• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2. Saran

1. Bagi Peneliti selanjutnya :

a. Disarankan agar menambahkan variabel lain yang berkaitan erat secara teori terhadap variabel audit report lagseperti total aset, komite audit, umur dan jenis industri, profitabilitas, struktur modal dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan agar dapat menjelaskan lebih komprehensif atau mendalam mengenai fenomena terkait hal-hal yang mempengaruhi audit report lag. b. Dapat memperpanjang tahun pengamatan, sehingga dapat melihat trend

posisi dan kinerja keuangan dalam menyampaikan audit report lag.

2. Bagi manajemen perusahaan – perusahaan yang mempublikasikan laporan keuangan auditeddisarankan untuk menyampaikan laporan keuangan dengan tepat waktu sehingga tidak terjadi audit report lag pada perusahaan food and beverage.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. TINJAUAN TEORITIS 2.1.1. Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan output dan hasil akhir dari proses akuntansi.Laporan keuangan inilah yang menjadi bahan informasi bagi pemakainya sebagai salah satu bahan dalam proses pengambilan keputusan.Disamping sebagai informasi,laporan keuangan juga sebagai pertanggungjawaban atau accountability,sekaligus menggambarkan indikator kesuksesan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya (Harahap 2011:205)

Menurut PSAK No.1 (IAI, 2009) laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Laporan keuangan menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam penyajiannya entitas menyajikan semua komponen laporan keuangan lengkap dengan keutamaan yang sama dan manajemen entitas bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Laporan keuangan menyajikan informasi yang berisi tentang aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan, beban, keuntungan, kerugian, kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik.

Informasi akuntansi yang disajikan melalui laporan keuangan merupakan media utama bagi investor di pasar modal untuk memberikan keputusan ekonomis tentang pilihan investasi yang akan dilakukan.Laporan keuangan memiliki tujuan

kualitatif yang dirumuskan APBStatement No.4 yang berjudul Basic Concept and Accounting Priciples Underlying Financial Statement Business Enterprises adalah sebagai berikut:

a. Relevance

Memilih informasi yang benar-benar sesuai dan dapat membantu pemakai laporan dalam proses pengambilan keputusan.

b. Understandability

Informasi yang dipilih untuk disajikan bukan saja yang penting tetapi juga harus informasi yang dimengerti para pemakainya.

c. Verifiability

Hasil akuntansi itu harus dapat diperiksa oleh pihaklainyang akan menghasilkan pendapat yang sama.

d. Neutrality

Laporan akuntansi itu netral terhadap pihak-pihak ysng berkepentingan.Informasidimaksudkan untuk pihak umum bukan pihak tertentu saja.

e. Timeliness

Laporan keuangan hanya bermanfaat untuk pengambilan keputusan apabila diserahkan pada saat yang tepat.

f. Comparability

Informasi keuangan harus dapat saling dibandingkan,artinya harus memiliki prinsip yang sama baik untuk suatu perusahaan maupun perusahaan lainnya.

g. Completeness

Informasi akuntansi yang dilaporkan harus mencakup semua kebutuhan yang layak dari para pemakai.

2.1.2. Auditing

2.1.2.1. Definisi Auditing

Definisi audit yang sangat terkenal adalah berasal dari ASOBAC (A statement of Basic Auditing Concept) yang mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang

berkepentingan.

Selain itu, Arens dkk (2008:4) mendefinisikan Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan.Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.

Menurut Arens dkk (2008)audit dapat diklasifikasikan berdasar tujuan dilaksanakannya audit. Dalam hal ini tipe audit terbagi ke dalam tiga kategori : Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit), Audit Kepatuhan (Complience Audit) dan Audit Operasional(Operational Audit).

2.1.2.2. Audit Laporan Keuangan

Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit) dilakukan untuk menentukan apakah laporan keuangan (informasi yang diverifikasi) telah dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu yang berlaku sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku umum (GAAP).Dalam menentukan apakah laporan keuangan telah dinyatakan secara wajar sesuai dengan GAAP, auditor mengumpulka bukti untuk menetapkan apakah laporan keuangan itu mengandung kesalahan yang material atau salah saji lainnya ( Arens dkk, 2008:18-19).

