• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

B. Saran

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

c. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi, antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika;

d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2009).

C. Sediaan Farmasi

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 tentang kesehatan, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Dalam Undang-Undang ini juga disebutkan bahwa obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia (Undang-Undang Republik Indonesia, 2009b).

Berdasarkan keamanan, obat digolongkan menjadi : a. Obat bebas

Obat golongan ini termasuk obat yang relatif paling aman, dapat diperoleh tanpa resep dokter. Obat bebas dalam kemasannya ditandai dengan lingkaran berwarna hijau. Contohnya adalah parasetamol 500 mg (Priyanto, Batubara, L., 2008).

9

Gambar 1. Logo Obat Bebas

b. Obat bebas terbatas

Obat golongan ini juga relatif aman selama pemakaiannya mengikuti aturan pakai yang ada. Penandaan obat golongan ini adalah adanya lingkaran berwarna biru dan 6 peringatan khusus. Obat ini juga dapat diperoleh tanpa resep dokter di apotek. Contohnya obat flu kombinasi (Priyanto, Batubara, L., 2008).

Gambar 2. Logo Obat Bebas Terbatas c. Obat keras

Golongan obat ini hanya bisa didapatkan dengan resep dokter di apotek. Dalam kemasannya, ditandai dengan lingkaran merah dengan huruf K ditengahnya. Contoh obat ini adalah amoxicilin.

Gambar 3. Logo Obat Keras

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

d. Psikotropika

Golongan obat ini termasuk dalam obat keras namun mempengaruhi aktivitas psikis (Priyanto, Batubara, L., 2008). Psikotropika menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.5 tahun 1997 pasal 1 yang mengatur tentang psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Dalam pasal 2, psikotropika digolongkan menjadi : 1. Psikotropika golongan I, yaitu psikotropika yang hanya dapat digunakan

untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. 2. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan

dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantugan. 3. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan

dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.

4. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan (Undang-Undang Republik Indonesia, 1997).

11

e. Narkotika

Narkotika merupakan kelompok obat yang paling berbahaya karena dapat menimbulkan adiksi dan toleransi. Obat ini hanya bisa diperoleh dengan resep dokter. Dalam kemasannya, narkotika ditandai dengan lingkaran berwarna merah dengan dasar putih yang didalamnya terdapat gambar palang medali berwarna merah (Priyanto, Batubara, L., 2008). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.35 tahun 2009, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang (Undang-Undang Republik Indonesia, 2009a).

Narkotika digolongkan ke dalam 3 golongan, yaitu golongan I, II, dan III. Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan (Undang-Undang Republik Indonesia, 2009a).

Gambar 4. Logo Narkotika

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 tentang kesehatan, disebutkan bahwa sediaan farmasi tidak hanya obat, tetapi meliputi juga obat tradisional dan kosmetika. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (Undang-Undang Republik Indonesia, 2009b), sedangkan kosmetika sendiri adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan, dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (Priyanto, Batubara, L., 2008).

D. Pengelolaan Sediaan Narkotika dan Psikotropika di Apotek

Dalam Kepmenkes RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004 disebutkan bahwa pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan pelayanan (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

Obat yang membutuhkan pengelolaan secara khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah narkotika dan psikotropika. Walaupun demikian, secara umum sediaan narkotika dan psikotropika memiliki prinsip pengelolaan yang hampir sama dengan sediaan farmasi pada umumnya yang

13

meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

1. Pengelolaan Narkotika

Menurut pasal 43 ayat (2) UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, bahwa apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter, dan pasien. Pada ayat (3) menyebutkan bahwa apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter (Undang-Undang Republik Indonesia, 2009a).

Berdasarkan pasal 9 ayat (3) UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, rencana kebutuhan tahunan narkotika disusun berdasarkan data pencatatan dan pelaporan rencana dan realisasi produksi tahunan yang diaudit secara komprehensif dan menjadi pedoman pengadaan, pengendalian, dan pengawasan narkotika secara nasional (Undang-Undang Republik Indonesia, 2009a).

