• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

1. Bagi Bank Umum Syariah

Secara umum, dari rasio likuiditas kinerja keuangan Bank Umum syariah lebih baik dibandingkan dengan Bank Umum Konvensional. Akan tetapi, rasio lain lebih rendah dari Bank Umum Konvensional, yaitu rasio kecukupan modal (CAR), rasio profitabilitas (ROA), rasio efisiensi (BOPO), rasio kualitas aktiva produktif (NPL). Untuk meningkatkan rasio-rasio tersebut, Bank Umum Syariah perlu memperhatikan hal-hal berikut agar kinerja keuangan Bank Umum Syariah dapat lebih baik lagi :

a. Rasio permodalan (CAR) Bank Umum Syariah dapat ditingkatkan kualitasnya dengan penambahan modal. Hal ini dapat dilakukan dengan lebih memperhatikan kebutuhan modal pada setiap ekspansi kredit. Usahakan setiap asset yang berisiko tersebut

menghasilkan pendapatan, sehinggga tidak perlu menekan permodalan.

b. Rasio ROA Bank Umum Syariah dapat ditingkatkan dengan melakukan efisiensi usaha dan lebih berhati-hati dalam melakukan ekspansi agar setiap aset yang digunakan dalam operasi dapat menghasilkan laba seperti yang diharapkan.

c. Rasio BOPO Bank Umum Syariah dapat diperkecil dengan melakukan efisiensi dalam setiap operasi usaha. Bank Umum Syariah di Indonesia perlu membuat suatu sistem yang dapat menekan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan operasional khususnya dibidang pengendalian dan pengawasan investasi.

d. Rasio NPL dapat ditingkatkan kualitasnya dengan lebih berhati-hati dalam pemberian kredit terhadap nasabah untuk mengurangi jumlah kredit yang macet dan bermasalah.

2. Bagi Bank Umum Konvensional

Penelitian ini menyimpulkan bahwa kinerja Bank Umum Syariah secara umum dari rasio likuiditas lebih baik dibandingkan Bank Umum Konvensional. Oleh karena itu, Bank Umum Konvensional bisa mempertimbangkan untuk membuka atau menambah Unit Usaha Syariah atau mengkonversi menjadi Bank Umum Syariah.

Karena penelitian ini hanya menggunakan lima rasio dalam mengukur kinerja keuangan Bank Umum Syariah dengan Bank Umum Konvensional, maka sebaiknya peneliti yang akan datang menggunakan lebih banyak rasio untuk mengukur kinerjanya. Selain itu, sebaiknya peneliti yang akan datang juga memperbanyak sampelnya, agar hasilnya lebih tergeneralisasi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBENTUKAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Ruang Lingkup Bank

Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal banknote. Kata Bank berasal dari bahasa Italia banca yang berarti tempat penukaran uang.

Pengertian Bank menurut Kasmir (2012:42) “ Badan Usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak”.

Lembaga keuangan bank sangat penting peranannya dalam pembangunan ekonomi seuatu negara. Hal ini disebabkan karena lembaga keuangan bank mempunyai fungsi, asas, dan tujuan yang sangat mendukung terhadap pembangunan ekonomi suatu negara. Berikut adalah fungsi, asas, dan tujuan Menurut Pasal 2, 3, dan 4 UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan dinyatakan bahwa :

Asas : Perbankan berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.

Fungsi : Fungsi utama perbankan adalah sebagai penghimpun dana dan penyalur dana masyarakat.

Tujuan : Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhanekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan rakyat banyak.

Menurut Lukman dalam Marissa (2011:39), pada dasarnya terdapat tiga prinsip yang harus diperhatikan oleh bank, yaitu :

1. Likuiditas adalah prinsip dimana bank harus dapat memenuhi kewajibannya.

2. Solvabilitas adalah kemampuan untuk memenuhi kewajiban keuangan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. Bank yang solvable adalah bank yang manpu menjamin seluruh hutangnya.

3. Rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.

2.1.2 Bank Umum Syariah

2.1.2.1 Pengertian Bank Umum Syariah

Bank Islam atau di Indonesia disebut bank syariah merupakan lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui aktivitas kegiatan usaha (investasi, jual beli, atau lainnya) berdasarkan prinsip Syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan nilai-nilai Syariah yang bersifat makro maupun mikro (Ascarya : 2008:30).

