• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etnografi Penderita HIV dan Lingkungan Sosial Budayanya di Simpang Selayang Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Etnografi Penderita HIV dan Lingkungan Sosial Budayanya di Simpang Selayang Medan"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

DAFTAR INFORMAN

1.

Nama

: Kak Myur

Umur

: 36 Tahun

Pekerjaan

: Aktivis HIV

Alamat

: Jln. Jamin Ginting Km 11 Gg. Kenanga, Simp. Selayang

2.

Nama

: Bang Enn

Umur

: 37 Tahun

Pekerjaan

: Petani

Alamat

: Jln. Jamin Ginting Km 11 Gg. Kenanga, Simp. Selayang

3.

Nama

: Ardi

Umur

: 38 Tahun

Pekerjaan

: Wirausaha

Alamat

: Jln. Bunga Asoka

4.

Nama

: Brian

Umur

:30 Tahun

Pekerjaan

: Wiraswasta

Alamat

: Jln. Bahagia Pasar 1 Padang Bulan

5.

Nama

: Wanto

Umur

:36 Tahun

Pekerjaan

: Wiraswasta

Alamat

: Simpang Pos

6.

Nama

: Fenti

Umur

:33 Tahun

Pekerjaan

: Wiraswasta

Alamat

: Simpang Pos

7.

Nama

: Sella

(2)

8.

Nama

: Tia

Umur

:6 Tahun

Pekerjaan

: Pelajar

Alamat

: Simpang Pos

9.

Nama

: Bu Len

Umur

:33 Tahun

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Batu Layang Kec. Sibolangit

10.

Nama

: Berti

Umur

:36 Tahun

(3)

DAFTAR INTERVIEW GUIDE

No

Perihal

Pertanyaan

Informan

1. Life History Penderita

HIV

Ceritakan secara singkat

riwayat hidup kak Maniur

sebelum terkena HIV!

Kak Maniur

Sihombing

Ceritakan Asal mula kakak

semenjak terinfeksi HIV!

Coba jelaskan, menurut

kakak HIV itu apa dan harus

bagaimana ?

Coba ceritakan bagaimana

Strategi kakak untuk

melanjutkan hidup dalam

kondisi adanya HIV?

2. Pendapat Odha

terhadap dirinya

sebagai penderita HIV

Sudah berapa lama

Bapak/Ibu terinfeksi HIV ?

Serta ceritakan sedikit

bagaimana sebab terjadinya

penyakit tersebut.

Kelompok Odha

“Pita Merah”

Apa yang ada di dalam

pikiran Bapak/Ibu, saat

terdiagnosa HIV/AIDS ?

Bagaimana tanggapan

keluarga Bapak/Ibu, ketika

mengetahui bahwa

Bapak/Ibu terinfeksi

HIV/AIDS?

Bagaimana tanggapan

rekan/kerabat Bapak/Ibu,

ketika mengetahui bahwa

Bapak/Ibu terinfeksi

HIV/AIDS ?

(4)

Upaya apa yang Bapak/Ibu

lakukan untuk melawan

penyakit tersebut ?

Siapa penyemangat

Bapak/Ibu dalam bertahan

melawan penyakit tersebut ?

Buatlah pesan dan kesan

Bapak/Ibu tentang HIV !

3. Pendapat Masyarakat

sebagai Ohida

Bagaimana penilaian dan

sikap Bapak/Ibu bila

disekitar lingkungan ada

Orang yang HIV ?

Masyarakat

Apakah Bapak/Ibu

terganggu bila ada orang

yang HIV di sekitar

Bapak/Ibu ?

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Deliyanto, Bambang. 1996.

Lingkungan Sosial Budaya

. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Djoerban, Zubairi. 1999.

Membidik AIDS: Ikhtiar Memahami HIV dan ODHA

.

Yogyakarta: Galang Press.

Harahap, Syaiful W. 2000.

PERS meliput AIDS.

Jakarta:PT Penebar Swadaya.

Hertati, dkk. 2010.

Ilmu Sosial dan Budaya Dasar

. Jakarta: Universitas Terbuka.

Hidayana, Irwan M., dkk. 2004.

Seksualitas: Teori dan Realitas

. Jakarta: Program

Gender dan Seksualitas FISIP UI.

Holschneider, Silvia. 2006.

HIV dan AIDS: Resiko pada Anak-Anak dan Kaum

Muda Indonesia

. Jakarta: Save the Children.

Indonesia Ministry of Health. 2003.

National estimates of adult HIV infection

,

Indonesia.

Marzali, Amri. 2005.

Antropologi & Pembangunan Indonesia.

Jakarta: Kencana.

Mulyana, Deddy. 2001.

Human Communications, Konteks-konteks Komunikasi

.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Notoatmodjo S. 2010.

Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Jakarta: Rineka Cipta.

Rajawali, Andre, dkk. 2004.

Pemberdayaan Positif: Mendirikan kelompok

dukungan dan beradvokasi untuk perubahan

. Yogyakarta: Yayasan

Surviva Paski.

Reid, Elizabeth. 1995.

HIV & AIDS: Interkoneksi Global.

Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Riyadi, Slamet, dkk. 2008.

11 Langkah Memahami HIV & AIDS: Pegangan

Wartawan.

LP3Y: KPA Nasional.

Sondang. 2014.

Pola Pencarian Pengobatan Pada Penderita HIV di RSUP H.

Adam Malik

. Tesis, Prodi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Medan:

STIKes Helvetia

Spradley P, James. 1997.

Metode Etnografi

. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.

Windhu, Siti Candra. 2009.

Disfungsi Seksual-Tinjauan Fisiologi dan Patologis

(6)

Zein, Umar. 2006.

100 Pertanyaan Seputar HIV/AIDS yang Perlu Anda Ketahui

.

Medan: USU Press.

(7)

BAB III

LIFE HISTORY PENDERITA HIV

Tulisan berikut adalah kisah nyata perbincangan saya dengan beberapa

orang yang sudah lama menderita HIV. Dari orang-orang yang saya wawancarai

terdapat perbedaan bahwa mereka terinfeksi HIV bukan hanya karena

perbuatannya mereka sendiri yang bersifat menyimpang, ada di antara mereka

yang tertular dari pasangannya sehingga orang tersebut dikatakan sebagai korban.

Akibatnya mereka yang sebagai korban tertularnya HIV harus menanggung resiko

sebagai penderita HIV. Orang lain yang tidak paham tentang HIV, maka ia

beranggapan negatif kepada si penderita, pikirannya dipenuhi dengan hal-hal yang

negatif seperti anggapannya bahwa orang tersebut adalah perempuan tidak benar

(PSK), kupu-kupu malam, pelacur (suka ganti-ganti pasangan), homo/gay,

perempuan jadi-jadian (bencong) atau disebut juga transgender, bahkan ada juga

orang yang beranggapan bahwa penderita HIV itu berkaitan dengan suku dan

agama. Padahal itu semua berpulang pada kepribadian individunya. Hal ini

mengenai bagaimana budaya berpikir dan bertindak individu atau seseorang

dalam menghadapi fenomena yang terjadi melalui proses melihat, mendengar, dan

merasakan.

(8)

3.1 Kisah Seorang Aktivis HIV

Namanya Myur, beliau adalah seorang perempuan kelahiran 17 Maret

1979 yang berasal dari Tobasa. Ia merupakan anak pertama dari delapan

bersaudara, kehidupan ekonomi dalam keluarganya sangat minim sehingga ia

berinisiatif untuk membantu orang tuanya dalam memenuhi kebutuhan rumah dan

biaya pendidikan adik-adiknya dengan cara ia merantau ke Medan untuk mencari

pekerjaan. Beruntung ia sudah menyelesaikan pendidikannya di tingkat SMA,

sehingga bisa memenuhi persyaratan untuk masuk di dunia kerja.

Gambar 5. Kak Myur

Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

(9)

dalam mencari nafkah, ia juga harus memberikan contoh yang baik kepada 7

adik-adiknya. Orang tua kak Myur bekerja sebagai petani yang penghasilannya tak

seberapa.

Dalam keluarga kak Myur diajarkan nilai-nilai yang positif, orang tuanya

rajin beribadah ke gereja sehingga anak-anaknya pun diajak untuk beribadah

sebagai wujud rasa berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa walaupun

hidup hanya pas-pasan. Ia diajarkan untuk hidup jujur dan mau berusaha, jangan

sampai berbuat negatif seperti mencuri, berbohong, bahkan sampai merugikan

orang lain. Karena Tuhan pun tidak menyukai orang yang berbuat demikian,

Tuhan akan marah kepada kita. Sampai saat ini kak Myur masih mengingat semua

ajaran yang diajarkan oleh orangtuanya, sehingga bisa menerapkan nilai-nilai

yang dianut dalam keluarganya sejak buaian orang tuanya sampai ke liang lahat.

Kemudian pada tahun 2000 kak Myur menikah dengan orang karo marga

Ginting. Setelah menikah mereka tinggal di Medan daerah Pancur Batu karena

sang suami bekerja sebagai supir di Medan. Tahun 2001 mereka dikaruniai

seorang anak perempuan, mereka merasa bahagia, sempurnalah kehidupan rumah

tangga yang baru seumur jagung tersebut dengan kehadiran bayi perempuan,

rumah terasa ramai karena isak tangis dan suara tawa anaknya. Anak tersebut

disusui selama setahun.

