• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

1. Pihak organisasi/instansi atau yang saat ini adalah UPT. SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi dalam mengurangi stres kerja guru, ruangan sebaiknya didesain memperhatikan kenyamanan antara guru dan siswa autis. Pihak sekolah dapat memperluas ruang kelas untuk mengefektifkan

kegiatan belajar mengajar. Rasio minimum ruang kelas adalah 3 �2 / peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 5 orang, luas minimum ruang kelas adalah 15 �2. Lebar minimum ruang kelas adalah 3 m. Ruang kelas memiliki jendela yang memungkinkan pencahayaan yang memadai untuk membaca buku dan untuk memberikan pandangan ke luar ruangan. Ruang kelas juga harus memiliki pintu yang memadai agar peserta didik dan guru dapat segera keluar ruangan jika terjadi bahaya, dan dapat dikunci dengan baik saat tidak digunakan.

2. Bagi guru kelas autis, mengelola stres dengan cara mengubah pola pikir mereka yang menjadikan pekerjaan sebagai tantangan bukan ancaman yang perlu dikhawatirkan. Mintalah dukungan dari lingkungan sekitar, baik itu lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga dalam mengurangi stres. Guru juga dapat melakukan kegiatan hobi, seperti berolahraga. Olahraga akan memperbaiki kondisi emosional, menghilangkan ketegangan, kemarahan dan kecemasan yang datang menghinggapi. Mendengarkan musik juga bisa menjadi alternatif lainnya dalam mengurangi stres. Alunan musik diyakini bisa menghibur dan menenteramkan hati yang tengah resah karena mampu merangsang rasa bahagia yang dikirimkan oleh otak.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stres dan Stres Kerja

Stres dapat didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya (Looker dan Gregson, 2005).

Menurut Manktelow (2007) yang mengutip pendapat Lazarus, stres adalah suatu kondisi atau perasaan yang dialami ketika seseorang menganggap bahwa “tuntutan-tuntutan melebihi sumber daya sosial dan personal yang mampu dikerahkan seseorang”.

Tekanan, tuntutan, dan perubahan, ini semua ada dalam lingkungan seseorang dan sering mengakibatkan kondisi yang disebut stres. Namun penting untuk disadari bahwa tidak semua stres adalah berbahaya; pada kenyataannya, orang perlu stres untuk bertahan hidup (Drafke, 2009)

Selanjutnya Wangsa (2010), menyatakan bahwa stres adalah suatu kondisi dimana keadaan tubuh terganggu karena tekanan psikologis. Biasanya stres bukan karena penyakit fisik tetapi lebih mengenai kejiwaan. Akan tetapi karena pengaruh stres tersebut maka penyakit fisik bisa muncul akibat lemah dan rendahnya daya tahan tubuh pada saat tersebut.

Dalam psikologi stres dipahami sebagai proses yang dijalani seseorang ketika berinteraksi dengan lingkungannya. Stres merupakan situasi yang biasa muncul dalam berbagai aspek kehidupan, tak terkecuali dalam pengasuhan anak. Para ahli

mengatakan bahwa hidup yang tanpa stres bukanlah kehidupan yang baik. Stres bermanfaat bagi perkembangan individu menjadi pribadi yang matang. Saat situasi stres muncul, yang perlu dilakukan adalah menghadapi dan mengelolanya agar membuahkan hasil yang positif (lestari, 2012)

Munandar (2008) menyatakan kondisi stres dapat disebabkan oleh berbagai penyebab atau sumber, atau lebih umum dikenal dengan istilah stressor. Orang tidak dapat melihat pembangkit stres (stressor), yang dapat dilihat ialah akibat dari pembangkit stres. Menurut Dr. Hans Selye, guru besar emiritus (purnawirawan) dari Universitas Montreal dan “penemu” stres. Sebagai seorang ahli faal, Ia mengamati serangkaian perubahan biokimia dalam sejumlah organisme yang beradaptasi terhadap berbagai macam tuntutan lingkungan. Rangkaian perubahan ini dinamakan general adaptation syndrome, yang terdiri dari tiga tahap yaitu :

1. Tahap pertama adalah tahap “alarm” (tanda bahaya). Organisme berorientasi terhadap tuntutan yang diberikan oleh lingkungannnya dan mulai menghayatinya sebagai ancaman.

2. Tahap kedua, tahap resistance (perlawanan). Organisme memobilisasi sumber-sumbernya supaya mampu menghadapi tuntutan.

3. Tahap terakhir, yaitu tahap exhaustion (kehabisan tenaga). Hal ini terjadi jika tuntutan berlangsung terlalu lama, maka sumber-sumber penyesuaian ini mulai habis.

