• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.3 Saran

Dari keterbatasan yang ada dalam penelitian ini, maka peneliti selanjutnya disarankan untuk :

1. Memasukkan variabel-variabel tambahan terutama variabel-variabel keuangan atau faktor-faktor lain sehingga dapat menghasilkan penelitian yang lebih representatif dan mampu memprediksi penerimaan opini audit going concern dengan lebih akurat.

2. Menambah jumlah tahun pengamatan sehingga dapat melihat kemungkinan penerimaan opini audit going concern dalam jangka panjang.

3. Memperluas berbagai sektor bisnis yang akan diteliti yang terdaftar di BEI sehingga dapat melihat kemungkinan penerimaan opini audit going concern secara lebih luas.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis

2.1Opini Audit

Menurut Mulyadi (2002) auditing adalah Suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta menyampaikan hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.

Dalam (IAI, 2001: SA Seksi 508, paragraf 03) dijelaskan bahwa “opini audit harus didasarkan atas standar auditing dan temuan-temuannya”. Oleh karena itu, opini audit jelas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan audit.

Menurut (IAI, 2001: SA Seksi 110, paragraf 01) juga dinyatakan bahwa ”tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia”.

Auditor dapat memilih tipe pendapat yang akan diberikan pada laporan keuangan auditee berdasarkan setiap keadaan yang dijelaskannya. Terdapat lima tipe pendapat audit (IAI, 2001: SA Seksi 508) yaitu:

1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)

Pendapat wajar tanpa pengecualian menyatakan laporan keuangan disajikan

secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Ini adalah pendapat yang dinyatakan dalam laporan auditor bentuk baku. Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum, jika memenuhi kondisi berikut ini :

a) Prinsip akuntansi berterima umum digunakan untuk menyusun laporan keuangan.

b) Perubahan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dari periode ke periode telah cukup dijelaskan.

c) Informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya telah digambarkan dan dijelaskan dengan cukup dalam laporan keuangan, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.

2. Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion report with explanatory language)

Jika terdapat hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan, namun laporan keuangan tetap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan klien, auditor dapat menerbitkan laporan audit baku ditambah dengan bahasa penjelasan.

2. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)

Pendapat wajar dengan pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. Hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan tersebut misalnya:

a) Lingkup audit dibatasi oleh klien.

b) Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi di luar kekuasaan klien maupun auditor.

c) Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.

d) Prinsip akuntansi berterima umum yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten.

4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion)

Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika auditor tersebut tidak dibatasi ruang lingkup auditnya, sehingga auditor tersebut dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk mendukung pendapatnya. Jika laporan keuangan diberi pendapat tidak wajar oleh auditor, maka informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan sama sekali tidak dapat dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai oleh pemakai informasi keuangan untuk pengambilan keputusan.

5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion)

Pernyataan tidak memberikan pendapat menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Keadaan yang menyebabkan auditor tidak memberikan pendapat adalah :

a) Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkungan audit. b) Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya.

2.2Opini Audit Going Concern

Standar audit (SA seksi 341) menyatakan bahwa auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan

entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit. Selagi penentuan ini dilakukan selama perencanaan perikatan, auditor juga harus mempertimbangkan isu menjelang akhir perikatan.

Jadi, opini audit going concern adalah opini yang dikeluarkan oleh auditor untuk mengevaluasi apakah ada kesangsian tentang kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Laporan audit dengan modifikasi mengenai going concern merupakan suatu indikasi bahwa dalam penilaian auditor terdapat risiko auditee

Going concern merupakan kelangsungan hidup suatu entitas. Dengan adanya going concern maka suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan

kegiatan usahanya dalam jangka panjang, tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek (Setyarno dkk, 2006). Going concern merupakan salah satu konsep yang mendasari pelaporan keuangan (Gray dan Manson, 2000 dalam Praptitorini dan Januarti, 2007). Jadi, ketika auditor memberikan opini dengan modifikasi mengenai going concern kepada auditee atas laporan keuangannya, itu merupakan suatu indikasi bahwa auditee beresiko tidak dapat bertahan dalam bisnis atau dengan kata lain, terdapat kesangsian mengenai kelangsungan hidup perusahaan.

tidak dapat bertahan dalam bisnis. Dari sudut pandang auditor, keputusan tersebut melibatkan beberapa tahap analisis. Auditor harus mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi ekonomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan membayar hutang, dan kebutuhan likuiditas di masa yang akan datang.

