• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

1. Saran kepada PKL khususnya PKL disekitar alun-alun Kota Ngawi, Modal sosial yang telah ada hendaknya terus dijaga dan dilestarikan. Beberapa upaya untuk menjaga modal sosial dengan lebih meningkatkan kepercayaan, memelihara norma-norma yang ada seperti ewuh pakewuh

dan jimpitan serta lebih intens dalam menyelenggarakan kerja bhakti dan

arisan. Modal sosial bukanlah modal yang akan habis bila dipakai tetapi akan semakin bermanfaat jika selalu dipergunakan. Apabila modal sosial dapat terpelihara dengan baik maka nilai ekonomis yang ditimbulkan oleh modal sosial tersebut juga akan meningkat sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan PKL. Khusus kepada PKL yang belum menjadi anggota paguyuban akan lebih baik jika ikut bergabung sebagai anggota paguyuban PKL, agar implikasi negative yang ditimbulkan dari modal sosial dapat dikurangi.

2. Saran kepada pemerintah daerah Kabupaten Ngawi, perlunya agenda rutin pertemuan satuan kerja terkait PKL dengan PKL, agar hubungan antara PKL dengan Pemerintah Daerah dapat terjaga dengan baik. Pemberian bantuan hendaknya benar-benar memperhatikan sasaran sehingga tidak timbul kecemburuan sosial dan diharapkan tidak hanya mengandalkan paguyuban dalam pendistribusian bantuan yang ada.

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Ahmad, Ahmaddin. 2002. Redesain Jakarta 2020. Jakarta: Kota Press.

Alisjahbana. 2005. Sisi Gelap Perkembangan Kota: Resistensi Sektor Informal

dalam Perspektif Sosiologis. Yogyakarta: Laksbang Pressindo.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Sebagai Pendekatan P raktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Berutu, Lister (Ed), 2002, Aspek-aspek Kultural Etnis Pakpak; Suatu Eksplorasi

tentang Potensi Lokal, Medan: Penerbit Monora.

Djojodipuro, Marsudi, 1992, Teori Lokasi, Jakarta: Lembaga Penerbit fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Fukuyama, Francis, 2002, Trust; Kebijakan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran, Yogyakarta: Penerbit Qalam.

Lawang, Robert MZ. 2005. Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologik: Suatu

Pengantar, Cet. 2. Depok: FISIP UI Press.

McGee, T.G. dan Y.M. Yeung. 1977. Hawkers in Southeast Asian Cities:

Planning for The Bazaar Economy. Ottawa: International Development

Research Centre.

Moleong, Lexy J.2004. Metode Penelitian Kualiatif. Cetakan kesepuluh. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Nazir. 2005. Metode Penelitian. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia.

Putnam, R. 1993. The Prosperous Community- Social capital and Public Life.

American Prospect (13): 35-42 (Dalam The World Bank 1998. Hal 5-7)

Silalahi, Ulber. 2006. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Unpar Press.

Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Persada.

Suharto, Edi. 2007. Modal Sosial dan Kebijakan Publik. Bandung : Alfabet. Tonkiss., F.2000. Trust, Social Capital and economy. Dalam F Tonkiss dan A

commit to user

Yustika, Ahmad Erani. 2006. Ekonomi Kelembagaan: Definisi, Teori, dan

Strategi. Malang: Bayumedia

Jurnal / Hasil Penelitian:

Baldacchino, Godfrey. January 2005. The Contribution of Social Capital to Economic Growth: Lessons from Island Juridictions. The Round Table Vol 94, No.1, 31-46

Brata, Alosius Gunadi. 2004. Nilai Ekonomis Modal Sosial Pada sektor Informal Perkotaan. Jurnal Lembaga Penelitian Universitas Atma Jaya.

Fafchamps, Marcel dan Bart Minten. April 1999. Social Capital and the Firm, Eviden from Agricultural Trade.

http//www.appropriate-economics.org/materials/social_capital_and_the_firm.pdf.

Glaeser, Edward L, dkk. June 2000. The Economic Approach to Social Capital.

NBER Working Paper No. 7728. JEL No. D0,J0,R0

Gustriadi, Noviar. 2005.Modal Sosial Pedagang Kaki Lima. Studi Kasus Dua Pedagang Kaki Lima di Pasar Tradisional Flamboyan dan Dahlia Kota Pontianak. Tesis tidak diterbitkan. Pascasarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial Konsentrasi Pembangunan Sosial Uiversitas Indonesia.