(10)

masalah pun menghampiri keluarga yang tengah berbahagia ini, anak laki-lakinya

sakit berkepanjangan. Mereka bingung, ada apa dengan anak kedua mereka ?

Asal mula ia tahu HIV

Kak Myur baru mengetahui ia menderita penyakit HIV setelah anak

bungsu laki-lakinya berusia tiga tahun bolak-balik sakit. Awalnya si anak sering

demam, batuk, dan diare, sehingga selera makan hilang dan berat badan menjadi

turun lalu ia bawa anaknya ke klinik terdekat. Perawat memberi obat dan

sakitpun sembuh. Bulan depan kambuh lagi sakitnya, terus dibawa ke klinik lagi

sampai akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit terdekat. Kak Myur pun rela

mengorbankan segalanya untuk kesembuhan anak tercinta, sebab ia sangat

menyayangi anak-anaknya. Di rumah sakit terdiagnosa gizi buruk, ia mengatakan:

“Gak mungkin anakku gizi buruk, aku sering ngasih makanan

yang bergizi untuk anakku, hasil lab ini pasti salah”

(Wawancara 12 Mei 2015)

Kak Myur tidak bisa menerima hasil pernyataan yang diberikan dokter.

Tapi mau tidak mau ia harus menerima kenyataan, lalu ia terima dengan berat hati

hasil pernyataan tersebut. Kemudian anaknya di opname serta diberikan makanan

yang bergizi dari pihak rumah sakit berupa vitamin, minyak ikan, susu formula.

(11)

sembuh-sembuh bahkan ditambah lagi kulitnya yang putih menjadi ruam-ruam dan

gatal-gatal.

Dokter pun memeriksa tubuh bagian dalam anak dengan cara di

rontgen

lalu kedua orang tua si anak dipanggil untuk konseling dengan dokter. Kejadian

ini pada tahun 2006, awalnya yang di konseling oleh dokter ialah sang suami,

dokter bertanya,”

pak, apa pekerjaan bapak ?

”. Sang suami pun menjawab,

“narik

becak, su

pir, itu ajanya dokter. Emang ada apa ?”

, sang suami balik bertanya.

(dokter telah curiga melihat banyak tatoo di tangan sang suami) “

ini kapan

buatnya pak ?”

tanya dokter. Suami pun menjawab

“waktu aku umur 16 tahun

buatnya rame-rame sama kawanku dulu, karena kami ikut organisasi jadi semua

yang ikut organisasi harus ada tatoo, dokter”

. Kemudian dokter bertanya lagi

“kawan

-

kawan bapak yang buat tatoo ini masih hidup sampai sekarang?”

.

dari

beberapa orang yang buat kemaren, sudah 2 orang yang meninggal dokter

,

jawab sang Suami.

Lalu dokter pun mengajak Suaminya untuk cek darah, mungkin ada

kaitannya dengan penyakit anak mereka yang sakit berkepanjangan tersebut.

Diambil darah mulai jam 10 pagi sampai keluar hasil tes jam 2 siang. Kak Myur

dan Suaminya sudah dari tadi menunggu dengan perasaan gelisah. Dokter

memberitahu mereka bahwa suaminya terinfeksi virus, sang suami positif HIV.

Mereka terkejut mendengar hasil tes tersebut,

“kok bisa? Gak ngerti aku”

, kata

kak Maniur.

(12)

menyatakan bahwa sang istri juga positif HIV, anak pertama hasilnya negatif,

anak kedua hasilnya positif.

Kak Myur protes,

“loh kok bisa gini

dok ? kenapa anakku yang pertama

hasilnya negatif ?

. lalu dokter bertanya, “anak ibu yang pertama lahirnya kapan? .

“tahun 2000 kami merid, trus tahun 2001 dia lahir dok, lahirnya normal”

, jawab

kak Myur. Dokter bertanya lagi,

“berapa lama dia menyusu ?”

.

“setahun dok”

,

jawab kak Myur cetus. Lalu dokter memberitahu kak Myur bahwa perjalanan

virus HIV ada beberapa fase yang melewati jendela periode.

“oh..berarti saat

anak pertama menyusu virusnya belum ada di tubuh ibu, lalu seiring berjalannya

waktu, virus itu hidup di tubuh karena ibu dan suami ibu berhubungan intim.

Virus itu menyebar melalui hubungan seks bila yang satu sudah terkena maka

yang satu bisa tertular, menggunakan jarum suntik secara bersamaan, dan

penularan ibu ke anak melalui ASI

. Dokter menjelaskan panjang lebar

kepadanya tentang HIV.

Dokter juga menyebutkan satu per satu hasil tes darah keluarga tersebut.

Sang Suami posiitif HIV stadium IV, kak Myur positif HIV stadium III, dan anak

bungsu mereka positif HIV stadium III menuju stadium IV.

(13)

cerai, ia mau dokter memberi solusi kepada keluarganya sebab ia tidak mau

bercerai. Sang Suami hanya bisa mengadu kepada dokter karena Cuma dokter

yang mengetahui bahwa mereka terinfeksi, mereka belum memberitahu keluarga

mereka masing-masing ataupun kerabat karena takut dikucilkan.

Keesokan harinya kak Myur disuruh menjumpai dokter untuk diberi

nasehat-nasehat mengenai kondisi yang terjadi dalam keluarga mereka, kak Myur,

sang Suami dan dokter sudah berada di dalam ruangan, lalu kak Myur dan

Suaminya diminta untuk mengeluarkan keluh-kesah di hadapan dokter, mereka

langsung mengutarakan. Setelah mereka mengeluarkan keluh-kesahnya, giliran

dokter berbicara. Dokter memberi nasihat bahwa sebaiknya jangan bercerai nanti

akan menambah masalah. Sudah banyak masalah dalam rumah tangga kak Myur

dan suaminya seperti anak bungsu mereka sakit, dan kondisi mereka berdua juga

sakit. Jika mereka bercerai, bagaimana kondisi anak sulung mereka, kak Myur

hampir melupakan anak pertamanya karena terlalu sibuk mengurus anak

bungsunya. Dokter menganjurkan mereka berdua segera menjalani terapi

pengobatan HIV, walaupun kak Myur masih keras ingin berpisah dengan

suaminya, ia harus sembuh terlebih dahulu, barulah bercerai.

(14)

nasehat dokter, lebih baik diobati terlebih dahulu penyakit HIV-nya setelah itu

bercerai.

Sudah hampir dua tahun anak laki-lakinya sakit berkepanjangan karena

sudah terinfeksi HIV, dari tahun 2005 sampai 2007 anaknya menderita penyakit

tersebut lalu di tahun 2007 anak bungsunya di panggil oleh Tuhan Yang Maha

Kuasa, si anak tercinta meninggal dunia. Kak Myur tampak bingung dan murung,

ia sama sekali tidak tahu tentang HIV, penyakit tersebut baru ia dengar saat itu,

saat anak keduanya sudah sakit parah dan sulit untuk di tolong kesembuhannya.

Kak Myur menyalahkan dirinya atas penyakit anaknya, ia berkata:

Ku rasa anakku terinfeksi karena ASI ku, dia menyusui selama 2

tahun. Aku sama sekali gak sadar virus itu udah ada di diriku

sejak anak kedua lahir, karena aku sayang sama anakku ya ku

susui lah dia. Mungkin kalo gak ku susui, anakku gak terinfeksi

dan sampai sekarang masih hidup

” (berdasarkan hasil wawancara

pada 25 Mei 2015)

Pada hasil tes darah tersebut, kak Myur sudah mencapai Stadium III yaitu

HIV+ dengan gejala penyakit. >1 bulan. Adanya keluhan seperti lemas, tidak

bergairah, demam, diare, sariawan. Gejala-gejala yang tidak disadari kalau itulah

gejala awalnya. Oleh sebab itu ia harus menjalani terapi pengobatan agar virusnya

tidak semakin ganas dan sakit semakin parah.

(15)

Berhari-hari kak Myur berlarut dalam kesedihannya, rasanya sudah tidak

ada harapan hidup lagi. Ia pasrah bila nanti gilirannya di panggil oleh Tuhan Yang

Maha Kuasa untuk menyusul anak bungsunya. Dengan kondisi kak Myur tersebut,

ia pun melupakan tugasnya sebagai seorang istri dan ibu. Ia tidak mau

membersihkan rumah, melayani suami, serta mengurus anak pertamanya, yang ia

lakukan hanyalah berdiam diri di dalam kamar sedih dan melamun tentang

anaknya yang telah meninggal. Sampai suaminya lah yang melakukan itu sendiri,

sang suami juga menghibur dirinya dengan cara mengajak kak Myur keluar rumah

untuk jalan-jalan ke tempat-tempat rekreasi, tetapi ia tidak mau malah

marah-marah dan membentak-bentak suaminya, bahkan dengan lantang ia mengatakan

lebih baik aku ke kuburan anakku dari pada tempat rekreasi

”, sangking

marahnya ia pun melihat suaminya seperti bukan manusia karena telah

menyebarkan virus pada dirinya dan anaknya sehingga anak bungsunya

meninggal.

