LAMPIRAN
DAFTAR INFORMAN
1.
Nama
: Kak Myur
Umur
: 36 Tahun
Pekerjaan
: Aktivis HIV
Alamat
: Jln. Jamin Ginting Km 11 Gg. Kenanga, Simp. Selayang
2.
Nama
: Bang Enn
Umur
: 37 Tahun
Pekerjaan
: Petani
Alamat
: Jln. Jamin Ginting Km 11 Gg. Kenanga, Simp. Selayang
3.
Nama
: Ardi
Umur
: 38 Tahun
Pekerjaan
: Wirausaha
Alamat
: Jln. Bunga Asoka
4.
Nama
: Brian
Umur
:30 Tahun
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Jln. Bahagia Pasar 1 Padang Bulan
5.
Nama
: Wanto
Umur
:36 Tahun
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Simpang Pos
6.
Nama
: Fenti
Umur
:33 Tahun
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Simpang Pos
7.
Nama
: Sella
8.
Nama
: Tia
Umur
:6 Tahun
Pekerjaan
: Pelajar
Alamat
: Simpang Pos
9.
Nama
: Bu Len
Umur
:33 Tahun
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Alamat
: Batu Layang Kec. Sibolangit
10.
Nama
: Berti
Umur
:36 Tahun
DAFTAR INTERVIEW GUIDE
No
Perihal
Pertanyaan
Informan
1. Life History Penderita
HIV
Ceritakan secara singkat
riwayat hidup kak Maniur
sebelum terkena HIV!
Kak Maniur
Sihombing
Ceritakan Asal mula kakak
semenjak terinfeksi HIV!
Coba jelaskan, menurut
kakak HIV itu apa dan harus
bagaimana ?
Coba ceritakan bagaimana
Strategi kakak untuk
melanjutkan hidup dalam
kondisi adanya HIV?
2. Pendapat Odha
terhadap dirinya
sebagai penderita HIV
Sudah berapa lama
Bapak/Ibu terinfeksi HIV ?
Serta ceritakan sedikit
bagaimana sebab terjadinya
penyakit tersebut.
Kelompok Odha
“Pita Merah”
Apa yang ada di dalam
pikiran Bapak/Ibu, saat
terdiagnosa HIV/AIDS ?
Bagaimana tanggapan
keluarga Bapak/Ibu, ketika
mengetahui bahwa
Bapak/Ibu terinfeksi
HIV/AIDS?
Bagaimana tanggapan
rekan/kerabat Bapak/Ibu,
ketika mengetahui bahwa
Bapak/Ibu terinfeksi
HIV/AIDS ?
Upaya apa yang Bapak/Ibu
lakukan untuk melawan
penyakit tersebut ?
Siapa penyemangat
Bapak/Ibu dalam bertahan
melawan penyakit tersebut ?
Buatlah pesan dan kesan
Bapak/Ibu tentang HIV !
3. Pendapat Masyarakat
sebagai Ohida
Bagaimana penilaian dan
sikap Bapak/Ibu bila
disekitar lingkungan ada
Orang yang HIV ?
Masyarakat
Apakah Bapak/Ibu
terganggu bila ada orang
yang HIV di sekitar
Bapak/Ibu ?
DAFTAR PUSTAKA
Deliyanto, Bambang. 1996.
Lingkungan Sosial Budaya
. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Djoerban, Zubairi. 1999.
Membidik AIDS: Ikhtiar Memahami HIV dan ODHA
.
Yogyakarta: Galang Press.
Harahap, Syaiful W. 2000.
PERS meliput AIDS.
Jakarta:PT Penebar Swadaya.
Hertati, dkk. 2010.
Ilmu Sosial dan Budaya Dasar
. Jakarta: Universitas Terbuka.
Hidayana, Irwan M., dkk. 2004.
Seksualitas: Teori dan Realitas
. Jakarta: Program
Gender dan Seksualitas FISIP UI.
Holschneider, Silvia. 2006.
HIV dan AIDS: Resiko pada Anak-Anak dan Kaum
Muda Indonesia
. Jakarta: Save the Children.
Indonesia Ministry of Health. 2003.
National estimates of adult HIV infection
,
Indonesia.
Marzali, Amri. 2005.
Antropologi & Pembangunan Indonesia.
Jakarta: Kencana.
Mulyana, Deddy. 2001.
Human Communications, Konteks-konteks Komunikasi
.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Notoatmodjo S. 2010.
Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: Rineka Cipta.
Rajawali, Andre, dkk. 2004.
Pemberdayaan Positif: Mendirikan kelompok
dukungan dan beradvokasi untuk perubahan
. Yogyakarta: Yayasan
Surviva Paski.
Reid, Elizabeth. 1995.
HIV & AIDS: Interkoneksi Global.
Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Riyadi, Slamet, dkk. 2008.
11 Langkah Memahami HIV & AIDS: Pegangan
Wartawan.
LP3Y: KPA Nasional.
Sondang. 2014.
Pola Pencarian Pengobatan Pada Penderita HIV di RSUP H.
Adam Malik
. Tesis, Prodi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Medan:
STIKes Helvetia
Spradley P, James. 1997.
Metode Etnografi
. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.
Windhu, Siti Candra. 2009.
Disfungsi Seksual-Tinjauan Fisiologi dan Patologis
Zein, Umar. 2006.
100 Pertanyaan Seputar HIV/AIDS yang Perlu Anda Ketahui
.
Medan: USU Press.
BAB III
LIFE HISTORY PENDERITA HIV
Tulisan berikut adalah kisah nyata perbincangan saya dengan beberapa
orang yang sudah lama menderita HIV. Dari orang-orang yang saya wawancarai
terdapat perbedaan bahwa mereka terinfeksi HIV bukan hanya karena
perbuatannya mereka sendiri yang bersifat menyimpang, ada di antara mereka
yang tertular dari pasangannya sehingga orang tersebut dikatakan sebagai korban.
Akibatnya mereka yang sebagai korban tertularnya HIV harus menanggung resiko
sebagai penderita HIV. Orang lain yang tidak paham tentang HIV, maka ia
beranggapan negatif kepada si penderita, pikirannya dipenuhi dengan hal-hal yang
negatif seperti anggapannya bahwa orang tersebut adalah perempuan tidak benar
(PSK), kupu-kupu malam, pelacur (suka ganti-ganti pasangan), homo/gay,
perempuan jadi-jadian (bencong) atau disebut juga transgender, bahkan ada juga
orang yang beranggapan bahwa penderita HIV itu berkaitan dengan suku dan
agama. Padahal itu semua berpulang pada kepribadian individunya. Hal ini
mengenai bagaimana budaya berpikir dan bertindak individu atau seseorang
dalam menghadapi fenomena yang terjadi melalui proses melihat, mendengar, dan
merasakan.
3.1 Kisah Seorang Aktivis HIV
Namanya Myur, beliau adalah seorang perempuan kelahiran 17 Maret
1979 yang berasal dari Tobasa. Ia merupakan anak pertama dari delapan
bersaudara, kehidupan ekonomi dalam keluarganya sangat minim sehingga ia
berinisiatif untuk membantu orang tuanya dalam memenuhi kebutuhan rumah dan
biaya pendidikan adik-adiknya dengan cara ia merantau ke Medan untuk mencari
pekerjaan. Beruntung ia sudah menyelesaikan pendidikannya di tingkat SMA,
sehingga bisa memenuhi persyaratan untuk masuk di dunia kerja.
Gambar 5. Kak Myur
Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015
dalam mencari nafkah, ia juga harus memberikan contoh yang baik kepada 7
adik-adiknya. Orang tua kak Myur bekerja sebagai petani yang penghasilannya tak
seberapa.
Dalam keluarga kak Myur diajarkan nilai-nilai yang positif, orang tuanya
rajin beribadah ke gereja sehingga anak-anaknya pun diajak untuk beribadah
sebagai wujud rasa berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa walaupun
hidup hanya pas-pasan. Ia diajarkan untuk hidup jujur dan mau berusaha, jangan
sampai berbuat negatif seperti mencuri, berbohong, bahkan sampai merugikan
orang lain. Karena Tuhan pun tidak menyukai orang yang berbuat demikian,
Tuhan akan marah kepada kita. Sampai saat ini kak Myur masih mengingat semua
ajaran yang diajarkan oleh orangtuanya, sehingga bisa menerapkan nilai-nilai
yang dianut dalam keluarganya sejak buaian orang tuanya sampai ke liang lahat.
Kemudian pada tahun 2000 kak Myur menikah dengan orang karo marga
Ginting. Setelah menikah mereka tinggal di Medan daerah Pancur Batu karena
sang suami bekerja sebagai supir di Medan. Tahun 2001 mereka dikaruniai
seorang anak perempuan, mereka merasa bahagia, sempurnalah kehidupan rumah
tangga yang baru seumur jagung tersebut dengan kehadiran bayi perempuan,
rumah terasa ramai karena isak tangis dan suara tawa anaknya. Anak tersebut
disusui selama setahun.
masalah pun menghampiri keluarga yang tengah berbahagia ini, anak laki-lakinya
sakit berkepanjangan. Mereka bingung, ada apa dengan anak kedua mereka ?