2.1.2.2 Prinsip Dasar Bank Umum Syariah

Secara garis besar produk-produk bank syariah dapat dikelompokkan ke dalam produk-produk pendanaan, pembiayaan, jasa perbankan, dan kegiatan sosial dengan berbagai prinsip syariah yang digunakan dalam akadnya, berbagai jenis akad yang diterapkan oleh bank syariah dapat dibagi ke dalam enam kelompok pola, yaitu: 1. Akad Pola Titipan (Wadi’ah)

Secara umum Wadi’ah berarti titipan murni dari pihak penitip

(muwaddi’) yang mempunyai barang/asset kepada pihak

penyimpan (mustawda’) yang diberi amanah/kepercayaan, baik individu maupun badan hukum dan harus dijaga dari kerusakan,kerugian dan keutuhannya dan dikembalikan kapan saja penyimpan menghendaki. Akad Wadi’ah dibagi atas 2 yaitu:

a. Titipan Wadi’ah yad Amanah adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan barang/uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima titipan. Adapun aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe deposit box.

b. Titipan Wadi’ah yad Dhamanah adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan telah

mendapatkan izin dari pihak penitip untuk mempergunakan barang/uang yang dititipkan tersebut untuk aktivitas perekonomian tertentu dengan catatan bahwa pihak penerima titipan akan mengembalikan barang/uang yang dititipkan secara utuh pada saat penyimpan menghendaki. Prinsip ini diaplikasikan dalam produk giro dan tabungan. 2. Akad Pola Bagi Hasil (Profit Sharing)

Akad Pola Bagi Hasil merupakan suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah:

a. Mudharabah, adalah akad kerja sama usaha antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha, laba dibagi atas dasar nisbah bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi kerugian akan ditanggung oleh si pemilik dana kecuali disebabkan oleh misconduct, negligence atau violation oleh pengelola dana. Akad Mudharabah secara umum dibagi atas 3 yaitu :

1) Mudharabah Muthlaqah adalah akad kerja sama di mana pemilik dananya memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. Mudharabah ini disebut juga investasi tidak terikat.

2) Mudharabah Muqayyadah adalah akad kerja sama di mana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola antara lain mengenai dana, mengenai lokasi, cara, dan atau objek investasi atau sektor usaha.

3) Mudharabah Musytarakah adalah akad kerja sama di mana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi.

b. Musyarakah, adalah akad kerja sama yang didasarkan atas bagi hasil di mana para mitra berkontribusi dalam modal maupun kerja. Keuntungan dari usaha syariah akan dibagikan kepada para mitra sesuai dengan nisbah yang disepakati para mitra ketika akad, sedangkan kerugian akan ditanggung para mitra sesuai dengan proporsi modal.Ada dua jenis Musyarakah yaitu :

1) Musyarakah kepemilikan, yaitu kepemilikan bersama dua pihak atau lebih dari suatu properti;

2) Musyarakah akad, yang berarti kemitraan yang terjadi karena adanya kontrak bersama atau usaha komersial bersama.

3. Akad Pola Jual Beli (Tijarah)

Akad Pola Jual Beli ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat

nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin). Akad Jual beli dibagi atas 3 yaitu :

1) Murabahah, yaitu suatu bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi harga barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut, dan tingkat keuntungan (margin) yang diinginkan.

2) Salam, merupakan bentuk jual beli dengan pembayaran di muka dan penyerahan barang di kemudian hari (advanced payment atau forward buying atau future sales) dengan harga, spesifikasi, jumlah, kualitas, tanggal, dan tempat penyerahan yang jelas, serta disepakati sebelumnya dalam perjanjian. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam paralel.

3) Istishna, adalah akad jual beli antara pembeli dan produsen yang juga bertindak sebagai penjual. Cara pembayarannya dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. Barang

pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya.

4. Akad Pola Sewa (Ijarah)

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu asset atau jasa sementara hak kepemilikan asset tetap pada pemberi sewa. Sebaliknya penyewa atau pengguna jasa memiliki kewajiban membayar sewa atau upah. Ada dua jenis Ijarah yaitu:

1) Ijarah Murni merupakan akad yang berhubungan dengan sewa jasa;

2) Ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa.

