BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.2 Saran
Berdasarkan uraian bab-bab sebelumnya dari hasil penelitian dan
kesimpulan yang telah disampaikan, maka ada beberapa saran yang bisa
direkomendasikan kepada Kak maniur, masyarakat dan pemerintah, diantaranya
sebagai berikut:
a) Saran untuk kak Myur sebagai penderita HIV yaitu :
Teruskan niat baik kak Myur dalam membantu sesama penderita HIV.
Lebih membangkitkan kepekaan diri anggota kelompok terhadap
anggota lain sehingga timbul rasa saling menghargai, saling
keterbukaan, dan saling toleransi.
b) Saran bagi masyarakat yaitu:
Yang terinfeksi HIV adalah warga masyarakat, bila ada yang sakit dan
menularkan di dalam masyarakat maka masyarakat pula yang akan
menanggulanginya.
Hal yang paling efektif untuk pencegahan adalah bila warga
masyarakat saling mengingatkan sehingga terhindar dari perilaku yang
beresiko HIV.
Bila ada orang di sekitar kita terluka dan berdarah, jangan sampai ada
celah masuk untuk darahnya karena kita tidak bisa mengenali orang
yang terinfeksi HIV
Mencegah pernikahan dini, sebaiknya usia pernikahan diatas 20-an
tahun
Bagi pasangan yang akan menikah, sebaiknya tes darah terlebih
dahulu untuk mengetahui kondisi kekebalan tubuh sekaligus
mendeteksi HIV
Jangan berganti-ganti pasangan seks, setia pada satu pasangan saja.
Lawan peredaran narkotika di lingkungan, mencegah pengguna
napza/narkoba bagi anak muda di wilayahnya.
Bila ada warga yang sudah terinfeksi HIV, maka perawatan berbasis
masyarakat merupakan cara efektif untuk menghilangkan stigma dan
diskriminasi, dukungan masyarakat ternyata efektif untuk memulihkan
kesehatan penderita HIV.
Terapkan ABCDE dalam sehari-hari (Abstinence=tidak berhubungan
seks, Be Faithful= selalu setia pada pasangan , Condom= gunakan
kondom pada setiap hubungan seks beresiko, Drug= jauhi penggunaan
narkoba dan jarum suntik yang tidak steril,
Education=pelatihan/pendidikan)
c) Saran untuk pemerintah adalah:
Identifikasi potensi masalah, maksudnya ialah mendata masalah yang
menjadi potensi timbulnya masalah HIV/AIDS di lingkungan.
Mendorong dan memfasilitasi warga yang dianggap memiliki masalah
atau potensi masalah terhadap HIV/ AIDS ke fasilitas layanan
kesehatan (berupa informasi yang lengkap tentang HIV/AIDS,
mengikuti test HIV, pemeriksaan IMS, pengobatan, dan sebagainya)
Menjaga lingkungan kondusif yaitu menciptakan suasana yang aman,
tenang serta kondusif bagi anggota masyarakat (baik yang berpotensi
HIV maupun yang telah terinfeksi HIV) agar hidup menjadi harmonis
dalam lingkungan bermasyarakat.
BAB II
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN:
RUMAH SINGGAH ODHA DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG
2.1 Sekilas Tentang Kecamatan Medan Selayang
Kecamatan Medan Selayang adalah salah satu dari 21 kecamatan yang
berada di bagian Barat Daya Wilayah Kota Medan yang memiliki luas tanah
±23,89 km² dari seluruh luas wilayah kota Medan dan berada pada ketinggian
26-50 meter diatas permukaan laut. Kondisi fisik Kecamatan Medan Selayang secara
geografis berada di wilayah Barat Daya Kota Medan yang merupakan daratan
kemiringan antara 0-5%. Kecamatan Medan Selayang berbatasan dengan Medan
Sunggal di sebelah barat, Medan Johor dan Medan Polonia di sebelah timur,
Medan Tuntungan di selatan, dan Medan Baru dan Medan Sunggal di sebelah
utara. Penduduk di kecamatan ini adalah suku-suku pendatang seperti: Batak,
Tionghoa, Minang, Aceh, Jawa, serta Ambon. Sedangkan suku asli adalah Melayu
Deli dan Batak Karo.