Asal mula ia tahu HIV
Kak Myur baru mengetahui ia menderita penyakit HIV setelah anak
bungsu laki-lakinya berusia tiga tahun bolak-balik sakit. Awalnya si anak sering
demam, batuk, dan diare, sehingga selera makan hilang dan berat badan menjadi
turun lalu ia bawa anaknya ke klinik terdekat. Perawat memberi obat dan
sakitpun sembuh. Bulan depan kambuh lagi sakitnya, terus dibawa ke klinik lagi
sampai akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit terdekat. Kak Myur pun rela
mengorbankan segalanya untuk kesembuhan anak tercinta, sebab ia sangat
menyayangi anak-anaknya. Di rumah sakit terdiagnosa gizi buruk, ia mengatakan:
“Gak mungkin anakku gizi buruk, aku sering ngasih makanan
yang bergizi untuk anakku, hasil lab ini pasti salah”
(Wawancara 12 Mei 2015)
Kak Myur tidak bisa menerima hasil pernyataan yang diberikan dokter.
Tapi mau tidak mau ia harus menerima kenyataan, lalu ia terima dengan berat hati
hasil pernyataan tersebut. Kemudian anaknya di opname serta diberikan makanan
yang bergizi dari pihak rumah sakit berupa vitamin, minyak ikan, susu formula.
sembuh-sembuh bahkan ditambah lagi kulitnya yang putih menjadi ruam-ruam dan
gatal-gatal.
Dokter pun memeriksa tubuh bagian dalam anak dengan cara di
rontgen
lalu kedua orang tua si anak dipanggil untuk konseling dengan dokter. Kejadian
ini pada tahun 2006, awalnya yang di konseling oleh dokter ialah sang suami,
dokter bertanya,”
pak, apa pekerjaan bapak ?
”. Sang suami pun menjawab,
“narik
becak, su
pir, itu ajanya dokter. Emang ada apa ?”
, sang suami balik bertanya.
(dokter telah curiga melihat banyak tatoo di tangan sang suami) “
ini kapan
buatnya pak ?”
tanya dokter. Suami pun menjawab
“waktu aku umur 16 tahun
buatnya rame-rame sama kawanku dulu, karena kami ikut organisasi jadi semua
yang ikut organisasi harus ada tatoo, dokter”
. Kemudian dokter bertanya lagi
“kawan
-
kawan bapak yang buat tatoo ini masih hidup sampai sekarang?”
.
“
dari
beberapa orang yang buat kemaren, sudah 2 orang yang meninggal dokter
”
,
jawab sang Suami.
Lalu dokter pun mengajak Suaminya untuk cek darah, mungkin ada
kaitannya dengan penyakit anak mereka yang sakit berkepanjangan tersebut.
Diambil darah mulai jam 10 pagi sampai keluar hasil tes jam 2 siang. Kak Myur
dan Suaminya sudah dari tadi menunggu dengan perasaan gelisah. Dokter
memberitahu mereka bahwa suaminya terinfeksi virus, sang suami positif HIV.
Mereka terkejut mendengar hasil tes tersebut,
“kok bisa? Gak ngerti aku”
, kata
kak Maniur.
menyatakan bahwa sang istri juga positif HIV, anak pertama hasilnya negatif,
anak kedua hasilnya positif.
Kak Myur protes,
“loh kok bisa gini
dok ? kenapa anakku yang pertama
hasilnya negatif ?
. lalu dokter bertanya, “anak ibu yang pertama lahirnya kapan? .
“tahun 2000 kami merid, trus tahun 2001 dia lahir dok, lahirnya normal”
, jawab
kak Myur. Dokter bertanya lagi,
“berapa lama dia menyusu ?”
.
“setahun dok”
,
jawab kak Myur cetus. Lalu dokter memberitahu kak Myur bahwa perjalanan
virus HIV ada beberapa fase yang melewati jendela periode.
“oh..berarti saat
anak pertama menyusu virusnya belum ada di tubuh ibu, lalu seiring berjalannya
waktu, virus itu hidup di tubuh karena ibu dan suami ibu berhubungan intim.
Virus itu menyebar melalui hubungan seks bila yang satu sudah terkena maka
yang satu bisa tertular, menggunakan jarum suntik secara bersamaan, dan
penularan ibu ke anak melalui ASI
”
. Dokter menjelaskan panjang lebar
kepadanya tentang HIV.
Dokter juga menyebutkan satu per satu hasil tes darah keluarga tersebut.
Sang Suami posiitif HIV stadium IV, kak Myur positif HIV stadium III, dan anak
bungsu mereka positif HIV stadium III menuju stadium IV.
cerai, ia mau dokter memberi solusi kepada keluarganya sebab ia tidak mau
bercerai. Sang Suami hanya bisa mengadu kepada dokter karena Cuma dokter
yang mengetahui bahwa mereka terinfeksi, mereka belum memberitahu keluarga
mereka masing-masing ataupun kerabat karena takut dikucilkan.
Keesokan harinya kak Myur disuruh menjumpai dokter untuk diberi
nasehat-nasehat mengenai kondisi yang terjadi dalam keluarga mereka, kak Myur,
sang Suami dan dokter sudah berada di dalam ruangan, lalu kak Myur dan
Suaminya diminta untuk mengeluarkan keluh-kesah di hadapan dokter, mereka
langsung mengutarakan. Setelah mereka mengeluarkan keluh-kesahnya, giliran
dokter berbicara. Dokter memberi nasihat bahwa sebaiknya jangan bercerai nanti
akan menambah masalah. Sudah banyak masalah dalam rumah tangga kak Myur
dan suaminya seperti anak bungsu mereka sakit, dan kondisi mereka berdua juga
sakit. Jika mereka bercerai, bagaimana kondisi anak sulung mereka, kak Myur
hampir melupakan anak pertamanya karena terlalu sibuk mengurus anak
bungsunya. Dokter menganjurkan mereka berdua segera menjalani terapi
pengobatan HIV, walaupun kak Myur masih keras ingin berpisah dengan
suaminya, ia harus sembuh terlebih dahulu, barulah bercerai.
nasehat dokter, lebih baik diobati terlebih dahulu penyakit HIV-nya setelah itu
bercerai.
Sudah hampir dua tahun anak laki-lakinya sakit berkepanjangan karena
sudah terinfeksi HIV, dari tahun 2005 sampai 2007 anaknya menderita penyakit
tersebut lalu di tahun 2007 anak bungsunya di panggil oleh Tuhan Yang Maha
Kuasa, si anak tercinta meninggal dunia. Kak Myur tampak bingung dan murung,
ia sama sekali tidak tahu tentang HIV, penyakit tersebut baru ia dengar saat itu,
saat anak keduanya sudah sakit parah dan sulit untuk di tolong kesembuhannya.
Kak Myur menyalahkan dirinya atas penyakit anaknya, ia berkata:
“
Ku rasa anakku terinfeksi karena ASI ku, dia menyusui selama 2
tahun. Aku sama sekali gak sadar virus itu udah ada di diriku
sejak anak kedua lahir, karena aku sayang sama anakku ya ku
susui lah dia. Mungkin kalo gak ku susui, anakku gak terinfeksi
dan sampai sekarang masih hidup
” (berdasarkan hasil wawancara
pada 25 Mei 2015)
Pada hasil tes darah tersebut, kak Myur sudah mencapai Stadium III yaitu
HIV+ dengan gejala penyakit. >1 bulan. Adanya keluhan seperti lemas, tidak
bergairah, demam, diare, sariawan. Gejala-gejala yang tidak disadari kalau itulah
gejala awalnya. Oleh sebab itu ia harus menjalani terapi pengobatan agar virusnya
tidak semakin ganas dan sakit semakin parah.
Berhari-hari kak Myur berlarut dalam kesedihannya, rasanya sudah tidak
ada harapan hidup lagi. Ia pasrah bila nanti gilirannya di panggil oleh Tuhan Yang
Maha Kuasa untuk menyusul anak bungsunya. Dengan kondisi kak Myur tersebut,
ia pun melupakan tugasnya sebagai seorang istri dan ibu. Ia tidak mau
membersihkan rumah, melayani suami, serta mengurus anak pertamanya, yang ia
lakukan hanyalah berdiam diri di dalam kamar sedih dan melamun tentang
anaknya yang telah meninggal. Sampai suaminya lah yang melakukan itu sendiri,
sang suami juga menghibur dirinya dengan cara mengajak kak Myur keluar rumah
untuk jalan-jalan ke tempat-tempat rekreasi, tetapi ia tidak mau malah
marah-marah dan membentak-bentak suaminya, bahkan dengan lantang ia mengatakan
“
lebih baik aku ke kuburan anakku dari pada tempat rekreasi
”, sangking
marahnya ia pun melihat suaminya seperti bukan manusia karena telah
menyebarkan virus pada dirinya dan anaknya sehingga anak bungsunya
meninggal.