Suatu ketika suaminya batuk-batuk, muntah-muntah, dan badan meriang,

tetapi kak Myur tidak memperdulikannya sama sekali terhadap kondisi suaminya

yang sakit-sakitan. Suaminya muntah berceceran pun ia tidak peduli, malah

menyuruh suaminya mengurus diri sendiri dan membersihkan muntahnya karena

kak Myur jijik dengan bau muntah.

(16)

bodoh, ia merasa kurang pengetahuan, dan kurang pergaulan sehingga tidak tahu

tentang informasi-informasi. Dia merasa sangat menyesal berlipat-lipat, yang

pertama ia menyesal karena telah menikah dengan suaminya yang berpenyakitan,

yang kedua ia menyesal karena terlambat membawa anaknya ke rumah sakit,

selama ini hanya membeli obat di apotik dan warung berdasarkan pengetahuannya

tentang sakit yang dialami anaknya, dan yang ketiga ia menyesal dengan penyakit

yang di derita saat ini rasanya ia ingin mati saja sebab baginya sudah tidak ada

gunanya dia hidup.

(17)

3.2 Kisah Sekeluarga Terinfeksi HIV

Ada satu keluarga yang terinfeksi HIV yang peneliti jumpai di lapangan.

Satu keluarga ini merupakan bagian dari anggota pita merah, kak Myur memberi

saran kepada saya untuk datang langsung ke rumahnya karena mereka sangat

tertutup dan jarang keluar rumah. Mereka keluar rumah hanya untuk bekerja,

sekolah, dan berbelanja, setelah selesai kegiatan itu mereka langsung masuk lagi

ke dalam rumah. Walaupun mereka orang baru disitu tetapi mereka tidak pernah

singgah-singgah ke tempat tetangga, sampai akhirnya ada tetangga yang

mengatakan rumah ini ada orangnya tapi seperti tak berpenghuni. Maksudnya

orang yang di dalam rumah jarang terlihat bermain ke luar rumah bersama

tetangga, mereka selalu menutup pintu rumah 24 jam.

Dalam satu keluarga ada 4 orang yang terdiri dari seorang suami/ayah,

seorang istri/ibu, dan dua orang anak gadis kecil. Mereka sekeluarga bingung

pada saat pertama kali peneliti datang ke rumah, lalu kak Myur dan bang Enn

menjelaskan maksud kedatangan kami kesana hanya untuk berbincang-bincang

santai sembari menanyakan hal-hal yang perlu peneliti ketahui guna untuk

melengkapi bahan skripsi.

Awalnya mereka tinggal di tanah karo, namun karena penyakit yang

mereka derita satu keluarga adalah HIV, mereka di usir dari kampung halamannya

dan kini tinggal di Medan daerah simpang pos.

(18)

menikah dan ia sakit gagal ginjal, kondisi tubuhnya lemah sehingga

membutuhkan ginjal 1 lagi untuk menstabilkan tubuhnya. Beberapa hari

kemudian ada orang yang mau menjual ginjalnya, dan dengan segera keluarganya

mau membayar ginjal tersebut. Keluarganya bisa dikatakan orang yang mampu

karena memiliki ladang berhektar-hektar. Lalu operasi pun segera dilaksanakan,

pihak rumah sakit hanya memeriksa kesehatan tubuh dan ginjalnya saja tanpa di

cek darah terlebih dahulu. Setelah operasi selesai, beberapa minggu kemudian ia

sembuh dan mulai beraktifitas lagi. Sampai akhirnya ia menikah di tanah karo dan

dikarunia 2 orang anak perempuan yang berjarak 4 tahun.

Kemudian entah ada peristiwa apa di kampung tersebut diadakan tes darah

untuk mengecek penyakit apa saja yang dialami oleh warga sekitar. Sampai

akhirnya hasil tes diberikan dan menunjukkan bahwa satu keluarga yang terdiri

dari 4 orang ini positif HIV. Ada seorang temannya yang ingin tahu bagaimana

hasil tes milik si istri/ibu ini, temannya melihat hasil itu dan terkejut hasilnya

positif. Dengan kurangnya pemahaman si teman ini tadi ia memberi tahu teman

yang lain dari mulut ke mulut sehingga menyebar sudah informasi ada yang HIV

di kampung tersebut. Keesokan harinya sikap warga berubah terhadap keluarga

ini, di lingkungan bermasyarakat mereka dijauhi dan di lingkungan sekolah

anaknya juga dihindari oleh teman-teman di sekolah dan dicaci, anaknya sama

sekali tidak tahu tentang hal ini. Sampai di rumah sang anak menangis dan

mengadu kepada orang tuanya.

(19)

deritanya, hanya orang-orang tertentu saja yang mengetahuinya. Mereka

sekeluarga rutin mengonsumsi ARV. Suatu ketika anaknya yang kecil heran dan

bertanya pada ibunya:

“mak, ini obat apa? Kok setiap hari ku minum?

Memangnya aku sakit apa?”

tanya sang anak bungsu. Si Ibu hanya menjawab

“gak apa

-apa na

k, ini vitamin, biar kau sehat”

. Sang Ibu belum sanggup

menceritakan semuanya kepada si bungsu, tetapi si sulung sudah mengetahui

kondisi yang terjadi pada dirinya dan keluarganya. Berikut foto peneliti bersama

keluarga yang terifeksi HIV, namun kurang lengkap karena sang suami/ayah

sedang bekerja.

(20)

3.3 Kisah Mantan Perawat

Saya dan bang Enn datang ke rumah penderita HIV, dahulunya seorang

perawat yang merawat orang sakit mulai dari anak-anak hingga lansia namun kini

telah berubah situasi menjadi seorang Ibu rumah tangga yang merawat anak,

suami, dan rumah. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya bahwa

penderita HIV banyak yang masih tertutup akan penyakit yang dialaminya. Pada

saat mengunjungi rumah informan tersebut, saya disamarkan oleh bang Enn

sebagai sepupu jauhnya yang memiliki tugas sekolah untuk mewawancarai

penderita HIV. Tanpa saya duga, si informan menerima saya masuk ke dalam

rumahnya dan kami pun saling berbincang. Dengan senang hati ia bercerita mulai

dari awal terinfeksi HIV sampai ia menjadi Ibu rumah tangga saja.

(21)

Setelah ia sadar dari masa kritis, ia pun sembuh tetapi ia tidak tahu bahwa

di dalam darahnya sudah ada virus yang jika dibiarkan akan semakin ganas.

Beberapa bulan kemudian ia keluh kepada dokter:

dok, kok aku merasakan

sering tidak enak badan dan tidak selera makan

, ia berkonsultasi pada dokter.

Pada saat itu tubuh si pasien memang berubah menjadi kurus dari sebelumnya

karena kurang selera makan. Lalu dokter menganjurkan untuk coba tes darah saja.

Beberapa hari kemudian si pasien datang untuk mengambil hasil cek darah

tersebut, dan dokter menyerahkan hasilnya.

Ia terkejut melihat hasilnya HIV+. “

kok bisa dokter?

”tanyanya. lalu dokter

bertanya pada si pasien apakah ia sering berganti-ganti pasangan seks? Konsumsi

narkoba? Menggunakan jarum suntik sembarangan? Menerima transfusi darah

atau transplantasi organ tubuh? Si pasien pun merenung dan berpikir sejenak

kemudian berbicara pelan sambil mengingat-ingat kejadian seperti yang

ditanyakan oleh dokter.

gonta-ganti pasangan tidak pernah, apalagi narkoba tidak

mungkinkan aku paham tentang kesehatan, menggunakan jarum

suntik sepertinya baik-baik saja, oh iya dokter saya ingat

beberapa bulan yang lalu saya kritis dan menerima donor darah

dari orang lain, tapi aku enggak

tau darah dari mana.”

Kata si

mantan perawat (berdasarkan hasil wawancara pada 07 Juni 2015)

(22)

3.4 Kisah Pria Depresi

Gambar 7. Bang Enn

Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

(23)

anaknya digugurkan ia pun pingsan dan koma seharian, lalu setelah itu

menghembuskan nafas terakhir. Bang Enn panik dan meraung-raung atas

kepergian istri tercintanya.

Peristiwa itulah yang membuat bang Enn tidak sanggup menerima

kenyataan dan ia pun depresi sehingga lari ke pergaulan bebas. Ia melampiaskan

kemarahannya dan mencari kepuasan dengan wanita lain di diskotik. Sampai

akhirnya ia periksa ke dokter dan dinyatakan terinfeksi HIV.

(24)

3.5 Kisah Pasangan Odha

Ini cerita tentang seorang janda dan duda yang sama-sama menderita HIV,

mereka adalah kak Myur dan bang Enn, mereka saling jatuh cinta karena sering

bersama-sama di dalam kelompok pita merah. Dalam hidup pasti butuh sebuah

cinta, walaupun kak Myur sudah memiliki cinta dari putrinya tetapi ia masih

membutuhkan cinta dari seorang pria yang bisa memberikan semangat lebih lagi

untuk menjalani hidup di tengah kondisi sakit yang hampir membuatnya bunuh

diri. Sejak saat itulah kak Myur dan bang Enn sering bersama-sama dan akhirnya

memilih untuk menikah saja walaupun mereka tau sama-sama terinfeksi HIV.

