• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

1. Kepada Pemerintah

Diharapkan kepada pemerintah agar mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai pola konsumsi pangan yang ideal dan mencapai Pola Pangan Harapan (PPH) Ideal. Dan juga memberikan penjelasan tentang pentingnya dalam pencapaian PPH tersebut.

50

2. Kepada Masyarakat

Disarankan kepada masyarakat di Desa Selotong agar meningkatkan konsumsi umbi-umbiannya dan sebaliknya mengurangi konsumsi tujuh kelompok pangan yang berlebih, yaitu pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah, dan lain-lain. Hal tersebut dilakukan agar pola konsumsi pangan masyarakat berimbang dan beragam.

3. Kepada Peneliti Selanjutnya

Disarankan untuk meneliti pola konsumsi pangan rumah tangga di daerah perkotaan.

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pola Konsumsi Pangan

Pola Konsumsi Pangan adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata perorang per hari yang umum dikonsumsi/dimakan penduduk dalam jangka waktu tertentu. Hasil Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VIII tahun 2004 menetapkan bahwa Angka Kecukupan Gizi/Energi (AKG/AKE) di tingkat konsumsi sebesar 2.000 Kkal per kapita per hari dan protein 52 gram per kapita per hari, dan 57 gram per kapita per hari ditingkat ketersediaan (BKP Bengkulu, 2011).

Bahan pangan untuk konsumsi sehari-hari dapat dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) kelompok besar. Jenis pangan pada masing-masing kelompok dapat berbeda pada setiap daerah/kota sesuai sumberdaya pangan yang tersedia. Secara nasional bahan pangan dikelompokkan sebagai berikut :

a. Padi-padian : beras, jagung, sorghum dan terigu b. Umbi-umbian : ubi kayu, ubi jalar, kentang, talas, sagu,

dan umbi lainnya

c. Pangan hewani : ikan, daging, susu dan telur

d. Minyak dan lemak : minyak kelapa, minyak sawit (minyak goreng, minyak jagung, margarin) e. Buah/biji berminyak : kelapa, kemiri, jambu mete dan

9

f. Kacang-kacangan : kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang merah, dan kacang lainnya

g. Gula : gula pasir, gula merah

h. Sayur dan buah : semua jenis sayuran dan buah-buahan yang biasa dikonsumsi

i. Lain-lain : teh, kopi, sirup, bumbu-bumbuan, makanan dan minuman jadi.

Seperti diketahui bersama ketahanan pangan nasional akan terwujud apabila didukung langsung oleh ketahanan pangan skala rumah tangga. Pola konsumsi pangan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga sekaligus ketahanan pangan nasional. Dimana pola konsumsi pangan sangat ditentukan oleh faktor sosial ekonomi rumah tangga, seperti pendapatan, harga pangan, selera dan kebiasaan makan

(BKP Langkat, 2015).

Untuk melihat situasi pola konsumsi pangan masyarakat di Desa Selotong, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat dilakukan pendataan kebiasaan konsumsi pangan masyarakat sehingga diperoleh gambaran tentang kualitas dan kuantitas konsumsi pangan di daerah penelitian tersebut.

2.1.2 Pola Pangan Harapan

Penilaian terhadap pengembangan pola konsumsi pangan tingkat Nasional dan Regional dilaksanakan dengan pendekatan Pola Pangan Harapan (PPH) dan menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Pola Pangan

dianjurkan untuk dikonsumsi guna memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi. Pola Pangan Harapan (PPH) dapat digunakan sebagai ukuran keseimbangan dan keanekaragaman pangan dengan terpenuhi kebutuhan energi dari berbagai kelompok pangan. Skor pola konsumsi pangan mencerminkan mutu gizi konsumsi pangan dan tingkat keragaman konsumsi pangan serta mencerminkan susunan konsumsi pangan anjuran untuk hidup sehat, aktif dan produktif

(BKP Bengkulu, 2011).

Tabel 3. Standar Pola Pangan Harapan (PPH) Nasional

No Kelompok Pangan Skor PPH

1 Padi-padian 25

2 Umbi-umbian 2,5

3 Pangan Hewani 24

4 Minyak dan Lemak 5

5 Buah/Biji Berminyak 1

6 Kacang-kacangan 10

7 Gula 2,5

8 Sayur dan Buah 30

9 Lain-lain 0

Total 100

Sumber : BKP Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015

PPH berguna untuk :

1) Sebagai alat atau instrumen perencanaan konsumsi pangan, ketersediaan pangan dan produksi pangan.