2. Pengelolaan Psikotropika

Berdasarkan pasal 12 ayat (2) UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, penyaluran psikotropika oleh apotek dalam rangka peredaran hanya dapat dilakukan oleh :

a. pabrik besar kepada apotek,

b. pedagang besar farmasi kepada apotek (Undang-Undang Republik Indonesia, 1997).

Menurut pasal 14 ayat (2) UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan pengguna/pasien.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Berdasarkan ayat (4), penyerahan psikotropika oleh apotek dilaksanakan berdasarkan resep dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter hanya dapat diperoleh dari apotek dan dilaksanakan dalam hal :

a. menjalankan praktik terapi dan diberikan melalui suntikan, b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat,

c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek (Undang-Undang Republik Indonesia, 1997).

E. Manajemen Persediaan

Manajemen adalah pengambilan keputusan, yang dapat diartikan bagaimana pimpinan harus mengambil keputusan untuk menentukan misalnya pengembangan produk baru, memperluas usaha dengan membuat pabrik baru, membuat strategi pemasaran bahkan dalam menerima ataupun mengeluarkan karyawan, melakukan hubungan dengan mitra bisnisnya, juga dengan pelanggan potensial dan berbagai pekerjaan yang lain (Seto, T., Nit, Y., Triana, L., 2004).

Persediaan merupakan salah satu bagian dari tugas manajemen dalam keputusan operasi, sebelum membuat keputusan tentang persediaan. Persediaan merupakan salah satu aset terpenting dalam banyak perusahaan karena nilai persediaan mencapai 40% dari seluruh investasi modal (Zulfikarijah, 2005).

Manajemen persediaan (inventory management) merupakan suatu cara mengendalikan persediaan agar dapat melakukan pemesanan yang tepat yaitu dengan biaya yang optimal. Oleh karena itu konsep mengelola sangat penting diterapkan oleh perusahaan agar tujuan efektifitas maupun efisiensi tercapai.

15

Semua organisasi mempunyai beberapa jenis sistem perencanaan dan pengendalian persediaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sangat perlu untuk mempelajari bagaimana mengelola persediaan di suatu perusahaan (Dwiningsih, 2009).

Tujuh hal dasar yang harus diperhatikan untuk merancang sistem

inventory management adalah:

1. tujuan sistem supply dan tipe sistem distribusi

2. pelaporan dan rekaman yang menyediakan dana untuk inventory management

3. pemilihan barang yang akan distok

4. keseimbangan antara tingkat servis dan tingkat stok 5. kebijakan frekuensi pemesanan

6. formula yang digunakan untuk menghitung kuantitas re-order

7. kontrol ongkos yang terkait dengan inventory management (Quick, J.D., Hume, M.L., Rankin, J.R., O’Connor, R.M.L., Rankin, J.R., O’Connor, R.W., 1997).

a. Tipe persediaan

Ada 3 jenis persediaan, yaitu :

1. Persediaan bahan baku adalah persediaan barang yang akan dipergunakan dalam proses transformasi, misalnya benang pada perusahaan kain, tepung pada perusahaan roti dan lain-lain.

2. Persediaan barang setengah jadi atau persediaan barang dalam proses merupakan persediaan yang telah mengalami proses produksi akan tetapi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

masih diperlukan proses lagi untuk mencapai produk jadi, misalnya roti siap dipanggang pada perusahaan roti.