Sebelum menjadi kecamatan definitif terlebih dahulu melalui proses
Kecamatan Perwakilan. Sesuai dengan Keputusan Kepala Daerah Tingkat I
Sumatera Utara Nomor: 138/402/K/1991 tentang Penetapan dan Perubahan 10
(Sepuluh) Perwakilan Kecamatan yang merupakan pemekaran wilayah
Kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal dan Medan Tuntungan dengan nama
“Perwakilan Kecamatan Medan Selayang” dengan 5 kelurahan. Kemudian
berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 1991 tentang
Pembentukan beberapa Kecamatan di Sumatera Utara termasuk 8 (delapan)
Kecamatan Pemekaran di Kota Medan secara resmi Perwakilan Kecamatan
Medan Selayang menjadi Kecamatan Definitif yaitu “Kecamatan Medan
Selayang”.
Kecamatan Medan Selayang terbagi menjadi 6 (enam) kelurahan dan 63
lingkungan dengan status Kelurahan Swasembada. Adapun luas wilayah
Kecamatan Medan Selayang adalah ± 2.379 Ha. Kelurahan yang terluas adalah
Kelurahan Padang Bulan Selayang II dengan luas 700 Ha disusul kelurahan
Tanjung Sari dengan luas 510 Ha, Sempaka dengan luas 400 Ha, Kelurahan Asam
Kumbang dengan luas 400 Ha, Kelurahan PB. Selayang I dengan luas 180 Ha,
dan yang terkecil adalah Kelurahan Beringin dengan hanya luas 79 Ha.
Menurut informan yang saya wawancarai, dahulunya sekitar tahun
1980-an kondisi Kecamat1980-an Med1980-an Selay1980-ang ini wilayah agraria, masih b1980-anyak
penduduk suku melayu dan situasi masih sunyi dari kebisingan. Namun kini
situasi telah berbeda, sekitar tahun 1990-an wilayah agraria berubah menjadi
wilayah industri, banyak perumahan penduduk, pusat perbelanjaan, sekolah,
rumah sakit, transportasi dan polusi penuh memadai. Proses urbanisasi
12berjalan
dan terus mengalami peningkatan. Salah satu faktor pendorong terjadinya
urbanisasi ialah kemiskinan di daerah pedesaan yang disebabkan oleh cepatnya
pertambahan penduduk di desa sehingga menimbulkan ketimpangan dalam
perimbangan antara jumlah penduduk dan luasnya lahan pertanian.
Kota Medan merupakan salah satu kota terpadat dan terbanyak
penduduknya di Indonesia, setelah Jakarta dan Surabaya. Sebagai kota
Metropolitan Medan sudah memasuki tahapan kehidupan yang serba ada mulai
12
Urbanisasi ialah arus perpindahan penduduk dari desa ke kota yang membuat bertambah besarnya jumlah tenaga kerja non-agraris di sektor industri dan sektor tersier sehingga meluasnya pengaruh kota di daerah-daerah pedesaan dalam segi ekonomi, sosial, budaya, dan psikologi.
dari mall, hotel, plaza, hiburan malam serta restoran-restoran sudah berdiri
dimana-mana. Masyarakat menjadi lebih muda untuk mendapatkan segala
kebutuhan yang sudah bisa didapatkan dengan serba instan.
Menurut G.Balandier (Sosiologie des brazzavilles noires, 1955)
berdasarkan penelitiannya menemukan bahwa motif-motif urbanisasi ke kota
yaitu sebagai berikut: 1). Karena alasan ekonomi, 2). Menengok keluarga,
3).Perbaikan posisi sosial, 4). Melepaskan diri dari lingkungan tradisi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis bahwa beberapa
informan yang diwawancarai merupakan warga yang mengalami proses urbanisasi
tersebut. Ada yang dari Tanah Karo, Simalungun, Parapat, dan lain sebagainya.
Tujuan mereka tidak lain hanya untuk memperbaiki ekonomi rumah tangga diri
mereka sendiri serta keluarga mereka yang berada di kampung halaman.
Gaya hidup masyarakat urban identik dengan pola menyimpang.
Masyarakat kota besar sudah tidak lagi tabu bahkan menganggap seks sebagai
sesuatu yang lumrah. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya bermunculan
Lokalisasi dan Prostitusi, baik yang terselubung maupun yang terang-terangan.
Hal ini tentu saja berujung pada semakin banyaknya pengidap Human
Immunodefisiency Virus / Acquired Immuno Defesiency Syndrome (HIV/AIDS)
di kota Medan ini. Di kota ini tidak sulit untuk menjumpai hampir di berbagai
penjuru kota medan terdapat semacam lokalisasi baik itu yang terselubung, yang
berkedok sebagai salon, panti pijat (Spa), pijat tradisional (Okup), cafe yang jam
bukanya dimalam hari dan lain sebagainya.