Suatu ketika suaminya batuk-batuk, muntah-muntah, dan badan meriang,
tetapi kak Myur tidak memperdulikannya sama sekali terhadap kondisi suaminya
yang sakit-sakitan. Suaminya muntah berceceran pun ia tidak peduli, malah
menyuruh suaminya mengurus diri sendiri dan membersihkan muntahnya karena
kak Myur jijik dengan bau muntah.
bodoh, ia merasa kurang pengetahuan, dan kurang pergaulan sehingga tidak tahu
tentang informasi-informasi. Dia merasa sangat menyesal berlipat-lipat, yang
pertama ia menyesal karena telah menikah dengan suaminya yang berpenyakitan,
yang kedua ia menyesal karena terlambat membawa anaknya ke rumah sakit,
selama ini hanya membeli obat di apotik dan warung berdasarkan pengetahuannya
tentang sakit yang dialami anaknya, dan yang ketiga ia menyesal dengan penyakit
yang di derita saat ini rasanya ia ingin mati saja sebab baginya sudah tidak ada
gunanya dia hidup.
3.2 Kisah Sekeluarga Terinfeksi HIV
Ada satu keluarga yang terinfeksi HIV yang peneliti jumpai di lapangan.
Satu keluarga ini merupakan bagian dari anggota pita merah, kak Myur memberi
saran kepada saya untuk datang langsung ke rumahnya karena mereka sangat
tertutup dan jarang keluar rumah. Mereka keluar rumah hanya untuk bekerja,
sekolah, dan berbelanja, setelah selesai kegiatan itu mereka langsung masuk lagi
ke dalam rumah. Walaupun mereka orang baru disitu tetapi mereka tidak pernah
singgah-singgah ke tempat tetangga, sampai akhirnya ada tetangga yang
mengatakan rumah ini ada orangnya tapi seperti tak berpenghuni. Maksudnya
orang yang di dalam rumah jarang terlihat bermain ke luar rumah bersama
tetangga, mereka selalu menutup pintu rumah 24 jam.
Dalam satu keluarga ada 4 orang yang terdiri dari seorang suami/ayah,
seorang istri/ibu, dan dua orang anak gadis kecil. Mereka sekeluarga bingung
pada saat pertama kali peneliti datang ke rumah, lalu kak Myur dan bang Enn
menjelaskan maksud kedatangan kami kesana hanya untuk berbincang-bincang
santai sembari menanyakan hal-hal yang perlu peneliti ketahui guna untuk
melengkapi bahan skripsi.
Awalnya mereka tinggal di tanah karo, namun karena penyakit yang
mereka derita satu keluarga adalah HIV, mereka di usir dari kampung halamannya
dan kini tinggal di Medan daerah simpang pos.
menikah dan ia sakit gagal ginjal, kondisi tubuhnya lemah sehingga
membutuhkan ginjal 1 lagi untuk menstabilkan tubuhnya. Beberapa hari
kemudian ada orang yang mau menjual ginjalnya, dan dengan segera keluarganya
mau membayar ginjal tersebut. Keluarganya bisa dikatakan orang yang mampu
karena memiliki ladang berhektar-hektar. Lalu operasi pun segera dilaksanakan,
pihak rumah sakit hanya memeriksa kesehatan tubuh dan ginjalnya saja tanpa di
cek darah terlebih dahulu. Setelah operasi selesai, beberapa minggu kemudian ia
sembuh dan mulai beraktifitas lagi. Sampai akhirnya ia menikah di tanah karo dan
dikarunia 2 orang anak perempuan yang berjarak 4 tahun.
Kemudian entah ada peristiwa apa di kampung tersebut diadakan tes darah
untuk mengecek penyakit apa saja yang dialami oleh warga sekitar. Sampai
akhirnya hasil tes diberikan dan menunjukkan bahwa satu keluarga yang terdiri
dari 4 orang ini positif HIV. Ada seorang temannya yang ingin tahu bagaimana
hasil tes milik si istri/ibu ini, temannya melihat hasil itu dan terkejut hasilnya
positif. Dengan kurangnya pemahaman si teman ini tadi ia memberi tahu teman
yang lain dari mulut ke mulut sehingga menyebar sudah informasi ada yang HIV
di kampung tersebut. Keesokan harinya sikap warga berubah terhadap keluarga
ini, di lingkungan bermasyarakat mereka dijauhi dan di lingkungan sekolah
anaknya juga dihindari oleh teman-teman di sekolah dan dicaci, anaknya sama
sekali tidak tahu tentang hal ini. Sampai di rumah sang anak menangis dan
mengadu kepada orang tuanya.
deritanya, hanya orang-orang tertentu saja yang mengetahuinya. Mereka
sekeluarga rutin mengonsumsi ARV. Suatu ketika anaknya yang kecil heran dan
bertanya pada ibunya:
“mak, ini obat apa? Kok setiap hari ku minum?
Memangnya aku sakit apa?”
tanya sang anak bungsu. Si Ibu hanya menjawab
“gak apa
-apa na
k, ini vitamin, biar kau sehat”
. Sang Ibu belum sanggup
menceritakan semuanya kepada si bungsu, tetapi si sulung sudah mengetahui
kondisi yang terjadi pada dirinya dan keluarganya. Berikut foto peneliti bersama
keluarga yang terifeksi HIV, namun kurang lengkap karena sang suami/ayah
sedang bekerja.
3.3 Kisah Mantan Perawat
Saya dan bang Enn datang ke rumah penderita HIV, dahulunya seorang
perawat yang merawat orang sakit mulai dari anak-anak hingga lansia namun kini
telah berubah situasi menjadi seorang Ibu rumah tangga yang merawat anak,
suami, dan rumah. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya bahwa
penderita HIV banyak yang masih tertutup akan penyakit yang dialaminya. Pada
saat mengunjungi rumah informan tersebut, saya disamarkan oleh bang Enn
sebagai sepupu jauhnya yang memiliki tugas sekolah untuk mewawancarai
penderita HIV. Tanpa saya duga, si informan menerima saya masuk ke dalam
rumahnya dan kami pun saling berbincang. Dengan senang hati ia bercerita mulai
dari awal terinfeksi HIV sampai ia menjadi Ibu rumah tangga saja.
Setelah ia sadar dari masa kritis, ia pun sembuh tetapi ia tidak tahu bahwa
di dalam darahnya sudah ada virus yang jika dibiarkan akan semakin ganas.
Beberapa bulan kemudian ia keluh kepada dokter:
“
dok, kok aku merasakan
sering tidak enak badan dan tidak selera makan
”
, ia berkonsultasi pada dokter.
Pada saat itu tubuh si pasien memang berubah menjadi kurus dari sebelumnya
karena kurang selera makan. Lalu dokter menganjurkan untuk coba tes darah saja.
Beberapa hari kemudian si pasien datang untuk mengambil hasil cek darah
tersebut, dan dokter menyerahkan hasilnya.
Ia terkejut melihat hasilnya HIV+. “
kok bisa dokter?
”tanyanya. lalu dokter
bertanya pada si pasien apakah ia sering berganti-ganti pasangan seks? Konsumsi
narkoba? Menggunakan jarum suntik sembarangan? Menerima transfusi darah
atau transplantasi organ tubuh? Si pasien pun merenung dan berpikir sejenak
kemudian berbicara pelan sambil mengingat-ingat kejadian seperti yang
ditanyakan oleh dokter.
“
gonta-ganti pasangan tidak pernah, apalagi narkoba tidak
mungkinkan aku paham tentang kesehatan, menggunakan jarum
suntik sepertinya baik-baik saja, oh iya dokter saya ingat
beberapa bulan yang lalu saya kritis dan menerima donor darah
dari orang lain, tapi aku enggak
tau darah dari mana.”
Kata si
mantan perawat (berdasarkan hasil wawancara pada 07 Juni 2015)
3.4 Kisah Pria Depresi
Gambar 7. Bang Enn
Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015
anaknya digugurkan ia pun pingsan dan koma seharian, lalu setelah itu
menghembuskan nafas terakhir. Bang Enn panik dan meraung-raung atas
kepergian istri tercintanya.
Peristiwa itulah yang membuat bang Enn tidak sanggup menerima
kenyataan dan ia pun depresi sehingga lari ke pergaulan bebas. Ia melampiaskan
kemarahannya dan mencari kepuasan dengan wanita lain di diskotik. Sampai
akhirnya ia periksa ke dokter dan dinyatakan terinfeksi HIV.