3. Persediaan barang jadi merupakan persediaan barang yang telah melalui proses akhir dan siap dijual ke konsumen, misalnya roti yang telah dikemas (Zulfikarijah, 2005).

b. Tujuan persediaan

Persediaan dapat membantu fungsi-fungsi penting yang akan menambah fleksibilitas operasi perusahaan. Terdapat 7 tujuan penting dari persediaan, yaitu:

1. Fungsi ganda. Fungsi utama persediaan adalah memisahkan proses produksi dan distribusi.

2. Mengantisipasi adanya inflasi

3. Memperoleh diskon terhadap jumlah persediaan yang dibeli 4. Menjaga adanya ketidakpastian

5. Menjaga produksi dan pembelian yang ekonomis 6. Mengantisipasi perubahan permintaan dan penawaran 7. Memenuhi kebutuhan terus-menerus (Zulfikarijah, 2005).

F. Analisis Pareto ABC (Always Better Control)

Analisis ABC terbagi dalam tiga klasifikasi yang biasa disebut dengan hukum 80/20 yaitu kelompok A, B, dan C. Persediaan kelompok A berisi 20% dari total persediaan dengan biaya total persediaan 70-80%, persediaan kelompok B berisi 30% dari total persediaan dengan biaya total persediaan 15-20%, dan

17

persediaan kelompok C berisi 50% dari total item dengan biaya total persediaan sebesar 5%. Tingkat kesalahan dalam catatan pengadaan tertulis yang dapat diterima menurut APICS (The American Production and Inventory Control) adalah ± 0,2% untuk item A, ± 1% untuk item B, dan ± 5% untuk item C. (Zulfikarijah, 2005).

Analisis ABC adalah metode yang sangat berguna untuk melakukan pemilihan, penyediaan, manajemen distribusi, dan promosi penggunaan obat yang rasional. Terkait dengan pemilihan obat, evaluasi obat kelompok A menjelaskan tentang item obat yang paling banyak digunakan. Selain itu analisis ABC juga membantu untuk mengidentifikasi biaya yang dihabiskan untuk setiap item obat yang tidak terdapat dalam daftar golongan esensial atau jarang digunakan. Terkait dengan pendapatan dari penyediaan obat, analisis ABC dapat digunakan untuk: 1. menentukan frekuensi permintaan item obat

Memesan item obat kelompok A lebih sering dan dalam jumlah yang lebih kecil akan mengurangi biaya inventoris

2. mencari sumber item kelompok A dengan harga yang lebih murah

Dilakukan dengan mencari item kelompok A dalam bentuk sediaan yang paling murah atau supplier yang paling murah

3. memonitor status permintaan item

Hal ini untuk mencegah terjadinya kekurangan item yang mendadak dan keharusan untuk melakukan pembayaran darurat yang biasanya mahal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4. memonitor prioritas penyediaan

Pola penyediaan disesuaikan dengan prioritas sistem kesehatan yang menunjukkan jumlah obat jenis apa saja yang sering digunakan

5. membandingkan biaya aktual dan terencana

Membandingkan biaya aktual dan terencana dengan sistem penyediaan obat di sektor publik negara yang bersangkutan (Quick, et al., 1997 ).

Terkait dengan manajemen distribusi dan inventoris, analisis ABC bisa digunakan untuk :

1. memonitor waktu paruh dengan menitik beratkan pada kelas A untuk meminimalisasi jumlah obat yang dibuang.

2. menjadwal pengiriman

3. menghitung jumlah stok secara berkala, terutama untuk penghitungan item

kelompok A

4. memonitor penyimpanan (Quick, et al, 1997).

Terkait dengan segi manfaat, analisis ABC digunakan untuk mengevaluasi item dengan tingkat penggunaan terbanyak bersama-sama pejabat kesehatan, dokter, dan tenaga medis lain untuk memberikan gambaran mengenai obat yang jarang dan sering digunakan (Quick, et al., 1997).