Karena perusahaan semakin kompleks, auditor tidak cukup hanya berfokus pada transaksi-transaksi akuntansi.Auditor harus memahami entitas dan lingkungannya secara mendalam yang mencakup pengetahuan tentang industri klien,lingkungan peraturan dan operasinya serta hubungan eksternal perusahaan. Auditor juga mempertimbangkan strategi dan proses bisnis klien serta

faktor0faktor yang berhubungan dengan keberhasilan strategis itu.Analisis ini akan membantu auditor mengidentifikasi risiko-risiko dengan strategis yang mungkin mepengaruhi apakah laporan keuangan disajikan secara wajar.Audit laporan keuangan terutama diperlukan oleh perusahaan yang ikut dalam pasar modal.

2.1.2.3. Standar Audit

Standar Audit (SA) merupakan ketentuan yang mengatur mengenai standar yang digunakan oleh praktisi ketika melaksanakan audit atas laporan keuangan.International Standards on Auditing (ISA) merupakan standar audit yang telah diadopsi di Indonesia. Standar Audit berbasis ISA yang telah ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) salah satunya adalah SA 200 tentang Tujuan Keseluruhan Auditor Independen dan Pelaksanaan Audit Berdasarkan Standar Audit.

Tujuan suatu audit menurut SA 200 (IAPI,2013) paragraf 3 adalah :

Untuk meningkatkan tingkat keyakinan pengguna laporan keuangan yang dituju. Hal ini dicapai melalui pernyataan suatu opini oleh auditor tentang apakah laporan keuangan disusun, dalam semua hal yang material, sesuai dengan suatu kerangka pelaporan keuangan yang berlaku. Dalam hal kebanyakan kerangkabertujuan umum, opini tersebut adalah tentang apakah laporan keuangan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan kerangka. Suatu audit yangdilaksanakan berdasarkan SA dan ketentuan etika yang relevan memungkinkan auditor untuk merumuskan opini.

Standar dalam pelaksanaan audit yang diatur dalam SA 200 (IAPI,2013) adalah sebagai berikut:

1. Audit atas Laporan Keuangan

SA berisi tujuan, ketentuan, serta materi penerapan dan penjelasan lain yang dirancang untuk mendukung auditor dalam memperoleh keyakinan memadai. SA mengharuskan auditor untuk menggunakan pertimbangan

profesional dan memelihara skeptisisme profesional selama perencanaan dan pelaksanaan audit, dan antara lain mencakup:

• Mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian material, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan, berdasarkan suatu pemahaman atas entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internal entitas.

• Memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat tentangapakah terdapat kesalahan penyajian material, melalui perancangan dan penerapan respons yang tepat terhadap risiko yang dinilai.

• Merumuskan suatu opini atas laporan keuangan berdasarkan kesimpulan yang ditarik dari bukti audit yang diperoleh. ( SA 200,3 paragraf 7)

2. Ketentuan Etika yang Berkaitan dengan Audit atas LaporanKeuangan Auditor harus memenuhi ketentuan etika yang relevan, termasuk ketentuan yang berkaitan dengan independensi, sehubungan dengan perikatan audit atas laporan keuangan Ketentuan etika tersebut tercantum dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik (“Kode Etik”) yang ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia, yang terdiri dari Bagian A dan Bagian B.( SA 200,17 par. A 14)

Bagian A dari Kode Etik menetapkan prinsip dasar etika profesi yang relevan bagi auditor ketika melaksanakan suatu audit atas laporan keuangan dan menyediakan suatu kerangka konseptual untuk menerapkan prinsip dasar tersebut. Prinsipprinsip dasar yang harus dipatuhi oleh auditor menurut Kode Etik adalah sebagai berikut:

(a) Integritas; (b) Objektivitas;

(c) Kompetensi dan kecermatan profesional; (d) Kerahasiaan; dan

(e) Perilaku profesional.

Bagian B dari Kode Etik memberikan ilustrasi bagaimana kerangka konseptual diterapkan dalam situasi tertentu. (SA 200,18 par.A15)

3. Skeptisisme Profesional

Skeptisisme profesional mencakup kewaspadaan terhadapantara lain hal-hal sebagai berikut:

• Bukti audit yang bertentangan dengan bukti audit lain yang diperoleh. • Informasi yang menimbulkan pertanyaan tentang keandalan dokumen dan respons terhadap permintaan keterangan yang digunakan sebagai bukti audit.

• Keadaan yang mengindikasikan adanya kemungkinan kecurangan.