2) Sebagai instrumen evaluasi tingkat pencapaian konsumsi pangan, penyediaan pangan dan produksi pangan.

3) Dapat pula digunakan sebagai basis pengukuran diversifikasi dan ketahanan pangan.

11

2.1.3 Tingkat Konsumsi

Tingkat konsumsi menggambarkan jumlah bahan makanan yang rata-rata dikonsumsi anggota masyarakat. Terdapat 3 (tiga) cara untuk menjelaskan tingkat konsumsi, yaitu :

1) Berdasarkan jenis atau macam dan jumlah barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga.

2) Menurut pengelompokan penggunaan komoditi.

3) Menurut nilai (pengeluaran) dari komoditas yang dikonsumsi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi beras adalah sebagai berikut : 1) Tingkat Pendapatan Rumah Tangga

Adanya sifat keterbatasan sumberdaya keluarga atau pendapatan yang tersedia akan mempengaruhi adanya prioritas alokasi pengeluaran keluarga. Keluarga yang berpenghasilan rendah, sebagian besar pendapatannya digunakan untuk mencukupi kebutuhan pangan, sehingga persentase pengeluaran untuk pangan akan relatif besar. Akan tetapi karena kebutuhan pangan relatif terbatas, maka mulai pada tingkat pendapatan tertentu pertambahan pendapatan akan dialokasikan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan non pangan, sehingga pada kondisi tersebut persentase pengeluaran untuk pangan akan menurun. Peningkatan pendapatan menyebabkan timbulnya kebutuhan-kebutuhan lain selain pangan, sementara pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam peningkatannya tidak sebesar pengeluaran non pangan (Fatimah,1995).

2) Jumlah Anggota Rumah Tangga

Jumlah anggota rumah tangga juga akan mempengaruhi konsumsi pangan. Bagi rumah tangga dengan anggota rumah tangga banyak, pada kondisi tersebut maka tingkat konsumi pangan akan lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah anggota rumah tangga yang lebih kecil. Untuk mencukupi konsumsi pangan seluruh anggota rumah tangga maka pada kondisi ini pula lebih mengutamakan kuantitas dibandingkan kualitas pangan.

3) Umur

Memahami umur konsumen adalah penting, karena konsumen yang berbeda umur akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda. Perbedaan umur juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek(Sumarwan, 2004).

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Teori Konsumsi

Hipotesis Pendapatan Absolut (Absolute Income Hypothesis) yang dikemukakan oleh Keynes, menduga bahwa fungsi konsumsi memiliki karakteristik :

1) Kecenderungan mengkonsumsi merupakan fungsi yang stabil dan besarnya konsumsi agregat ditentukan oleh besarnya pendapatan agregat.

2) Konsumsi akan meningkat jika pendapatan meningkat, tetapi peningkatan konsumsi yang terjadi tidak akan sebesar peningkatan pendapatan.

3) Semakin tinggi tingkat pendapatan, semakin besar jarak (gap) antara pendapatan dan konsumsi. Hal ini juga menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan, semakin besar proporsi dari pendapatan yang ditabung.

13

4) Peningkatan pendapatan akan diikuti dengan peningkatan tabungan, dan turunnya pendapatan akan diikuti dengan penurunan tabungan dalam jumlah yang lebih besar (Supriana, 2013).

