• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.3 Saran

Berdasarkan segala keterbatasan di atas maka terdapat beberapa saran yang diharapkan mampu menjadi penunjang dan media penambah informasi bagi beberapa pihak yang berkepentingan, antara lain:

1. Bagi Perusahaan

a. Dapat menggunakan seluruh variabel dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan perusahaan untuk menetapkan kebijakan utang perusahaan yang optimal dengan memperhatikan proporsi variabel independen sehingga dapat menentukan kebijakan utang yang optimal. b. Perusahaan hendaknya lebih memperhatikan proporsi kepemilikan

institusional dan struktur aset sebagai salah satu faktor penentu untuk menentukan kebijakan utang yang optimal untuk meningkatkan nilai perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEI.

2. Bagi Penelitian Selanjutnya

a. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan industri yang berbeda dan memperpanjang tahun penelitian dari penelitian ini agar penelitian

selanjutnya dapat memberikan penjelasan yang lebih sempurna mengenai pilihan kebijakan utang perusahaan.

b. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan variabel independen lain yang belum digunakan dalam penelitian ini sehingga mampu menjelaskan pilihan kebijakan utang yang optimal secara sempurna.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian dan Pengklasifikasian Utang

Utang Menurut Djarwanto (2004) merupakan kewajiban perusahaan kepada pihak lain untuk membayar sejumlah uang atau menyerahkan barang atau jasa pada tanggal tertentu. Hutang juga merupakan salah satu sumber pembiayaan eksternal yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai kebutuhan dananya. Dalam pengambilan keputusan akan penggunaan hutang ini harus mempertimbangkan besarnya biaya tetap yang muncul dari hutang berupa bunga yang akan menyebabkan semakin meningkatnya leverage keuangan dan semakin tidak pastinya tingkat pengembalian bagi para pemegang saham biasa. FASB mendefinisikan kewajiban atau utang sebagai kemungkinan pengorbanan manfaat ekonomi di masa depan yang muncul dari kewajiban saat ini dari suatu entitas tertentu untuk mengalihkan aktiva atau menyediakan jasa kepada entitas lain di masa depan sebagai hasil dari transaksi atau kejadian di masa lalu. (Stice, 2004).

Utang menunjukkan sumber modal yang berasal dari kreditur. Dalam jangka waktu tertentu pihak perusahaan wajib membayar kembali atau wajib memenuhi tagihan yang berasal dari pihak luar tersebut. Pemenuhan kewajiban ini dapat berupa pembayaran uang, penyerahan barang atau jasa kepada pihak yang telah memberikan pinjaman kepada perusahaan.

Menurut Djarwanto (2004), klasifikasi hutang dibagi menjadi dua yaitu: 1. Hutang jangka pendek

Hutang jangka pendek merupakan kewajiban perusahaan kepada pihak lain yang harus dipenuhi dalam jangka waktu yang normal, umumnya satu tahun atau kurang semenjak neraca disusun, atau utang yang jatuh temponya masuk siklus akuntansi yang sedang berjalan. Hutang jangka pendek meliputi:

a. Hutang dagang (Accounts payable) adalah semua pinjaman yang timbul karena pembelian barang-barang dagang atau jasa kredit. b. Wesel bayar (Notes payable) adalah promes tertulis dari perusahaan

untuk mmbayar sejumlah uang atas perintah pihak lain pada tanggal tertentu yang akan datang ditetapkan (utang wesel).

c. Penghasilan yang ditangguhkan (Deferred revenue) adalah penghasilan yang sebenarnya belum menjadi hak perusahaan. Pihak lain telah menyerahkan uang lebih dahulu menyerahkan uang kepada perusahaan sebelum perusahaan menyerahkan barang atau jasanya. d. Kewajiban yang masih harus dipenuhi (Accrual payable) adalah

kewajiban yang timbul karena jasa-jasa yang diberikan kepada perusahaan selama jangka waktu tetapi pembayarannya belum dilakukan (misalnya upah, bunga, sewa, pensiun, pajak harta milik dan lain-lain).