G. Metode Moving Average Total

Forecasting adalah seni dan ilmu untuk memprediksi peristiwa masa depan dimana hal ini melibatkan data-data masa lalu yang kemudian memproyeksikannya ke masa depan yang diproses melalui model matematis

19

(Seto, Nita, dan Triana, 2004). Kegiatan forecasting merupakan bagian dari manajemen logistik yang digunakan untuk memungkinkan bagian logistik melakukan antisipasi terhadap permintaan pemakai sediaan pada waktu mendatang. Antisipasi ini dibutuhkan untuk: (a) memungkinkan bagian logistik melakukan pengadaan sesuai dengan perkembangan permintaan, (b) memungkinkan manajemen material mendekatkan barang di tempat pelayanan, (c) merencanakan cadangan yang ekonomis (Lembaga Pengembangan dan Manajemen Kesehatan PERDHAKI, 1997).

Forecasting menurut jangka waktu ke depannya dibagi menjadi tiga kategori:

a. Prediksi jangka pendek, yaitu prediksi untuk waktu 1-3 bulan yang biasanya digunakan untuk perencanaan pembelian, penjadwalan pekerjaan dan tingkat produksi,

b. Prediksi jangka menengah, yaitu prediksi untuk waktu 3 bulan sampai 3 tahun yang dipakai untuk perencanaan penjualan, penganggaran kas, perencanaan anggaran dan produksi,

c. Prediksi jangka panjang, yaitu prediksi untuk waktu lebih dari 3 tahun yang biasanya dipakai untuk perencanaan produk baru (Seto dkk., 2004).

Forecasting ini dibuat dengan menggunakan data sebelumnya sebagai acuan dasar. Salah satu metode forecasting yang bersifat kuantitif adalah Moving Average Total yang digunakan untuk memperkirakan item sediaan yang mengalami fluktuasi secara siklis yang tidak berkaitan dengan musim. Metode ini termasuk model time series yang bersifat smoothing yang digunakan untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mengurangi ketidakteraturan dari data yang lalu. Periode forecasting yang optimal adalah dalam jangka waktu yang pendek dan dipusatkan pada item sediaan utama sesuai dengan klasifikasi tertentu. Langkah-langkah perhitungan dengan metode

Moving Average Total, yaitu :

1. Melakukan penjumlahan kumulatif tiga bulan secara bergerak setiap item

sediaan

2. Menghitung persentase kenaikan atau penurunan jumlah kumulatif tersebut dengan cara menghitung selisih jumlah kumulatif ke-1 dan ke-2 dibagi dengan jumlah kumulatif ke-1 lalu dikalikan 100%

3. Melakukan perhitungan pertumbuhan rata-rata (average growth) dari penjumlahan kumulatif tiga bulan bergerak

4. Menghitung angka tiga bulan bergerak yang akan datang dengan cara menjumlahkan average growth dan 100%, kemudian dikalikan dengan data pemakaian bulan terakhir (Lembaga Pengembangan dan Manajemen Kesehatan PERDHAKI, 1997).

H. Landasan Teori

Apotek merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan yang memegang peranan penting dalam pendistribusian obat. Secara khusus, narkotika dan psikotropika merupakan obat yang berbahaya jika tidak digunakan secara benar. Oleh karena itu, apoteker sebagai tenaga kefarmasian perlu melakukan pengendalian terkait seleksi, pengadaan, distribusi dan penggunaan obat.

21

Pengelolaan obat dapat dilakukan dengan metode Pareto ABC. Pada metode ini, sediaan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok A, B dan C. Persediaan kelompok A berisi 20% dari total persediaan dengan biaya total persediaan 70-80%, persediaan kelompok B berisi 30% dari total persediaan dengan biaya total persediaan 15-20%, dan persediaan kelompok C berisi 50% dari total item dengan biaya total persediaan sebesar 5%. Dalam hukum Pareto ABC terdapat 3 variabel yaitu nilai pakai, nilai investasi dan nilai indeks kritis. Sediaan yang masuk dalam kelompok A merupakan sediaan yang perlu diawasi ketersediaannya dan merupakan kelompok prioritas, sedangkan kelompok C merupakan sediaan yang sebenarnya tidak terlalu penting tersedia di apotek. Untuk kelompok C, pengadaan obat dapat menggunakan metode just in time

dimana obat hanya dibeli saat ada permintaan. Selanjutnya, kelompok ANIK sebagai kelompok prioritas dievaluasi lebih lanjut lagi dengan metode moving average total untuk memperkirakan jumlah penggunaan obat di periode Juli-Desember.