Konsumsi adalah fungsi linier dari pendapatan yang dapat dibelanjakan. Hal ini dituliskan sebagai berikut :

Gambar 1. Hipotesis Pendapatan Absolut (Absolute Income Hypothesis) Persamaan di atas dinamakan fungsi konsumsi, di mana a adalah titik potong (intersep) dan b adalah kemiringan (slope) fungsi konsumsi. Slope dari fungsi konsumsi adalah kecenderungan untuk mengkonsumsi (Marginal Propensity to Consume = MPC). MPC sebesar b dapat diartikan sebagai penambahan sebesar 1 satuan pendapatan yang dapat dibelanjakan akan menaikkan konsumsi sebesar b,

K

onsum

si

Pendapatan yang Dapat Dibelanjakan C

Yd

C = a + bYd C = a + bYd

2.3 Penelitian Terdahulu

Haga Prana P. Bangun (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pola Konsumsi Pangan dan Tingkat Konsumsi Beras Di Desa Sentra Produksi Padi (Studi Kasus: Desa Sidoarjo Dua Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang) menyimpulkan bahwa pola konsumsi pangan masyarakat di Desa Sidoarjo Dua Ramunia tersebut masih didominasi oleh beras dibandingkan bahan pangan lainnya. Tingkat konsumsi beras di Desa Sidoarjo Dua Ramunia berada di atas tingkat konsumsi beras Kabupaten Deli Serdang dan di bawah tingkat konsumsi beras Sumatera Utara. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi beras di Desa Sidoarjo Dua Ramunia adalah jumlah anggota keluarga dan tingkat pendapatan.

Monalisa Hasibuan (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pola Konsumsi Pangan Non Beras Sumber Karbohidrat di Kecamatan Medan Tuntungan menyimpulkan bahwa konsumsi pangan sumber karbohidrat di Kecamatan Medan Tuntungan sebesar 64,73 gr/kap/hari. Kelompok pangan padi-padian sebesar 33,54 gr/kap/hari dan kelompok umbi-umbian sebesar 31,19%. Pola Pangan Harapan (PPH) dari kelompok padi-padian sebesar 3,05 dan kelompok umbi-umbian sebesar 0,94. Faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi konsumsi pangan non beras sumber karbohidrat per kapita adalah pendapatan rumah tangga, jumlah tanggungan, umur, dan tingkat pendidikan. Secara serempak keempat faktor tersebut berpengaruh nyata terhadap konsumsi pangan non beras sumber karbohidrat, sedangkan secara parsial hanya pendapatan rumah tangga dan jumlah tanggungan yang berpengaruh nyata terhadap konsumsi

15

2.4 Kerangka Pemikiran

Penelitian dilakukan di Desa Selotong, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat dengan sasaran responden masyarakat (ibu rumah tangga) di Desa Selotong. Setiap masyarakat memiliki pola konsumsi pangan tersendiri. Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi mayarakat dan dapat menunjukkan tingkat keberagaman pangan mayarakat. Pola konsumsi pangan tersebut dapat diketahui dengan menghitung tingkat konsumsi beras dan non beras masyarakat. Tingkat konsumsi beras dan non beras membentuk skor berupa Pola Pangan Harapan (PPH) di daerah penelitian (Desa Selotong). Selanjutnya PPH di Desa Selotong akan dibandingkan dengan PPH Ideal Nasional. Sehingga dapat diketahui PPH di Desa Selotong ideal atau tidak ideal.

Selain pola konsumsi pangan, tingkat konsumsi beras dan non beras diperlukan juga data pendapatan rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, umur, dan tingkat konsumsi non beras. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh tingkat pendapatan rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, umur, dan tingkat konsumsi non beras terhadap tingkat konsumsi beras masyarakat di Desa Selotong.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diuraikan skema kerangka pemikiran pada Gambar 2.

Masyarakat Pola Konsumsi Pangan Tingkat Konsumsi Non Beras Tingkat Konsumsi Beras Pola Pangan Harapan Ideal Tidak Ideal Pola Pangan Harapan Ideal 1. Tingkat Pendapatan Rumah tangga

2. Jumlah Anggota Rumah Tangga

3. Umur

4. Tingkat Konsumsi Non Beras

Keterangan :

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Pola Konsumsi Pangan dan Tingkat Konsumsi Beras dan Non Beras