(25)

Setelah mereka menikah, kak Myur ingin hamil dan memiliki anak

laki-laki. Mereka sudah memikirkan secara matang apa yang akan terjadi kedepannya.

Belum tentu orang tua yang keduanya HIV+ melahirkan anak yang HIV juga,

tentu mereka mencari solusi bagaimana anaknya tidak terinfeksi. Mereka sudah

berkonsultasi dengan dokter yaitu dr.Yenni, mulai dari rencana hamil, masa

kehamilan, dan masa melahirkan. Dokter memberikan nasehat dan anjuran yang

harus dipatuhi oleh mereka. Peraturannya ialah mereka harus rutin mengonsumsi

obat menurunkan fungsi virus (disebut ARV), kemudian di cek kondisi CD4 nya,

jika kondisi CD4 diatas 400 keatas maka ada peluang untuk bisa memiliki anak.

Singkat cerita, ketika kak Myur akan melahirkan juga harus mengikuti

program dokter. Kak Myur melahirkan anaknya harus operasi (

caesar

), anak yang

dilahirkannya berusia 7 bulan di dalam kandungan. Selanjutnya anak yang sudah

dilahirkannya tidak boleh disusui tapi sebagai penggantinya dengan susu formula.

Anak yang dilahirkannya sampai saat ini HIV(-) dan anaknya terlihat

sehat, belum ada gejala HIV. Tetapi setelah anaknya berusia 4 bulan, ia akan

membawa anaknya ke dokter untuk cek darah.

(26)

3.6 Pengetahuan Penderita tentang HIV

Tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap HIV merupakan

faktor yang sangat penting dalam menyukseskan usaha pencegahan penyebaran

penyakit tersebut. Pada isu-isu pengetahuan mengenai cara mencegah HIV,

penggunaan kondom membatasi kontak seksual hanya pada satu pasangan yang

belum terinfeksi, tidak melakukan hubungan seks, pengetahuan yang dimiliki oleh

remaja berusia 15-19 tahun ternyata juga merupakan yang paling sedikit,

khususnya remaja putri.

Fakta menunjukkan bahwa soal seksual dianggap tabu ssehingga membuat

informasi seks kepada masyarakat khususnya remaja cukup sulit dan menyulitkan

masuknya pendidikan seks ke dalam kurikulum sekolah. Banyak laki-laki yang

selain berhubungan seks dengan perempuan juga berhubungan seks dengan

laki-laki (LSL/ homo), sehingga meningkatkan resiko penyebaran HIV kepada

perempuan dan juga anak-anak mereka. Walaupun kondom dapat diperoleh

secara mudah, pandangan masyarakat yang belum bisa menerima kondom

menyebabkan penggunaannya menjadi sangat terbatas. Penggunaan alkohol dan

zat adiktif oleh kaum remaja sering kali menyebabkan hilangnya kontrol mereka

atas tindakan yang mereka lakukan sehingga berujung kepada kekerasan seksual

dan beragam bentuk perilaku beresiko tinggi lainnya.

(27)

transfusi darah, penasun, penularan dari ibu ke anak melalui pemberian ASI.

Virus HIV masuk ketika ada celah yang mendukung virus tersebut untuk masuk

ke dalam tubuh seperti luka berdarah di bagian tubuh yang dapat membuat virus

masuk melalui aliran darah antara ODHA dan bukan Odha (OHIDA). Nah, jika

virus tersebut sudah masuk ke dalam sel darah manusia, maka ia harus bisa

mengontrol dirinya. Ada 2 hal yang harus diperhatikan untuk mengontrol diri

menurut salah satu penderita, yaitu mengontrol pikiran dan emosional. Maksud

dari mengontrol pikiran ialah ia harus menanamkan dalam pikiran untuk rutin

minum obat HIV untuk melawan virus tersebut.

(28)

3.7 Strategi Penderita HIV Dalam Melanjutkan Hidupnya

3.7.1 Strategi Informan Kunci

Kak Myur adalah informan kunci saya, banyak informasi yang saya

dapatkan dari dirinya dibandingkan dengan penderita lain, karena ia seorang

aktivis HIV dan memiliki banyak pengetahuan dan pengalama mengenai HIV.

Berikut strategi yang dilakukannya, dengan keadaan tersebut membuat kak Myur

stres berat, hingga akhirnya seorang teman dari lembaga JAPI (sesama penderita)

memberikan motivasi agar ia bangkit menghadapi tantangan hidup. Temannya

tadi memberi masukan-masukan nasehat, ia menceritakan kisahnya juga bahwa ia

pernah berada di dalam situasi seperti kak Myur, dan ia memberi gambaran

tentang bagaimana nasib kedepannya anak pertama kak Myur jika ia terus-terusan

berada dalam situasi berduka yang berlarut-larut. Diresapi lah kata-kata nasehat

tadi oleh kak Myur, teringat ia anak perempuannya yang masih kecil dan lucu.

“bener juga apa yang di bilang si kawan itu, aku masih punya seorang an

ak,

masa depan anakku masi panjang, apa aku tega menelantarkan anakku? Takkan

(29)

Gambar 10. Kak Myur dan anak pertamanya

Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

Gambar 10 terlihat kak Myur dan anaknya. Anak yang merupakan

semangat untuk bangkit melawan penyakit yang ada dalam tubuhnya.

Masalah yang dihadapi kak Myur tidak hanya sampai disitu saja, namun

saat ia mulai bangkit melawan keterpurukan, justru semakin banyak halangan dan

rintangan di hadapannya. Tetapi ia harus tegar menghadapinya dengan dukungan

dari anak dan teman-temannya.

Mulai dari perubahan lingkungan tempat tinggalnya, tempat kerja, bahkan

tempat beribadah menjauhi kak Myur karena ia menderita HIV. Begitulah

lika-liku kehidupan kak Myur semenjak diberitahu oleh dokter bahwa di dalam dirinya

ada virus HIV.

(30)

tahu. Lalu bergabung dengan berbagai LSM, setelah bergabung di JAPI kak Myur

bergabung ke IPPI (Ikatan Perempuan Positif Indonesia), kemudian beberapa

bulan kemudian bergabung di Medan Plus, terakhir bergabung di GSM (Gerakan

Sehat Masyarakat), yang semuanya adalah lembaga yang memberikan informasi

dan pengetahuan kepada masyarakat mengenai HIV dan AIDS.

Kini lembaga yang diikuti kak Myur hanya 3 saja, yaitu JAPI, IPPI, dan

GSM. Lembaga JAPI dan IPPI merupakan lembaga nasional, posisi kak Myur

dalam JAPI dan IPPI ialah sama yaitu sebagai anggota saja, tugasnya disitu hanya

mengikuti seminar dan berbagi informasi kepada teman-teman yang belum paham

tentang HIV. Dari seminar-seminar itulah ia mendapatkan income baik itu

merupakan ilmu maupun materi. Kalau dari JAPI ataupun IPPI, kak Myur

memang tidak digaji perbulan karena bukan merupakan bagian pegawai di

lembaga tersebut. Pemasukannya hanya dari seminar itu yang tidak tentu

jadwalnya kapan saja. Komunikasi kak Myur dan kedua lembaga tersebut masih

dijaga, dalam arti mereka masih saling teleponan, sms, bbm, dan lain sebagainya.

Sedangkan bila di GSM (Gerakan sehat Masyarakat) merupakan lembaga daerah

Sumatera Utara, khususnya Medan-Deli Serdang. Posisi kak Myur di GSM ialah

sebagai koordinator lapangan, ia sering ke lapangan untuk survey PSK, dan

ibu-ibu rumah tangga dalam hal berbagi info HIV. Dalam sebulan ia cuma 2 atau 3x

ke lapangan untuk survey.

(31)
[image:31.595.222.439.149.416.2]

lembaga-lembaga tersebut, saatnya untuk dirinya berbagi dengan orang-orang yang

kondisinya sama seperti dirinya dahulu.

Gambar 11. Kak Myur membawa pasiennya ke Rumah Sakit

Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

Dari gambar 11 diatas, kak Myur sedang membawa pasiennya ke Rumah

Sakit untuk cek darah dan mengambil obat. Kak Myur ke Rumah Sakit tergantung

jika ada pasien yang membutuhkannya untuk mendampingi.

(32)

terinfeksi yang membuat depresi. Hal ini mengakibatkan tekanan psikologis dan

berdampak pada keadaan jasmani dan rohani si penderita.

3.7.2

Pola Hidup Sehat

Banyak orang yang menyangka bahwa setelah terinfeksi HIV lalu

seseorang akan masuk kepada fase menuju kematian, perahan-lahan merasa sakit

namun kemudian mati. Sehingga hal ini menjadi acuan yang sangat menakutkan

khususnya bagi teman-teman yang hidup dengan HIV, kemudian mereka berfikir

bahwa mereka sudah tidak lagi produktif dan tidak mampu untuk beraktifitas

seperti berolahraga, bekerja, dan melakukan aktifitas lainnya.

