• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

4.2. Saran

a) Bagi Pelayanan Kesehatan

Agar petugas kesehatan selalu memberikan pengarahan kepada pasien dan keluarga agar mampu memahami dalam pengobatan terhadap keluarga pasien.

b) Bagi Institusi Pendidikan

Agar pendidikan lebih meningkatkan pengayaan, penerapan, dan pengajaran asuhan keperawatan kepada mahasiswa. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan memberikan keterampilan yang lebih kepada mahasiswa. c) Bagi Pasien dan Keluarga

Dengan adanya asuhan keperawatan yang dilakukakan oleh perawat kepada klien, diharapkan klien dan keluarga mandiri dalam mencegah, meningkatkan dan mempertahankan kesehatan bagi diri, keluarga maupun lingkungan, sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal.

BAB II

PENGELOLAAN KASUS

C. Konsep Dasar Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar Oksigenasi

2.1. Definisi TB Paru

Tuberkulosis paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Somantri, 2007).

Tuberkulosis pada manusia ditemukan dalam dua bentuk yaitu: a. Tuberkulosis primer, jika terjadi pada infeksi yang pertama kali.

b. Tuberkulosis sekunder, kuman yang dorman pada tuberkulosis primer dan aktif setelah bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (Somantri, 2008).

2.2. Etiologi

Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen M. Tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, M. Tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberculosis (Somantri, 2008).

2.3. Patofisiologis

Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana mereka terkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas). Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri, limfosit spesifik tuberkulosis melisis (menghancurkan)

basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi dan sampai 10 minggu setelah pemajanan.

Masa jaringan baru, yang disebut granulomas yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkelghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar kolagenosa, bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. Setelah infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Tuberkel ghon memecah, melepaskan bahan seperti ke dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah sembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut.

2.4. Manifestasi Klinis

1. Demam ringan, berkeringat pada malam hari. 2. Sakit kepala.

3. Takikardi. 4. Anoreksia.

5. Penurunan berat badan. 6. Malaise.

7. Keletihan. 8. Nyeri otot. 9. Batuk.

10.Sputum bercampur darah. 11.Nyeri dada.

2.5. Komplikasi 1. Atelektasis/penyempitan bronkus. 2. Hemaptoe. 3. TBC milier. 4. Meningitis. 5. Kambuh kembali.

2.6. Pengertian Kebutuhan Oksigenasi

Oksigen (O2) adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 ruangan setiap kali bernafas. Oksigenasi adalah tindakan, proses, atau hasil pengambilan oksigen.

Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel (Alimul, 2006).

2.7. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Tubuh Manusia

Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri atas saluran pernafasan bagian atas, bagian bawah, dan paru (Alimul, 2006).

a. Saluran pernafasan bagian atas

Saluran pernafasan bagian atas berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara yang terhidup. Saluran pernafasan ini terdiri atas:

1) Hidung

Hidung terdiri atas nares anterior (saluran dalam lubang hidung) yang memuat kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu yang kasar dan bermuara ke rongga hidung dan rongga hidung yang dilapisi oleh selaput lendir yang mengandung pembuluh darah. Proses oksigenasi diawali dengan penyaringan udara yang masuk melalui hidung oleh bulu yang ada dalam vestibulum (bagian rongga hidung), kemudian dihangatkan serta dilembabkan.

2) Faring

Faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang dari dasar tengkorak sampai esofagus yang terletak dibelakang nasofaring (di belakang hidung), dibelakang mulut (orofaring), dan di belakang laring (laringofaring).

3) Laring (tenggorokan)

Laring merupakan saluran pernafasan setelah faring yang terdiri atas bagian dari tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, terdiri atas dua lamina yang bersambung di garis tengah.

b. Saluran pernafasan bagian bawah

Saluran pernafasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi surfaktan. Saluran ini terdiri atas:

1) Trakea

Trakea atau disebut sebagai batang tengkorak, memiliki panjang kurang lebih sembilan sentimeter yang dimulai dari laring sampai kira-kira ketinggian vetebra torakalis kelima. Trakea tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tidak lengkap berupa cincin, dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing.

2) Bronkus

Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakea yang terdiri atas dua percabangan kanan dan kiri. Bagian kanan lebih pendek dan lebar daripada bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas, tengah, dan bawah, sedangkan bronkus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan dari lobus atas dan bawah.

3) Bronkiolus

Bronkiolus merupakan saluran percabangan setelah bronkus. c. Paru

Paru merupakan organ utama dalam sistem pernafasan. Paru terletak dalam rongga torak setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura parietalis dan pleura viseralis, serta dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan surfaktan (Alimul, 2006).