Secara umum, contoh kejadian jika di pertimbangkan secara keseluruhan, yang menunjukkan adanya kesangsian besar tentang kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya sebagai berikut (IAI, 2001: SA Seksi 341.3):

1) Trend negatif, sebagai contoh kerugian operasi yang berulang kali terjadi, kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, ratio

2) Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan, sebagai contoh kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran deviden, penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa restrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru atau penjualan sebagian besar aktiva.

keuangan penting yang jelek.

3) Masalah intern, sebagai contoh pemogokan kerja atau kesulitan hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar atas sukses projek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru atau penjualan sebagian besar aktiva.

4) Masalah luar yang terjadi, sebagai contoh pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang – undang, atau masalah-masalah lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan perrusahaan untuk beroperasi, kehilangan franchise

SPAP seksi 341 memberikan pedoman kepada auditor tentang dampak kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap opini auditor sebagai berikut:

, lisensi atau paten penting, kehilangan pelanggan atau pemasok utama, kerugian akibat bencana besar seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun dengan pertanggungan yang tidak memadai.

1. Jika auditor yakin terhadap kemampuan satuan usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas,maka auditor harus:

a. Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditujukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut.

b. Menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut secara efektif terlaksana.

2. Jika manajemen tidak memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka auditor mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion).

3. Jika manajemen memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa diatas,maka auditor menyimpulkan (berdasarkan pertimbangannya) atas aktivitas rencana tersebut.

4. Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut tidak efektif,maka audior menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion)

5. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dan klien mengungkapkan keadaan tersebut dalam catatan atas laporan keuangan,maka auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)

6. Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut efektif, tetapi klien tidak mengungkapkannya dalam catatan atas laporan keuangan maka auditor menyatakan pendapat tidak wajar (adverse opinion).

Jika auditor menyimpulkan keragu-raguan atas kemampuan perusahaan untuk melanjutkan usahanya, pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan perlu dibuat, terlepas dari pengungkapan dalam laporan keuangan.

PSA No. 30 memperbolehkan tetapi tidak menganjurkan pernyataan tidak memberikan pendapat karena adanya keraguan atas kelangsungan hidup.

Going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang

tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal berlawanan (contrary

information). Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan

dengan asumsi kelangsungan hidup satuan usaha adalah berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar dan kegiatan serupa yang lain (IAI, 2001: SA Seksi 341.1).

Opinion shopping didefinisikan oleh SEC, sebagai aktivitas mencari auditor

yang mau mendukung perlakuan akuntansi yang diajukan oleh manajemen untuk mencapai tujuan pelaporan perusahaan, walaupun menyebabkan laporan tersebut menjadi tidak reliable. Tujuan pelaporan dalam opinion shopping dimaksudkan untuk meningkatkan (memanipulasi) hasil operasi atau kondisi keuangan perusahaan.

2.3 Opinion Shopping

Menurut Mirna dan Indira (2007) Beberapa faktor yang memotivasi manajer untuk melakukan opinion shopping, diantaranya keinginan untuk mencapai target yang ditetapkan, serta kebutuhan untuk mem-pertahankan kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Manajer ingin laporan audit yang positif

(unqualified). Laporan audit yang negatif akan mempengaruhi kemampuan

perusahaan bertahan di pasar modal, dan nilai return dari saham yang dimilikinya. Motivasi untuk opinion shopping bisa juga ditimbulkan oleh kemunduran kondisi ekonomi.