Maraknya geliat prostitusi ini tentu saja berdampak buruk bagi masyarakat,
salah satunya adalah meningkatnya jumlah pengidap HIV/AIDS. Seperti yang
dikatakan anggota DPRD kota Medan Fraksi PKS. H Muslim Maksum Yusuf LC
Dalam rapat paripurna penetapan perda HIV AIDS, mengatakan Kota Medan
merupakan peringkat tertinggi penderita HIV AIDS di Sumatera Utara dengan
jumlah Penderita yang terdata sampai 2011 sebanyak 2560 orang.
Muslim juga mengatakan, Kota Medan memiliki potensi laju penyebaran
HIV AIDS yang tinggi. Hal ini disebabkan beberapa hal, seperti, banyaknya
berdiri tempat hiburan malam yang menyediakan prostitusi terselubung, perilaku
hidup dengan resiko tinggi dan kurangnya sosialisasi serta penyuluhan masyarakat
tentang bahaya HIV AIDS.
13Sementara itu berdasarkan penelitian Data yang dimiliki Sahiva USU tahun
2006-2011 Kota Medan menduduki peringkat ke 10 paling berbahaya untuk
penderita HIV AIDS di Indonesia. Peringkat ini tidak mungkin turun mengingat
jumlah penduduk Medan termasuk besar. "Data yang kami terima dai KPA Medan
menduduki peringkat ke-3 dengan pengidap HIV terbanyak di Indonesia, "jelas
koordinator relawan Sahiva USU, M Luthfiansyah. Diprediksi dalam kurun waktu
2 sampai 3 tahun kedepan peringkat tersebut semakin merangkak naik. Karena
jumlah penduduk yang semakin meningkat dan faktor resiko penyebab HIV AIDS
juga semakin beragam. "Hubungan seks dan pengguna narkoba suntik merupakan
resiko yang paling banyak menularkan HIV, " ujarnya.
1413
Tribunmedan.com
14
2.2 Lokasi Penelitian
Lokasi yang menjadi tempat penelitian saya ialah di Jalan Jamin ginting Km
11 Gang Kenanga Simpang Selayang, Kecamatan Medan Selayang II.
Gambar 1. Gang Kenanga
Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015
Lokasi penelitiannya berada di gang kenanga. Ketika hendak masuk ke
gang, peneliti melihat gang tersebut diapit oleh bangunan yakni di sebelah
kanan gang ada bengkel dan disebelah kiri gang ada salon. Peneliti selalu
datang ke lapangan jam 10 pagi ke atas, keadaan di dalam gang terasa sunyi,
orang-orang pada menutup pintunya. Warga di gang kenanga ini ada yang
berprofesi sebagai petani, pedagang, kerja bengkel dan juga ada petugas
kesehatan di rumah sakit Adam Malik dan mayoritas kristen.
Gambar 2. Jalan menuju rumah singgah
Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015
Setelah masuk gang, maka terlihatlah rumah singgah tersebut, tempatnya
diapit oleh rumah warga lain, dan karena itu rumah kontrakan, maka posisi
rumah berada di belakang rumah pemilik kontrakan. Hanya ada dua rumah
kontrakkan, yang pertama kontrakkan tempat kak Myur yang dijadikan
rumah singgah dan di sebelahnya rumah kontrakkan yang ditempati oleh
pendatang dari tanah karo yang silih berganti menempati kontrakkan yang
satunya lagi.
2.3 Sejarah berdirinya rumah singgah ODHA di Simpang Medan Selayang
Kak Myur dan 2 orang rekannya Ohidha mendirikan kelompok ODHA.
Ia membentuk kelompok ini bertujuan untuk memberikan informasi dan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya anggota yang telah bergabung
di dalam kelompok ini. Maksud dari pelayanan kesehatan di dalam rumah singgah
ini ialah memberikan perawatan atau pemulihan kepada pasien sampai ia
benar-benar bisa mandiri. Artinya, rumah singgah ini merupakan tempat sementara
untuk kaum Odha, mereka boleh datang dan pergi sesuai kebutuhan, dan boleh
menginap di tempat tersebut.