•Kondisi yang menyarankan perlunya prosedur audit tambahan selain prosedur yang disyaratkan oleh SA. (SA 200,19 par. A18)

Auditor tidak dapat mengabaikan pengalaman lalumengenai kejujuran dan integritas manajemen dan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola

entitas. Namun, suatu keyakinan bahwa manajemen dan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola adalah jujur dan memiliki integritas tidak melepaskan auditor dari kebutuhan untuk memelihara skeptisisme profesional atau memperbolehkan. (SA 200,20 par. A20)

4. Pertimbangan Profesional

Pertimbangan profesional merupakan hal penting untuk melaksanakan audit secara tepat. Hal ini karena interpretasi ketentuan etika dan SA yang relevan, serta keputusan yang telah diinformasikan yang diharuskan selama audit tidak dapat dibuat tanpa penerapan pengetahuan dan pengalaman yang relevan pada fakta dan kondisi terkait. Pertimbangan profesional diperlukan terutama dalam membuat keputusan tentang:

• Materialitas dan risiko audit.

• Sifat, saat, dan luas prosedur audit yang digunakan untuk memenuhi ketentuan SA dan mengumpulkan bukti audit.

• Pengevaluasian tentang apakah bukti audit yang cukup dan tepat telah diperoleh, dan apakah pengevaluasian lebih lanjut dibutuhkan untuk mencapai tujuan SA dan tujuan keseluruhan auditor.

• Pengevaluasian tentang pertimbangan manajemen dalam menerapkan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku bagi entitas.

• Penarikan kesimpulan berdasarkan bukti audit yang diperoleh, sebagai contoh, penilaian atas kewajaran estimasi yang dibuat oleh manajemen dalam menyusun laporan keuangan. (SA 200,21 par. A23)

5. Bukti Audit yang Cukup dan Tepat serta Risiko Audit a. Bukti Audit yang Cukup dan Tepat

Bukti audit diperlukan untuk mendukung opini dan laporan auditor. Bukti audit bersifat kumulatif dan terutama diperoleh dari prosedur audit yang dilaksanakan selama audit. Namun, bukti audit juga mencakup informasi yang diperoleh dari sumbersumber lain, seperti audit periode lalu (sepanjang auditor telah menentukan apakah telah terjadi perubahan sejak audit periode lalu yang dapat memengaruhi relevansi audit periode lalu dengan audit periode kini atau prosedur pengendalian mutu suatu KAP untuk penerimaan dan keberlanjutan klien.

Selain sumber-sumber lain yang diperoleh dari dalam dan luar entitas, catatan akuntansi entitas merupakan sumber bukti audit yang penting. Selain itu, informasi yang dapat digunakan sebagai bukti audit mungkin telah disusun oleh seorang pakar yang dipekerjakan atau ditugaskan oleh entitas. Bukti audit terdiri dari informasi yang mendukung dan menguatkan asersi manajemen dan setiap informasi yang bertentangan dengan asersi tersebut. (SA 200,22 par.A28)

b. Risiko Audit

Risiko audit merupakan fungsi dari risiko kesalahan penyajian material dan risiko deteksi. Penilaian risiko didasarkan pada prosedur audit untuk

mendapatkan informasi yang diperlukan untuk tujuan tersebut dan bukti yang diperoleh sepanjang audit. Penilaianrisiko merupakan pertimbangan profesional, dan bukan merupakan hal untukmendapatkan pengukuranyang tepat.( SA 200,24 par A32)

c. Keterbatasan Inheren dalam Suatu Audit

Auditor tidak diharapkan untuk, dan tidak dapat, mengurangirisiko audit hingga tidak ada sama sekali dan oleh karena ituauditor tidak dapat memperoleh keyakinan absolut bahwalaporan keuangan bebas dari kesalahan penyajian materialkarena kecurangan atau kesalahan. Hal ini disebabkan adanyaketerbatasan inheren dalam suatu audit, yang mengakibatkanhampir semua bukti audit yang menjadi basis bagi auditordalam menarik kesimpulan dan menyatakan opini merupakanbukti yang bersifat persuasif bukan konklusif (SA 200,27 par.45). Keterbatasanbawaan suatu audit timbul dari:

a. Sifat Pelaporan Keuangan

Penyusunan laporan keuangan melibatkan pertimbangan olehmanajemen dalam menerapkan ketentuan dalam kerangkapelaporan keuangan yang berlaku bagi entitas sesuai dengan fakta dan kondisi entitas yang bersangkutan. Di samping itu, banyak unsur laporan keuangan melibatkan keputusanatau penilaian subjektif atau suatu tingkat ketidakpastian,dan mungkin terdapat kisar penafsiran atau pertimbanganyang mungkin dibuat. Sebagai konsekuensinya, sebagianunsur laporan keuangan memiliki tingkat variabilitas inherenyang tidak dapat dieliminasi dengan menerapkan proseduraudit tambahan. b. Sifat Prosedur Audit