e. Hutang jangka panjang yang telah jatuh tempo (Maturing long term debt) adalah sebagian atau seluruh utang jangka panjang yang menjadi utang jangka pendek karena sudah waktunyauntuk dilunasi. 2. Hutang jangka panjang

Hutang jangka panjang merupakan kewajiban perusahaan kepada pihak lain yang harus dipenuhi dalam jangka waktu melebihi satu tahun. Yang termasuk hutang jangka panjang ialah:

a. Hutang hipotek (Mortgage note payable) adalah surat tanda berutang dengan jangka waktu pembayaran yang melebihi satu tahun, di mana pembayarannya dijamin dengan aktiva tertentu misalnya bangunan, tanah, atau perabot.

b. Hutang obligasi (Bonds payable) adalah surat tanda berutang yang dikeluarkan di bawah cap segel, yang berisi kesanggupan membayar pokok pinjaman pada tanggal jatuh temponya dan membayar bunganya secara teratut pada setiap interval waktu tertentu yang telah disepakati.

c. Wesel bayar jangka panjang (Notes payable- long term) adalah wesel bayar dimana jangka waktu pembayarannya melebihi jangka waktu satu tahun atau melebihi jangka waktu operasi normal.

Pembiayaan dengan mengunakan hutang memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan. Menurut Houston (2001) keunggulan pembiayaan dengan menggunakan utang adalah:

1. Bunga yang dibayarkan dapat dipotong untuk tujuan Pajak, sehingga menurunkan biaya efektif dari utang.

2. Pemegang utang (debtholder) mendapat pengembalian yang tetap, sehingga pemegang saham (stockholder) tidak perlu mengambil bagian laba mereka ketika perusahaan dalam kondisi prima.

Sementara kelemahan pembiayaan dengan menggunakan hutang adalah: 1. Semakin tinggi rasio hutang, semakin tinggi pula resiko perusahaan,

sehingga suku bunganya mungkin akan lebih tinggi.

2. Apabila sebuah perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan laba operasi tidak mencukupi untuk menutup beban bunga, maka pemegang sahamnya harus menutup kekurangan itu, dan perusahaan akan bangkrut jika mereka tidak sanggup.

2.1.2Kebijakan Utang

Kebijakan pendanaan suatu perusahaan ditentukan oleh tingkat kebutuhan investasi. Manajemen akan mencari dana untuk mendanai investasi tersebut. Higgins (2007) menyatakan bahwa kebijakan pendanaan harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan perusahaan, apakah harus mengajukan pinjaman atau menerbitkan saham baru. Hal ini karena kebijakan pendanaan mempengaruhi nilai perusahaan.

Menurut Pecking Order Theory, perusahaan akan menggunakan pendanaan internal jika tersedia (Brealey dan Myers, 2004). Namun, jika dana internal tidak mencukupi, maka manajemen akan mencari sumber dana eksternal. Pada saat pendanaan eksternal dibutuhkan, perusahaan terlebih dahulu akan menerbitkan sekuritas yang paling aman yaitu perusahaan akan mulai dari utang kemudian sekuritas campuran seperti obligasi konvertibel, kemudian ekuitas sebagai

langkah terakhir. Kebijakan utang merupakan kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan bagi perusahaan sehingga dapat digunakan untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan. Menurut Brailsford dalam Bachtiar (2007), kebijakan utang dipandang sebagai mekanisme internal control yang dapat mengurangi konflik keagenan antara manajemen dan pemegang saham. Chrurchley dan Hansen (1989) dalam Silvi et.al (2008) menyatakan bahwa penambahan utang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan saham sehingga mengurangi biaya keagenan ekuitas. Selain itu, perusahaan memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayar beban bunga secara periodik. Kondisi ini menyebabkan manajemen bekerja lebih keras untuk meningkatkan laba sehingga dapat memenuhi kewajibam dari penggunaan utang Selain mengurangi konflik keagenan, utang dapat menguntungkan bagi perusahaan, terutama dalam hal pengurangan jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah. Higgins (2007) menyatakan penurunan jumlah pajak yang harus dibayarkan dapat meningkatkan jumlah kas yang tersedia untuk didistribusikan kepada pemegang saham dan kreditor.