3.5 Kisah Pasangan Odha
Ini cerita tentang seorang janda dan duda yang sama-sama menderita HIV,
mereka adalah kak Myur dan bang Enn, mereka saling jatuh cinta karena sering
bersama-sama di dalam kelompok pita merah. Dalam hidup pasti butuh sebuah
cinta, walaupun kak Myur sudah memiliki cinta dari putrinya tetapi ia masih
membutuhkan cinta dari seorang pria yang bisa memberikan semangat lebih lagi
untuk menjalani hidup di tengah kondisi sakit yang hampir membuatnya bunuh
diri. Sejak saat itulah kak Myur dan bang Enn sering bersama-sama dan akhirnya
memilih untuk menikah saja walaupun mereka tau sama-sama terinfeksi HIV.
Setelah mereka menikah, kak Myur ingin hamil dan memiliki anak
laki-laki. Mereka sudah memikirkan secara matang apa yang akan terjadi kedepannya.
Belum tentu orang tua yang keduanya HIV+ melahirkan anak yang HIV juga,
tentu mereka mencari solusi bagaimana anaknya tidak terinfeksi. Mereka sudah
berkonsultasi dengan dokter yaitu dr.Yenni, mulai dari rencana hamil, masa
kehamilan, dan masa melahirkan. Dokter memberikan nasehat dan anjuran yang
harus dipatuhi oleh mereka. Peraturannya ialah mereka harus rutin mengonsumsi
obat menurunkan fungsi virus (disebut ARV), kemudian di cek kondisi CD4 nya,
jika kondisi CD4 diatas 400 keatas maka ada peluang untuk bisa memiliki anak.
Singkat cerita, ketika kak Myur akan melahirkan juga harus mengikuti
program dokter. Kak Myur melahirkan anaknya harus operasi (
caesar
), anak yang
dilahirkannya berusia 7 bulan di dalam kandungan. Selanjutnya anak yang sudah
dilahirkannya tidak boleh disusui tapi sebagai penggantinya dengan susu formula.
Anak yang dilahirkannya sampai saat ini HIV(-) dan anaknya terlihat
sehat, belum ada gejala HIV. Tetapi setelah anaknya berusia 4 bulan, ia akan
membawa anaknya ke dokter untuk cek darah.
3.6 Pengetahuan Penderita tentang HIV
Tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap HIV merupakan
faktor yang sangat penting dalam menyukseskan usaha pencegahan penyebaran
penyakit tersebut. Pada isu-isu pengetahuan mengenai cara mencegah HIV,
penggunaan kondom membatasi kontak seksual hanya pada satu pasangan yang
belum terinfeksi, tidak melakukan hubungan seks, pengetahuan yang dimiliki oleh
remaja berusia 15-19 tahun ternyata juga merupakan yang paling sedikit,
khususnya remaja putri.
Fakta menunjukkan bahwa soal seksual dianggap tabu ssehingga membuat
informasi seks kepada masyarakat khususnya remaja cukup sulit dan menyulitkan
masuknya pendidikan seks ke dalam kurikulum sekolah. Banyak laki-laki yang
selain berhubungan seks dengan perempuan juga berhubungan seks dengan
laki-laki (LSL/ homo), sehingga meningkatkan resiko penyebaran HIV kepada
perempuan dan juga anak-anak mereka. Walaupun kondom dapat diperoleh
secara mudah, pandangan masyarakat yang belum bisa menerima kondom
menyebabkan penggunaannya menjadi sangat terbatas. Penggunaan alkohol dan
zat adiktif oleh kaum remaja sering kali menyebabkan hilangnya kontrol mereka
atas tindakan yang mereka lakukan sehingga berujung kepada kekerasan seksual
dan beragam bentuk perilaku beresiko tinggi lainnya.
transfusi darah, penasun, penularan dari ibu ke anak melalui pemberian ASI.
Virus HIV masuk ketika ada celah yang mendukung virus tersebut untuk masuk
ke dalam tubuh seperti luka berdarah di bagian tubuh yang dapat membuat virus
masuk melalui aliran darah antara ODHA dan bukan Odha (OHIDA). Nah, jika
virus tersebut sudah masuk ke dalam sel darah manusia, maka ia harus bisa
mengontrol dirinya. Ada 2 hal yang harus diperhatikan untuk mengontrol diri
menurut salah satu penderita, yaitu mengontrol pikiran dan emosional. Maksud
dari mengontrol pikiran ialah ia harus menanamkan dalam pikiran untuk rutin
minum obat HIV untuk melawan virus tersebut.
3.7 Strategi Penderita HIV Dalam Melanjutkan Hidupnya
3.7.1 Strategi Informan Kunci
Kak Myur adalah informan kunci saya, banyak informasi yang saya
dapatkan dari dirinya dibandingkan dengan penderita lain, karena ia seorang
aktivis HIV dan memiliki banyak pengetahuan dan pengalama mengenai HIV.
Berikut strategi yang dilakukannya, dengan keadaan tersebut membuat kak Myur
stres berat, hingga akhirnya seorang teman dari lembaga JAPI (sesama penderita)
memberikan motivasi agar ia bangkit menghadapi tantangan hidup. Temannya
tadi memberi masukan-masukan nasehat, ia menceritakan kisahnya juga bahwa ia
pernah berada di dalam situasi seperti kak Myur, dan ia memberi gambaran
tentang bagaimana nasib kedepannya anak pertama kak Myur jika ia terus-terusan
berada dalam situasi berduka yang berlarut-larut. Diresapi lah kata-kata nasehat
tadi oleh kak Myur, teringat ia anak perempuannya yang masih kecil dan lucu.
“bener juga apa yang di bilang si kawan itu, aku masih punya seorang an
ak,
masa depan anakku masi panjang, apa aku tega menelantarkan anakku? Takkan
Gambar 10. Kak Myur dan anak pertamanya
Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015
Gambar 10 terlihat kak Myur dan anaknya. Anak yang merupakan
semangat untuk bangkit melawan penyakit yang ada dalam tubuhnya.
Masalah yang dihadapi kak Myur tidak hanya sampai disitu saja, namun
saat ia mulai bangkit melawan keterpurukan, justru semakin banyak halangan dan
rintangan di hadapannya. Tetapi ia harus tegar menghadapinya dengan dukungan
dari anak dan teman-temannya.
Mulai dari perubahan lingkungan tempat tinggalnya, tempat kerja, bahkan
tempat beribadah menjauhi kak Myur karena ia menderita HIV. Begitulah
lika-liku kehidupan kak Myur semenjak diberitahu oleh dokter bahwa di dalam dirinya
ada virus HIV.
tahu. Lalu bergabung dengan berbagai LSM, setelah bergabung di JAPI kak Myur
bergabung ke IPPI (Ikatan Perempuan Positif Indonesia), kemudian beberapa
bulan kemudian bergabung di Medan Plus, terakhir bergabung di GSM (Gerakan
Sehat Masyarakat), yang semuanya adalah lembaga yang memberikan informasi
dan pengetahuan kepada masyarakat mengenai HIV dan AIDS.
Kini lembaga yang diikuti kak Myur hanya 3 saja, yaitu JAPI, IPPI, dan
GSM. Lembaga JAPI dan IPPI merupakan lembaga nasional, posisi kak Myur
dalam JAPI dan IPPI ialah sama yaitu sebagai anggota saja, tugasnya disitu hanya
mengikuti seminar dan berbagi informasi kepada teman-teman yang belum paham
tentang HIV. Dari seminar-seminar itulah ia mendapatkan income baik itu
merupakan ilmu maupun materi. Kalau dari JAPI ataupun IPPI, kak Myur
memang tidak digaji perbulan karena bukan merupakan bagian pegawai di
lembaga tersebut. Pemasukannya hanya dari seminar itu yang tidak tentu
jadwalnya kapan saja. Komunikasi kak Myur dan kedua lembaga tersebut masih
dijaga, dalam arti mereka masih saling teleponan, sms, bbm, dan lain sebagainya.
Sedangkan bila di GSM (Gerakan sehat Masyarakat) merupakan lembaga daerah
Sumatera Utara, khususnya Medan-Deli Serdang. Posisi kak Myur di GSM ialah
sebagai koordinator lapangan, ia sering ke lapangan untuk survey PSK, dan
ibu-ibu rumah tangga dalam hal berbagi info HIV. Dalam sebulan ia cuma 2 atau 3x
ke lapangan untuk survey.
lembaga-lembaga tersebut, saatnya untuk dirinya berbagi dengan orang-orang yang
kondisinya sama seperti dirinya dahulu.
Gambar 11. Kak Myur membawa pasiennya ke Rumah Sakit
Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015
Dari gambar 11 diatas, kak Myur sedang membawa pasiennya ke Rumah
Sakit untuk cek darah dan mengambil obat. Kak Myur ke Rumah Sakit tergantung
jika ada pasien yang membutuhkannya untuk mendampingi.
terinfeksi yang membuat depresi. Hal ini mengakibatkan tekanan psikologis dan
berdampak pada keadaan jasmani dan rohani si penderita.