Demi menghindari penerimaan opini going concern, biasanya perusahaan melakukan auditor switching (pergantian auditor). Teoh (1992) dalam Mirna dan Januarti (2007) menyatakan pergantian auditor dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, jika auditor bekerja pada perusahaan tertentu, perusahaan dapat mengancam melakukan pergantian auditor. Kedua, bahkan ketika auditor tersebut independen, perusahaan akan memberhentikan auditor (akuntan publik) yang cenderung memberikan opini going concern. Argumen tersebut dinamakan

opinion shopping.

Pergantian auditor secara wajib dan sukarela dapat dibedakan atas dasar pihak mana yang menjadi fokus perhatian dari independensi auditor. Jika pergantian auditor terjadi secara sukarela, maka perhatian utama adalah pada sisi klien. Sebaliknya, jika pergantian secara wajib maka perhatian utama beralih kepada auditor (Febrianto, 2009).

Tujuan pelaporan dalam opinion shopping dimaksudkan untuk memanipulasi hasil operasi atau kondisi keuangan perusahaan. Opinion shopping selanjutnya akan menimbulkan dampak negatif. Istilah opinion shopping atau biasa disebut

auditor switching adalah istilah yang digunakan apabila perusahaan melakukan

2.4 Corporate Governance

Good Corporate Governance merupakan suatu aturan mengenai

pengelolaan perusahaan yang perlu diterapkan pada setiap perusahaan terutama perusahaan publik (BUMN). Menurut Forum for Corporate Governance in

Indonesia (FCGI) (2001) dalam Linoputri (2010) pengertian corporate governance adalah:

Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur,pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance ialah untuk menciptakan pertambahan nilai bagi semua pihak pemegang kepentingan. Menurut jurnal World Bank dalam Wardani (2008). Good Corporate

Governance di defenisikan sebagai “The blend of law, regulation and appropriate voluntary private sector practices, Which enable a corporation to attact financial and human capital, perform efficiently and thereby prepetuale itself by generating long term economic value for its shareholders and society of the whole”.

Sementara pengertian Good Corporate Governance yang disimpulkan dalam GCG Workshop Kantor Meneg PM BUMN (Desember,1999)adalah:

Good Corporate Governance berkaitan dengan pengambilan keputusan yang efektif, yang bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, proses, bisnis,kebijakan dan struktur organisasi yang bertujuan untuk mendorong dan mendukung pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya dan risiko secara lebih efisien dan efektif dan pertanggungjawaban perusahaan terhadap pemegang saham dan stakeholder lainnya.

Prinsip-prinsip dasar penerapan good corporate governance yang dikemukakan oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001) adalah sebagai berikut :

a. Fairness (Kewajaran)

Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam (insider trading).

b. Transparency (Transparansi)

Hak-hak para pemegang saham yang harus diberi informasi dengan benar dan tepat waktu mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan yang mendasar atas perusahaan dan turut memperoleh bagian dari keuuntungan perusahaan.

c. Accountability (Akuntablitas)

Tanggung jawab manajemen melalui pengawasan yang efektif berdasarkan

balance of power antara manajer, pemegang saham, Dewan Komisaris dan auditor.

d. Responsibility (Responsibilitas)

Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerja sama yang aktif antara perusahaan serta pemegang kepemtingan dalam menciptakan kesejahteraan.

e. Indenpendency (indenpendensi)

Indenpendensi yaitu pengelolaan bank secara profesional tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan

perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggungjawab antara satu dengan yang lain sehingga terwujud sistem pengendalian internal yang efektif. Menurut Wibowo dan Tangkilisan (2004), tujuan yang ingin dicapai perusahaan dalam penerapan corporate governance antara lain:

1) memaksimalkan nilai perusahaan agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat untuk mendukung iklim investasi;

2) mendorong pengelolaan perusahaan secara profesional, transparan, dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian komisaris, direksi, dan RUPS;

3) mendorong pemegang saham, anggota komisaris, dan direksi dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan yang dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap UU atau ketentuan yang berlaku;

4) kesadaran adanya tanggung jawab sosial perusahaan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan.