Manajemen harus mempertimbangkan nilai manfaat pengajuan utang dimana biaya utang berupa biaya bunga harus lebih rendah daripada manfaat yang akan diperoleh perusahaan. Selain itu, manajemen juga perlu memperhitungkan distress cost yang akan ditimbulkan dari utang yang semakin tinggi. Distress cost ini berkaitan dengan biaya-biaya yang akan dikeluarkan apabila terjadi kebangkrutan (bankruptcy costs), biaya tidak langsung (indirect

cost) berupa biaya yang timbul akibat kehilangan penjualan atau pendapatan, serta konflik kepentingan yang akan terjadi dimana pihak kreditor dan pemegang saham akan mengkhawatirkan pengembalian atas dana mereka (Higgins, 2007). Kebijakan pendanaan suatu perusahaan dapat dilihat dari rasio solvabilitas, yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang (Kasmir, 2009). Jenis rasio solvabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah debt to equity ratio (DER) dimana rasio ini membandingkan antara total utang, termasuk utang lancar dengan total ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan kreditor dengan pemilik perusahaan yang berkaitan dengan kebijakan pendanaan perusahaan.

Bagi kreditor, semakin tinggi debt to equity ratio, akan semakin tidak menguntungkan karena risiko yang akan ditanggung atas kegagalan yang mungkin terjadi pada perusahaan akan semakin tinggi. Debt to equity ratio juga memberikan petunjuk umum tentang kelayakan dan risiko keuangan perusahaan.

2.1.3Profitabilitas

“Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dari kegiatan bisnis yang dilakukannya” (Ghosh, et al, 2000). Profitabilitas mengukur tingkat keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan. Profitabilitas mencakup seluruh pendapatan dan biaya yang dikeluarkan perusahaan sebagai

penggunaan aset dan passiva dalam suatu periode. Profitabilitas dapat digunakan sebagai informasi bagi pemegang saham untuk melihat keuntungan yang benar-benar diterima dalam bentuk dividen. Investor menggunakan profitabilitas untuk memprediksi seberapa besar perubahan nilai atas saham yang dimiliki. Kreditor menggunakan profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar pokok dan bunga pinjaman bagi kreditor. Dalam penelitian ini, pengukuran terhadap profitabilitas diukur dengan membandingkan jumlah laba setelah pajak dengan total aset.

2.1.4Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional adalah persentase saham yang dimiliki oleh institusi dari keseluruhan saham perusahaan yang beredar. Kepemilikan institusional menurut Chen & Steiner (1999) dalam Melinda (2008) akan mengurangi masalah keagenan karena pemegang saham institusional akan membantu mengawasi perusahaan sehingga manajemen tidak akan bertindak merugikan pemegang saham.

Kepemilikan saham institusional yang terjadi di Indonesia terbagi menjadi kepemilikan institusioanl eksternal dan kepemikan institusional internal (Mahadwarta, 2004 dalam Melinda, 2008). Kepemilikan institusional eksternal adalah kepemilikan oleh lembaga investasi seperti dana pensiun, asuransi, reksadana, dan perusahaan investasi lainnya, dan menjadi bagian dari kepemilikan saham oleh publik. Kepemilikan institusional internal adalah

kepemilikan saham oleh institusi bisnis seperti perseroan terbatas (PT) yang kepemilikannya terpisah dengan kepemilikan publik.

2.1.5Struktur Aset

Aktiva menurut Warren (2005) adalah sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Kondisi aktiva perusahaan dapat mempengaruhi kebijakan pendanaan perusahaan. Perusahaan yang memiliki jumlah aktiva lancar yang lebih banyak dalam struktur aktivanya cenderung untuk menggunakan utang dalam pemenuhan kegiatan pendanaanya, sedangkan perusahaan yang memiliki jumlah aktiva tetap yang lebih banyak cenderung menggunakan modal sendiri dalam memenuhi kegiatan pendanaanya.