3.7.2
Pola Hidup Sehat
Banyak orang yang menyangka bahwa setelah terinfeksi HIV lalu
seseorang akan masuk kepada fase menuju kematian, perahan-lahan merasa sakit
namun kemudian mati. Sehingga hal ini menjadi acuan yang sangat menakutkan
khususnya bagi teman-teman yang hidup dengan HIV, kemudian mereka berfikir
bahwa mereka sudah tidak lagi produktif dan tidak mampu untuk beraktifitas
seperti berolahraga, bekerja, dan melakukan aktifitas lainnya.
Padahal itu tidak benar jika seseorang sudah terinfeksi HIV, memang
benar adanya virus HIV di dalam tubuh yang bisa melemahkan sistem kekebalan
tubuh. Namun jika ddengan treatment yang tepat dan pola hidup sehat, tidak
masalah bagi penderita HIV untuk berolahraga dan beraktifitas layaknya
masyarakat lainnya yang tidak memiliki HIV. Odha tetap bisa berolahraga dengan
ketentuan dan kondisi tertentu. Kenapa? Karena jika dalam kondisi sakit dan
dalam masa pemulihan, sebaiknya tidak melakukan olahraga berat yang justru
akan membuat kondisi tubuh semakin sakit. Namun dengan pantauan dan
monitoring kesehatan yang teratur, olahraga justru memberikan banyak manfaat
yang baik bagi tubuh.
Berikut adalah salah satu cerita mereka yang hidup dengan HIV dan
hingga kini masih berprestasi melalui olahraga, namun juga olahraga menjadi
bagian dalam proses pemulihan kesehatan.
15
Ginan Koesmayadi (Pemain bola kaki), menurutnya, “berlari itu belajar
berdamai dengan diri sendiri, dan mengalahkan ego”. Ginan termasuk salah
satu pendiri dari Rumah Cemara telah hidup dengan HIV selama ±13 tahun.
Dia bersama teman-teman di rumah tersebut telah banyak melakukan
kegiatan yang bermakna khususnya bagi pecandu narkoba yang sedang dalam
masa recovery. Melalui sepak bola dan juga tinju, mereka menyalurkan hobi
mereka menjadi sesuatu yang bermanfaat. Aktifitas ini selain memang
menyehatkan tubuh, juga mengajak orang muda di Indonesia khususnya Odha
dan pecandu memiliki kegiatan yang sifatnya positif.
a.
Pola Pemikiran
Bagi sebagian penderita HIV akan shock saat mengetahui dirinya
terinfeksi HI. Kenyataan ini akan membuat mental si penderita terpukul,
panik dan kuatir yang berlebihan. Di dalam benak pikirannya akan segera
meninggal. Sudah banyak kasus yang ditemui oleh aktivis HIV (kak Myur)
bahwa pengidap HIV bisa hidup lama bahkan memasuki jenjang pernikahan
dan memiliki anak-anak yang sehat jika mereka therapy yang tepat sejak dini.
Mengetahui lebih awal, si penderita dapat mengambil sikap dan tindakan
dengan mengumpulkan informasi, menambah pengetahuan, dan menentukan
therapy yang cocok tanpa harus menunggu lama sampai kondisi tubuh
menjadi parah hingga AIDS.
diberitahu itu ialah orang yang benar-benar dipercaya oleh si penderita. Tapi
yang terpenting ialah memberitahu kepada pasangan ataupun orang terdekat
agar ia bisa dilindungi atau dibela jika ada orang yang berbuat
mendiskriminasi terhadapnya.
Mulailah membangun diri sendiri untuk mencapai hidup sehat dan
pikirkan bahwa penyakit HIV yang diderita saat ini, tidak ada yang dapat
menghentikan seseorang untuk memperoleh hak untuk menjadi sehat dan
bahagia, yang perlu diketahui bagi penderita ialah berusaha hidup sehat
selama mungkin dengan treatment yang tepat pilihan sendiri dan miliki
pandangan hidup yang positif.
Mereka
(penderita HIV+) yang sudah berpikiran positif mengatakan “
HIV
sudah dapat diobati dan saya bisa hidup sehat, bahwa hidup sehat adalah
hak saya dah hak bagi setiap orang yang mengusahakannya
”.
Terinfeksi HIV bukan berarti kita lebih hina dari pada orang dengan
penyakit lain. Semua berasal dari pikiran kita, jadi sangat penting bagi
penderita HIV menjaga pikiran dari perkataan buruk orang lain yang ingin
menghasut atau mengintervensi kita bahwa penderita HIV akan segera mati
dan tidak ada harapan lagi, buang segera kata-kata itu supaya kita tetap dapat
fokus untuk menjalani hidup sehat dengan menjaga bathin dalam menghadapi
cobaan sebesar gunung.
b.
Pola Makanan
Penderita HIV+ perlu lebih memperhatikan tentang nutrisi bagi
tubuhnya, karena masalah dengan daya tahan tubuh dan juga proses
pengobatan, maka tubuh akan mengalami perubahan yang cukup ekstrim.
Perubahan yang terjadi bisa berupa penurunan berat badan, diare atau bahkan
mengalami infeksi. Perubahan lain yang umum dialami oleh penderita HIV+
adalah sindrom distribusi lemak yang membuat bentuk tubuh berubah dan
meningkatnya kadar kolesterol. Untuk itu sangat penting bagi penderita HIV
untuk memperhatikan pola makannya.
Makanan bagi penderita HIV+ yaitu berupa sayuran, buah-buahan,
biji-bijian, kacang-kacangan, makanan yang rendah lemak, dan kurangi gula
dalam minuman dan makanan. Penderita HIV+ juga membutuhkan protein,
karbohidrat, lemak yang baik, vitamin, dan mineral.
Protein membantu membangun otot, organ dan sistem kekebalan tubuh.
Untuk itu jika penderita adalah seorang pria, dia membutuhkan 100-150 gram
protein setiap harinya, sedangkan jika wanita butuh 80-100 gram perhari.
Namun jika penderita HIV mengalami masalah dengan ginjalnya, dia harus
mengurangi 15-20% protein yang dikonsumsinya.
Pada karbohidrat, penderita HIV perlu mendapatkan jumlah yang tepat.
Setiap hari disarankan untuk mengkonsumsi lima sampai enam porsi buah
dan sayuran. Makan kacang-kacangan dan gandum. Jika si penderita ada yang
diabetes maka sebagian karbohidrat disarankan berasal dari sayuran.
diantaranya bisa dari kacang-kacangan, alpukat, ikan, kedelai, aging
berlemak, mentega, kelapa, dan susu.
Selain itu penderita HIV+ juga perlu makanan tambahan seperti vitamin
dan mineral untuk membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuhnya.
Pada penelitian saya yang dijumpai saat survey di lapangan ada beberapa
penderita yang mengatakan “
jika keadaan suhu tubuh normal, kami bisa
makan apa saja tanpa pantangan
” artinya jika penderita HIV merasakan
tubuhnya baik-baik saja tanpa ada gejala HIV maka mereka boleh makan
sepuasnya tanpa larangan, tetapi jika si penderita masih dalam keadaan proses
pemulihan (therapy) maka ada beberapa makanan yang harus dihindari untuk
kesembuhan si pasien yaitu makanan yang bersifat asam, setengah masak,
panggang, dan lalapan. Makanan tersebut mampu memicu gangguan
pencernaan si pasien pada saat masa pemulihan.
Setiap penderita HIV+ tetap dapat hidup sehat asalkan menjaga dengan
baik asupan gizi dan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga tidak
mudah terserang penyakit. Selain itu juga rutin mengonsumsi ARV
(AntiRetroViral) untuk menekan pertumbuhan virus di dalam tubuh.
merasakan kondisi tubuhnya menjadi kejang-kejang, badan meriang, kepala
pening, dan mual. Karena obat ARV itu pahit sekali dan efeknya luar biasa
bagi pemakai pemula.
[image:37.595.128.507.168.310.2]Efavirenz Duviral
Hiviral dan Neviral
Gambar 12. Jenis-jenis ARV
Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015
Seperti pada gambar diatas, jenis-jenis ARV itu menunjukkan bahwa
setiap tingkatan/stadium HIV berbeda obatnya. Semakin tinggi stadium
penyakitnya, maka semakin tinggi pula dosis ARV yang diberikan. Itupun
harus sesuai anjuran dokter. Jadi tidak boleh sembarangan makan obat tanpa
anjuran resep dokter, belum tentu sama obatnya bagi penderita sesama
stadium. Karena harus di cek terlebih dahulu kekebalan tubuhnya (CD4).
nilai CD4 berkisar antara 400-1500. Jika di bawah 400, seorang Odha
dinyatakan tidak sehat karena virus HIV mulai aktif menyerang. Terlebih lagi
jika kadar CD4-nya sudah mencapai di bawah 40, maka secara teori sudah
sangat sakit dan dalam keadaan “
bed rest
”.
3.7.3
Membentuk Kelompok
Kelompok Odha disebut dengan berbagai macam nama, ada yang
namanya kelompok mandiri, kelompok dukungan sebaya, dan lain sebagainya.