2.4.1 Komite Audit

Komite audit merupakan suatu komite yang secara formal dibentuk oleh Dewan Komisaris, bersifat independen dan bertanggung jawab secara langsung kepada Dewan Komisaris untuk mengawasi kinerja pelaporan keuangan dan pelaksanaan audit internal dan eksternal serta membantu auditor mempertahankan independensi terhadap manajemen. Kewenangan komite audit hanya sebatas memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris, kecuali jika komite audit mendapatkan kuasa dari Dewan Komisaris, misalnya untuk menentukan komposisi auditor eksternal. Meskipun demikian, peran komite audit dalam

meningkatkan kinerja perusahaan cukup penting. The Institute of Internal

Auditors (IIA) merekomendasikan bahwa setiap perusahaan publik harus memiliki

Komite Audit yang diatur sebagai komite tetap (Forum for Corporate Governance Indonesia, 2000).

Tanggung jawab komite audit dalam bidang corporate governance menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia adalah:

Memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika, melaksanakan pengawasannya secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan.

2.4.2 Kepemilikan Terpusat

Salah satu faktor penting yang diyakini sebagai salah satu faktor yang dapat mengatasi masalah keagenan adalah kepemilikan terpusat. Kepemilikan terpusat merupakan suatu kondisi dimana sejumlah kecil pemilik memiliki porsi kepentingan yang besar dalam perusahaan (Violita, 2008). Pemilik atau pemegang saham ini memiliki saham di perusahaan sebesar 20% (dua puluh persen) atau lebih.

Pemegang saham yang memiliki sebagian besar saham perusahaan tentu akan berupaya untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan tersebut dengan kebijakan-kebijakannya. Ini sejalan dengan penelitian “Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage, Faktor Intern dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan” yang menyatakan bahwa struktur kepemilikan saham diprediksi berpengaruh terhadap struktur modal. Semakin terpusat kepemilikan saham, perusahaan cenderung mengurangi utang, sehingga akan terjadi pengawasan yang efektif terhadap manajemen. Pada akhirnya, manajemen akan semakin berhati-hati

dalam melakukan peminjaman, sebab jumlah utang yang terlalu tinggi akan menimbulkkan resiko financial distress yang dapat mempengaruhi going concern perusahaan (Linoputri, 2010).

2.4.3 Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial meliputi pemegang saham yang memiliki kedudukan dalam perusahaan sebagai kreditur maupun sebagai Dewan Komisaris, atau bisa juga dikatakan kepemilikan manajerial merupakan saham yang dimiliki manajer dan direktur perusahaan. Kepemilikan ini akan menyejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebab dengan besarnya saham yang dimiliki, pihak manajemen diharapkan akan bertindak lebih hati-hati dalam mengambil keputusan.

2.5 Debt Default

Dalam PSA 30, indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya (default). Debt default didefinisikan sebagai kegagalan debitor suatu perusahaan dalam membayar utang pokok dan atau bunganya pada waktu jatuh tempo (Chen dan Church, 1992 dalam Mirna dan Diah).

Ketika jumlah utang perusahaan sudah sangat besar, maka aliran kas perusahaan akan banyak dialokasikan untuk menutupi utangnya, yang akan mengganggu kelangsungan operasi perusahaan. Apabila utang tak mampu dilunasi maka kreditor akan memberikan status default. Manfaat status default utang sebelumnya telah diteliti oleh Chen dan Church dalam Surbakti (2011) yang menemukan hubungan yang kuat status default terhadap opini audit going concern.

Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kesulitan dalam mentaati persetujuan utang, fakta-fakta pembayaran yang lalai atau pelanggaran perjanjian, memperjelas masalah going concern suatu perusahaan.

