak tersebar secara merata. Kerapatan arus paling besar selalu berada dipermukaan konduktor dan kerapatan arus ini akan semakin berkurang ketika mendekati pusat konduktor. Hal ini yang disebut (skin effect) efek kulit. (Slamet Pambudi. 2012)

Kedalaman pemanasan bisa diatur dengan memvariasikan frekuensi inverter. Kecepatan pemanasan akan semakin tinggi dengan mengkonsentrasikan arus pada bagian permukaan material. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Pengaruh Frekuensi pada Pemanasan Induksi (Habibi, 2007)

Pada gambar diatas, besarnya frekuensi yang diterapkan pada konduktor berbanding lurus dengan arus yang mengalir pada permukaan konduktor. Hal ini

karena arus Eddy mengalir di permukaan konduktor sehingga menyebabkan energi panas hanya terpusat pada permukaan material sehingga permukaan material lebih cepat panas dari pada pusatnya. (AND9166/D. 2014)

Adapun besarnya frekuensi perputaran pada sebuah kumparan yang terdiri dari lilitan di suatu medan magnetik untuk membangkitkan tegangan dapat dirumuskan menggunakan persamaan ggl induksi magnetik dibawah ini:

∈= N.A.B.ω (2.9)

f = ∈

. . . (2.10)

Keterangan :

∈= Ggl induksi (V)

N = jumlah lilitan kumpran A = luas bidang kumparan (m2) B = induksi magnetik (T) 2 f = kecepatan sudut (rad/s)

2.4. Resistivitas dan Konduktivitas Listrik pada Material

Kemampuan material untuk dengan mudah menghantarkan arus listrik ditentukan oleh konduktivitas listrik. Kebalikan dari konduktivitas adalah resistivitas listrik. Satuan untuk resistivitas dan konduktivitas adalah ohm meter dan mho/m. Resistivitas listrik suatu logam tertentu bervariasi dengan suhu, komposisi kimia, struktur mikro logam, dan ukuran butir. Untuk sebagian besar logam, resistivitas akan naik dengan kenaikan suhu. Resistivitas dari logam murni dapat direpresentasikan sebagai fungsi linier dari suhu (kecuali ada perubahan dalam kisi-kisi logam)

ρT = ρ0[1 + α (T – T0 )] (2.11)

keterangan :

ρ = resistivitas listrik pada suhu ruang T0

ρ (T) = resistivitas listrik pada suhu T α = koefisien suhu dari resistivitas listrik.

Hubungan resistivitas listrik (ohm-m) dengan resistivitas listrik R (ohm) dapat dinyatakan sebagai berikut:

R = ρ (2.12) Keterangan :

l = panjang konduktor yang dialiri arus.

A = luas penampang konduktor di mana arus mengalir melaluinya.

Sedangkan dalam pembuatan induktor biasanya tidak diperlukan kawat tembaga yang sangat panjang hanya puluhan sentimeter saja, sehingga efek resistansi bahan kawat tembaga dapat diabaikan.

2.5. IGBT (Insulated Gate Bipolar Transistor) 2.5.1. Definisi

IGBT atau Transistor dwikutub gerbang-terisolasi adalah piranti semikonduktor yang merupakan gabungan antara Transistor dan MOSFET. Biasa berfungsi sebagai komponen saklar untuk sebuah aplikasi daya.

Arsitektur dasar dari IGBT hampir sama dengan MOSFET kecuali adanya penambahan layer P+ pada colector diatas layer drain N+ dari MOSFET. Peralatan ini memiliki impedansi input yang tinggi dari MOSFET, tetapi karakteristik konduksi seperti BJT. Jika gate adalah positif dengan respect ke emitter, sebuah N-chanel diinduksikan pada daerah P. Ini di forward-biaskan pada base emitter junction dari P-N-P transistor, menjadikan on dan menyebabkan modulasi konduktivitas pada daerah N-, memberikan reduksi signitifikan pada drop over konduksi pada MOSFET itu.

IGBT terdiri dari tipe N dan tipe P, memiliki tiga kaki yang dinamakan G (gate), C (collector) dan E (emitor). Berikut diperlihatkan gambar penampang umum IGBT dan simbolnya.

(a) (b)

2.5.2. Karakteristik IGBT

Berdasarkan kinerjanya, IGBT memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dengan jenis mosfet lain. Karakteristik yang dimilikinya ini menjadikannya memiliki beberapa keunggulan antara lain memiliki impedansi input yang sangat tinggi sehingga tidak membebani rangkaian pengendalinya (atau sering disebut rangkaian driver). Output IGBT memiliki tahanan (Roff) yang sangat besar pada saat tidak menghantar, sehingga arus bocor sangat kecil. Pada saat menghantar, tahanan pensaklaran (Ron) sangat kecil, mengakibatkan tegangan jatuh (voltage drop) lebih kecil daripada transistor pada umumnya sehingga menjadikannya lebih efisien karena kerugian panas hampir tidak ada. Memiliki kecepatan pensaklaran/frekuensi kerja yang lebih tinggi dibanding transistor lainnya.