Nama tersebut berbeda-beda, tetapi semuanya memiliki arti yang sama yaitu
kelompok yang dijalankan oleh dan untuk odha. Kelompok Odha merupakan
suatu kelompok yang dapat memberikan kesempatan kepada seseorang untuk
berbicara secara bebas, didengar, dan dibesarkan hatinya dikalangan orang yang
senasib. Kelompok Odha yang didirikan oleh kak Maniur dan kawan-kawannya
diberi nama “Pita Merah”.
Suatu kelompok dukungan harus mendorong anggotanya untuk
merenungkan dan belajar dari pengalaman masing-masing. Dalam pembentukan
kelompok dukungan, kita harus mengetahui dengan jelas alasan kita ingin
berkumpul. Kelompok tertentu mungkin hanya dibentuk untuk memberikan
kesempatan berbicara dengan anggotanya serta berbagi perasaan dan pengalaman.
Ada juga kelompok lain bergabung untuk mewujudkan tujuan atau kebutuhan
bersama, seperti kampanye untuk meningkatkan mutu perawatan kesehatan atau
untuk memberikan informasi mengenai HIV dan hubungan seks yang lebih aman.
berbeda-beda. Ada yang bergabung ke dalam kelompok hanya untuk mencari
kawan, ada yang untuk menambah pengetahuan, ada yang untuk berlatih
publik
speaking,
dan lain sebagainya. Semua jawaban anggota diterima dalam kelompok
pita merah ini, asal mereka mau saling membantu sama dan menghargai
perbedaan pendapat.
Suatu kelompok dapat bekerja dengan atau tanpa pemimpin, namun ada
baiknya bila semua anggota kelompok memiliki gambaran yang jelas mengenai
cara kerja kelompok. Jadi, suatu kelompok itu tetap bisa berjalan dengan lancar
walau tanpa seorang pembina kelompok asal anggotanya saling kompak dalam
mengambil keputusan yang benar.
Berikut gambaran bekerja dalam kelompok dapat:
-
Menolong diri agar tidak merasa dikucilkan dan sendiri dalam menghadapi
masalah.
-
Membuka jalan untuk bertemu orang lain dan berteman.
-
Menolong kita menjadi lebih percaya diri dan merasa kuat.
-
Sebagai wadah untuk melakukan kegiatan.
-
Mempertemukan orang dari berbagai latar belakang yang berbeda, serta
menambah saling pengertian dan toleransi.
-
Saling berbagi sumber daya, ide dan informasi, misalnya mengenai
pengobatan terbaru atau layanan dukungan setempat.
-
Meningkatkan kesadaran kelompok tentang keadaan yang dihadapi anggota
kelompok dengan memberi wajah yang manusiawi pada Odha.
a.
Bekerja Sama
Bekerja sama dalam kelompok dapat membantu orang menjadi lebih sadar
atas kekuatannya sendiri. Sekalipun kemampuan orang untuk mengubah
keadaannya terbatas, baik itu terbatas karena kemiskinan ataupun kesehatannya,
maka masih banyak jalan untuk memanfaatkan kemampuan dan pengalaman
pribadinya. Sebuah kelompok mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada
bekerja sendiri.
[image:40.595.182.442.530.710.2]Menurut Suzana Murni (pendiri Spiritia, 1999) : bagi banyak Odha di
berbagai daerah di dunia, kelompok dukungan adalah tempat satu-satunya di
mana mereka merasa nyaman, dapat keluar dari isolasi , terjaga kerahasiaannya,
aman dan terdukung. Terutama di negara berkembang, di mana layanan untuk
odha masih lemah atau bahkan tidak ada sama sekali, kelompok dukungan
memiliki peranan besar dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS secara
keseluruhan. Kelompok dukungan menjadi wadah untuk menyediakan dukungan
dan perawatan. Kelompok dukungan menjadi tempat di mana pendidikan dan
penyebarluasan informasi mengenai HIV/AIDS terjadi.
Dari gambar diatas terlihat bahwa para anggota Pita Merah saling bekerja
sama dalam hal apapu seperti dalam berbagi ilmu/informasi, menyiapkan
makanan, makan bersama, dan setelah itu membersihkan piring kotor bersama.
b.
Merencanakan Tindakan
Keberhasilan suatu kegiatan, sangat tergantung pada perencanaan yang
sistematis. Artinya segala sesuatu harus dirancang terlebih dahulu sebelum
memulai kegiatan, memikirkan tindakan kedepannya terus-menerus, dan menilai
seberapa efektif kegiatan tersebut.
Jadi, kelompok Odha yang bernama Pita Merah tersebut, sebelum
terbentuk menjadi kelompok, pastinya sudah memiliki rancangan tindakan yang
akan diambil serta tindakan tersebut harus di evaluasi setiap sebulan sekali dan
bila ada yang perlu dirubah, maka dilakukan perubahan yang lebih baik lagi.
Perencanaan program ada beberapa tahap
16, yaitu:
-
Mengenali masalah
Dalam hal tersebut, harus diketahui terlebih dahulu masalah apa yang
dihadapi oleh masing-masing anggota terkait penyakit HIV, misalnya tidak
tahu tempat layanan kesehatan untuk HIV, cara memakai kondom, masalah
hubungan dengan keluarga atau dengan kerabat/ tetangga kurang baik, dan
lain sebagainya.
-
Menilai kelebihan kita
Cari tahu kelebihan yang ada di dalam diri masing-masing anggota. Dari
situ timbul semangat untuk berjuang melawan kekurangan, sebab Tuhan
16
Yang Maha Kuasa menciptakan makhluknya memiliki kelebihan dan
kekurangan.
-
Tetapkan apa yang ingin dicapai
Masing-masing diminta jawabannya atas harapan yang ingin dicapainya
dalam kelompok tersebut.
-
Putuskan tindakan yang akan dilakukan
Kemudian pembina mengambil keputusan dalam bertindak yang telah
disepakati oleh anggotanya
-
Siapkan rencana kerja dan anggaran
Khusus untuk para pembina harus memikirkan rencana kerja berikutnya
dan memikirkan anggarannya.
-
Rencanakan pemantauan dan evaluasi
Siapa saja bisa memantau, baik itu pembina, peer education bisa memantau
teman-teman yang lagi masa perawatan di rumah singgah maupun yang
rawat jalan.
-
Melakukan program
Gambar 13. Brosur-brosur yang digunakan dalam kegiatan
Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015
-
Evaluasi
Mengadakan evaluasi terhadap program-program yang sudah dijalankan,
sejauh mana program-program tersebut berjalan. Bila ada yang gagal, perlu
dilakukan revisi agar berubah menjadi lebih baik lagi.
c.
Pendanaan
Untuk hal pendanaan kelompok Odha “Pita Merah” ini bersifat swadaya.
Jadi dananya berdasarkan dari kemampuan finansial kak Maniur, dan ada juga
beberapa pembina atau anggota istimewa yakni dr. Yenni serta pihak RS. Adam
Malik yang membantu berupa uang sekedarnya saja, brosur-brosur tentang
penyakit HIV/AIDS dan IMS, dan obat-obatan.
selebihnya jika mereka datang ke rumah singgah maka dengan biaya mereka
masing-masing.
d.
Keterampilan berkomunikasi
Setiap anggota wajib saling berkomunikasi di hadapan teman-teman
kelompok Odha, baik itu berupa mengemukakan pendapat, sharing, dan berbagi
pengalaman. Satu per satu dari beberapa anggota tersebut diminta untuk
bergantian berbicara di hadapan teman-teman kelompok Odha.
Hal tersebut dilakukan agar kelak mereka menjadi berani berbicara di
pertemuan dan kegiatan yang lebih besar, tidak hanya pertemuan dan kegiatan
mengenai HIV tetapi bisa saja mengenai hal lainnya.
Dengan kegiatan tersebut, para Odha merasa seperti diberi kesempatan
berbagi pengalaman dan dihargai kehadirannya di tengah-tengah masyarakat.
e.
Membuat perubahan
Kelompok dukungan sebaya (
peer
) dapat membantu mendorong
perubahan dalam kehidupan pribadi seseorang dan dalam masyarakat luas.
Kelompok dapat memperbaiki keadaan pribadi anggotanya dengan cara
mengurangi rasa terkucilnya diri mereka, memberikan motivasi dan informasi,
dan membuka kesempatan untuk memperbaiki keadaan ekonomi mereka.
mendapat diskriminasi, seperti pada perempuan, laki-laki homoseks (gay) dan
PSK.