Terdapat keterbatasan, baik secara praktik maupun legal, ataskemampuan auditor untuk mendapat bukti audit.

c. Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan dan Keseimbangan antara Manfaat dan BiayaKesulitan, waktu, atau biaya yang terlibat tidak dengansendirinya merupakan suatu basis yang valid bagi auditoruntuk meniadakan suatu prosedur audit ketika tidakterdapat alternatif atau menerima bukti audit yang kurangpersuasif. Perencanaan yang tepat membantu auditor dalammengusahakan tersedianya waktu dan sumber daya yangcukup untuk pelaksanaan audit. Namun, relevansi informasidan nilainya cenderung berkurang dengan berlalunya waktu,dan terdapat suatu keseimbangan yang harus dipertimbangkanantara keandalan informasi dan biayanya.Oleh karena itu, terdapat harapan dari penggunalaporan keuangan bahwa auditor akan merumuskan suatuopini atas laporan keuangan dalam suatu periode dan biayayang wajar, dengan menyadari bahwa tidak praktis untukmenangani seluruh informasi yang mungkin ada atau untukmeneliti lebih jauh setiap hal secara mendalam denganasumsi

bahwa informasi tersebut mengandung kesalahanatau kecurangan hingga terbukti sebaliknya.

Sebagai akibatnya, auditor perlu melakukan hal-hal di bawahini:

• Merencanakan audit, sehingga audit dapat dilaksanakansecara efektif;

• Mengarahkan audit ke area yang paling didugamengandung risiko kesalahan penyajian material, baikyang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan,dengan upaya yang lebih sedikit diarahkan ke area lain;dan

• Menggunakan pengujian dan cara lainnya dalammemeriksa populasi untuk kesalahan penyajian. (SA 200 par. A46-A48)

6. Pelaksanaan suatu Audit Berdasarkan SA

Dalam melaksanakan suatu audit, selain ketentuan dalamSA, auditor dapat disyaratkan untuk mematuhi ketentuanhukum atau regulasi. SA tidak mengesampingkan peraturanperundang-undangan atau regulasi yang mengatur suatuaudit atas laporan keuangan. Jika peraturan perundangundanganatau regulasi tersebut berbeda dari SA, suatu audityang dilaksanakan hanya berdasarkan peraturan perundangundangan atau regulasi tidak secara otomatis dianggapmematuhi SA.Auditor juga dapat melaksanakan audit berdasarkan SA danstandar audit suatu yurisdiksi atau negara tertentu secarabersamaan. Dalam kondisi tersebut, selain mematuhi setiapketentuan SA yang relevan dengan audit, auditor mungkinperlu melaksanakan prosedur audit tambahan untuk mematuhistandar audit yurisdiksi atau negara tersebut yang relevan (SA 200,31 par.A55).

2.1.3. Penyampaian Laporan Keuangan (Audited) ke Bapepam-LK

Setiap perusahaan yang go public diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan dan telah diaudit oleh akuntan publik. Tuntutan tersebut diatur dalam Pasal 69 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dan selanjutnya diatur dalam Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-80/PM/1996, yang mewajibkan setiap emiten dan perusahaan publik untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan perusahaan yang telah diaudit oleh auditor independennya kepada Bapepam selambat-lambatnya pada akhir bulan keempat (120 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan perusahaan. Namun, sejak tanggal 30 September 2003,

Bapepam memperketat peraturan dengan dikeluarkannya Peraturan Bapepam Nomor X.K.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-36/PM/2003 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala. Peraturan Bapepam Nomor X.K.2 ini menyatakan bahwa laporan keuangan tahunan harus disertai dengan laporan akuntan dengan pendapat lazim dan disampaikan kepada Bapepam selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan.