Pada umumnya kita merasakan bahwa stres merupakan suatu kondisi yang negatif, suatu kondisi yang mengarah ke timbulnya penyakit fisik ataupun mental, atau mengarah ke perilaku yang tak wajar. Untuk kebanyakan orang stres tidak

cepat menyebabkan sakit keras, stres diungkapkan melalui gejala-gejala umum, seperti somnabulisme (tidak dapat tidur), merokok berat, peminum minuman keras, khawatir, mudah tersinggung, gelisah, sulit berkonsentrasi dalam pengambilan keputusan, dan masa-masa lelah yang panjang. Keadaan ini bagi sebagian orang dapat menurunkan produktivitas kerjanya. Bagi orang lain hanya sampai dapat dirasakan sebagai gangguan bagi orang lain disekitarnya (Munandar, 2008).

Stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis dan perilaku. Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja (Wangsa, 2010).

Stres kerja bersumber terutama dari buruknya pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja. Stres kerja akan semakin meningkat akibat persaingan global yang semakin ketat dan tuntutan efisiensi yang semakin tinggi (Kurniawidjaja, 2012).

Dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah dimana para pekerja menerima banyak tekanan dan tuntutan baik itu internal maupun eksternal dan pekerja tidak dapat mengendalikan kondisi tersebut.

Tenaga kerja dalam interaksinya di pekerjaan. Dipengaruhi oleh hasil interaksinya di tempat lain, di rumah, di sekolah, diperkumpulan, dan sebagainya. Setiap aspek di pekerjaan dapat menjadi pembangkit stres. Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau yang menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam pembangkit stres saja tetapi dari beberapa pembangkit stres. Sebagian besar dari waktu manusia bekerja.

Karena itu lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Pembangkit stres di pekerjaan merupakan pembangkit stres yang besar perannya terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya seseorang tenaga kerja yang bekerja (Munandar, 2008).

Manifestasi gangguan kesehatan akibat stres kerja yang paling sering adalah

neurosis dan segala macam gangguan psikosomatik, seperti sakit maag, diare, atau

gangguan pencernaan lainnya; pusing, migrain atau sakit kepala; lesu, lemas tanpa gairah; gatal tanpa sebab; sering sakit tenggorokan, CTDs dan gejala CVD; tidak bisa konsentrasi, gangguan tidur dan pelupa. Oleh karena itu, profesional kesehatan kerja beserta profesional dan pemangku kepentingan Keselamatan dan Kesehatan Kerja lainnya dituntut menjunjung tinggi pendekatan holistik dalam penyelesaian masalah kesehatan kerja, salah satunya adalah dengan menghilangkan atau menurunkan risiko kesehatan yaitu stres kerja (Kurniawidjaja, 2012).

Menurut Aamodth (2007) yang mengutip pendapat Cordes dan Dougherty, stres kerja dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar: karakteristik pekerjaan dan karakteristik organisasi.

1. Karakteristik Pekerjaan

Tiga karakteristik pekerjaan utama menyebabkan stres: konflik peran, ketidakjelasan peran, dan role overload (peran yang berlebihan).

2. Karakteristik Organisasi

Karakteristik organisasi yang mungkin menyebabkan stres termasuk faktor-faktor seperti aturan dan kebijakan organisasi, hubungan pengawasan, dan perubahan organisasi.

2.2 Jenis, Gejala dan Penyebab Stres Kerja 2.2.1 Jenis Stres Kerja

Menurut Wangsa (2010) yang mengutip pendapat dari para psikolog, membedakan jenis stres menjadi dua, yaitu :

1. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif,

dan konstruktif (bersifat membangun). hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi. 2. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat,

negatif dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti pengakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan dan kematian.

2.2.2 Gejala Stres Kerja

Stres mempengaruhi baik pada tubuh fisik maupun proses mental kita, dan nantinya, keduanya akan mempengaruhi bagaimana kita berperilaku dibawah tekanan yang berat, dan mempengaruhi tingkatan dimana kita bisa melanjutkan

peran kita, di rumah dan di tempat kerja, secara efektif dan efisien (Towner, 2002).

Menurut Wangsa (2010) yang mengutip pendapat Terry Beehr dan John Newman mengkaji ulang beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu :

1) Gejala Psikologis

Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil penelitian mengenai stres pekerjaan :

a. Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung b. Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian) c. Sensitif dan hyperreactivity

d. Memendam perasaan, penarian diri, dan depresi e. Komunikasi yang tidak efektif

f. Perasaan terkucil dan terasing g. Kebosanan dan ketidakpuasan kerja

h. Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual dan kehingan konsentrasi

i. Kehilangan spontanitas dan kreativitas j. Menurunnya rasa percaya diri

2) Gejala Fisiologis

Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah :

a. Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penykit kardiovaskuar

b. Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh : adrenalin dan noradrenalin)

c. Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung) d. Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan

e. Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome)

f. Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada g. Gangguan pada kulit

h. Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot i. Gangguan tidur

j. Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena kanker.