Berikut ada beberapa faktor yang mempengaruhi kita sebagai individu
maupun sebagai anggota masyarakat
9:
Pengetahuan apa yang kita ketahui dan apa yang tidak
Keterampilan apa yang kita ketahui mengenai cara melakukannya
Keyakinan, sikap dan harga diri pikiran, perasaan dan kemampuan kita
Tekanan sosial dan budaya perilaku, pikiran dan perasaan orang sekitar
kita
Lingkungan yang lebih luas
faktor budaya, agama, kebijakan
kesehatan, perundang-undangan dan penyediaan layanan
Informasi
dan
pengetahuan
diperlukan,
tetapi
kelompok
juga
membutuhkan kemampuan untuk menerapkannya. Tanpa percaya pada nilai dan
kepercayaan diri, kelompok akan sangat sulit menimbulkan perubahan. Namun,
jika kelompok memutuskan bahwa kelompok ingin membuat perubahan pada
kehidupan masing-masing individu ataupun di lingkungan yang lebih luas, maka
kelompok Odha memerlukan dukungan dan bantuan dari orang lain.
Ini berarti kelompok Odha harus berinteraksi dengan unsur sesuai budaya
dan agama yang sudah ada sehingga dapat menciptakan lingkungan yang
harmonis. Tujuan kelompok mengharapkan agar masyarakat dapat menerima
Odha, dan juga melatih diri untuk mengurangi resiko tertular HIV.
Tabel 2. Masalah yang dihadapi Odha
1. Pengetahuannya kurang
Kurang
mengenai
layanan
dan
pengobatan
HIV,
terbatasnya
penjangkauan informasi
2. Keterampilan dan kemampuan
kurang
Terbatas
peluang
untuk
melatih
keterampilan (seperti dalam perilaku seks
yang
aman
dengan
menggunakan
kondom)
3. Sikap dan keyakinan yang tidak
mendukung
Ketakutan pada Odha, penyangkalan
HIV, dan remaja tidak boleh mengetahui
info tentang seks dan HIV.
4. Tekanan dari sosial dan budaya Odha diberikan stigma (cap buruk) serta
diskriminasi
5. Lingkungan
yang
bersifat
membatasi
Kemiskinan dan sumber daya yang
kurang, serta terbatasnya ketersediaan
layanan medis.
5 (lima) penyebab masalah inilah yang dapat menimbulkan pertentangan,
dan merusak hubungan baik antara sesama manusia yang bersifat individu
maupun kelompok. Sebab 5 penyebab masalah ini dapat memicu emosional
perorang ataupun kelompok.
Tabel 3. Cara mendorong perubahan positif bagi Odha
No.
Caranya
Uraian
1.
Menambah pengetahuan
Tentang informasi, layanan dan
pengobatan HIV, serta kesehatan
reproduksi
2.
Keterampilan yang lebih luas
Konseling, berkomunikasi,
publik
speaking,
serta berunding dan
beradvokasi
3.
Sikap dan keyakinan yang positif
Keyakinan untuk melakukan
hubungan seks yang lebih aman,
dan meneriman hak orang dalam
menentukan gaya seksualitas
4.
Faktor sosial dan budaya yang
mendukung
Mengurangi stigma dan
diskriminasi, melawan kegiatan
seks dini, puasa seks, dan
sebagainya
BAB IV
LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYANYA
4.1 Defenisi Lingkungan Sosial Budaya
Manusia adalah makhluk sosial yang hidup dalam suatu kelompok
masyarakat. Agar manusia itu dapat mempertahankan keberadaannya di tengah
kelompok, maka ia harus menyesuaikan diri terhadap ketentuan-ketentuan yang
berlaku di dalam kelompok masyarakatnya.
Definisi lingkungan sosial budaya, yaitu lingkungan antar manusia yang
meliputi pola-pola hubungan sosial serta kaidah pendukungnya yang berlaku
dalam suatu lingkungan spasial (ruang); yang ruang lingkupnya ditentukan oleh
keberlakuan pola-pola hubungan sosial tertentu (termasuk perilaku manusia di
dalamnya), dan oleh tingkat rasa integrasi antara budaya, teknologi dan organisasi
sosial, termasuk di dalamnya jumlah penduduk dan perilakunya yang terdapat
dalam lingkungan spasial tertentu.
17Lingkungan sosial budaya terbentuk mengikuti keberadaan manusia di
muka bumi. Ini berarti bahwa lingkungan sosial budaya sudah ada sejak makhluk
manusia atau homosapiens diciptakan. Lingkungan sosial budaya mengalami
perubahan sejalan dengan peningkatan kemampuan adaptasi kultural manusia
terhadap lingkungannya. Manusia lebih mengandalkan kemampuan adaptasi
kulturalnya dibandingkan dengan kemampuan adaptasi biologis yang dimilikinya
dalam melakukan interaksi dengan lingkungan hidup.
917
Rambo (dalam Deliyanto,1996) menyebutkan ada dua kelompok sistem
yang saling berinteraksi dalam lingkungan sosial budaya yaitu sistem sosial dan
ekosistem. Sistem sosial meliputi teknologi, pola eksploitasi sumber daya,
pengetahuan, ideologi, sistem nilai, organisasi sosial, populasi, kesehatan dan gizi.
Sedangkan ekosistem meliputi tanah, air, udara, iklim, tumbuhan, hewan dan
populasi manusia lain. Interaksi kedua sistem tersebut melalui proses seleksi dan
adaptasi.
Manusia tidak bisa hidup sendiri untuk memenuhi seluruh kebutuhan
hidupnya. Bagaimana pun ia tetap memerlukan bantuan dari orang lain. Oleh
karena itu, manusia mempunyai kecenderungan untuk hidup berkelompok dan
bermasyarakat, yang disebut dengan interaksi manusia. Kita hidup di dalam
masyarakat. Artinya, kita hidup bersama orang lain, bisa itu bersama keluarga,
teman, tetangga, penduduk sedesa, penduduk sekota, maupun penduduk yang
tinggal satu negara dengan kita. Dalam kehidupan bermasyarakat, kita harus dapat
beradaptasi dengan lingkungan, termasuk dalam hal perilaku, aturan, nilai, norma,
kepercayaan dan adat istiadat yang berlaku di lingkungan sekitar.
HIV bukanlah sekedar masalah lokal tetapi telah mengglobal. Sekalipun
belum ditemukan data yang valid dan reliabel namun dipastikan virus ini sudah
mengarah menjadi masalah sosial.
18Penelitian ini menggambarkan suatu
fenomena sosial yang bersifat khusus mengenai perilaku sosial penderita HIV
sebagai diskriminan dalam menghadapi reaksi masyarakat. Di mana penderita
terus-menerus melakukan proses adaptasi sosial. Penelitian ini berlandaskan
18
dalam teori
Kluchohn mengenai lima masalah dasar dalam hidup yang
menentukan orientasi nilai budaya. Keberagaman makna dan penderitaan dalam
menghayati dunia sakitnya akan (1) Waktu, (2) Tuhan, (3) Lingkungan Sosial, (4)
Pekerjaan, dan (5) Masa depan.
4.2 Lingkungan Sebagai Tempat Aktifitas Manusia
Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan
kehidupan sehari-hari. Setiap kegiatan manusia hampir tidak pernah lepas dari
unsur sosial budaya. Sebab sebagian besar dari kegiatan manusia dilakukan secara
kelompok.
Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia itu senang bergaul
dan berinteraksi dengan manusia lain di dalam kehidupan bermasyarakatnya,
maupun berinteraksi dengan lingkungannya. Hidup di masyarakat merupakan
manifestasi bakat sosial individu, namun apabila tidak dipersiapkan dengan
sebaik-baiknya, maka individu yang sesungguhnya berbakat hidup sosial di dalam
masyarakat dan lingkungannya akan mengalami kesulitan apabila suatu kelak
akan berada di tengah-tengah kehidupan sosialnya.
Mengapa hidup di tengah-tengah masyarakat sosial itu tidak mudah? Hal
ini disebabkan karena:
2. Bahwa kepentingan individu yang satu tidak sama dengan kepentingan individu
yang lain. Didalam masyarakat begitu banyak individu. Individu-individu tersebut
mempunyai kepentingan dan tujuan hidup sendiri-sendiri, dan mempunyai cara
serta jalan hidup sendiri-sendiri pula. Sehingga bila setiap individu tidak
berhati-hati, maka kepentingan individu yang satu akan bertabrakan dengan kepentingan
individu yang lain.
3. Bahwa masyarakat itu sendiri selalu mengalami perkembangan-perkembangan.
Masyarakat, betapapun statisnya, cepat atau lambat pasti mengalami perubahan.
Apalagi dengan berkembangnya kebutuhan manusia yang semakin kompleks,
diiringi ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang begitu pesat, serta
perkembangan kebudayaan manusia yang dari kehidupan tradisional ke arah
kehidupan modern.
4. Bahkan akhir-akhir ini dengan kemajuan sains dan tekhnologi yang dicapai
manusia, menjadikan nilai-nilai sosial manusia mulai terkikis. Hal ini dapat dilihat
pada konteks pekerjaan manusia yang menghendaki manusia bekerja
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berinteraksi dengan pekerjaannya
sehingga menghilangkan sebagian waktunya untuk bergaul dan berinteraksi sosial
dengan lingkungan sosial budayanya.