Metode moving average total digunakan untuk sediaan yang mengalami fluktuasi dan tidak tergantung pada musim. Perkiraan (forecasting) dilakukan dengan cara menghitung angka pertumbuhan pemakaian obat. Caranya adalah dengan melakukan penjumlahan kumulatif tiga bulan dalam 1 periode, menghitung persentase selisih jumlah kumulatif pertama dan kedua, lalu menghitung pertumbuhan rata-rata (average growth) dan menghitung angka tiga bulan bergerak yang akan datang sehingga didapatkan hasil forecasting.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Hasil evaluasi ini diharapkan dapat memberikan profil pengelolaan narkotika dan psikotropika yang efisien dan efektif di Kabupaten Bantul. Apotek– apotek yang memiliki profil item prioritas sama dapat mengadakan pengadaan obat bersama sehingga dapat menekan biaya untuk pengelolaan obat.

I. Keterangan Empiris

Terdapat beberapa item sediaan narkotika dan psikotropika kelompok ANIK keseluruhan yang terdistribusi merata di setiap apotek Kabupaten Bantul.

23

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan studi kasus yang bersifat retrospektif. Disebut penelitian non eksperimental karena pada penelitian ini dilakukan observasi terhadap variabel subjek menurut keadaan apa adanya, tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti (Praktinya, 1993).

B. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel yang bisa diukur adalah :

1. Apotek yang dianalisis dalam penelitian ini adalah semua apotek di Kabupaten Bantul.

2. Nilai pakai (NP) adalah nilai yang diberikan kepada suatu sediaan berdasar jumlah pengeluaran sediaan tersebut pada periode Januari – Juni 2010. 3. Nilai investasi (NI) adalah nilai yang diberikan pada suatu sediaan yang

diperoleh dari jumlah pengeluaran suatu sediaan dikalikan harga sediaan tersebut pada periode Januari - Juni 2010.

4. Nilai indeks kritis (NIK) diperoleh dari penggabungan skor Pareto nilai pakai dan Pareto nilai investasi narkotika dan psikotropika di setiap apotek di Kabupaten Bantul tahun 2010.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5. Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) merupakan software untuk melaporkan pemakaian narkotika dan psikotropika via e-mail kepada Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta.

6. Forecasting adalah prediksi terhadap pemakaian narkotika dan psikotropika apotek Kabupaten Bantul periode Juli – Desember 2010.

7. HNA dan PPn adalah harga jual pabrik obat dan/atau Pedagang Besar Farmasi (PBF) kepada Apotek Sanata Dharma, Apotek Panacea dan Kimia Farma.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah apotek Kabupaten Bantul yang melaporkan pemakaian Narkotika dan Psikotropika periode Januari - Juni 2010 yang dikirimkan oleh apotek secara tertulis dan melalui e-mail ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. Kriteria inklusi subjek adalah apotek Kabupaten Bantul yang melaporkan pemakaian narkotika dan psikotropika pada periode Januari - Juni 2010 secara lengkap.

Di Kabupaten Bantul terdapat 102 apotek yang diwajibkan mengirimkan laporan pemakaian Narkotika dan Psikotropika ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, sehingga jumlah subjek penelitiannya sebanyak 102 apotek. Kriteria eksklusi subjek adalah apotek Kabupaten Bantul yang melaporkan pemakaian narkotika dan psikotropika pada periode Januari - Juni pada tahun 2010 secara tidak lengkap. Dari 102 Apotek, terdapat 17 Apotek yang memenuhi kriteria inklusi.