Padahal itu tidak benar jika seseorang sudah terinfeksi HIV, memang

benar adanya virus HIV di dalam tubuh yang bisa melemahkan sistem kekebalan

tubuh. Namun jika ddengan treatment yang tepat dan pola hidup sehat, tidak

masalah bagi penderita HIV untuk berolahraga dan beraktifitas layaknya

masyarakat lainnya yang tidak memiliki HIV. Odha tetap bisa berolahraga dengan

ketentuan dan kondisi tertentu. Kenapa? Karena jika dalam kondisi sakit dan

dalam masa pemulihan, sebaiknya tidak melakukan olahraga berat yang justru

akan membuat kondisi tubuh semakin sakit. Namun dengan pantauan dan

monitoring kesehatan yang teratur, olahraga justru memberikan banyak manfaat

yang baik bagi tubuh.

Berikut adalah salah satu cerita mereka yang hidup dengan HIV dan

hingga kini masih berprestasi melalui olahraga, namun juga olahraga menjadi

bagian dalam proses pemulihan kesehatan.

15
(33)

Ginan Koesmayadi (Pemain bola kaki), menurutnya, “berlari itu belajar

berdamai dengan diri sendiri, dan mengalahkan ego”. Ginan termasuk salah

satu pendiri dari Rumah Cemara telah hidup dengan HIV selama ±13 tahun.

Dia bersama teman-teman di rumah tersebut telah banyak melakukan

kegiatan yang bermakna khususnya bagi pecandu narkoba yang sedang dalam

masa recovery. Melalui sepak bola dan juga tinju, mereka menyalurkan hobi

mereka menjadi sesuatu yang bermanfaat. Aktifitas ini selain memang

menyehatkan tubuh, juga mengajak orang muda di Indonesia khususnya Odha

dan pecandu memiliki kegiatan yang sifatnya positif.

a.

Pola Pemikiran

Bagi sebagian penderita HIV akan shock saat mengetahui dirinya

terinfeksi HI. Kenyataan ini akan membuat mental si penderita terpukul,

panik dan kuatir yang berlebihan. Di dalam benak pikirannya akan segera

meninggal. Sudah banyak kasus yang ditemui oleh aktivis HIV (kak Myur)

bahwa pengidap HIV bisa hidup lama bahkan memasuki jenjang pernikahan

dan memiliki anak-anak yang sehat jika mereka therapy yang tepat sejak dini.

Mengetahui lebih awal, si penderita dapat mengambil sikap dan tindakan

dengan mengumpulkan informasi, menambah pengetahuan, dan menentukan

therapy yang cocok tanpa harus menunggu lama sampai kondisi tubuh

menjadi parah hingga AIDS.

(34)

diberitahu itu ialah orang yang benar-benar dipercaya oleh si penderita. Tapi

yang terpenting ialah memberitahu kepada pasangan ataupun orang terdekat

agar ia bisa dilindungi atau dibela jika ada orang yang berbuat

mendiskriminasi terhadapnya.

Mulailah membangun diri sendiri untuk mencapai hidup sehat dan

pikirkan bahwa penyakit HIV yang diderita saat ini, tidak ada yang dapat

menghentikan seseorang untuk memperoleh hak untuk menjadi sehat dan

bahagia, yang perlu diketahui bagi penderita ialah berusaha hidup sehat

selama mungkin dengan treatment yang tepat pilihan sendiri dan miliki

pandangan hidup yang positif.

Mereka

(penderita HIV+) yang sudah berpikiran positif mengatakan “

HIV

sudah dapat diobati dan saya bisa hidup sehat, bahwa hidup sehat adalah

hak saya dah hak bagi setiap orang yang mengusahakannya

”.

Terinfeksi HIV bukan berarti kita lebih hina dari pada orang dengan

penyakit lain. Semua berasal dari pikiran kita, jadi sangat penting bagi

penderita HIV menjaga pikiran dari perkataan buruk orang lain yang ingin

menghasut atau mengintervensi kita bahwa penderita HIV akan segera mati

dan tidak ada harapan lagi, buang segera kata-kata itu supaya kita tetap dapat

fokus untuk menjalani hidup sehat dengan menjaga bathin dalam menghadapi

cobaan sebesar gunung.

(35)

b.

Pola Makanan

Penderita HIV+ perlu lebih memperhatikan tentang nutrisi bagi

tubuhnya, karena masalah dengan daya tahan tubuh dan juga proses

pengobatan, maka tubuh akan mengalami perubahan yang cukup ekstrim.

Perubahan yang terjadi bisa berupa penurunan berat badan, diare atau bahkan

mengalami infeksi. Perubahan lain yang umum dialami oleh penderita HIV+

adalah sindrom distribusi lemak yang membuat bentuk tubuh berubah dan

meningkatnya kadar kolesterol. Untuk itu sangat penting bagi penderita HIV

untuk memperhatikan pola makannya.

Makanan bagi penderita HIV+ yaitu berupa sayuran, buah-buahan,

biji-bijian, kacang-kacangan, makanan yang rendah lemak, dan kurangi gula

dalam minuman dan makanan. Penderita HIV+ juga membutuhkan protein,

karbohidrat, lemak yang baik, vitamin, dan mineral.

Protein membantu membangun otot, organ dan sistem kekebalan tubuh.

Untuk itu jika penderita adalah seorang pria, dia membutuhkan 100-150 gram

protein setiap harinya, sedangkan jika wanita butuh 80-100 gram perhari.

Namun jika penderita HIV mengalami masalah dengan ginjalnya, dia harus

mengurangi 15-20% protein yang dikonsumsinya.

Pada karbohidrat, penderita HIV perlu mendapatkan jumlah yang tepat.

Setiap hari disarankan untuk mengkonsumsi lima sampai enam porsi buah

dan sayuran. Makan kacang-kacangan dan gandum. Jika si penderita ada yang

diabetes maka sebagian karbohidrat disarankan berasal dari sayuran.

(36)

diantaranya bisa dari kacang-kacangan, alpukat, ikan, kedelai, aging

berlemak, mentega, kelapa, dan susu.

Selain itu penderita HIV+ juga perlu makanan tambahan seperti vitamin

dan mineral untuk membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuhnya.

Pada penelitian saya yang dijumpai saat survey di lapangan ada beberapa

penderita yang mengatakan “

jika keadaan suhu tubuh normal, kami bisa

makan apa saja tanpa pantangan

” artinya jika penderita HIV merasakan

tubuhnya baik-baik saja tanpa ada gejala HIV maka mereka boleh makan

sepuasnya tanpa larangan, tetapi jika si penderita masih dalam keadaan proses

pemulihan (therapy) maka ada beberapa makanan yang harus dihindari untuk

kesembuhan si pasien yaitu makanan yang bersifat asam, setengah masak,

panggang, dan lalapan. Makanan tersebut mampu memicu gangguan

pencernaan si pasien pada saat masa pemulihan.

Setiap penderita HIV+ tetap dapat hidup sehat asalkan menjaga dengan

baik asupan gizi dan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga tidak

mudah terserang penyakit. Selain itu juga rutin mengonsumsi ARV

(AntiRetroViral) untuk menekan pertumbuhan virus di dalam tubuh.

(37)

merasakan kondisi tubuhnya menjadi kejang-kejang, badan meriang, kepala

pening, dan mual. Karena obat ARV itu pahit sekali dan efeknya luar biasa

bagi pemakai pemula.

[image:37.595.128.507.168.310.2]

Efavirenz Duviral

Hiviral dan Neviral

Gambar 12. Jenis-jenis ARV

Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

Seperti pada gambar diatas, jenis-jenis ARV itu menunjukkan bahwa

setiap tingkatan/stadium HIV berbeda obatnya. Semakin tinggi stadium

penyakitnya, maka semakin tinggi pula dosis ARV yang diberikan. Itupun

harus sesuai anjuran dokter. Jadi tidak boleh sembarangan makan obat tanpa

anjuran resep dokter, belum tentu sama obatnya bagi penderita sesama

stadium. Karena harus di cek terlebih dahulu kekebalan tubuhnya (CD4).

(38)

nilai CD4 berkisar antara 400-1500. Jika di bawah 400, seorang Odha

dinyatakan tidak sehat karena virus HIV mulai aktif menyerang. Terlebih lagi

jika kadar CD4-nya sudah mencapai di bawah 40, maka secara teori sudah

sangat sakit dan dalam keadaan “

bed rest

”.

3.7.3

Membentuk Kelompok

Kelompok Odha disebut dengan berbagai macam nama, ada yang

namanya kelompok mandiri, kelompok dukungan sebaya, dan lain sebagainya.

Nama tersebut berbeda-beda, tetapi semuanya memiliki arti yang sama yaitu

kelompok yang dijalankan oleh dan untuk odha. Kelompok Odha merupakan

suatu kelompok yang dapat memberikan kesempatan kepada seseorang untuk

berbicara secara bebas, didengar, dan dibesarkan hatinya dikalangan orang yang

senasib. Kelompok Odha yang didirikan oleh kak Maniur dan kawan-kawannya

diberi nama “Pita Merah”.

Suatu kelompok dukungan harus mendorong anggotanya untuk

merenungkan dan belajar dari pengalaman masing-masing. Dalam pembentukan

kelompok dukungan, kita harus mengetahui dengan jelas alasan kita ingin

berkumpul. Kelompok tertentu mungkin hanya dibentuk untuk memberikan

kesempatan berbicara dengan anggotanya serta berbagi perasaan dan pengalaman.