5. Akad Pola Jasa (Fee-Based Services)

Prinsip Pola Jasa (Fee-Based Services) ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip Pola Jasa (Fee-Based Services) ini antara lain:

1) Wakalah merupakan pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak (muwakil) kepada pihak lain (wakil) dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Islam mensyariatkan Wakalah karena manusia membutuhkannya.

2) Kafalah merupakan Jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.

3) Hawalah, Pengalihan utang/piutang dari orang yang berhutang/berpiutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya/menerimanya.

4) Rahn, adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. 5) Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan shadaqah.

2.1.2.3 Sistem Operasional Bank Umum Syariah

Pada sistem operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya modal usaha), dengan perjanjian

pembagian keuntungan sesuai kesepakatan (Ema dalam Widya Wahyuningsih,2012) . Sistem operasional Bank Umum Syariah tersebut meliputi:

1. Sistem Penghimpunan Dana

Metode penghimpunan dana yang ada pada bank-bank konvensional didasari teori yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan dan investasi. Teori tersebut menyebabkan produk penghimpunan dana disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan dan deposito. Berbeda halnya dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas:

a. Modal

Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Dana modal dapat digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan, dan sebagainya yang secara tidak langsung menghasilkan (fixed asset/non earning asset). Selain itu, modal juga dapat digunakan untuk hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan. Pembiayaan yang berasal dari modal, hasilnya tentu saja bagi pemilik modal, tidak dibagikan kepada pemilik dana lainnya. Mekanisme penyertaan modal

pemegang saham dalam perbankan syariah, dapat dilakukan melalui musyarakah fi sahm asy-syarikah atau equity participation pada saham perseroan bank.

b. Titipan (Wadi’ah)

Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Akad yang sesuai dengan prinsip ini ialah al-wadi’ah. Dalam prinsip ini, bank menerima titipan dari nasabah dan bertanggung jawab penuh atas titipan tersebut. Nasabah sebagai penitip berhak untuk mengambil setiap saat kapan saja Nasabah tersebut hendak mengambil titipan tersebut , sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c. Investasi (Mudharabah)

Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabah yang mempunyai tujuan kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari bank. Deposan, dengan demikian bukanlah lender atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional.

2. Sistem Penyaluran Dana (Financing)

Produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu:

a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli. Prinsip jual beli ini dikembangkan menjadi bentuk pembiayaan pembiayaan

murabahah, salam dan istishna’.

b. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa (Ijarah). Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada obyek transaksinya. Bila pada jual beli obyek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah obyek transaksinya jasa.

c. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil. Prinsip bagi hasil untuk produk pembiayaan di bank syariah dioperasionalkan dengan pola-pola musyarakah dan mudharabah.

2.1.3 Bank Umum Konvensional

2.1.3.1 Pengertian Bank Umum Konvensional

Menurut Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 Bank merupakan Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Defenisi ini menunjukkan bahwa objek

aktivitas utama bank adalah masyarakat luas karena dana yang terhimpun dari masyarakat akhirnya akan disalurkan kepada masyarakat juga termasuk individu.

2.1.3.2 Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional

Adapun Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional berdasarkan (Booklet Perbankan Indonesia 2011) adalah sebagai berikut:

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan hal diatas lainnya;

2. Memberikan kredit;

3. Menerbitkan surat pengakuan hutang;

4. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:

5. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah;

6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;

7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;

8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;

9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak;

10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;

11. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;

12. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;

13. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh pihak bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang tentang Perbankan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

14. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia ;

15. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia ;

16. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI; dan

17. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.

2.1.4 Perbedaan Bank Umum Syariah dengan Bank Umum Konvensional

Hal mendasar yang membedakan Bank Umum Konvensional dengan Bank Umum Syari’ah adalah terletak pada pengembalian dan pembagian keuntungan yang diberikan oleh nasabah kepada bank, dan atau yang diberikan oleh bank kepada nasabah. Hal inilah yang menyebabkan terdapatnya istilah bunga dan bagi hasil. Bagi hasil menurut terminologi asing (inggris) dikenal dengan profit sharing. Dalam kamus ekonomi diartikan dengan pembagian laba. Secara defenitif, profit sharing diartikan “distribusi beberapa bagian dari laba pada para pegawai di sebuah perusahaan (Muhammad 2001).