Kak Myur membuat rumah kontrakannya sendiri menjadi rumah bersama
untuk kaum odha, rumah tersebut berguna untuk pemulihan bagi pasien HIV,
sharing (diskusi), suka dan duka dilalui mereka bersama di rumah singgah
tersebut. Ukuran tempatnya memang tidak luas karena memang rumah kontrakan
yang cukup untuk keluarga kecil kak Myur, walaupun tempatnya sederhana tapi
mereka merasa nyaman. Ukuran tempatnya kira-kira panjang 7m x 3,5m lebarnya.
Letak strategis rumah singgah tersebut di simpang selayang, masuk ke
gang kenanga dan posisi rumahnya ditutupi oleh rumah-rumah warga. Sehingga
untuk mengetahui keberadaan rumah singgah tersebut hanya orang-orang yang
sudah pernah kesana saja. Rata-rata warga di gang kenanga sudah mengetahui
keberadaan kelompok Odha tersebut.
Mengapa Kak Myur memilih tempat untuk rumah singgahnya disitu? Hal
ini disesuaikan dengan kondisi keuangan Kak Myur, sekaligus dekat dengan RS.
RS. Adam Malik. Ia harus pandai-pandai menggunakan uang, tidak hanya untuk
kebutuhan rumah tangga dan keperluan sekolah anaknya saja tetapi dia juga harus
memikirkan dana untuk kelompok Odha. Kontrakkannya sebulan Rp 400.000,-
menurut kak Myur itu sudah merupakan kontrakkan yang bagus dengan harga
murah. Jarak tempuh dari rumah singgah ke RS. Adam Malik kira-kira 2 Km.
Gambar 3. Rumah Singgah untuk kelompok ODHA
Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015
Di dalam kelompok ini, ada penasehatnya yaitu Bang Enn, ada anggota
istimewa dan anggota biasa. Yang dikatakan anggota istimewa ialah orang-orang
yang memiliki keahlian menangani kasus HIV, yang berpendidikan tinggi dan
berwawasan luas. Anggota istimewa itu terdiri dari dr.T.Yenni.F dan bidang
HAM. Sedangkan yang dikatakan anggota biasa ialah Odha, keluarga Odha,
masyarakat yang mau menambah pengetahuan tentang info HIV yang berdomisili
di Medan sekitar.
Rumah singgah ini di bentuk pada bulan Agustus 2014, sampai saat ini
baru ada 17 orang anggota yang telah bergabung di dalamnya. Anggota-anggota
ini banyak yang berasal dari luar (perantauan) Medan, seperti P.Sidempuan, Ranto
Prapat, Tobasa, Siantar, Langkat, dan Tanah Karo. Untuk menjadi anggota dalam
kelompok tersebut tidak ada persyaratan tertentu, semua kalangan boleh
bergabung, dan tujuan bergabung di dalam kelompok tersebut ialah untuk
menambah pengetahuan kemudian setelah tahu ia wajib membagi informasi yang
sudah di dapatnya dalam kelompok tersebut kepada sanak sodara, kerabat,
keluarga, ataupun orang-orang di lingkungan sekitar. Tetapi tempat rumah
singgah ini masih bersifat tertutup, mereka mengetahui tempat ini dari informasi
orang ke orang atau dari mulut ke mulut saja. Orang yang memberi tahu tempat
tersebut adalah orang yang bisa diandalkan dan dipercaya. Sebab mereka khawatir
jika ada orang-orang yang anti terhadap penderita HIV pastinya timbul stigma dan
diskriminasi. Hal tersebut yang membuat kehidupan mereka terganggu atas
kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap informasi HIV.
Mereka berkumpul di rumah singgah ini tidak tentu waktunya dikarenakan
mereka bekerja. Ada yang berjualan, ada yang di kantoran, ada yang mengurus
rumah dan anak, serta lain sebagainya. Biasanya mereka berkumpul sore hari
sekitar jam 3 atau malam hari, mereka meluangkan waktunya sejenak untuk
berkumpul serta saling berbagi informasi satu sama lain. Ada berbagai informasi
yang mereka bagikan seperti informasi kejadian yang mereka alami sebelum
tetangga (non Odha) kepada mereka, dan lain sebagainya. Kebanyakan ibu-ibu
yang berkumpul di rumah singgah tersebut, maka wajar saja jika banyak bahan
pembicaraan yang mereka bicarakan.