Pada penjelasan UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal diatas diterangkan dengan jelas kewajiban untuk menyampaikan dan mengumumkan laporan yang berisi informasi berkala tentang kegiatan usaha dan keadaan keuangan perusahaan publik, dan diharapkan perusahaan menyampaikan laporan keuangannya tepat waktu sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh Bapepam. Pentingnya ketepatan waktu terkait dengan manfaat dari laporan keuangan itu sendiri, apabila terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan keuangan, maka informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya. Peran tersedianya informasi laporan keuangan yang tepat waktu akan digunakan oleh 17 investor (pemodal) sebagai keputusan investasi, dan digunakan masyarakat dalam hal ketersediaan informasi, serta untuk efektivitas pengawasan oleh Bapepam. Apabila perusahaan tidak menyampaikan laporan keuangannya secara tepat waktu maka akan dikenakan sanksi administratif.

Sanksi administratif yang dikenakan pada perusahaan yaitu berupa denda, yang sesuai dengan ketentuan pasal 63 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 tentang penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal yang

menyatakan bahwa : “Emiten yang pernyataan Pendaftarannya telah menjadi efektif, dikenakan sanksi denda Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) atas setiap hari keterlambatan penyampaian laporan dengan ketentuan jumlah keseluruhan denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).”

2.1.4. Audit Report Lag

Ketepatan waktu pelaporan keuangan sangat lah penting untuk menjaga kualitas informasi yang dikandung laporan keuangan tersebut.Laporan keuangan harus disampaikan pada kurun waktu yang telah ditentukan.Knechel dan Payne (2001) menyatakan penelitian yang berkaitan dengan keterlambatan audit adalah penting karena keterlambatan audit mempengaruhi ketepatan waktu informasi akuntansi, ketepatan waktu tersebut adalah kunci untuk mempromosikan kepercayaan investor di pasar modal.

Adanya perbedaan waktu antara tanggal laporan keuangan tersebut dengan tanggal laporan keuangan auditor independen mengindikasi tentang lamanya waktu penyelesaian audit yang dilakukan auditor.Rentang waktu tersebut itulah disebut Audit Report Lag.Menurut Knechel and Payne (2001) serta Ashton et al (1987), Audit Report Lag adalah jangka waktu antara tahun buku perusahaan berakhir sampai dengan tanggal laporan audit. Menurut Aryaningsih dan Budiartha (2014) mengatakan Audit Report Lag diasumsikan sebagai jumlah hari dari periode tahun buku sebuah perusahaan hingga ditandatanginya laporan keuangan yang telah diaudit sebagai dari akhir dari standar pekerjaan lapangan yang dilakukan.

Lamanya waktu penyelesaian proses audit akan mempengaruhi ketepatan waktu dalam publikasi informasi laporan keuangan auditan.Keterlambatan ini akan berdampak pada pengambilan keputusan pihak yang berkepentingan.Dyer dan McHugh (1975:206) membagi keterlambatan atau lag menjadi :

a. Preliminary lag, yaitu interval antara tanggal berakhirnyatahun buku sampai dengantanggal diterimanya laporan keuangan pendahuluan oleh pasar modal.

b. Auditor’ssignature lag, yaitu interval antara tanggal berakhirnya tahun buku sampai dengantanggal yang tercantum dalam laporan auditor.

c. Total lag, yaitu interval antara tanggalberakhirnya tahun buku sampai dengan tanggal diterimanya laporan keuangan tahunanpublikasi oleh pasar modal.

2.1.5. Variabel – variabel Yang Mempengaruhi Audit Report Lag

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Audit Report Lag berdasarkan penelitian terdahulu yaitu : Ukuran Perusahaan,Ukuran KAP,Opini Audit,Solvabilitas ,Laba Rugi dan Kompleksitas .