Paru sebagai alat pernafasan utama terdiri atas dua bagian, yaitu paru kanan dan kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat organ jantung beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut, dengan bagian puncak disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis, berpori, serta berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida (Alimul, 2006).

2.8. Fisiologi Pernafasan

Sebagian besar sel dalam tubuh memperoleh energi dari reaksi kimia yang melibatkan oksigen dan pembuangan karbondioksida. Pertukaran gas pernafasan terjadi antara udara di lingkungan dan darah. Terdapat tiga langkah dalam proses oksigenasi, yakni: ventilasi, perfusi, dan difusi (McCance dan Huether, 1994).

a) Ventilasi

Ventilasi merupakan proses unuk menggerakkan gas kedalam dan keluar paru-paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan thoraks yang elastis dan persarafan yang utuh. Otot pernafasan inspirasi utama adalah diafragma. Diafragma dipersarafi oleh saraf frenik,yang keluar dari medulla spinalis pada vertebra servikal keempat (Potter dan Perry, 2005).

b) Perfusi

Fungsi utama sirkulasi paru adalah mengalirkan darah dari membran kapiler alveoli sehingga dapat berlangsung pertukaran gas. Sirkulasi pulmonar merupakan suatu reservoaruntuk darah sehingga paru dapat meningkat volume darahnya tanpa peningkatan tekanan darah arteri atau vena pulmonar yang besar. Sirkulasi pulmonar juga berfungsi sebagai suatu filter, yang menyaring trombus kecil sebelum trombus tersebut mencapai organ-organ vital (Potter dan Perry, 2005).

c) Difusi

Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi yang lebih tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang lebih rendah. Difusi gas pernafasan terjadi di membran kapiler alveolar dan kecepatan difusi dapat dipengaruhi oleh ketebalan membran (Potter dan Perry, 2005).

2.9. Jenis Pernafasan

Adapun jenis pernafasan yang terjadi pada manusia adalah: a) Pernafasan Eksternal

Pernafasan eksternal merupakan proses masuknya O2 dan keluarnya CO2 dari tubuh, sering disebut sebagai pernafasan biasa. Proses pernafasan ini dimulai dari masuknya oksigen melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas, kemudian oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkhial ke alveoli, lalu oksigen akan

menembus membran yang akan diikat oleh Hb sel darah merah dan di bawa ke jantung. Setelah itu, sel darah merah dipompa oleh arteri ke seluruh tubuh untuk kemudian meninggalkan paru dengan tekanan oksigen 100 mmHg. Karbondioksida sebagai hasil buangan metabolisme menembus membran kapiler alveolar, yakni dari kapiler darah ke alveoli dan melalui pipa bronkhial (trakea) dikeluarkan melalui hidung dan mulut (Alimul, 2006).

b) Pernafasan Internal

Pernafasan internal merupakan proses terjadinya pertukaran gas antar sel jaringan dengan cairan sekitarnya yang sering melibatkan proses metabolisme tubuh, atau juga dapat dikatakan bahwa proses pernafasan ini diawali dengan darah yang telah menjenuhkan Hb-nya kemudian mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler dan bergerak sangat lambat. Sel jaringan mengambil oksigen dari Hb dan darah menerima sebagai gantinya dan menghasilkan karbondioksida sebagai sisa buangannya (Alimul, 2006).

2.10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi suatu individu yang tentunya akan sangat berpengaruh terhadap oksigenasi yang dibutuhkan untuk hidup. Faktor-faktor tersebut adalah:

1. Faktor Fisiologi

a) Menurunnya kapasitas pengiktan O2 seperti anemia.

b) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran nafas bagian atas.

c) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transpor O2 terganggu.

d) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil, luka dan lain-lain.

e) Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan, obesitas, musculus skeleton yang abnormal, penyakit kronik seperti TBC paru.

2. Faktor Perkembangan

a) Bayi prematur: yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan. b) Bayi dan toodler: adanya resiko infeksi saluran pernafasan akut.

c) Anak usia sekolah dan remaja, resiko saluran pernafasan dan merokok. d) Dewasa muda dan pertengahan: diet yang tidak sehat, kurang aktivitas,

stress yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.

e) Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan arteriosklerosis (sesak), elastisitas menurun, ekspansi paru menurun. 3. Faktor Perilaku

a) Nutrisi: misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru, gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet yang terlalu tinggi lemak menimbulkan arteriosklerosis.

b) Exercise (olahraga berlebih): exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dapat meningkatkan aktivitas metabolik, denyut jantung, dan kedalaman serta frekuensi pernafasan yang akan meningkatkan kebutuhan oksigen bagi tubuh.