Lubis, Zulkifli, B, dan Fikarwin Zuska, 2001, Resistensi, Persistensi dan Model Transmisi Modal Sosial dalam Pengelolaan Sumber Daya Milik Bersama,

Laporan Penelitian, Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik

Indonesia

Portes, Alejandro, 2000, The Two Meanings of Social Capital, Sociological Forum, Vol. 15.

Santoso, Slamet. 2007. Peran Modal Sosial Terhadap Perkembangan Pedagang Kaki Lima di Ponorogo. Aspirasi, Vol. XVII No. 1, Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

Syahyuti. Juli 2008. Peran Modal Sosial (Social Capital) Dalam Perdagangan Hasil Pertanian. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume 26 No. 1. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertaniaan Bogor.

Widjajanti, Retno, 2000, Penataan Fisik Pedagang Kaki Lima pada Kawasan Komersial di Pusat Kota, Studi Kasus : Simpang Lima Semarang, Tesis

tidak diterbitkan, Magister Teknik Pembangunan Kota Institut Teknologi

Bandung

World Bank. 2000. World Development Report 1999/2000: Entering the 21st

commit to user

World Bank. 2006. Social Capital in Economics, Trade and Migration. http//www.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/TOPICS/EXTSOCIAL DEVELOPMENT/EXTTSOCIALCAPITAL

Artikel:

BPS Prov. Kepulauan Riau. Konsep dan definisi angkatan kerja.

http://kepri.bps.go.id/konsep-dan-definisi-angkatan-kerja/#ixzz17cMiYXSB

Kabari Bos online. Analisis Permasalahan dan Pemetaan Kebutuhan ModalSosial

Ekonomi Pedagang Kaki Lima. Diambil 2011, 3 September, dari

http://siap-bos.blogspot.com/2009/05/analisis-permasalahan-dan-pemetaan.html

Pikiran Rakyat, 22 Februari 2005, Membincangkan Modal Sosial (1)

Marfai, Aris. 2005. Angkringan, Sebuah Simbol Perlawanan. URL artikel: http://www.penulislepas.com

Ramelan, Rahadi. 2002. Menyikapi Modal Asing: Bagian Pertama dari Dua

Tulisan. http//www.leapidea.com/presentation>id=41. 19 September 2011

Dokumen:

Peraturan Bupati Ngawi Nomor 11 Tahun 2007 tentang Lokasi dan Relokasi Pedagang Kaki Lima.

commit to user

LAMPIRAN I PEDOMAN WAWANCARA

1. Pedagang Kaki Lima A. Data Informan

1. Siapakah nama anda atau nama panggilan anda sehari-hari?

2. Berapakah umur anda sekarang, apakah anda asli penduduk Ngawi dan dimana anda tinggal?

3. Bagaimanakah latar belakang pendidikan anda?

4. Apakah anda sudah menikah, siapa saja anggota keluarga anda tersebut? 5. Apa jenis usaha kaki lima anda?

6. Sudah berapa lama anda menjadi pedagang kaki lima, sebelum anda usaha seperti sekarang ini, apa saja usaha anda atau anda bekerja sebagai apa sebelumnya?

7. Bagaimana anda melakukan aktivitas usaha ini mulai dari awal anda berangkat dari rumah hingga pulang ke rumah?

B. Modal Sosial Pedagang Kaki Lima

1. Bagaimanakah anda memulai usaha PKL?

2. Darimanakah anda mendapat informasi dan modal usaha untuk menjadi PKL?

3. Pertimbangan apa yang anda pergunakan dalam memilih lokasi berdagang?

4. Apakah ada pihak keluarga yang ikut membantu anda dalam berusaha setiap hari?

5. Apakah anda turut serta menjadi anggota paguyuban PKL , dampak apa yang anda rasakan?

6. Apakah anda pernah meminjam barang/uang kepada PKL yang lain? Bagaimanakah prosedurnya?

7. Apakah anda pernah membantu PKL yang lain?

8. Apakah ada kegiatan arisan atau yang lain untuk memupuk kebersamaan sesama PKL?

9. Bagaimanakah hubungan anda dengan PKL yang tidak menjadi anggota paguyuban?

10.Apakah ada perbedaan hubungan dengan PKL yang tidak menjadi anggota paguyuban?