Menyatakan Alur Menyatakan Pengaruh Menyatakan Perbandingan

17

2.5. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, maka hipotesis penelitian adalah: ada pengaruh tingkat pendapatan rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, umur, dan tingkat konsumsi non beras terhadap tingkat konsumsi beras masyarakat di Desa Selotong, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat baik secara serempak maupun parsial.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Amang (1993), Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional dan bahkan politis. Menurut Khumaidi (1997), Pangan pokok ialah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi terbesar dalam hidangan dan merupakan sumber energi yang terbesar. Sedangkan pangan pokok utama ialah pangan pokok yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk serta dalam situasi normal tidak dapat diganti oleh jenis komoditi lain.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutu, aman, merata dan terjangkau. Pembangunan pangan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas sumberdaya manusia sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional. Konsumsi pangan penduduk Indonesia masih belum memenuhi kecukupan gizi. Kuantitas, kualitas dan keragaman pangan belum memenuhi kaedah berimbang, karena masih didominasi oleh serealia khususnya beras, sebaliknya kontribusi jagung, umbi-umbian, kacangan-kacangan, pangan hewani, sayur-sayuran dan buah-buahan masih sangat kurang. Ketergantungan terhadap beras dapat diperlonggar dengan penganekaragaman pangan melalui perubahan citra bahan pangan pokok berbasis umbi-umbian yang diperkaya nutrisinya oleh kacang-kacangan (Aziz, 2008).

2

Program peningkatan ketahanan pangan dimaksudkan sebagai upaya untuk menjaga ketersediaan pangan nasional (beras dan sumber bahan pangan lain), agar dapat dipenuhi dan diproduksi domestik sehingga mampu mengurangi ketergantungan akan impor.

Salah satu bahan pangan yang paling banyak dikonsumsi masyarakat adalah beras. Pembentukan pola konsumsi beras pada rumah tangga dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan pengaruh yang berasal dari rumah tangga yaitu pendapatan rumah tangga, jumlah konsumsi beras, jumlah pembelian beras dan kelas sosial. Faktor eksternal adalah pengaruh yang berasal dari luar lingkungan rumah tangga, yaitu harga beras.

Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Pola konsumsi masyarakat ini dapat menunjukkan tingkat keberagaman pangan masyarakat yang selanjutnya dapat diamati dari parameter Pola Pangan Harapan (PPH) (Baliwati dkk, 2010) . Berbagai zat gizi yang disediakan oleh beragam pangan yang terdapat dalam pangan yang dikonsumsi. Sejumlah golongan bahan pangan yang tersusun secara seimbang akan mampu memenuhi kebutuhan zat gizi. Golongan pangan tersebut mencakup: 1) padi-padian, 2) umbi-umbian, 3) pangan hewani, 4) minyak dan lemak, 5) buah dan biji berminyak, 6) kacang-kacangan, 7) gula, 8) sayuran dan buah, serta 9) lain-lain. Kesembilan kelompok pangan inilah yang terdapat dalam PPH. Oleh karena itu, konsep PPH merupakan manifestasi konsep gizi seimbang.

pertanian dan pangan dengan adanya PPH akan mengetahui banyaknya pangan yang harus disediakan untuk konsumsi penduduk agar terpenuhi kecukupan gizi dengan mutu yang lebih baik. Prinsip dasar perencanaan kebutuhan pangan dengan PPH adalah tersedianya pangan yang beranekaragam yang sesuai dengan kecukupan gizi penduduk setempat. Selain itu PPH disajikan dalam kelompok pangan untuk memberikan keleluasaan menentukan pilihan jenis pangan yang diinginkan diantara kelompoknya dengan memperhatikan aspek pola konsumsi atau preferensi jenis pangan penduduk dan aspek potensi wilayah setempat

(Ariani dkk, 1995).

Tabel 1. Susunan dan Jumlah Pangan Ideal Nasional Per Kapita Per Hari

No Kelompok %

AKE

Energi Berat

Pangan (Kkal/Kap/Hr) (Gram/Kap/Hr)

1 Padi-padian 50 1.000 275

2 Umbi-umbian 6 120 90

3 Pangan Hewani 12 240 140

4 Minyak dan Lemak 10 200 25

5 Buah/Biji Berminyak 3 60 10

6 Kacang-kacangan 5 100 35

7 Gula 5 100 30

8 Sayur dan Buah 6 120 230

9 Lain-lain 3 60 15

Total 100 2.000 850

Sumber: Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015

Tabel 1 menunjukkan besar Angka Kecukupan Energi (AKE) ideal masing-masing kelompok pangan yang diperoleh dari pembagian besar energi dengan total energi dikali 100%. Tabel di atas juga menunjukkan besarnya energi dan berat konsumsi ideal yang dijadikan faktor konversi dalam perhitungan konsumsi energi untuk memperoleh skor Pola Pangan Harapan (PPH).