Ada juga kelompok lain bergabung untuk mewujudkan tujuan atau kebutuhan

bersama, seperti kampanye untuk meningkatkan mutu perawatan kesehatan atau

untuk memberikan informasi mengenai HIV dan hubungan seks yang lebih aman.

(39)

berbeda-beda. Ada yang bergabung ke dalam kelompok hanya untuk mencari

kawan, ada yang untuk menambah pengetahuan, ada yang untuk berlatih

publik

speaking,

dan lain sebagainya. Semua jawaban anggota diterima dalam kelompok

pita merah ini, asal mereka mau saling membantu sama dan menghargai

perbedaan pendapat.

Suatu kelompok dapat bekerja dengan atau tanpa pemimpin, namun ada

baiknya bila semua anggota kelompok memiliki gambaran yang jelas mengenai

cara kerja kelompok. Jadi, suatu kelompok itu tetap bisa berjalan dengan lancar

walau tanpa seorang pembina kelompok asal anggotanya saling kompak dalam

mengambil keputusan yang benar.

Berikut gambaran bekerja dalam kelompok dapat:

-

Menolong diri agar tidak merasa dikucilkan dan sendiri dalam menghadapi

masalah.

-

Membuka jalan untuk bertemu orang lain dan berteman.

-

Menolong kita menjadi lebih percaya diri dan merasa kuat.

-

Sebagai wadah untuk melakukan kegiatan.

-

Mempertemukan orang dari berbagai latar belakang yang berbeda, serta

menambah saling pengertian dan toleransi.

-

Saling berbagi sumber daya, ide dan informasi, misalnya mengenai

pengobatan terbaru atau layanan dukungan setempat.

-

Meningkatkan kesadaran kelompok tentang keadaan yang dihadapi anggota

kelompok dengan memberi wajah yang manusiawi pada Odha.

(40)

a.

Bekerja Sama

Bekerja sama dalam kelompok dapat membantu orang menjadi lebih sadar

atas kekuatannya sendiri. Sekalipun kemampuan orang untuk mengubah

keadaannya terbatas, baik itu terbatas karena kemiskinan ataupun kesehatannya,

maka masih banyak jalan untuk memanfaatkan kemampuan dan pengalaman

pribadinya. Sebuah kelompok mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada

bekerja sendiri.

[image:40.595.182.442.530.710.2]

Menurut Suzana Murni (pendiri Spiritia, 1999) : bagi banyak Odha di

berbagai daerah di dunia, kelompok dukungan adalah tempat satu-satunya di

mana mereka merasa nyaman, dapat keluar dari isolasi , terjaga kerahasiaannya,

aman dan terdukung. Terutama di negara berkembang, di mana layanan untuk

odha masih lemah atau bahkan tidak ada sama sekali, kelompok dukungan

memiliki peranan besar dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS secara

keseluruhan. Kelompok dukungan menjadi wadah untuk menyediakan dukungan

dan perawatan. Kelompok dukungan menjadi tempat di mana pendidikan dan

penyebarluasan informasi mengenai HIV/AIDS terjadi.

(41)

Dari gambar diatas terlihat bahwa para anggota Pita Merah saling bekerja

sama dalam hal apapu seperti dalam berbagi ilmu/informasi, menyiapkan

makanan, makan bersama, dan setelah itu membersihkan piring kotor bersama.

b.

Merencanakan Tindakan

Keberhasilan suatu kegiatan, sangat tergantung pada perencanaan yang

sistematis. Artinya segala sesuatu harus dirancang terlebih dahulu sebelum

memulai kegiatan, memikirkan tindakan kedepannya terus-menerus, dan menilai

seberapa efektif kegiatan tersebut.

Jadi, kelompok Odha yang bernama Pita Merah tersebut, sebelum

terbentuk menjadi kelompok, pastinya sudah memiliki rancangan tindakan yang

akan diambil serta tindakan tersebut harus di evaluasi setiap sebulan sekali dan

bila ada yang perlu dirubah, maka dilakukan perubahan yang lebih baik lagi.

Perencanaan program ada beberapa tahap

16

, yaitu:

-

Mengenali masalah

Dalam hal tersebut, harus diketahui terlebih dahulu masalah apa yang

dihadapi oleh masing-masing anggota terkait penyakit HIV, misalnya tidak

tahu tempat layanan kesehatan untuk HIV, cara memakai kondom, masalah

hubungan dengan keluarga atau dengan kerabat/ tetangga kurang baik, dan

lain sebagainya.

-

Menilai kelebihan kita

Cari tahu kelebihan yang ada di dalam diri masing-masing anggota. Dari

situ timbul semangat untuk berjuang melawan kekurangan, sebab Tuhan

16

(42)

Yang Maha Kuasa menciptakan makhluknya memiliki kelebihan dan

kekurangan.

-

Tetapkan apa yang ingin dicapai

Masing-masing diminta jawabannya atas harapan yang ingin dicapainya

dalam kelompok tersebut.

-

Putuskan tindakan yang akan dilakukan

Kemudian pembina mengambil keputusan dalam bertindak yang telah

disepakati oleh anggotanya

-

Siapkan rencana kerja dan anggaran

Khusus untuk para pembina harus memikirkan rencana kerja berikutnya

dan memikirkan anggarannya.

-

Rencanakan pemantauan dan evaluasi

Siapa saja bisa memantau, baik itu pembina, peer education bisa memantau

teman-teman yang lagi masa perawatan di rumah singgah maupun yang

rawat jalan.

-

Melakukan program

(43)
[image:43.595.204.424.83.250.2]

Gambar 13. Brosur-brosur yang digunakan dalam kegiatan

Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015

-

Evaluasi

Mengadakan evaluasi terhadap program-program yang sudah dijalankan,

sejauh mana program-program tersebut berjalan. Bila ada yang gagal, perlu

dilakukan revisi agar berubah menjadi lebih baik lagi.

c.

Pendanaan

Untuk hal pendanaan kelompok Odha “Pita Merah” ini bersifat swadaya.

Jadi dananya berdasarkan dari kemampuan finansial kak Maniur, dan ada juga

beberapa pembina atau anggota istimewa yakni dr. Yenni serta pihak RS. Adam

Malik yang membantu berupa uang sekedarnya saja, brosur-brosur tentang

penyakit HIV/AIDS dan IMS, dan obat-obatan.

(44)

selebihnya jika mereka datang ke rumah singgah maka dengan biaya mereka

masing-masing.

d.

Keterampilan berkomunikasi

Setiap anggota wajib saling berkomunikasi di hadapan teman-teman

kelompok Odha, baik itu berupa mengemukakan pendapat, sharing, dan berbagi

pengalaman. Satu per satu dari beberapa anggota tersebut diminta untuk

bergantian berbicara di hadapan teman-teman kelompok Odha.

Hal tersebut dilakukan agar kelak mereka menjadi berani berbicara di

pertemuan dan kegiatan yang lebih besar, tidak hanya pertemuan dan kegiatan

mengenai HIV tetapi bisa saja mengenai hal lainnya.

Dengan kegiatan tersebut, para Odha merasa seperti diberi kesempatan

berbagi pengalaman dan dihargai kehadirannya di tengah-tengah masyarakat.

e.

Membuat perubahan

Kelompok dukungan sebaya (

peer

) dapat membantu mendorong

perubahan dalam kehidupan pribadi seseorang dan dalam masyarakat luas.

Kelompok dapat memperbaiki keadaan pribadi anggotanya dengan cara

mengurangi rasa terkucilnya diri mereka, memberikan motivasi dan informasi,

dan membuka kesempatan untuk memperbaiki keadaan ekonomi mereka.

(45)

mendapat diskriminasi, seperti pada perempuan, laki-laki homoseks (gay) dan

PSK.

Berikut ada beberapa faktor yang mempengaruhi kita sebagai individu

maupun sebagai anggota masyarakat

9

:

Pengetahuan  apa yang kita ketahui dan apa yang tidak

Keterampilan  apa yang kita ketahui mengenai cara melakukannya

Keyakinan, sikap dan harga diri  pikiran, perasaan dan kemampuan kita

Tekanan sosial dan budaya  perilaku, pikiran dan perasaan orang sekitar

kita

Lingkungan yang lebih luas

 faktor budaya, agama, kebijakan

kesehatan, perundang-undangan dan penyediaan layanan

Informasi

dan

pengetahuan

diperlukan,

tetapi

kelompok

juga

membutuhkan kemampuan untuk menerapkannya. Tanpa percaya pada nilai dan

kepercayaan diri, kelompok akan sangat sulit menimbulkan perubahan. Namun,

jika kelompok memutuskan bahwa kelompok ingin membuat perubahan pada

kehidupan masing-masing individu ataupun di lingkungan yang lebih luas, maka

kelompok Odha memerlukan dukungan dan bantuan dari orang lain.

Ini berarti kelompok Odha harus berinteraksi dengan unsur sesuai budaya

dan agama yang sudah ada sehingga dapat menciptakan lingkungan yang

harmonis. Tujuan kelompok mengharapkan agar masyarakat dapat menerima

Odha, dan juga melatih diri untuk mengurangi resiko tertular HIV.