11.Pernahkah anda mendapat bantuan/kredit modal usaha dari pemerintah? 12.Bagaimanakah hubungan anda dengan pembeli, dan usaha apakah yang

commit to user

13.Bagaimanakah hubungan anda dengan pemerintah (satpol pp dan dinas pasar) apakah pernah terjadi benturan dan bagaimanakah penyelesaiaannya?

14.Bagaimanakah pendistrubusian bila ada bantuan dari pemerintah (tenda)? 15.Upaya apakah yang anda lakukan agar anda tetap diperbolehkan menjadi

PKL?

16.Apakah kendala/permasalahan yang timbul ketika anda menjadi PKL? 17.Apakah ada pungutan liar bagi PKL disekitar alun-alun?

2.Pembeli

A. Data Informan

1. Siapakah nama anda dan berapa usia anda? 2. Apakah pekerjaan anda?

3. Dimanakah anda tinggal? B. Modal Sosial PKL

1. Apakah anda mengenal dengan baik PKL ?

2. Apakah anda puas dengan pelayanan yang diberikan oleh PKL?

3. Apakah anda percaya dengan kualitas barang yang diungkapkan oleh PKL?

4. Mengapa anda memilih membeli/berbelanja di PKL? 5. Apakah anda berlangganan membeli kepada PKL tertentu?

6. Bagaimanakah pendapat anda mengenai hubungan PKL dengan sesama PKL?

3.Pemda ( Satpol PP dan Dinas Pasar )

1. Bagaimanakah arah kebijakan Pemda Ngawi terhadap perkembangan PKL di Kabupaten Ngawi?

2. Pernahkah ada konflik terkait PKL di Kabupaten Ngawi?

3. Bagaimanakah upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk tetap menjaga ketertiban dan keamanan terkait PKL?

4. Apakah pernah ada upaya penertiban PKL yang dilakukan oleh Pemda? 5. Bagaimanakah sikap dari PKL terhadap upaya penertiban atau

pelaksanaan aturan-aturan terkait dengan PKL?

6. Apakah upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam rangka membatasi perkembangan PKL di Kabupaten Ngawi?

7. Bagaimanakah hubungan PKL dengan pemerintah daerah terutama dengan satker terkait?

8. Apakah ada bantuan/kredit modal yang diberikan kepada PKL? 9. Bagaimanakah teknis pendistribusian bantuan tenda kepada PKL?

commit to user

LAMPIRAN II TRANSKRIP WAWANCARA

2. Pedagang Kaki Lima Nama Informan Sutrisno

Hari/tanggal Sabtu, 22 Oktober 2011, Minggu, 23 Oktober 2011, Kamis, 27 Oktober 2011

Waktu 16.00 – 17.30 WIB

Tempat Lapak Dagangan Sego Pecel di sekitar alun-alun Ngawi

No Pertanyaan Jawaban 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Siapakah nama anda atau nama panggilan anda sehari-hari? Berapakah umur anda sekarang, apakah anda asli penduduk Ngawi dan dimana anda tinggal? Bagaimanakah latar belakang pendidikan anda?

Apakah anda sudah menikah, siapa saja anggota keluarga anda tersebut?

Apa jenis usaha kaki lima anda?

Sudah berapa lama anda menjadi

Nama saya Sutrisno, teman-teman biasa

manggil (memanggil) Tris atau pak

Trisno

Umurnya sudah banyak mbak, hehehehe

43 Tahun. Alamat rumah di Krajan , masuknya Kelurahan Ketanggi RT 04 RW 01.

Pendidikan sampai SMA mbak, dulu gak ada biaya untuk melanjutkan kuliah. Jaman dulu yang kuliah jarang sekali. Jadi ya cukup SMA trus nikah mbak. Sudah mbak, saya tinggal bersama istri dan 3 orang anak. Istri saya ibu rumah tangga. Dia asli Ngawi juga, anak pertama sudah lulus SMA, sekarang sedang cari kerja. Anak kedua masih SMA yang terakhir masih SD mbak. Rencananya cuma punya 2 anak, eh

malah dapat kuncritan.

Yang saya jual utamanya Nasi pecel, ada juga berbagai macam gorengan dan minuman,degan juga ada disini mbak. Biasanya pembeli kalau sudah makan

commit to user 7. 8. 9. 10. 11. 12.

pedagang kaki lima, sebelum anda usaha seperti sekarang ini, apa saja usaha anda atau anda bekerja sebagai apa sebelumnya? Bagaimana anda melakukan aktivitas usaha ini mulai dari awal anda berangkat dari rumah hingga pulang ke rumah?