Islam mengharamkan bunga dan menghalalkan bagi hasil. Keduanya memberikan keuntungan, tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai akibat adanya perbedaan antara investasi dan pembungaan uang. Dalam

investasi, usaha yang dilakukan mengandung risiko, dan karenanya mengandung unsur ketidakpastian. Sebaliknya, pembungaan uang adalah aktivitas yang tidak memiliki risiko karena adanya persentase suku bunga tertentu yang ditetapkan berdasarkan besarnya modal. Adapun Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil dapat dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 2.1

Perbandingan Antara Bunga dan Bagi Hasil

Bagi Hasil Bunga

a. Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.

b. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.

c. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha rugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

d. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.

e. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil

a. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.

b. Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang/modal yang dipinjamkan.

c. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.

d. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang

“booming”

e. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama termasuk Islam

Adapun Perbedaan antara Bank Umum Konvensional dengan Bank Umum Syariah adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2

Perbedaan Bank Umum Konvensional dengan Bank Umum Syariah

BUK BUS

Fungsi dan Kegiatan Bank

Intermediasi, Jasa Keuangan Intermediasi, Manager Investasi, Investor, Sosial dan Jasa Keuangan Mekanisme dan

Objek Usaha

Tidak antiriba dan antimaysir

Antiriba dan antimasyir Prinsip Dasar

Operasi

Bebas nilai ( prinsip materialis)

Uang sebagai Komoditi Bunga

Tidak bebas nilai (prinsip syariah islam)

Uang sebagai alat tukar dan bukan komoditi Bagi hasil, jual beli, sewa Prioritas

Pelayanan

Kepentingan pribadi Kepentingan public Orientasi Keuntungan Tujuan sosial-ekonomi

islam, keuntungan

Bentuk Bank komersial Bank komersial, bank pembangunan, bank universal atau multi-porpose

Evaluasi Nasabah

Kepastian pengambilan pokok dan bunga (creditworthiness dan collateral)

Lebih hati-hati karena partisipasi dalam risiko

Hubungan Nasabah

Terbatas debitor-kreditor Erat sebagai mitra usaha Sumber

Likuiditas Jangka Pendek

Pasar Uang, Bank Sentral Pasar Uang Syariah, Bank Sentral Pinjaman yang diberikan Komersial dan nonkomersial, berorientasi laba Komersial dan nonkomersial berorientasi laba dan nirlaba

Lembaga Penyelesai Sengketa

Pengadilan, Arbitrase Pengadilan, Badan Arbitrase Syariah Nasiona

Struktur Organisasi Pengawas

Dewan Komisaris Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, Dewan Syariah Nasional

2.1.5 Rasio Keuangan

2.1.5.1 Rasio Kecukupan Modal

Kecukupan modal adalah gambaran kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi untuk menutup risiko kerugian yang mungkin timbul dari penanaman dana dalam aset produktif yang mengandung risiko, serta untuk pembiayaan dalam aset tetap dan investasi. Rasio Kecukupan Modal yang digunakan dalam penelitian ini adalah Capital Adequacy Ratio yaitu rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha serta menampung kerugian yang diakibatkan dalam operasional bank. Kegiatan utama Bank adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dalam bentuk kredit. Dengan CAR yang cukup atau memenuhi ketentuan, Bank tersebut dapat beroperasi sehingga terciptalah laba. Besarnya modal suatu Bank juga akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Bank. Dengan kata lain semakin tinggi CAR semakin baik kinerja suatu bank.

CAR = x 100%

H1 : Terdapat perbedaan yang tidak signifikan antara kinerja Bank Umum Syariah dengan Bank Umum Konvensional, berdasarkan rasio kecukupan modal.

2.1.5.2 Rasio Profitabilitas

Menurut Harahap (2009:309), Rasio profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuannya, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan kas, ekuitas, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya.

Rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return on Assets (ROA). Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset hal ini juga menunjukkan semakin efektif perusahaan tersebut karena besrnya ROA dipengaruhi oleh besarnya laba yang dihasilkan perusahaan.

Profitabilitas suatu perusahaan akan mempengaruhi kebijakan para investor atas investasi yang dilakukan. Kemampuan peurusahaan untuk menghasilkan laba akan dapat menarik para investor untuk menanamkan dananya guna mjemperluas usahanya, sebaliknya tingkat profitabilitas yang rendah akan menyebabkan para investor menarik dananya. Sedangkan bagi perusahaan itu sendiri

Dokumen terkait