Gambar 4. Denah lokasi penelitian, dari kampus USU ke simpang selayang
Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015
Berikut ini denah lokasi menuju tempat penelitian Odha, digambarkan
melalui dua jalur jika berangkat dari kampus USU. Pertama melalui jalur jamin
ginting padang bulan terus hingga sampai simpang layang, kedua melalui jalur
setia budi lalu simpang pemda dan tembus ke simpang selayang.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Timbulnya suatu penyakit dalam masyarakat bukan karena penyakit
tersebut muncul begitu saja. Seperti kata pepatah “Tidak ada asap tanpa adanya
api”, tentu tidak mungkin akan muncul penyakit HIV tanpa ada faktor yang
mempengaruhinya. Adapun Perilaku-perilaku yang bisa memudahkan penularan
HIV, yaitu berhubungan seks yang tidak aman, ganti-ganti pasangan seks,
bergantian jarum suntik dengan orang lain, memperoleh transfusi darah yang tidak
dites HIV, serta melalui ibu yang terinfeksi HIV kepada janin di kandungannya
dan air susu ibu. HIV dapat menularkan kepada siapapun tanpa memandang
kebangsaan, ras, jenis kelamin, agama, tingkat pendidikan, kelas ekonomi,
maupun orientasi seksualnya.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia. Virus adalah jasad renik yang hidup sangat kecil
sehingga dapat lolos melalui saringan yang teramat halus atau ultra filter. HIV
bentuknya seperti binatang yang berbulu tegak dan tajam. Orang yang mengidap
HIV di dalam tubuhnya disebut HIV (+). Orang yang terinfeksi HIV dalam
beberapa tahun pertama ini belum menunjukkan gejala apapun. Sehingga secara
fisik bisa saja kelihatan tidak berbeda dengan orang lain yang sehat. Namun,
mempunyai potensi sebagai sumber penularan artinya dapat menularkan virus
kepada orang lain. Setelah periode 5 hingga 10 tahun, seorang yang terinfeksi
HIV akan menunjukkan gejala bermacam-macam penyakit yang muncul karena
rendahnya daya tahan tubuh. Pada keadaan ini orang tersebut dikatakan sebagai
AIDS.
1Seseorang yang terinfeksi HIV kelihatan biasa, seperti halnya orang biasa
yang melakukan aktivitas sehari-hari. Ini berarti orang tersebut tidak
menunjukkan sesuatu gejala klinis, kondisi ini dikatakan “asimptomatik”
2. Di
sinilah letak bahaya terselubung bagi penyebaran dan penularan HIV, karena
seseorang tidak dapat membedakan jika orang lain telah terinfeksi HIV atau tidak.
Sekalipun orang yang terinfeksi HIV belum memperlihatkan gejala, ia memiliki
potensi untuk menularkan HIV kepada orang lain dengan jalur tertentu. HIV
ditemukan dalam cairan darah, cairan mani, dan cairan vagina dari orang yang
telah terinfeksi HIV. Penularan itu terjadi bila HIV di dalam darah atau cairan itu
memasuki aliran darah orang lain.
3Apabila sudah banyak sel darah putih yang hancur, terjadi gangguan
imunitas selular, daya kekebalan penderita menjadi terganggu atau cacat sehingga
kuman yang tadinya tidak berbahaya atau dapat dihancurkan oleh tubuh sendiri
(infeksi oportunistik) akan berkembang lebih leluasa dan menimbulkan penyakit
yang serius yang pada akhirnya penyakit ini dapat menyebabkan kematian.
Apabila sudah masuk ke dalam darah, HIV dapat merangsang pembentukan
antibody dalam sekitar 3-8 minggu setelah terinfeksi pada periode sejak seseorang
kemasukan HIV sampai terbentuk antibody disebut periode jendela (Window
Period). Periode jendela ini sangat perlu diketahui oleh karena sebelum antibody
1
Dadang H. Global effect HIV/AIDS dimensi psikoreligi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009.
2
Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala.
3
Riyadi, Slamet, dkk, 11 Langkah Memahami HIV & AIDS: Pegangan Wartawan (rev.ed.; LP3Y: KPA Nasional, 2008), hal.4-9.
terbentuk di dalam tubuh, HIV sudah ada di dalam darah penderita dan keadaan
ini juga sudah dapat menularkan kepada orang lain. (Yayasan Pelita Ilmu, 2012)
Penderita HIV hidup ditengah-tengah lingkungan masyarakat, terdiri dari
keluarga, kerabat, tetangga, dan orang sekitarnya. Dalam hidup bermasyarakat,
pastinya ada nilai-nilai yang mengatur baik itu nilai agama, nilai adat istiadat,
maupun nilai sosial yang berlaku di dalam lingkungan masyarakat. Jadi penyakit
HIV tersebut masih banyak yang belum paham, sehingga perilaku beberapa
masyarakat yang masih kurang paham maka ia mendiskriminasi atau menjudge si
penderita HIV .