Bagaimanakah anda memulai usaha PKL?

Darimanakah anda mendapat informasi dan modal usaha untuk menjadi PKL?

Pertimbangan apa yang anda pergunakan dalam memilih lokasi berdagang?

Apakah ada pihak keluarga yang ikut membantu anda dalam berusaha setiap hari?

Apakah anda turut serta menjadi

nasi pecel minumnya es degan. Nyamleng

mbak.

Saya dulu bekerja jadi buruh pabrik di Jakarta, trus waktu itu ada PHK mbak. Karena termasuk buruh baru saya dipecat. Saya trus pulang kampong dan jadi PKL ini, sudah ada sepuluh tahunan. Dari rumah berangkat jam 10an, membawa semua barang dagangan tentu saja sama istri dan kadang di bantu anak-anak. Tdasar dagangan, nanti pas jam istirahat pegawe dah siap dagangannya. Buka biasanya sampe jam 10 malam mbak.

Setelah saya di PHK, lalu pulang ke Ngawi luntang-luntung ga karuan trus saya mikir coba usaha apa yang ga susah-susah tapi banyak peminatnya, akhirnya saya nekat buka warung sego pecel ini mbak, lha tak piker klo cuman bikin pecel aja saya sendiri kan juga bias, apalagi pecel kan sudah jadi makanan sejuta umat yg familier dan banyak penggemarnya di daerah sini

Saya mulai jualan nasi pecel sudah lama, idenya dari teman di Sragen yang sudah terlebih dahulu jualan disana. Dengan modal yang tidak terlalu besar dan mudah untuk dijalankan akhirnya saya mencoba untuk menjadi PKL. Pemilihan lokasi inipun saya meminta bantuan dari teman saya itu. Karena dia lebih berpengalaman, dan akhirnya saya berjualan disini katanya kalau jualan disekitar alun-alun pasti laris soalnya rame, di pusat kota.

Modalnya saya dapat dari pinjam ke saudara, sedikit-sedikit saya saur dari hasil berdagang ini.

Kalo saya milih lokasi yang pasti ya sing rame, strategis dan banyak yang mengunjungi mbak

commit to user 13. 14. 15. 16. 17 18. anggota paguyuban PKL , dampak apa yang anda rasakan?

Apakah anda pernah meminjam barang/uang kepada PKL yang lain? Bagaimanakah prosedurnya?

Apakah anda pernah membantu PKL yang lain?

Apakah ada kegiatan arisan atau yang lain untuk memupuk kebersamaan sesama PKL?

Bagaimanakah hubungan anda dengan PKL yang tidak menjadi anggota paguyuban?

Pernahkah anda mendapat bantuan/kredit modal usaha dari

Ya yang pasti istri saya mbak, dan anak pertama saya sambil nyari-nyari kerja ya bantuin bapaknya buka warung

Paguyuban ini merupakan suatu media untuk tujuan bersama agar PKL lebih terorganisir, informasi dapat tersaring dan dapat dipertanggung jawabkan. dan utamanya bertujuan untuk menjaga hubungan antar PKL tetap baik, lingkungan tetap aman, menghindari perselisihan sehingga dapat berdagang dengan nyaman

Tidak ada paksaan mau jadi anggota ya monggo (silahkan) gak mau ya gak jadi masalah. Kalau sudah mau jadi anggota paguyuban harus tertib administrasi, kompak dan mematuhi aturan yang sudah dibuat bersama-sama.

Dampak yang saya rasakan ya lebih dekat dengan pedagang lain. Kekeluargaannya erat mbak, gak ketinggalan informasi, bias dapat bantuan modal juga, kan ikut koprasi juga mbak.

Kalau barang sudah biasa mbak, taopi kalau uang jarang pinjam ke sesame PKL kalau gak ke Koperasi yak e saudara saja. Biasane sesama pedagang pas saya butuh mereka juga lagi butuh. Ngepasi. hehehehe

Ya yang namanya sama-sama cari makan, cari nafkah ya harus saling bantu membantu mbak, sebagai contoh misalnya es saya habis saya bias nempil es ke warung sebelah

Jimpitan itu iuran sukarela, tidak banyak

hanya Rp. 500,- tetapi berkelanjutan setiap sebulan sekali. Dana tersebut nantinya dipakai kalau ada PKL yang sakit atau kena musibah.

Ada arisan juga, sebuklan sekali pas pertemuan rutin paguyuban mbak

commit to user 19. 20. 21. 22. 23. pemerintah?