4.3 Hubungan Penderita HIV dengan Lingkungan Sosial
bagian, yakni hubungan dengan teman sebaya/ kelompok, orangtua, keluarga, dan
lingkungan bermasyarakat. Secara garis besar, hubungan terbagi menjadi
hubungan positif dan negatif. Hubungan positif terjadi apabila kedua pihak yang
berinteraksi merasa saling diuntungkan satu sama lain dan ditandai dengan adanya
timbal balik yang serasi. Sedangkan hubungan yang negatif terjadi apabila suatu
pihak merasa sangat diuntungkan dan pihak yang lain merasa dirugikan. Dalam
hal ini, tidak ada keselarasan timbal balik antara pihak yang berinteraksi.
Hubungan dapat menentukan tingkat kedekatan dan kenyamanan antara pihak
yang berinteraksi. Semakin dekat pihak-pihak tersebut, maka hubungan tersebut
akan dibawa kepada tingkatan yang lebih tinggi.
investasi sumber daya manusia di daerah tersebut, yang dalam jangka panjang
akan berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.
19Hal ini perlu dilakukannya pengembangan masyarakat yang tujuannya
untuk
mengembangkan
kemampuan
masyarakat
lapis
bawah
dalam
mengidentifikasi kebutuhan, mendapatkan sumber daya dalam memenuhi
kebutuhan, serta memberdayakan mereka secara bersama-sama. Dengan gerakan
ini, masyarakat lapis bawah bisa memiliki kendali secara kuat terhadap
kehidupannya sendiri. Orang-orang ikut serta dalam kegiatan pengembangan
masyarakat sepanjang waktu, misalnya sebagai pekerja yang dibayar (Kenny,
Susan, 1994:5-7)
Pengembangan masyarakat menghadapi isu-isu baru, namun pendekatan
yang dipakai dalam organisasi kemanusiaan didasarkan pada ide untuk kembali
kepada zaman masa lalu. Ide ini menekankan bahwa manusia dapat dan harus
menyumbang secara kolektif cara sebuah masyarakat bertahan, melalui
keikutsertaan dalam mengambil keputusan, mengembangkan perasaan memiliki
terhadap kelompok dan menghargai sesama manusia.
Pengembangan masyarakat juga didasari oleh sebuah cita-cita bahwa
masyarakat bisa dan harus mengambil tanggung jawab dalam merumuskan
kebutuhan, mengusahakan kesejahteraan, menangani sumber daya, dan
mewujudkan tujuan hidup mereka sendiri. Pengembangan masyarakat diarahkan
untuk membangun
supportive communities
yaitu sebuah struktur masyarakat yang
kehidupannya didasarkan pada pengembangan dan pembagian sumber daya secara
19
adil serta adanya interaksi sosial, partisipasi, dan upaya saling mendorong antara
satu dengan yang lain.
20Hal ini juga berkaitan dengan teori
David McClelland, yang mengatakan
bahwa satu jenis daya mentalitas seseorang yang
disebutnya sebagai “n
achievement”
adalah faktor penting bagi kemajuan usaha orang tersebut. Dengan
“n achievement” orang bertindak tidak sekedar mengikuti tradisi yang telah
digariskan oleh nenek moyang, tapi bertindak menurut cara baru yang mereka rasa
akan memberi hasil yang lebih baik dan memberi manfaat untuk orang banyak.
Gagasan ini juga beranggapan bahwa apabila seseorang melakukan usaha maka
hasil dari usaha tersebut sebaiknya tidak hanya ditujukan untuk manfaat pribadi
dan keluarganya saja, tapi berguna bagi golongan masyarakat yang lebih luas
seperti masyarakat sekota, senegara, bahkan masyarakat manusia sedunia. Jadi
kata kunci dalam daya psikokultural ini adalah “berbuat yang lebih baik dan
bermanfaat untuk lebih banyak orang”.
21Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang
didefinisikan sebagai berikut:
a. kebutuhan berpretasi: dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar,
berusaha keras untuk berhasil.
b. kebutuhan berkuasa: kebutuhan untuk memenuhi individu lain berperilaku
sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.
c. kebutuhan berafiliasi: keinginan untuk menjalin suatu suatu hubungan
antarpersonal yang ramah dan akrab.
Empat area utama motivasi manusia adalah makanan, cinta,
seks, dan pencapaian. Tujuan-tujuan yang mendasari motivasi ditentukan
sendiri oleh individu yang melakukannya, individu dianggap tergerak untuk
mencapai tujuan karena motivasi intrinsik (keinginan beraktivitas atau meraih
pencapaian tertentu semata-mata demi kesenangan atau kepuasan dari melakukan
aktivitas tersebut), atau karena motivasi ekstrinsik, yakni keinginan untuk
mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal.
disamping itu terdapat pula faktor yang lain yang mendukung diantaranya ialah
faktor internal yang datang dari dalam diri orang itu sendiri.
Sebagai makhluk sosial, penderita HIV saling berinteraksi di dalam
lingkungan sosial. Berikut ada beberapa hubungan antara penderita HIV dengan
lingkungannya, yaitu :
4.3.1 Hubungan Penderita HIV Dengan Lingkungan Kelompok
adalah perubahan kebudayaan akibat dua kelompok yang berbeda kebudayaannya
saling bertemu di mana terjadi perubahan yang besar pada salah satu kelompok
tersebut atau pada kedua-duanya. Perubahan terjadi karena kelompok tersebut
memodifikasi cara hidupnya dengan mengadopsi suatu pengetahuan atau
kepercayaan baru, atau karena perubahan dalam pandangan hidup dan
konsepsinya tentang realitas.
22Karakter setiap orang berbeda-beda, untuk menyatukan karakter memang
sulit, tapi menyatukan tujuan tidak sulit jika saling mematuhi aturan yang telah
dibuat dan disepakati bersama. Dalam lingkungan kelompok pastinya ada
perbedaan pendapat dalam menjalankan suatu program. Dalam kelompok
ditemukan adanya perasaan sentimen baik terhadap fasilitator maupun
anggotanya, tetapi komunikasi mereka di dalam kelompok tetap berjalan lancar,
bila mereka berada dalam jarak jauh melalui telepon ataupun media sosial menjadi
penghubung komunikasi mereka.
merawat rumah dan membina kelompok. Tapi kak Myur menyerah atas tingkah
ibu-ibu di dalam kelompok tersebut, ia lebih memilih pergi meninggalkan
kelompok tersebut dan membentuk kelompok baru yang dibangun atas usahanya
sendiri.
4.3.2 Hubungan Penderita HIV Dengan Lingkungan Tempat Tinggal
Peristiwa yang terjadi dalam lingkungan tempat tinggalnya ialah ia diusir
dan di caci maki oleh tetangganya, ia dituduh telah melakukan perbuatan yang
negatif sehingga menderita HIV, lalu kak Myur diusir karena mereka tidak mau
ada warga lain yang tertular. Kak Myur dianggap sebagai sampah masyarakat
yang patut dibuang dan dijauhi dari lingkungan. Pada saat itu perasaan kak Myur
menjerit harus pergi kemana, sebab tidak ada yang mau membantunya,
keluarganya jauh di kampung semua. Akhirnya ia bertemu dengan seorang teman
yang bekerja di LSM yang menangani ODHA (orang dengan hiv/aids). Kak Myur
meluapkan semua kisah sedih hidupnya semenjak di diagnosa oleh dokter
terinfeksi HIV. Kak Myur sama sekali tidak paham mengenai HIV, bersama
temannya inilah jalan keluar atas kesedihannya. Temannya mengajak untuk
bergabung menjadi anggota di sebuah LSM yaitu JAPI (Jaringan Aksi Perubahan
Indonesia). Anggota JAPI adalah ODHA, OHIDA, dan aktivis peduli HIV. JAPI
ada untuk kaum marginal, tujuan utamanya ialah untuk mendorong pemenuhan
hak masyarakat dalam pemenuhan hak kesehatan yang dibutuhkan. Terutama
untuk kaum yang termarjinalkan.
ada sebagian orang yang menerima dengan setengah hati dan ada yang menolak
sama sekali. Kalau menerima sepenuh hati berarti mereka sudah paham info
tentang HIV, cara penularannya, sampai cara menghindari agar virus tersebut
tidak pindah kepadanya. Lalu maksud dari menerima setengah hati ialah
orang-orang yang sudah mau menerima kondisi kami seperti ini tetapi masih membatasi
untuk bergaul bersama mereka, mereka menerima kami di tengah lingkungan
(tempat tinggal, ataupun kerjaan) dengan sikap kasihan tetapi masih ada
pemikiran buruk tentang kami. Contoh seperti di lingkungan tempat tinggal, ada
warga yang sudah mau menerima keberadaan kami di daerah ini, tetapi ketika
anak mereka kami kasih kue langsung dibuang oleh orangtua si anak. Kalau
menolak sama sekali maksudnya ialah orang-orang tersebut baru mendengar kata
“HIV” sudah sera