4

Tabel 2. Situasi Konsumsi Pangan Penduduk Nasional Tahun 2014

No. KELOMPOK PANGAN

Konsumsi Pangan 2014

TOTAL PANGAN Gr/Kap/Hr Kg/Kap/Thn

1. Padi-padian 295,9 108,0 Beras 263,5 96,2 Jagung 4,2 1,5 Tepung Terigu 28,2 10,3 2. Umbi-umbian 31,8 11,5 Singkong 17,9 6,5 Ubi Jalar 7,5 2,7 Sagu 1,1 1,5 Kentang 4,2 0,4 Umbi-umbian lainnya 1,1 0,4 3. Pangan Hewani 102,6 37,4 Daging Ruminansia 5,2 1,9 Daging Unggas 15,1 5,5 Telur 20,3 7,4 Susu 6,7 2,4 Ikan 55,3 20,2

4. Minyak dan Lemak 27,0 8,9

Minyak Kelapa 2,6 0,9 Minyak Sawit 23,9 8,7 Minyak Lain 0,5 0,2 5. Buah/Biji Berminyak 7,0 2,6 Kelapa 5,9 2,2 Kemiri 1,1 0,4 6. Kacang-kacangan 23,2 8,5 Kacang Kedelai 21,4 7,8 Kacang Tanah 0,8 0,3 Kacang Hijau 0,8 0,3 Kacang-kacang lainnya 0,2 0,1 7. Gula 24,5 9,0 Gula Pasir 22,7 8,3 Gula Merah 1,8 0,7

8. Sayur dan Buah 256,3 93,5

Sayur-sayuran 163,4 59,6

Buah-buahan 92,9 33,9

9. Lain-lain 58,9 21,5

Minuman 49,3 18,0

Bumbu 9,6 3,5

Dari Tabel 1 dan Tabel 2 dapat diketahui pola konsumsi pangan ideal dan juga pola konsumsi pangan Nasional. Tingkat konsumsi pangan Nasional kelompok padi-padian, minyak dan lemak, sayur dan buah, dan lain-lain berada di atas angka ideal, sedangkan tingkat konsumsi pangan Nasional kelompok umbi-umbian, pangan hewani, buah/biji berminyak, kacang-kacangan, dan gula berada di bawah angka ideal.

Dari data Lampiran 1 dapat diketahui pola konsumsi pangan Provinsi Sumatera Utara. Diperoleh dari data Lampiran 1 bahwa tingkat konsumsi pangan kelompok padi-padian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak berada di atas angka ideal, sedangkan tingkat konsumsi pangan kelompok umbi-umbian, kacang-kacangan, gula, dan pangan lain-lain berada di bawah angka ideal.

Dari data Lampiran 2 dapat diketahui pola konsumsi pangan Kabupaten Langkat. Diperoleh dari data Lampiran 2 bahwa tingkat konsumsi pangan kelompok pangan hewani, minyak dan lemak serta buah/biji berminyak berada di atas angka ideal, sedangkan tingkat konsumsi pangan kelompok padi-padian, umbi-umbian, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah serta pangan lain-lain berada di bawah angka ideal.

Dilihat dari ketiga situasi konsumsi pangan penduduk, dapat diperoleh tingkat konsumsi pangan kelompok padi-padian Nasional berada di atas Kabupaten Langkat tetapi di bawah Provinsi Sumatera Utara. Tingkat konsumsi pangan kelompok umbi-umbian Nasional berada di atas Kabupaten Langkat tetapi di bawah Provinsi Sumatera Utara. Tingkat konsumsi pangan kelompok pangan hewani Nasional paling rendah dibandingkan tingkat Provinsi Sumatera Utara dan

6

Kabupaten Langkat. Tingkat konsumsi pangan kelompok minyak dan lemak Nasional paling rendah dibandingkan tingkat Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Langkat. Tingkat konsumsi pangan kelompok buah/biji berminyak Nasional paling rendah dibandingkan tingkat Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Langkat. Tingkat konsumsi pangan kelompok kacang-kacangan Nasional berada di atas Kabupaten Langkat tetapi di bawah Provinsi Sumatera Utara. Tingkat konsumsi pangan kelompok gula Nasional berada di atas Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Langkat. Tingkat konsumsi pangan kelompok sayur dan buah Nasional berada di atas Kabupaten Langkat tetapi di bawah Provinsi Sumatera Utara. Tingkat konsumsi pangan kelompok lain-lain (minuman dan bumbu) Nasional berada di atas Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Langkat.