Menurut Brigham dan Houston (2001) perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit cenderung lebih banyak menggunakan banyak utang. Aktiva multiguna yang dapat digunakan oleh banyak perusahaan merupakan jaminan yang baik, sedangkan aktiva yang hanya digunakan untuk tujuan tertentu tidak begitu baik untuk dijadikan jaminan kredit. Aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan merupakan suatu jaminan pembayaran yang baik bagi kreditor terhadap pinjaman yang diberikan kepada perusahaan. Kreditor tentunya melakukan suatu analisis kredit yang mendalam untuk melihat kemampuan perusahaan dalam membayar kewajibannya (likuiditas).

2.2Tinjauan Penelitian Terdahulu

Setiawan (2008) meneliti pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional terhadap kebijakan utang perusahaan pada perusahaan non manufaktur di bursa efek Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial kepemilikan manajerial dan institusional berpengaruh terhadap kebijakan utang. Namun secara simultan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kebijakan utang. Arimoerti (2003) juga meneliti mengenai pengaruh struktur kepemilikan terhadap kebijakan utang pada perusahaan manufaktur yang go public dibursa efek. Hasil penelitian menunjukkan insider ownership, institusional investor, firm size, berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang. Shareholder dispersion tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang.

Fatmawati (2009) pengaruh kepemilikan manajerial, dividen, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, risiko dan struktur asset terhadap kebijakan utang pada perusahaan manufaktur. Hasil penelitian kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, risiko dan struktur asset memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan utang sedangkan dividen tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang. Damayanti (2006) analisa pengaruh free cash flow dan struktur kepemilikan saham terhadap kebijakan utang pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Hasil penelitian free cash flow, rasio MVABVA, dividen yield mempunyai pengaruh signifikan terhadap kebijakan utang sedangkan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang.

Manan (2004) analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan utang perusahaan pada industry keuangan yang go public di BEJ TH.1999-2002 sebuah pendekatan agency theory. Hasil penelitian kepemilikan manajerial, dividen, stock volatility tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kebijakan utang sedangkan kepemilikan institusi, penyebaran saham, ukuran perusahaan, pertumbuhan, struktur asset, earning volatility berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang.

Kurniati (2007) Pengaruh struktur kepemilikan terhadap kebijakan utang perusahaan (studi pada perusahaan textile/garments di bursa efek Jakarta. Hasil penelitian Secara simultan, variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Secara parsial, kepemilikan institusional, kepemilikan manjerial, dividen, struktur aset berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang. Profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang.

Pendapat Rozeff yang dikutip dalam Manan (2004) menyatakan bahwa makin banyak pemegang saham, semakin tersebar kepemilikan, sehingga hubungan negatif atau tidak signifikan bisa diharapkan diantara banyaknya pemegang saham dan tingkat utang. Grier dan Zychowics (1994) dalam penelitian Kurniati (2007) juga menyatakan bahwa kepemilikan saham oleh institusi dapat menggantikan peranan utang dalam memonitor manajemen perusahaan.

Moh’d, Perry, dan Rimbey (1998) menemukan bahwa kepemilikan saham oleh institusional mempunyai hubungan yang signifikan dan negatif terhadap kebijakan utang. Adanya kepemilikan institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen. Semakin tinggi kepemilikan institusional, maka diharapkan pengendalian internal terhadap

perusahaan akan semakin kuat sehingga dapat mengurangi agency cost pada perusahaan. Pengendalian ini akan membuat manajer menggunakan utang pada tingkat rendah untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya financial distress

dan kebangkrutan perusahaan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Manan (2004) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang untuk perusahaan yang termasuk industri keuangan yang

go public di BEJ tahun 1999-2002.

2.3Kerangka Konseptual

Gambar 2.1 Kerangka konseptual

Dalam penelitian ini, yang merupakan variabel dependen adalah kebijakan utang. Sedangkan yang menjadi variabel independen adalah profitabilitas, kepemilikan institusional dan struktur aset.