Bagaimanakah hubungan anda dengan pembeli, dan usaha apakah yang anda lakukan agar pembeli bisa menjadi langganan anda?

Bagaimanakah hubungan anda dengan pemerintah (satpol pp dan dinas pasar) apakah pernah terjadi benturan dan bagaimanakah

penyelesaiaannya?

Bagaimanakah pendistrubusian bila ada bantuan dari pemerintah (tenda)?

Upaya apakah yang anda lakukan agar anda tetap diperbolehkan menjadi PKL?

Apakah kendala/permasalahan yang timbul ketika anda menjadi PKL?

Perbedaan hubungan yang mencolok sich gak ada ya mbak, biasa-biasa aja. Rata-rata tetap baik namanya tiap hari ketemu, sama-sama nyari duit. Tapi memang beda mbak, kalau sesame anggota paguyuban terasa lebih guyub, lebih dekat saja. Apalagi sering curhat, crita-crita waktu pertemuan jadinya lebih merasa senasib. Dapatnya ya dari koperasi itu mbak, itukan modalnya juga dari pemerintah. Jadi kalau kita pinjam ke koperasi ya sama aja bantuan dari pemerintah juga. Kalau yang langsung ke dinas malah belum mbak.

Hubungannya baik mbak, ramah itu kunci utama trus saya juga sering ngapalne nama langganan saya. kalau hapal namanya itu rasanya lain, jadi lebih dekat. Trus saya juga berusaha untuk tidak mengecewakan langganan mbak. Hubungan baik mbak,dengan satpol baik. Meskipun kadang-kadang ada pedagang yang bandel trus ditegur satpol malah jadi rame. Tapi ya gak rame sekali mbak. Selalu bias diselesaikan dengan kekeluargaan. Gak sampek demo-demo kayak di tipi-tipi itu mbak. Buat apa demo, wong nyari duit kok ndadak rame. Kalau kita patuh aturan gak bandel-bandel banget satpolnya juga gak akan ngetati. Rasane ewuh pakewuh mbak. Jadi ya sama-sama menjaga saja.

Untuk pendistribusian bantuan tenda kepada PKL di sekitar alun-alun diutamakan kepada anggota paguyuban yang benar-benar membutuhkan dan sesuai sasaran. Jika anggota paguyuban sudah mendapatkan semua baru dikasih ke PKL lain yang memang membutuhkan.

commit to user

Apakah ada pungutan liar bagi PKL disekitar alun-alun?

Yang pasti mengikuti aturan yang sudah ada mbak. Itu saja kuncinya, kalau kita mematuhi aturan gak ada alasan kita gak boleh dagang.

Permasalahannya modal mbak, kalau dapat tambahan modal dari pemerintah lebih bagus lagi. Usaha bias berkembang. Hehehehe

Kalau masalah dengan sesame PKL jarang mbak, paling ya masalah sepele saja. Diselesaikan secara kekeluargaan pasti beres.

Dulu memang marak adanya pungli, tetapi setelah terbentuk paguyuban pungli jadi berkurang. Karena kami menjadi lebih terorganisir. Kalau ada apa-apa ya getok tular ke sesama PKL. Termasuk masalah keamanan. Kami bertanggung jawab atas keamanan kami sendiri. Tidak bisa mengandalkan petugas (satpol) karena mereka tidak ada yang khusus menjaga PKL. Jadi kami saling menjaga satu sama lain. Pernah mengeluh masalah pungli dan memang di tangani, meskipun kadang-kadang masih ada. Jika ditemukan kami langsung lapor ke pak pegy.

Nama Informan Sukarjo

Hari/tanggal Rabu, 19 Oktober 2011, Sabtu, 22 Oktober 2011, Kamis, 27 Oktober 2011

Waktu 18.00 – 20.30 WIB

Tempat Lapak Dagangan Angkringan di sekitar alun-alun Ngawi

commit to user No Pertanyaan Jawaban 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Siapakah nama anda atau nama panggilan anda sehari-hari? Berapakah umur anda sekarang, apakah anda asli penduduk Ngawi dan dimana anda tinggal? Bagaimanakah latar belakang pendidikan anda?

Apakah anda sudah menikah, siapa saja anggota keluarga anda tersebut?

Apa jenis usaha kaki lima anda?

Sudah berapa lama anda menjadi pedagang kaki lima, sebelum anda usaha seperti sekarang ini, apa saja usaha anda atau anda bekerja sebagai apa sebelumnya? Bagaimana anda melakukan aktivitas usaha ini mulai dari awal anda berangkat dari rumah hingga pulang ke rumah?