(46)
[image:46.595.112.514.111.532.2]

Tabel 2. Masalah yang dihadapi Odha

1. Pengetahuannya kurang

Kurang

mengenai

layanan

dan

pengobatan

HIV,

terbatasnya

penjangkauan informasi

2. Keterampilan dan kemampuan

kurang

Terbatas

peluang

untuk

melatih

keterampilan (seperti dalam perilaku seks

yang

aman

dengan

menggunakan

kondom)

3. Sikap dan keyakinan yang tidak

mendukung

Ketakutan pada Odha, penyangkalan

HIV, dan remaja tidak boleh mengetahui

info tentang seks dan HIV.

4. Tekanan dari sosial dan budaya Odha diberikan stigma (cap buruk) serta

diskriminasi

5. Lingkungan

yang

bersifat

membatasi

Kemiskinan dan sumber daya yang

kurang, serta terbatasnya ketersediaan

layanan medis.

5 (lima) penyebab masalah inilah yang dapat menimbulkan pertentangan,

dan merusak hubungan baik antara sesama manusia yang bersifat individu

maupun kelompok. Sebab 5 penyebab masalah ini dapat memicu emosional

perorang ataupun kelompok.

(47)
[image:47.595.112.514.104.618.2]

Tabel 3. Cara mendorong perubahan positif bagi Odha

No.

Caranya

Uraian

1.

Menambah pengetahuan

Tentang informasi, layanan dan

pengobatan HIV, serta kesehatan

reproduksi

2.

Keterampilan yang lebih luas

Konseling, berkomunikasi,

publik

speaking,

serta berunding dan

beradvokasi

3.

Sikap dan keyakinan yang positif

Keyakinan untuk melakukan

hubungan seks yang lebih aman,

dan meneriman hak orang dalam

menentukan gaya seksualitas

4.

Faktor sosial dan budaya yang

mendukung

Mengurangi stigma dan

diskriminasi, melawan kegiatan

seks dini, puasa seks, dan

sebagainya

(48)

BAB IV

LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYANYA

4.1 Defenisi Lingkungan Sosial Budaya

Manusia adalah makhluk sosial yang hidup dalam suatu kelompok

masyarakat. Agar manusia itu dapat mempertahankan keberadaannya di tengah

kelompok, maka ia harus menyesuaikan diri terhadap ketentuan-ketentuan yang

berlaku di dalam kelompok masyarakatnya.

Definisi lingkungan sosial budaya, yaitu lingkungan antar manusia yang

meliputi pola-pola hubungan sosial serta kaidah pendukungnya yang berlaku

dalam suatu lingkungan spasial (ruang); yang ruang lingkupnya ditentukan oleh

keberlakuan pola-pola hubungan sosial tertentu (termasuk perilaku manusia di

dalamnya), dan oleh tingkat rasa integrasi antara budaya, teknologi dan organisasi

sosial, termasuk di dalamnya jumlah penduduk dan perilakunya yang terdapat

dalam lingkungan spasial tertentu.

17

Lingkungan sosial budaya terbentuk mengikuti keberadaan manusia di

muka bumi. Ini berarti bahwa lingkungan sosial budaya sudah ada sejak makhluk

manusia atau homosapiens diciptakan. Lingkungan sosial budaya mengalami

perubahan sejalan dengan peningkatan kemampuan adaptasi kultural manusia

terhadap lingkungannya. Manusia lebih mengandalkan kemampuan adaptasi

kulturalnya dibandingkan dengan kemampuan adaptasi biologis yang dimilikinya

dalam melakukan interaksi dengan lingkungan hidup.

9

17

(49)

Rambo (dalam Deliyanto,1996) menyebutkan ada dua kelompok sistem

yang saling berinteraksi dalam lingkungan sosial budaya yaitu sistem sosial dan

ekosistem. Sistem sosial meliputi teknologi, pola eksploitasi sumber daya,

pengetahuan, ideologi, sistem nilai, organisasi sosial, populasi, kesehatan dan gizi.

Sedangkan ekosistem meliputi tanah, air, udara, iklim, tumbuhan, hewan dan

populasi manusia lain. Interaksi kedua sistem tersebut melalui proses seleksi dan

adaptasi.

Manusia tidak bisa hidup sendiri untuk memenuhi seluruh kebutuhan

hidupnya. Bagaimana pun ia tetap memerlukan bantuan dari orang lain. Oleh

karena itu, manusia mempunyai kecenderungan untuk hidup berkelompok dan

bermasyarakat, yang disebut dengan interaksi manusia. Kita hidup di dalam

masyarakat. Artinya, kita hidup bersama orang lain, bisa itu bersama keluarga,

teman, tetangga, penduduk sedesa, penduduk sekota, maupun penduduk yang

tinggal satu negara dengan kita. Dalam kehidupan bermasyarakat, kita harus dapat

beradaptasi dengan lingkungan, termasuk dalam hal perilaku, aturan, nilai, norma,

kepercayaan dan adat istiadat yang berlaku di lingkungan sekitar.

HIV bukanlah sekedar masalah lokal tetapi telah mengglobal. Sekalipun

belum ditemukan data yang valid dan reliabel namun dipastikan virus ini sudah

mengarah menjadi masalah sosial.

18

Penelitian ini menggambarkan suatu

fenomena sosial yang bersifat khusus mengenai perilaku sosial penderita HIV

sebagai diskriminan dalam menghadapi reaksi masyarakat. Di mana penderita

terus-menerus melakukan proses adaptasi sosial. Penelitian ini berlandaskan

18

(50)

dalam teori

Kluchohn mengenai lima masalah dasar dalam hidup yang

menentukan orientasi nilai budaya. Keberagaman makna dan penderitaan dalam

menghayati dunia sakitnya akan (1) Waktu, (2) Tuhan, (3) Lingkungan Sosial, (4)

Pekerjaan, dan (5) Masa depan.

4.2 Lingkungan Sebagai Tempat Aktifitas Manusia

Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan

kehidupan sehari-hari. Setiap kegiatan manusia hampir tidak pernah lepas dari

unsur sosial budaya. Sebab sebagian besar dari kegiatan manusia dilakukan secara

kelompok.

Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia itu senang bergaul

dan berinteraksi dengan manusia lain di dalam kehidupan bermasyarakatnya,

maupun berinteraksi dengan lingkungannya. Hidup di masyarakat merupakan

manifestasi bakat sosial individu, namun apabila tidak dipersiapkan dengan

sebaik-baiknya, maka individu yang sesungguhnya berbakat hidup sosial di dalam

masyarakat dan lingkungannya akan mengalami kesulitan apabila suatu kelak

akan berada di tengah-tengah kehidupan sosialnya.

Mengapa hidup di tengah-tengah masyarakat sosial itu tidak mudah? Hal

ini disebabkan karena:

(51)

2. Bahwa kepentingan individu yang satu tidak sama dengan kepentingan individu

yang lain. Didalam masyarakat begitu banyak individu. Individu-individu tersebut

mempunyai kepentingan dan tujuan hidup sendiri-sendiri, dan mempunyai cara

serta jalan hidup sendiri-sendiri pula. Sehingga bila setiap individu tidak

berhati-hati, maka kepentingan individu yang satu akan bertabrakan dengan kepentingan

individu yang lain.

3. Bahwa masyarakat itu sendiri selalu mengalami perkembangan-perkembangan.

Masyarakat, betapapun statisnya, cepat atau lambat pasti mengalami perubahan.

Apalagi dengan berkembangnya kebutuhan manusia yang semakin kompleks,

diiringi ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang begitu pesat, serta

perkembangan kebudayaan manusia yang dari kehidupan tradisional ke arah

kehidupan modern.

4. Bahkan akhir-akhir ini dengan kemajuan sains dan tekhnologi yang dicapai

manusia, menjadikan nilai-nilai sosial manusia mulai terkikis. Hal ini dapat dilihat

pada konteks pekerjaan manusia yang menghendaki manusia bekerja

menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berinteraksi dengan pekerjaannya

sehingga menghilangkan sebagian waktunya untuk bergaul dan berinteraksi sosial

dengan lingkungan sosial budayanya.

4.3 Hubungan Penderita HIV dengan Lingkungan Sosial

(52)

bagian, yakni hubungan dengan teman sebaya/ kelompok, orangtua, keluarga, dan

lingkungan bermasyarakat. Secara garis besar, hubungan terbagi menjadi

hubungan positif dan negatif. Hubungan positif terjadi apabila kedua pihak yang

berinteraksi merasa saling diuntungkan satu sama lain dan ditandai dengan adanya

timbal balik yang serasi. Sedangkan hubungan yang negatif terjadi apabila suatu

pihak merasa sangat diuntungkan dan pihak yang lain merasa dirugikan. Dalam

hal ini, tidak ada keselarasan timbal balik antara pihak yang berinteraksi.

Hubungan dapat menentukan tingkat kedekatan dan kenyamanan antara pihak

yang berinteraksi. Semakin dekat pihak-pihak tersebut, maka hubungan tersebut

akan dibawa kepada tingkatan yang lebih tinggi.

(53)

investasi sumber daya manusia di daerah tersebut, yang dalam jangka panjang

akan berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.