2.1.5.1. Ukuran Perusahaan

Besar dan kecilnya ukuran perusahaan dapat dilihat dari besar dan kecilnya total aset yang dimiliki. Besar – kecilnya ukuran (size) perusahaan dapat diukur dengan menggunakan indikator : total aktiva, penjualan, atau modal dari perusahaan tersebut, semakin besar nilai item-item tersebut, semakin besar pula ukuran perusahaan itu (Septika, 2016)

Berdasarkan keputusan Bapepam No. Kep-11/PM/1997 perusahaan menengah atau kecil adalah badan hukum yang didirikan di Indonesia yang :

1. Memiliki jumlah kekayaan (total assets) tidak lebih dari Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

2. Bukan merupakan afiliasi atau dikendalikan oleh suatu perusahaan yang bukan perusahaan menengah atau kecil.

3. Bukan merupakan reksa dana.

Ashton et al (1989) dalam Abott et al (2012) menyatakan bahwa ukuran klien (log natural dari total aset) akan terkait secara positif dengan Audit Report Lag jika klien yang lebih besar membutuhkan waktu lebih lama untuk mengaudit. Hal tersebut berkaitan dengan semakin banyaknya jumlah sampel audit yang harus diambil dan semakin luasnya prosedur audit yang harus dilakukan. Namun, hubungan mungkin negatif karena perusahaan besar memiliki pengendalian internal yang lebih baik, memungkinkan untuk audit lebih cepat.Perusahaan besar juga pada umumnya cenderung lebih cepat menyelesaikan proses audit laporan keuangannya karena mereka dimonitori oleh investor, pemerintah dan pengawas pasar modal sehingga mengurangi audit report lag.

Menurut Knechel dan Payne (2001), menunjukkan bahwa Ukuran Perusahaan berpengaruh signifikan terhadap Audit Report Lag,karena adanya ketersediaan sumber daya yang besar,tenaga kerja yang kompeten, dan pengendalian internal yang baik umumnya dimiliki oleh perusahaan berskala besar.Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Prabowo dan Marsono (2013 yang menyatakan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap audit report lag.

Dalam penelitian ini, besar kecilnya ukuran perusahaan diproksi dengan menggunakan:

Ukuran Perusahaan = Ln (total asset)

2.1.5.2. Ukuran KAP

Ukuran Kantor Akuntan Publik di antaranya dapat diukur berdasarkan jumlah karyawan, jumlah klien, serta reputasi. Menurut Arens dkk (2008:33) Kantor Akuntan Publik di Indonesia dibagi menjadi KAP the big four dan KAP non the big four. KAP big four merupakan keempat KAP terbesar di Amerika dan memiliki cabang diseluruh dunia.KAP big four hampir mengaudit seluruh perusahaan besar maupun yang lebih kecil diseluruh dunia. Kategori KAP big four di Indonesia sebagai berikut:

1. KAP Price Waterhouse Coopers, yang bekerja sama dengan KAP Drs. Hadi Susanto dan rekan.

2. KAP KPMG (Klynveld Peat Marwick Goerdeler), yang bekerja sama dengan KAP Sidharta Widjaja dan Rekan.

3. KAP Ernst and Young, yang bekerja sama dengan KAP Purwanto,Suherman dan Surja

4. KAP Deloitte Touche Thomatsu, yang bekerja sama dengan KAP Osman Bing Satrio.

Menurut penelitian Apriyani (2015) KAP Big Four memiliki reputasi yang baik , KAP dengan reputasi yang baik cenderung bekerja lebih profesional untuk tetap mempertahankan reputasinya sehingga dapat menyelesaikan audit lebih tepat waktu. Oleh karena itu, Ukuran KAP berpengaruh terhadap Audit Report Lag. Hal

ini sejalan dengan hasil penelitian Iskandar dan Trisnawati (2010) , Prabowo dan Marsono (2013) yang emnyatakan bahwa Ukuran KAP mempengaruhi Audit Report Lag.

2.1.5.3. Opini Audit

Opini Audit merupakan pendapat yang diberikan oleh auditor terhadap laporan keuangan yang diauditnya.Laporan keuangan yang telah diaudit dapat dipertanggungjawabkan keandalannya.Pada akhir pemerikasaannya, auditor memberikan suatu laporan akuntan yang terdiri dari lembaran opini dan laporan keuangan.Lembaran opini merupakan tanggung jawab akuntan publik, dimana akuntan publik memberikan pendapatnya atas kewajaran laporan keuangan yang disusun oleh manajemen.

Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (IAI,2001 : PSA 29 SA Seksi 508) ada lima jenis opini audit, sebagai berikut :

1. Pendapat Wajar tanpa Pengecualian

Pendapat wajar tanpa pengecualian dapat diberikan auditor bila audit telah dilaksanakan sesuai dengan standar auditing,penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum dan tidak terdapat kondisi tertentu yang memerlukan bahasa penjelasan.

Dokumen terkait