Hal inilah yang membuat penderita HIV merasa tidak nyaman di
lingkungan sekitarnya, mereka tidak bisa bergerak bebas melakukan aktifitas
karena banyak yang berprilaku tidak sopan terhadapnya, penilaian orang lain
terhadap dirinya buruk, seperti mencaci hingga menjauhi si penderita. Mereka (si
penderita) dianggap seperti sampah masyarakat yang harus disingkirkan dari
lingkungan tempat tinggal dan lingkungan kerja yang merupakan kehidupan
bermasyarakat. Sebagaian masyarakat masih ada yang merendahkan hak dan
martabat si penderita karena penyakit yang ada dalam tubuh mereka. Mereka
(penderita) tidak hanya menderita berdasarkan medis, tetapi juga menderita psikis
karena perilaku masyarakat sekitar.
Padahal dengan dukungan masyarakat yang hanya berupa motivasi dan
peduli terhadap sesama, mampu meringankan beban pikiran si penderita. Dalam
hal ini dikhususkan bagi anggota keluarga si penderita sendiri, jangan
menghakimi si penderita atas penyakit yang ia derita, belum tentu ia tertular HIV
karena perilakunya yang buruk. Berikan semangat motivasi kepada si penderita
agar ia bisa merasa sehat walaupun virus yang ada di dalam tubuhnya tidak bisa
dihilangkan hanya bisa dihambat virusnya dengan AntiRetroViral (ARV).
Unit masyarakat terkecil ialah keluarga. Jadi ada baiknya jika sebuah
dukungan atau motivasi tersebut berasal dari keluarga sendiri. Dukungan keluarga
merupakan salah satu bentuk terapi keluarga, melalui keluarga berbagai masalah
kesehatan bisa muncul sekaligus dapat diatasi. Menurut Friedman (2000)
disebutkan ada empat jenis dukungan keluarga yaitu : dukungan instrumental,
dukungan informasi, dukungan penilaian, dan dukungan emosional.
Dukungan instrumental adalah bantuan yang diberikan secara langsung,
bersifat fasilitas atau materi. Dukungan informasi yaitu memberikan penjelasan
tentang situasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang sedang
dihadapi individu, yang dapat berupa nasehat, petunjuk, masukan atau penjelasan
bagaimana seseorang bersikap. Dukungan appraisal atau penilaian, bisa berbentuk
penilaian positif, penguatan (pembenaran) untuk melakukan sesuatu, umpan balik
atau menunjukkan perbandingan sosial yang membuka wawasan seseorang yang
sedang dalam keadaan stress. Dukungan emosional meliputi ekspresi empati
misalnya mendengarkan, bersikap terbuka, menunjukkan sikap percaya terhadap
apa yang dikeluhkan, mau memahami, ekspresi kasih sayang dan perhatian yang
menyebabkan individu merasa berharga, nyaman, aman, terjamin dan disayangi.
Informasi HIV ini tidak hanya untuk orang-orang yang HIV+ saja, tetapi
untuk seluruh publik tanpa memandang pangkat, derajat, status, suku maupun
agama. Sebab informasi HIV ini sangat penting untuk diri sendiri maupun untuk
orang-orang disekitar. Ada baiknya kita sebagai makhluk sosial saling
bahu-membahu dalam mengurangi dan mengatasi penyakit tersebut dengan cara berbagi
informasi yang benar dan jelas tentang HIV. Hal ini dilakukan untuk perubahan
manusia dan lingkungan sosial yang lebih baik di masa yang akan datang.
Untuk itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap penderita
HIV dan lingkungan sosial budayanya karena mereka punya cara sendiri untuk
bertahan hidup dalam melawan penyakitnya dan tekanan batin di tengah
lingkungan masyarakat yang penuh stigma dan diskriminasi ini. Mereka
berkumpul dan membentuk kelompok ODHA untuk menguatkan diri satu sama
lain, berbagi rasa suka dan duka, diskusi, dan saling mensupport.
1.2Tinjauan Pustaka
1.2.1 Sejarah Munculnya HIV Dari Dunia Barat
Ada beberapa pemikiran dari barat yang menjelaskan tentang sejarah
Dalam dokumen
Etnografi Penderita HIV dan Lingkungan Sosial Budayanya di Simpang Selayang Medan
(Halaman 73-138)