c) Merokok: nikotin yang terdapat didalam tubuh menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan menyebabkan gangguan vasklarisasi perifer dan penyakit jantung koroner.

d) Substance abuse (alkohol dan obat-obatan): menyebabkan intake nutrisi (Fe) menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin, alkohol menyebabkan depresi pada pusat pernafasan.

e) Kecemasan: perasaan takut, cemas dan marah yang tidak terkontrol akan merangsang aktivitas saraf simpatis. Kondisi ini menyebabkan peningkatan denyut jantung dan frekuensi pernafasan sehingga kebutuhan oksigen meningkat. Selain itu, kecemasan juga dapat meningkatkan laju dan kedalaman pernafasan.

4. Faktor Lingkungan

Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi. Semakin tinggi daratan, maka semakin rendah pula konsentrasi O2, sehingga semakin sedikit O2 yang dapat dihirup oleh manusia. Sebagai akibatnya individu yang bermukim pada ketinggian memiliki laju pernafasan dan jantung yang meningkat, juga kedalaman pernafasan yang meningkat. Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan berdilatasi, sehinga darah akan mengalir kekulit. Meningkatnya jumlah panas yang hilang dari permukaan tubuh akan

mengakibatkan curah jantung meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga akan meningkat. Pada lingkungan yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh darah perifer, akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah yang akan menurunkan kegiatan-kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen.

2.11. Perubahan Fungsi Pernafasan

Adapun perubahan fungsi pernafasan yaitu: a) Hiperventilasi

Hiperventilasi merupakan suatu kondisi ventilasi yang berlebih, yang dibutuhkan untuk mengeliminasi karbondioksida normal di vena, yang diproduksi melalui metabolisme seluler. Hiperventilasi dapat disebabkan oleh ansietas, infeksi, obat-obatan, ketidakseimbangan asam-basa, dan hipoksia yang dikaitkan dengan embolus paru atau syok. Tanda dan gejala hiperventilasi adalah takikardia, nafas pendek, nyeri dada (chest paint) menurunnya konsentrasi, disorientasi, tinnitus.

b) Hipoventilasi

Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh atau mengeliminasi karbon dioksida secara adekuat. Tanda dan gejala hipoventilasi yaitu, pusing, nyeri kepala (dapat dirasakan di daerah oksipital hanya saat terjaga), disorientasi, penurunan kemampuan mengikuti instruksi, koma dan henti jantung.

c) Hipoksia

Hipoksia adalah oksigenasi jaringan yang tidak adekuat pada tingkat jaringan. Kondisi ini terjadi akibat defisiensi penghantaran oksigen atau penggunaan oksigen di selular. Hipoksia dapat disebabkan oleh, penurunan kadar hemoglobin dan penurunan kapasitas darah yang membawa oksigen, penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi, ketidak mampuan jaringan untuk mengambil oksigen dari darah, seperti yang terjadi pada kasus keracunan sianida, penurunan difusi oksigen dari alveoli ke darah, seperti yang terjadi pada kasus pneumonia, perfusi darah yang mengandung oksigen di jaringan yang buruk, seperti yang terjadi pada syok, dan kerusakan ventilasi, seperti yang terjadi pada fraktur iga multipel atau trauma dada. Tanda dan gejala klinis hipoksia termasuk rasa cemas,

gelisah, tidak mampu berkonsentrasi, penurunan tingkat kesadaran, pusing, perubahan perilaku.

2.12. Pengkajian

Pengkajian keperawatan untuk status oksigenasi meliputi riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik.

a. Riwayat Keperawatan

Pengkajian riwayat keperawatan pada masalah kebutuhan oksigen meliputi: ada atau tidaknya riwayat gangguan pernafasan (gangguan hidung dan tenggorokan), seperti epistaksis (kondisi akibat luka/kecelakaan, penyakit rematik akut, sinusitis akut, hipertensi, gangguan pada sistem peredaran darah, dan kanker), obstruksi nasal (kondisi akibat polip, hipertropi tulang hidung, tumor, dan influenza), dan keadaan lain yang menyebabkan gangguan pernafasan. Pada tahap pengkajian keluhan atau gejala, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah keadaan infeksi kronis dari hidung, sakit pada daerah sinus, keluhan nyeri pada tenggorokan, kenaikan suhu tubuh hingga sekitar 38,50C, sakit kepala, lemas sakit perut hingga muntah-muntah (pada anak-anak), faring berwarna merah dan adanya edema.