2.5.3. Prinsip kerja IGBT sebagai Saklar

Prinsip kerja IGBT sebagai saklar dalam rangkaian daya dapat dijelaskan pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Rangkaian Inverter Sederhana (Helly Andri, 2012)

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa pada saklar S1 dan S2 di A, beban akan mendapatkan tegangan positif dan sebaliknya pada S1 dan S2 di B, beban akan mendapatkan tegangan positif dari arah yang berlainan. Dengan demikian, pemindahan saklar S1 dan S2 secara bergantian akan menghasilkan tegangan bolak-balik, dengan amplitudo yang ditentukan oleh besarnya sumber sedangkan frekuensi ditentukan oleh perpindahan saklar. Bentuk gelombang tegangan keluaran dari perpindahan saklar ini adalah sinusoidal. Namun pada prakteknya bentuk gelombang keluarannya banyak mengandung harmonisasi sehingga

dilakukan teknik pensaklaran dengan sinyal PWM dari sumber DC tetap. Pada PWM, amplitudo tegangan keluaran dapat dikendalikan dengan memodulasi bentuk gelombang. Mengurangi filter untuk menurunkan harmonik dan kendali amplitudo tegangan merupakan dua keuntungan yang berbeda dari PWM. Kendali saklar-saklar untuk keluaran sinusoidal PWM membutuhkan sinyal referensi, dalam hal ini sinyal sinusoidal dan sinyal carrier yaitu gelombang segitiga yang mengendalikan frekuensi switching.

2.6. PWM (Pulse Width Modulation)

Pulse-Width Modulation (PWM) adalah sebuah cara memanipulasi lebar sinyal yang dinyatakan dengan pulsa dalam satu periode untuk mendapatkan tegangan rata-rata yang berbeda. PWM merupakan salah satu cara untuk mengendalikan rangkaian analog menggunakan sinyal digital. Sinyal PWM terdiri atas deretan pulsa yang berulang dengan frekuensi tertentu. Perbandingan antara lebar pulsa ‘ON’ dengan periode disebut dengan duty cycle. Duty cycle biasanya diekspresikan dalam persen, dengan 100% berarti sinyal PWM selalu dalam kondisi ‘ON’. Berikut gambar 2.6 adalah langkah-langkah pembangkitan sinyal PWM pada mikrokontroler.

Dari skema diatas, tahap pertama adalah menggunakan fitur timer, terlebih dahulu timer harus dihubungkan dengan clock pada mikrokontroler. Besar clock akan menentukan frekuensi sinyal PWM yang dihasilkan. Langkah selanjutnya adalah menghubungkan output timer dengan pin I/O yang sesuai. Berikutnya adalah mengatur counter pada timer agar berhitung ke arah membesar. Dengan konfigurasi demikian, counter akan berhitung mulai dari 0 hingga nilai maksimum kemudian kembali ke 0 dan seterusnya. Langkah selanjutnya adalah mengatur waktu on timer (periode) untuk memperoleh frekuensi PWM yang diinginkan. Waktu on timer ini menentukan nilai maksimum counter sehingga secara otomatis juga mempengaruhi frekuensi sinyal PWM yang dihasilkan.

Setelah itu, atur nilai register output compare untuk memperoleh duty cycle yang diinginkan. Untuk konfigurasi timer “clear on compare match”, sinyal PWM yang dihasilkan akan bernilai high hingga counter mencapai nilai register output compare. Saat hal ini terjadi, sinyal PWM yang dihasilkan akan bernilai low hingga counter mencapai nilai maksimum. Kemudian counter akan kembali ke 0 dan sinyal PWM kembali ke nilai high. Untuk konfigurasi timer “set on compare match”, sinyal PWM yang dihasilkan berkebalikan dengan konfigurasi sebelumnya. Adapun dalam penelitian ini sinyal PWM dibangkitkan oleh mikrokontroler Atmega8535 sehingga dapat memanfaatkan langkah-langkah pada skema 2.6 diatas. (Kurnia, N. 2015)

2.6.1. Perhitungan Duty Cycle PWM

Dengan cara mengatur lebar pulsa “on” dan “off” dalam satu perioda gelombang melalui pemberian besar sinyal referensi output dari suatu PWM akan didapat duty cycle yang diinginkan.

Adapun duty cycle dari PWM dapat dinyatakan sebagai berikut:

Duty cycle =

x 100% (2.13)

Keterangan

Ton = Periode pada saat ON Toff = Periode pada saat OFF

Dengan menggunakan persamaan (2.13) maka duty cycle dapat divariasikan sesuai rancangan alat yang diinginkan. (Satriansyah, Adam. 2011).

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Inkubator adalah alat yang berfungsi untuk menginkubasi dalam suhu terkontrol. Pada umumnya, inkubator bekerja menggunakan elemen pemanas terbuat dari plat yang didalamnya diberi nikelin atau heater keramik, dimana pemakaian daya listriknya yang besar apalagi saat pertama dipanaskan membutuhkan waktu yang cukup lama hingga alat dapat dioperasikan. Selain itu, perlu dipertimbangkan pula keseragaman suhu yang ada didalam dengan memperhatikan pola penempatan elemen pemanas.

Dalam pengoperasian inkubator diperlukan kewaspadaan yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan beberapa bagian dari inkubator jika dipanaskan akan berada pada suhu yang cukup tinggi. Jika pengguna menyentuh salah satu bagian yang dilarang selama operasi, atau mengoperasikannya dengan cara yang salah, bisa dipastikan pengguna akan mengalami kecelakaan yang tak diduga. Penggunaan inkubator yang perlu dikalibrasi sebelum digunakan kembali juga masih menjadi masalah keteledoran pengguna.

Dalam hal ini, penerapan metode pemanasan secara induksi memiliki peluang yang cukup menjanjikan. Metode induksi memiliki kelebihan dari sisi kesederhanaannya. Memiliki tingkat suplai panas yang terkendali dan waktu pemanasan yang cepat. Sebelumnya, telah dilakukan penelitian tentang aplikasi pemanas induksi untuk proses brazing pada logam (Beni, 2016).

Metode pemanas induksi ini juga sangat efisien karena panas yang

Dokumen terkait