Jumlah hutang perusahaan dalam mata uang asing meningkat secara signifikan, disamping itu banyak perusahaan yang mengalami rugi operasi dan realisasi penjualan pun anjlok. Akhirnya keadaan ini mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban pokok dan beban bunga.

Ramadhany (2004) menunjukkan bahwa variabel debt default, berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern. Hasil penelitian tersebut konsisten dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Chen dan Church (1992), yang menemukan hubungan yang kuat status default terhadap opini audit

going concern. Hasil temuannya menyatakan bahwa kesulitan dalam mentaati

persetujuan utang, fakta-fakta pembayaran yang lalai atau pelanggaran perjanjian, memperjelas masalah going concern suatu perusahaan.

2.6 Kualitas Audit

Menurut Mirna dan Indira (2007) adalah auditor yang memiliki banyak klien dalam industri yang sama akan memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang risiko audit di industri tersebut. Pemahaman dalam sebuah industri akan membutuhkan pengembangan keahlian yang lebih dibandingkan auditor pada umumnya.

Teori reputasi memprediksikan adanya hubungan positif antara ukuran KAP dengan kualitas audit (Lennox,2002).

Sedangakan penelitian yang dilakukan oleh Craswell et al. (1995) reputasi auditor kurang bernilai ketika dalam suatu industri juga terdapat auditor spesialis. Auditor yang memiliki spesialisasi pada industri tertentu pasti akan memiliki pemahaman dan pengetahuan yang lebih baik mengenai kondisi lingkungan industri tersebut. Kebutuhan akan industry specialization mendorong auditor untuk menspesialisasikan diri dan mulai mengelompokkan klien berdasarkan bidang industri.

Pemilihan auditor dengan kualitas tinggi dinilai mampu meningkatkan tingkat kredibilitas laporan keuangan, karena KAP besar umumnya akan menjaga reputasi mereka dengan selalu berusaha meningkatkan kualitas kinerja mereka dalam mengaudit suatu perusahaan. Auditor yang berasal dari KAP besar cenderung lebih berani mengeluarkan opini audit going concern terhadap perusahaan yang memang seharusnya mendapatkan opini tersebut. Kualitas audit sering diproksikan dengan KAP yang berafiliasi dengan The Big Four maupun dengan

Non Big Four. Ukuran KAP the big four didasarkan pada besarnya jumlah

pendapatan yang diterima atas jasa audit atau jasa lainnya. Kategori KAP the big

four di Indonesia terdiri dari:

a. KAP Deloitte Touche Tohmatsu (Deloitte) yang berafiliasi dengan Hans Tuanakotta Mustofa & Halim; Osman Ramli Satrio & Rekan; Osman Bing Satrio & Rekan.

b. KAP Ernst & Young (EY) yang berafiliasi dengan Prasetio Utomo & Co; Prasetio, Sarwoko & Sandjaja; Purwantono, Sarwoko & Sandjaja.

c. KAP Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) yang berafiliasi dengan Siddharta-Siddharta & Widjaja.

d. KAP Pricewaterhouse Coopers (PwC) yang berafiliasi dengan Hadi Sutanto & Rekan; Haryanto Sahari & Rekan; Tanudiredja Wibisana & Rekan.

2.7. Opini Audit Tahun Sebelumnya

Beberapa penelitian menemukan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini audit going concern jika opini tahun sebelumnya adalah opini going concern, oleh karena itu opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap pengungkapan opini going concern.

Menurut Santosa (2007) dalam memberikan bukti bahwa setelah auditor mengeluarkan opini audit going concern, perusahaan harus menunjukkan peningkatan keuangan yang signifikan untuk memperoleh opini bersih di tahun berikutnya, atau perusahaan dalam menerima kembali opini audit going concern.

Mutchler (1985) dalam surbakti (2011) bahwa menguji pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap prediksi opini audit going concern, yaitu tipe opini audit yang telah diterima perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa model discriminant analysis yang memasukkan tipe opini audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89,9% dibandingkan model lain. Mutchler juga melakukan wawacara dengan praktisi

Dokumen terkait