25

D. Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Laporan pemakaian Narkotika dan Psikotropika di apotek Kabupaten Bantul pada periode Januari - Juni tahun 2010.

2. Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika.

3. Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

E. Lokasi Penelitian

Lokasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Gudang Farmasi Kabupaten Bantul yang terletak di Jalan Dr. Wahidin Sudiro Husodo, Bantul.

F. Jalannya Penelitian

Masing-masing apotek memberikan laporan pemakaian Narkotika dan Psikotropika kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. Dari laporan tersebut, Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul mendata narkotika dan psikotropika sesuai daftar dari Kepmenkes.

Dari data pemakaian narkotika dan psikotropika tersebut kemudian dilakukan pengkategorian obat berdasarkan hukum Pareto dengan ABC indeks kritis yang menggabungkan analisis Pareto ABC nilai pakai dan Pareto ABC nilai investasi. Metode ABC indeks kritis digunakan karena metode ini merupakan metode yang cukup sederhana untuk menggambarkan pengelolaan sediaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

farmasi yang efektif dan efisien. Berdasarkan analisis indeks kritis yang telah diperoleh, kemudian dilakukan analisis sediaan narkotika dan psikotropika yang menjadi prioritas pengadaan secara keseluruhan di Kabupaten Bantul dan prioritas pengadaan di masing-masing apotek, lalu dibandingkan untuk melihat penyebaran penggunaan obat. Selanjutnya, forecasting dilakukan pada sediaan yang masuk dalam prioritas pengadaan.

G. Analisis Data 1. Pareto ABC

a. Nilai pakai

Seluruh sediaan dihitung jumlah pemakaiannya dalam satu periode. Kemudian sediaan diurutkan dari jumlah pemakaian paling banyak hingga jumlah pemakaian paling sedikit. Dari urutan data tersebut kemudian dibuat klasifikasi sediaan sesuai jumlah pemakaiannya menjadi kelompok ANP, BNP, dan CNP

berdasarkan persentase kumulatif 80%, 15%, dan 5%. Sediaan yang sudah diklasifikasikan kemudian diberi skor 3 untuk sediaan yang masuk dalam kelompok ANP, 2 untuk kelompok BNP, dan 1 untuk kelompok CNP. Berikut rumus perhitungannya:

% =

Σ Χ 100%

Keterangan:

%NP : % pemakaian sediaan psikotropika dan narkotika p : jumlah pemakaian sediaan dalam satu periode

27

b. Nilai investasi

Seluruh sediaan dihitung jumlah pemakaian dan harga satuannya. Kemudian dihitung nilai investasi dengan cara mengalikan jumlah pemakaian setiap sediaan dengan harga satuan masing-masing sediaan. Sediaan kemudian diurutkan dari yang nilai investasinya paling tinggi ke yang paling rendah dan diklasifikasikan menjadi kelompok ANI, BNI, dan CNI berdasarkan persentase kumulatif 80%, 15%, dan 5%. Sediaan yang sudah diklasifikasikan kemudian diberi skor 3 untuk sediaan yang masuk dalam kelompok ANP, 2 untuk kelompok BNP, dan 1 untuk kelompok CNP. Berikut rumus perhitungannya:

= ×

Keterangan:

NI : nilai investasi sediaan Narkotika dan Psikotropika p : jumlah pemakaian

h : harga satuan

% =

× 100%

Keterangan:

%NI : persen nilai investasi psikotropika dan narkotika NI : nilai investasi masing-masing sediaan

∑NI : jumlah nilai investasi seluruh sediaan

2. Nilai Indeks kritis

Analisis ABC indeks kritis dilakukan dengan menjumlah skor nilai pakai dan nilai investasi masing-masing sediaan dengan rumus berikut:

= +

Keterangan:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

NIK : nilai indeks kritis sediaan Narkotika dan Psikotropika

Dokumen terkait