b. Pola Batuk dan Produksi Sputum

Tahap pengkajian pola batuk dilakukan dengan cara menilai apakah batuk termasuk batuk kering, keras, dan kuat dengan suara mendesing, berat dan berubah-ubah seperti kondisi pasien yang mengalami penyakit kanker. Juga dilakukan pengkajian apakah pasien mengalami sakit pada bagian tenggorokan saat batuk kronis dan produktif serta saat dimana pasien sedang makan, merokok, atau saat malam hari. Pengkajian terhadap lingkungan tempat tinggal pasien (apakah berdebu, penuh asap, dan adanya kecenderungan mengakibatkan alergi) perlu dilakukan. Pengkajian sputum dilakukan dengan cara memeriksa warna, kejernihan, dan apakah bercampur darah terhadap sputum yang dikeluarkan oleh pasien.

c. Sakit Dada

Pengakajian terhadap sakit dada dilakukan untuk mengetahui bagian yang sakit, luas, intensitas, faktor yang menyebabkan rasa sakit, perubahan nyeri

dada apabila posisi pasien berubah, serta ada atau tidaknya hubungan antara waktu inspirasi dan ekspirasi dengan rasa sakit.

d. Pemeriksaan Fisik

Untuk menilai status oksigenasinya klien, perawat menggunakan keempat teknik pemeriksaan fisik, yaitu inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi. 1. Inspeksi

Pada saat inspeksi perawat mengamati tingkat kesadaran klien, penampilan umum, postur tubuh, kondisi kulit dan membran mukosa, dada (kontur rongga interkosta; diameter anteroposterior (AP); struktur thoraks; pergerakan dinding dada), pola nafas (frekuensi dan kedalaman pernafasan; durasi inspirasi dan ekspirasi), ekspansi dada secara umum, adanya sianosis, adanya deformitas dan jaringan parut pada dada, dll.

2. Palpasi

Palpasi dilakukn dengan meletakkan tumit tangan pemeriksa mendatar di atas dada pasien. Saat palpasi, perawat menilai adanya fremitus taktil pada dada dan punggung pasien dengan memintanya menyebutkan “tujuh-tujuh” secara berulang. Jika pasien mengikuti instruksi tersebut secara tepat, perawat akan merasakan adanya getaran pada telapak tangannya. Normalnya, fremitus taktil akan terasa pada individu yang sehat, dan akan meningkat pada kondisi konsolidasi. Selain itu palpasi juga dilakukan untuk mengkaji temperatur kulit, pengembangan dada, adanya nyeri tekan, thrill, titik impuls maksimum, abnormalitas masa dan kelenjar, sirkulasi perifer, denyut nadi, pengisian kapiler, dll.

3. Perkusi

Secara umum, perkusi dilakukan untuk menentukan ukuran dan bentuk organ dalam serta untuk mengkaji adanya abnorminalis, cairan atau udara di dalam paru. Perkusi sendiri dilakukan dengan menekankan jari tengah (tangan non-dominan) pemeriksa mendatar di atas dada pasien. Kemudian jari tersebut di ketuk-ketuk dengan menggunakan unjung jari tengah atau jari telunjuk tangan sebelahnya. Normalnya, dada menghasilkan bunyi resonan atau gaung perkusi. Pada penyakit tertentu (mis: pneumotoraks, emfisema), adanya udara pada dada dan paru-paru menimbukan bunyi hipersonan atau bunyi drum. Sedangkan bunyi

pekak atau kempis terdengar apabila perkusi dilakukan di atas area yang mengalami atelektasis.

4. Auskultsi

Auskulasi adalah proses mendengarkan suara yang di hasilkan di dalam tubuh. Auskultasi dapat dilakukan langsung atau dengan stetoskop. Bunyi yang terdengar digambarkan derdasarkan nada, intensitas, durasi, dan kualitasnya. Untuk mendapatkan hasil yang lebih valid dan akurat, auskultasi dilakukan untuk mendengarkan bunyi nafas vesikular, bronkial, bronkovesikular, rales, ronkhi; juga untuk mengetahui adanya perubahan bunyi nafas serta lokasi dan waktu terjadinya.

2.13. Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan dari hasil pengkajian kemudian dikelompokkan dan dianalisa untuk menemukan masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya dibagi menjadi dua data yaitu, data sujektif adalah data yang di dapat dari pasien langsung, dan data objektif adalah data yang didapat dari observasi perawat langsung kepada pasien kemudian ditentukan masalah keperawatan yang timbul.