19

Hal ini perlu dilakukannya pengembangan masyarakat yang tujuannya

untuk

mengembangkan

kemampuan

masyarakat

lapis

bawah

dalam

mengidentifikasi kebutuhan, mendapatkan sumber daya dalam memenuhi

kebutuhan, serta memberdayakan mereka secara bersama-sama. Dengan gerakan

ini, masyarakat lapis bawah bisa memiliki kendali secara kuat terhadap

kehidupannya sendiri. Orang-orang ikut serta dalam kegiatan pengembangan

masyarakat sepanjang waktu, misalnya sebagai pekerja yang dibayar (Kenny,

Susan, 1994:5-7)

Pengembangan masyarakat menghadapi isu-isu baru, namun pendekatan

yang dipakai dalam organisasi kemanusiaan didasarkan pada ide untuk kembali

kepada zaman masa lalu. Ide ini menekankan bahwa manusia dapat dan harus

menyumbang secara kolektif cara sebuah masyarakat bertahan, melalui

keikutsertaan dalam mengambil keputusan, mengembangkan perasaan memiliki

terhadap kelompok dan menghargai sesama manusia.

Pengembangan masyarakat juga didasari oleh sebuah cita-cita bahwa

masyarakat bisa dan harus mengambil tanggung jawab dalam merumuskan

kebutuhan, mengusahakan kesejahteraan, menangani sumber daya, dan

mewujudkan tujuan hidup mereka sendiri. Pengembangan masyarakat diarahkan

untuk membangun

supportive communities

yaitu sebuah struktur masyarakat yang

kehidupannya didasarkan pada pengembangan dan pembagian sumber daya secara

19

(54)

adil serta adanya interaksi sosial, partisipasi, dan upaya saling mendorong antara

satu dengan yang lain.

20

Hal ini juga berkaitan dengan teori

David McClelland, yang mengatakan

bahwa satu jenis daya mentalitas seseorang yang

disebutnya sebagai “n

achievement”

adalah faktor penting bagi kemajuan usaha orang tersebut. Dengan

“n achievement” orang bertindak tidak sekedar mengikuti tradisi yang telah

digariskan oleh nenek moyang, tapi bertindak menurut cara baru yang mereka rasa

akan memberi hasil yang lebih baik dan memberi manfaat untuk orang banyak.

Gagasan ini juga beranggapan bahwa apabila seseorang melakukan usaha maka

hasil dari usaha tersebut sebaiknya tidak hanya ditujukan untuk manfaat pribadi

dan keluarganya saja, tapi berguna bagi golongan masyarakat yang lebih luas

seperti masyarakat sekota, senegara, bahkan masyarakat manusia sedunia. Jadi

kata kunci dalam daya psikokultural ini adalah “berbuat yang lebih baik dan

bermanfaat untuk lebih banyak orang”.

21

Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang

didefinisikan sebagai berikut:

a. kebutuhan berpretasi: dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar,

berusaha keras untuk berhasil.

b. kebutuhan berkuasa: kebutuhan untuk memenuhi individu lain berperilaku

sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.

c. kebutuhan berafiliasi: keinginan untuk menjalin suatu suatu hubungan

antarpersonal yang ramah dan akrab.

(55)

Empat area utama motivasi manusia adalah makanan, cinta,

seks, dan pencapaian. Tujuan-tujuan yang mendasari motivasi ditentukan

sendiri oleh individu yang melakukannya, individu dianggap tergerak untuk

mencapai tujuan karena motivasi intrinsik (keinginan beraktivitas atau meraih

pencapaian tertentu semata-mata demi kesenangan atau kepuasan dari melakukan

aktivitas tersebut), atau karena motivasi ekstrinsik, yakni keinginan untuk

mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal.

disamping itu terdapat pula faktor yang lain yang mendukung diantaranya ialah

faktor internal yang datang dari dalam diri orang itu sendiri.

Sebagai makhluk sosial, penderita HIV saling berinteraksi di dalam

lingkungan sosial. Berikut ada beberapa hubungan antara penderita HIV dengan

lingkungannya, yaitu :

4.3.1 Hubungan Penderita HIV Dengan Lingkungan Kelompok

(56)

adalah perubahan kebudayaan akibat dua kelompok yang berbeda kebudayaannya

saling bertemu di mana terjadi perubahan yang besar pada salah satu kelompok

tersebut atau pada kedua-duanya. Perubahan terjadi karena kelompok tersebut

memodifikasi cara hidupnya dengan mengadopsi suatu pengetahuan atau

kepercayaan baru, atau karena perubahan dalam pandangan hidup dan

konsepsinya tentang realitas.

22

Karakter setiap orang berbeda-beda, untuk menyatukan karakter memang

sulit, tapi menyatukan tujuan tidak sulit jika saling mematuhi aturan yang telah

dibuat dan disepakati bersama. Dalam lingkungan kelompok pastinya ada

perbedaan pendapat dalam menjalankan suatu program. Dalam kelompok

ditemukan adanya perasaan sentimen baik terhadap fasilitator maupun

anggotanya, tetapi komunikasi mereka di dalam kelompok tetap berjalan lancar,

bila mereka berada dalam jarak jauh melalui telepon ataupun media sosial menjadi

penghubung komunikasi mereka.

(57)

merawat rumah dan membina kelompok. Tapi kak Myur menyerah atas tingkah

ibu-ibu di dalam kelompok tersebut, ia lebih memilih pergi meninggalkan

kelompok tersebut dan membentuk kelompok baru yang dibangun atas usahanya

sendiri.

4.3.2 Hubungan Penderita HIV Dengan Lingkungan Tempat Tinggal

Peristiwa yang terjadi dalam lingkungan tempat tinggalnya ialah ia diusir

dan di caci maki oleh tetangganya, ia dituduh telah melakukan perbuatan yang

negatif sehingga menderita HIV, lalu kak Myur diusir karena mereka tidak mau

ada warga lain yang tertular. Kak Myur dianggap sebagai sampah masyarakat

yang patut dibuang dan dijauhi dari lingkungan. Pada saat itu perasaan kak Myur

menjerit harus pergi kemana, sebab tidak ada yang mau membantunya,

keluarganya jauh di kampung semua. Akhirnya ia bertemu dengan seorang teman

yang bekerja di LSM yang menangani ODHA (orang dengan hiv/aids). Kak Myur

meluapkan semua kisah sedih hidupnya semenjak di diagnosa oleh dokter

terinfeksi HIV. Kak Myur sama sekali tidak paham mengenai HIV, bersama

temannya inilah jalan keluar atas kesedihannya. Temannya mengajak untuk

bergabung menjadi anggota di sebuah LSM yaitu JAPI (Jaringan Aksi Perubahan

Indonesia). Anggota JAPI adalah ODHA, OHIDA, dan aktivis peduli HIV. JAPI

ada untuk kaum marginal, tujuan utamanya ialah untuk mendorong pemenuhan

hak masyarakat dalam pemenuhan hak kesehatan yang dibutuhkan. Terutama

untuk kaum yang termarjinalkan.

(58)

ada sebagian orang yang menerima dengan setengah hati dan ada yang menolak

sama sekali. Kalau menerima sepenuh hati berarti mereka sudah paham info

tentang HIV, cara penularannya, sampai cara menghindari agar virus tersebut

tidak pindah kepadanya. Lalu maksud dari menerima setengah hati ialah

orang-orang yang sudah mau menerima kondisi kami seperti ini tetapi masih membatasi

untuk bergaul bersama mereka, mereka menerima kami di tengah lingkungan

(tempat tinggal, ataupun kerjaan) dengan sikap kasihan tetapi masih ada

pemikiran buruk tentang kami. Contoh seperti di lingkungan tempat tinggal, ada

warga yang sudah mau menerima keberadaan kami di daerah ini, tetapi ketika

anak mereka kami kasih kue langsung dibuang oleh orangtua si anak. Kalau

menolak sama sekali maksudnya ialah orang-orang tersebut baru mendengar kata

“HIV” sudah sera

Gambar

Gambar 5. Kak Myur
Gambar 6. Saya bersama Penderita dan kedua anaknya yang terinfeksi Sumber : Dokumentasi pribadi tahun 2015
Gambar 7. Bang Enn
Gambar 8. Saya bersama pasangan Odha
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah penelitian pendahuluan pada bulan Mei 2015 di Puskesmas Samigaluh II, ditemukan 33 ibu hamil trimester III dengan jumlah yang mengalami ADB sebanyak lima orang

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada tahun 2003- 2014 yaitu data jumlah pelanggan, konsumsi listrik (MWH),

Yang merupakan faktor organik adalah rendahnya kebugaran/fitness, pola makan yang tidak sehat, penurunan Growth Hormone(GH) dan IGF-1, penurunan hormon testosteron,

Pada saat yang sama, Masuknya faham Wahabisme yang mengagungkan budaya Islam ala Arab yang konservatif ke Indonesia telah ikut mendorong timbulnya kelompok eksklusif yang

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat peningkatan hasil pembelajaran dimensi tiga menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik

First, we describe the detection of potential mirror contours in a 2D panoramic representation of the point cloud based on a jump edge detection and 3D contour extraction

Evaluasi Penawaran dilaksanakan berdasarkan Dokumen Pengadaan Nomor : 006/RR_BPBD/V/2017 tanggal 19 Mei 2017 , Berita Acara Penjelasan Dokumen Pengadaan, dan Dokumen