Profitabilitas (X1) Kepemilikan Institusional (X2) Struktur Aset (X3) Kebijakan Utang (Y)

Profitabilitas menjelaskan tingkat pengembalian yang didapat dari investasi yang ditanamkan oleh perusahaan. Semakin besar tingkat pengembalian yang didapat dari investasi yang ditanamkan maka penggunaan utang relatif kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi dari investasi yang ditanamkan perusahaan memungkinkan perusahaan menggunakan dana internal perusahaan untuk membiayai sebagian besar pendanaannya yang berasal dari tingkat pengembalian atas investasi tersebut.

Begitu juga kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kebijakan utang, karena dengan meningkatnya kepemilikan institusional maka diharapkan semakin kuat kontrol internal terhadap perusahaan dimana akan dapat mengurangi cost agency pada perusahaan. Adanya kontrol ini akan membuat manajer menggunakan utang pada tingkat rendah untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya financial distress dan kebangkrutan perusahaan.

Menurut Houston (2001) Perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit cenderung lebih banyak menggunakan banyak utang. Aktiva multiguna yang dapat digunakan oleh banyak perusahaan merupakan jaminan yang baik, sedangkan aktiva yang hanya digunakan untuk tujuan tertentu tidak begitu baik untuk dijadikan jaminan struktur aset, semakin banyak struktur aset suatu perusahaan semakin banyak suatu perusahaan tersebut menggunakan utangnya.

2.4Hipotesis Penelitian

Hipotesis menurut Erlina (2008) adalah preposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris. Preposisi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal, atau diuji kebenaranya mengenai konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena. Hipotesis merupakan penjelasan sementara tentang prilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Berdasarkan perumusan masalah dalam kerangka konseptual, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1: Profitabilitas berpengaruh positif terhadap Kebijakan Utang pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI

H2: Kepemilikan institusional berpengaruh negative terhadap Kebijakan Utang pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI

H3: Struktur Aset berpengaruh positif terhadap Kebijakan Utang pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI

H4: Profitabilitas Kepemilikan Institusional dan Struktur Aset berpengaruh secara simultan terhadap Kebijakan Utang pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Perusahaan memiliki tujuan jangka panjang yaitu meningkatkan nilai perusahaan, yang sekaligus juga akan meningkatkan kesejahteraan bagi para pemegang sahamnya. Penyatuan kepentingan pemegang saham, debtholders, dan manajemen yang notabene merupakan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap tujuan perusahaan seringkali menimbulkan masalah-masalah yang disebut dengan masalah keagenan (agency problem) yang terdapat dalam teori keagenan. Teori keagenan, menerangkan bahwa adanya pemisahan fungsi kepemilikan dan fungsi pengolaan (pihak manajemen) dalam suatu perusahaan akan rentan dengan konflik keagenan. Hal ini terjadi karena manajer cenderung berusaha mengutamakan kepentingan pribadinya dan mengorbankan kepentingan para pemegang saham. Pemegang saham biasanya tidak menyukai kepentingan manajer, karena hal tersebut akan menambah biaya (cost) bagi perusahaan sehingga akan menurunkan keuntungan dan dividen yang diterima oleh pemegang saham.

Agency problem dapat dipengaruhi oleh struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional) (Wahyudi dan Pawestri, 2006). Untuk mengurangi konflik tersebut maka perusahaan harus mengeluarkan biaya pengawasan yang biasa disebut dengan biaya agensi (agency cost). Struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya

perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan yaitu maksimalisasi nilai perusahaan.

Sumber pendanaan internal yaitu suatu dana yang berasal dari dalam perusahaan yaitu modal sendiri dan laba ditahan. Modal sendiri berasal dari modal saham sedangkan laba ditahan berasal dari sumber dana yang diperoleh dari usaha perusahaan dalam kegiatan operasi perusahaan, akan tetapi seiring dengan perkembangan ekonomi serta adanya tuntutan perkembangan usaha, dana yang berasal dari dari dalam perusahaan saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan perusahaan. Oleh karena itu, manajemen perusahaan dituntut untuk berusaha mencari lagi tambahan dana yang berasal dari sumber pendanaan eksternal yaitu suatu dana yang diperoleh dari luar perusahaan dengan cara meminjam kepada pihak ketiga atau berutang.