Bagaimanakah anda memulai usaha PKL?

Disini biasa diundang (dipanggil) Mbah Jo kalau nama lengkapnya Sukarjo

Umur saya…. Berapa ya mbak? Ya ada kalau 58 tahunan. Tinggal di Gang Mawar Jl. Imam Bonjol, RT 03 RW 04 Kelurahan Margomulyo.

Cuma SD mbak, itu pun mrotol (putus) gak sampe lulus kok. Penting dah bisa

moco nulis (baca tulis) sama etung-etung

(berhitung).

Sudah, istri saya orang Magetan tinggalnya ikut saya disini. Anak saya 2. Yang mbarep sudah nikah sama orang Geneng, yang kedua masih nganggur. Semuanya tinggal sama saya mbak jadi satu, umpeg-umpekan (berdesak-desakan). Anak saya belum bisa buat rumah, kalau ngontrak saya kasihan ya biar sumpek (sesak) asal ayem (tenteram)

gak papa mbak.

Namanya warung angkringan jualannya

ya wedang kopi, wedang teh, es marimas,

es Nescafe, es susu. Banyak jenis minumannya, tempe goreng sama sego

kucing.

Sudah lebih dari 5 tahun mbak, Dulunya narik becak mbak, udah gak kuat lagi sekarang jadi pedagang angkringan.

Kalo yang namanya angkringan ya kita biasa buka menjelang malam mbak, siap-siap barang dagangan dari sore jam-jam ashar, lalu berangkat gelar lapak bar maghrib, nek pulangnya ya ga tentu, kadang kalo laris jam 12-an sudah kukut, tapi kalo pelanggan masih betah cangkruk-an ya ditunggu sampai cangkrukan-nya bar.

commit to user 10. 11. 12. 13. 14.

Darimanakah anda mendapat informasi dan modal usaha untuk menjadi PKL?

Pertimbangan apa yang anda pergunakan dalam memilih lokasi berdagang?

Apakah ada pihak keluarga yang ikut membantu anda dalam berusaha setiap hari?

Apakah anda turut serta menjadi anggota paguyuban PKL , dampak apa yang anda rasakan?

Apakah anda pernah meminjam barang/uang kepada PKL yang lain? Bagaimanakah prosedurnya?

Karena awak yang ga mendukung untuk narik becak ae, saya coba cari penghasilan lewat jalan lain, lha kebetulan anak-anak muda sini hobinya cangkrukan dan modalnya juga ga besar-besar amat, terjangkau akhirnya saya modal nekat aja mbak buka angkringan ini, ya syukur ternyata angkringannya juga lumayan hasilnya, minimal ada pelanggan tetap lah dari anak-anak muda sini juga klub motor ada pula yg angkringan sini dijadikan arena mangkal Dulu saya narik becak, trus karena sering ngopi di angkringan di Jl. A. Yani saya jadi tertarik untuk membuka usaha yang sama. Pertama saya tanya-tanya bagaimana caranya, resiko untung rugi dan modal. Setelah mendapatkan informasi yang cukup saya berani untuk mencoba menjadi PKL, sekarang saya gak jadi tukang becak lagi selain sudah tua saya kecapekan kalau harus kerja dari pagi hingga malam. Modalnya dari nyelengi hasil saya narik becak mbak, sedikit-sedikit terkumpul akhirnya bias buka. Modalnya juga gak banyak kok mbak

Lha kalo saya ya mestine yg rame mbak

Istri saya mbak, selalu menemani dari bukak dasar sampe kukut

Ikut mbak, lebih guyub, kekeluargaan. Trus kalau kumpul bias cerito-crito. Kalau ada masalah ya dibantu. Trus kalau ada bantuan dari pemerintah ada yang ngurusne mbak, jadi gak perlu repot-repot.

Pinjam meminjam itu sudah biasa mbak, kalau saya kehabisan barang dagangan

commit to user 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.

Apakah anda pernah membantu PKL yang lain?

Apakah ada kegiatan arisan atau yang lain untuk memupuk kebersamaan sesama PKL? Apakah ada perbedaan hubungan dengan PKL yang tidak menjadi anggota paguyuban?

Pernahkah anda mendapat

Dalam dokumen DIONYSIA WAHYU NURJATI S 42100013 (Halaman 81-108)

Dokumen terkait