Peneliti akan melakukan survei pola konsumsi pangan di Desa Selotong, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat untuk mengetahui situasi pangan penduduk yang akan dibandingkan dengan situasi pangan penduduk Nasional, Sumatera Utara, Kabupaten Langkat, dan dibandingkan juga dengan pola konsumsi pangan ideal Nasional yang telah dilampirkan pada Tabel 1. Serta untuk mengetahui skor PPH di daerah penelitian yang akan dibandingkan dengan skor PPH Ideal Nasional.

1.2 Identifikasi Masalah

Melihat latar belakang dan permasalahan yang yang telah dikemukakan maka dapat diidentifikasi sebagai berikut :

2. Bagaimana tingkat konsumsi beras dan non beras masyarakat di Desa Selotong?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat konsumsi beras masyarakat di Desa Selotong?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah :

1. Untuk mengetahui pola konsumsi pangan masyarakat di Desa Selotong. 2. Untuk mengetahui tingkat konsumsi beras dan non beras masyarakat di Desa

Selotong.

3. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi beras masyarakat di Desa Selotong.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian adalah :

1. Sebagai sumber pengetahuan bagi penulis dan pembaca tentang pola konsumsi pangan dan tingkat konsumsi beras dan non beras.

2. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

3. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

i

ABSTRAK

SHELLA AGUSTIA PURBA (120304017) dengan judul skripsi “Analisis Pola Konsumsi Pangan dan Tingkat Konsumsi Beras dan Non Beras (Studi Kasus: Desa Selotong, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat).” Penelitian skripsi ini dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec dan Ibu Emalisa, SP., M.Si.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola konsumsi pangan masyarakat; mengetahui tingkat konsumsi beras dan non beras masyarakat; dan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi beras masyarakat di Desa Selotong, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan regresi linear berganda. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa pola konsumsi pangan masyarakat di Desa Selotong didominasi oleh konsumsi pangan non beras; Tingkat konsumsi beras, non beras kelompok padi-padian dan umbi-umbian berada di bawah angka ideal Nasional, sedangkan tingkat konsumsi non beras kelompok pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah, dan lain-lain (minuman dan bumbu) berada di atas angka ideal Nasional. Secara serempak dan parsial keempat faktor (tingkat pendapatan rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, umur, dan tingkat konsumsi non beras) berpengaruh nyata terhadap tingkat konsumsi beras masyarakat di Desa Selotong.

ANALISIS POLA KONSUMSI PANGAN DAN TINGKAT

KONSUMSI BERAS DAN NON BERAS

(Studi Kasus : Desa Selotong, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)

SKRIPSI

OLEH :

SHELLA AGUSTIA PURBA 120304017

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

i

ABSTRAK

SHELLA AGUSTIA PURBA (120304017) dengan judul skripsi “Analisis Pola Konsumsi Pangan dan Tingkat Konsumsi Beras dan Non Beras (Studi Kasus: Desa Selotong, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat).” Penelitian skripsi ini dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec dan Ibu Emalisa, SP., M.Si.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola konsumsi pangan masyarakat; mengetahui tingkat konsumsi beras dan non beras masyarakat; dan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi beras masyarakat di Desa Selotong, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan regresi linear berganda. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa pola konsumsi pangan masyarakat di Desa Selotong didominasi oleh konsumsi pangan non beras; Tingkat konsumsi beras, non beras kelompok padi-padian dan umbi-umbian berada di bawah angka ideal Nasional, sedangkan tingkat konsumsi non beras kelompok pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah, dan lain-lain (minuman dan bumbu) berada di atas angka ideal Nasional. Secara serempak dan parsial keempat faktor (tingkat pendapatan rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, umur, dan tingkat konsumsi non beras) berpengaruh nyata terhadap tingkat konsumsi beras masyarakat di Desa Selotong.

Dokumen terkait