Kebijakan utang adalah kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen keuangan dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan dari pihak ketiga untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan. Kebijakan utang adalah salah satu keputusan penting yang dihadapi oleh manajer yaitu menyangkut keputusan pendanaan, karena keputusan ini akan mempengaruhi nilai perusahaan sehingga berdampak pada kemakmuran pemegang saham.

Haruman (2008) berpendapat implementasi keputusan investasi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dana dalam perusahaan yang berasal dari sumber pendanaan internal dan eksternal. Perusahaan memiliki beberapa alternatif pembiayaan untuk menentukan struktur modal yang tepat. Fungsi utama dari aktivitas pendanaan adalah bagaimana perusahaan menentukan sumber dana yang optimal

untuk mendanai berbagai alternatif investasi, sehingga dapat memaksimalkan nilai perusahaan yang pada akhirnya tercermin pada harga sahamnya.

Tujuan utama perusahaan dari sudut pandang manajemen keuangan adalah memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham (stockholder) melalui keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan keputusan dividen, yang tercermin dalam harga saham di pasar modal. Untuk mencapai tujuan tersebut banyak pemegang saham atau sering disebut principal yang menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada para profesional (manajer) atau sering disebut agen untuk bertanggungjawab mengelola perusahaan. Para manajer yang diangkat diharapkan dapat melakukan tindakan yang terbaik bagi perusahaan dengan cara memaksimumkan nilai perusahaan sehingga kemakmuran dapat tercapai.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harford, dkk. (2008) didapatkan hasil bahwa utang, dan khususnya, utang jangka pendek mempunyai kemampuan untuk mendisiplinkan manajer. Secara spesifik, dengan karakteristik perusahaan yang ada, menunjukkan bahwa dewan yang lebih kuat dan independen akan mendesak perusahaan untuk mempunyai utang yang lebih besar dan dalam bentuk utang jangka pendek yang besar pula. Hal tersebut dikarenakan perusahaan yang melibatkan utang sebagai pendanaannya, secara tidak langsung akan dimonitor oleh pihak debtholder itu sendiri.

Joher et al (2006) melakukan penelitian tentang struktur kepemilikan perusahaan terhadap rasio utang perusahaan. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa pada dasarnya struktur kepemilikan perusahaan dikategorikan dalam tiga kategori yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan kepemilikan

oleh individu. Kepemilikan instutusional merupakan persentase kepemilikan lembar saham perusahaan oleh institusi lain. Institusi tersebut dapat berupa perusahaan, bank, lembaga pensiun, perusahaan asuransi dan intitusi lainnya. Kepemilikan institusional yang besar akan meningkatkan aspek pengawasan terhadap manajer yang membuat manajer menjalankan strategi perusahaan dalam rangka meningkatkan nilai perusahan.

Menurut Sundjaja dan Barlian (2002) secara teoritis, banyak manajer keuangan setuju dengan memaksimalkan kekayaan pemegang saham, namun pada prakteknya manajer juga memperhatikan harta miliknya, keamanan pekerjaanya, gaya hidup dan manfaat lainya yang diperoleh dari perusahaan. Adanya perbedaan tujuan ini, sehingga timbul konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Penyebab adanya konflik keagenan antara pemegang saham dengan manajer salah satunya adalah berkaitan dengan pembuatan keputusan sumber pendanaan. Untuk mencapai tujuan tersebut, para pemilik modal dapat mempercayakan kepada para profesional (manajerial atau insider) yang sering disebut sebagai agen. Manajer perusahaan yang bertindak sebagai agen pemegang saham diharapkan dapat mengambil keputusan on the best of interest of stockholders. Akan tetapi pada kenyataannya bahwa penunjukkan pemegang saham kepada manajer untuk melakukan pengelolaan pada perusahaan seringkali merupakan langkah yang salah karena kecenderungan manajer yang bersikap oportunis sehingga bertentangan dengan kepentingan perusahaan. Manajer dan pemegang saham terkadang berbeda kepentingan, yang dikenal dengan konflik keagenan (Jensen 1976 dalam Easterbrook 1984).

Konflik keagenan (agency problem) akan mempengaruhi kedua pihak untuk

Dokumen terkait