2.14. Rumusan Masalah

Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan TB Paru adalah :

1. Infeksi, resiko tionggi, (penyebaran/aktivasi ulang). Dapat dihubungkan dengan:

a) Pertahanan primer tak adekuat penurunan kerja silia/stasis sekret. b) Kerusakan jaringan/tambahan infeksi.

c) Penurunan pertahanan/penekanan proses inflamasi. d) Malnutrisi.

e) Terpajan lingkungan.

f) Kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen. 2. Bersihan jalan nafas, takefektif.

Dapat dihubungkan dengan:

a) Sekret kental atau sekret darah. b) Kelemahan, upaya batuk buruk.

c) Edema trakeal/faringeal.

3. Pertukaran gas, kerusakan, resiko tinggi terhadap. Dapat dihubungkan dengan:

a) Penurunan permukaan efektif paru, atelektasis. b) Kerusakan membran alveolar-kapiler.

c) Sekret kental, tebal. d) Edema bronkial.

4. Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh. Dapat dihubungkan dengan:

a) Kelemahan.

b) Sering batuk/produksi sputum; dispnea. c) Anoreksia.

d) Ketidakcukupan sumber keuangan.

5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan.

Dapat dihubungkan dengan:

a) Kurang terpajan pada/salah interpretasi informasi. b) Keterbatasan kognitif.

c) Tak akurat/tak lengkap informasi yang ada. 2.15. Perencanaan

Klien yang mengalami kerusakan oksigenasi membutuhkan rencana asuhan keperawatan yaitu:

1. Infeksi, resiko tinggi, (penyebaran/aktivasi ulang) Tindakan/intervensi:

a. Mandiri:

a) Kaji patologi penyakit (aktif/fase tak aktif; diseminasi infeksi melalui bronkus untuk membatasi jaringan atau melalui aliran darah/sistem limfatik) dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa, menyanyi.

b) Identifikasi orang lain yang berisiko, contoh anggota rumah, sahabat karib/teman.

c) Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tisu dan menghindari meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik mencuci tangan yang tepat. Dorong untuk mengulangi demonstrasi. d) Awasi suhu sesuai indikasi.

e) Identifikasi faktor risiko individu terhadap pengaktifan berulang tuberkulosis, contoh tahanan bawah (alkoholisme, malnutrisi/bedah bypass intestinal); gunakan obat penekan imun/kortikosteroid; adanya diabetes melitus, kanker, kalium.

f) Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.

g) Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara periodik terhadap sputum untuk lamanya terapi.

h) Dorong memilih/mencerna makanan seimbang. Berikan makan sering kecil pada jumlah makanan besar yang tepat.

b. Rasional

a) Membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang/komplikasi. Pemahaman bagaimana penyakit disebarkan dan kesadaran kemungkinan transmisi membantu pasien/orang terdekat untuk mengambil langkah untuk mencegah infeksi ke orang lain.

b) Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran/terjadinya infeksi.

c) Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi.

d) Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular.

e) Reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut.

f) Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah pola hidup dan menghindari/menurunkan insiden eksaserbasi.

g) Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas sedang, risiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.

h) Alat dalam pengawasan efak dan keefektifan obat dan respons pasien terhadap terapi.

i) Adanya anoreksia dan/atau malnutrisi sebelumnya merendahkan tahanan terhadap proses infeksi dan mengganggu penyembuhan. Makan kecil dapat meningkatkan pemasukan semua.

c. Kolaborasi

a) Berikan agen antiinfeksi sesuai indikasi, contoh obat utama: Isoniazid (INH) etambutal (Myambutol); rifampin (RMP/Rifadin). b) Pirazinamida (PZA/Aldinamide); para-amino salisik (PAS);

sikloserin (Seromycin); streptomisin (Strycin).

c) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh hasil usap sputum. d) AST/ALT.

e) Laporkan ke departemen kesehatan lokal. d. Rasional

a) Kombinasi agen antiinfeksi digunakan, contoh 2 obat primer atau satu primer tambah 1 dan obat sekunder. INH biasanya obat pilihan untuk pasien infeksi dan pada risiko terjadi TB. Kemoterapi INH dan refampin jangan pernah (selama 9 bulan) dengan etambutal (selama 2 bulan pertama) pengobatan cukup untuk TB paru. Etambutal harus diberikan bila sistem saraf pusat atau tak terkomplikasi, penyakit diseminata terjadi atau bila dicurigai resisten INH. Terapi luas (sampai 24 bulan) diindikasikan untuk kasus reaktivasi, reaktivasi TB ekstrapulmonal, atau adanya masalah medik lain, contoh diabetes melitus atau silikosis. Profilaksis dengan INH selama 12 bulan harus

Dokumen terkait