3) Gejala Perilaku

Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah : a. Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan b. Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas c. Meningkatnya penggunaan minuman kerjas dan obat-obatan d. Perilaku sabotase dalam pekerjaan

e. Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas

f. Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk pernarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda depresi

g. Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi

h. Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas

i. Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman

j. Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri 2.2.3 Penyebab Stres Kerja

Sopiah (2008) menyatakan stresor adalah penyebab stres, yakni kondisi lingkungan tempat tuntutan fisik dan emosional pada seseorang. Ada dua penyebab stres :

1) Stres yang bukan bersumber dari pekerjaan

Ada berbagai stres yang bukan disebabkan oleh pekerjaan, antara lain sebagai berikut :

1. Time based conflict

Time based conflict merupakan tantangan untuk menyeimbangkan

tuntutan waktu untuk perkerjaan dengan aktivitas keluarga dan aktivitas bukan pekerjaan lainnya. Time based conflict lebih akut pada wanita daripada pria. Wanita yang berkarir diluar rumah mendapatkan sumber stres yang jauh lebih banyak karena dirumah dia dituntut untuk menjadi istri dan ibu yang baik, sementara ditempat kerjapun dia dituntut untuk menjadi karyawan yang baik. Hal ini tidak mudah untuk dilaksanakan.

2. Strain based conflict

Strain based conflict terjadi ketika stres dari satu sumber meluap

melebihi kemampuan yang dimiliki orang tersebut. Kematian suami atau istri, masalah keuangan dan stresor yang bukan pekerjaan lainnya menghasilkan ketegangan dan kelelahan yang mempengaruhi kemampuan pegawai untuk menyelesaikan kewajiban pekerjaannya. 3. Role behavior conflict

Tiap karyawan memiliki peran dalam pekerjaannya. Disamping itu dia juga dituntut lingkungan yang ada kalanya bertentangan dengan tuntutan pekerjaannya. Hal ini seringkali memunculkan stres karena untuk membangun harmoni atas dua atau lebih tuntutan tidaklah mudah.

4. Stres karena adanya perbedaan individu

Terdapat tiga alasan mengapa dengan penyebab stres yang sama orang memperlihatkan gejala-gejala stres yang berbeda. Pertama, penerimaan kita terhadap situasi yang sama, masing-masing dari kita berbeda. Kedua, memiliki ambang batas kemampuan dalam mengatasi stres yang lebih rendah dari resistensi terhadap stres. Dan yang ketiga, orang mungkin mengalami tingkat stres yang sama dan akibat yang ditimbulkan dari stres berbeda, yang menunjukkan bahwa mereka memerlukan strategi penanggulangan yang juga berbeda. Dalam hal ini beberapa orang cenderung mengabaikan stresor dengan hal itu akan hilang atau berlalu.

2) Stres yang berhubungan dengan pekerjaan

Stresor yang berhubungan dengan pekerjaan terbagi menjadi empat tipe utama, yaitu :

1. Lingkungan Fisik

Beberapa stresor ditemukan dalam lingkungan fisik pekerjaan, seperti kurang baiknya penerangan ataupun risiko keamanan. Stresor yang bersifat fisik juga kelihatan pada setting kantor, termasuk rancangan ruang kantor yang buruk, ketiadaan privasi, lampu penerangan yang kurang efektif dan kualitas udara yang buruk.

2. Stres karena peran atau tugas

Stresor karena peran/tugas termasuk kondisi dimana para pegawai mengalami kesulitan dalam memahami apa yang menjadi tugasnya, peran yang dimainkan dirasakan terlalu berat atau memainkan berbagai peran pada tempat mereka bekerja.

3. Penyebab stres antarpribadi (inter-personal stressors)

Stresor ini akan semakin bertambah ketika karyawan dibagi dalam divisi-divisi dalam suatu departemen yang dikompetisikan untuk memenangkan target sebagai divisi terbaik dengan reward yang menggiurkan. Perbedaan karakter, kepribadian, latar belakang, persepsi, dan lain-lainnya memungkinkan munculnya stres.

4. Organisasi

Banyak sekali ragam penyebab stres yang bersumber dari organisasi. Pengurangan jumlah pegawai merupakan salah satu penyebab stres yang

tidak hanya untuk mereka yang kehilangan pekerjaan, namun juga untuk mereka yang masih tinggal. Secara khusus mereka yang masih tinggal mengalami peningkatan beban kerja, peningkatan rasa tidak aman dan tidak nyaman dalam bekerja serta kehilangan rekan kerja. Restrukturisasi, privatisasi, merger, dan bentuk-bentuk lainnya merupakan kebijakan sekolah ataupun instansi yang berpotensi memunculkan stres. Para pekerja harus menghadapi peningkatan ketidak-amanan dalam bekerja, bimbang dengan tuntutan pekerjaan yang semakin banyak dalam bentuk-bentuk baru dari konflik antarpribadi.

Sementara itu menurut Sucipto (2014), terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya stres atau stres kerja, yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor lingkungan kerja berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial dengan pekerjaan. Sedangkan faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga dimana pribadi berada dan mengembangkan diri. Secara umum dikelompokkan sebagai berikut.

1. Tidak adanya dukungan social

Artinya, stres akan cenderung muncul pada para guru yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka. Dukungan sosial disini bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga. Banyak kasus menunjukkan bahwa, para karyawan yang mengalami stres kerja adalah mereka yang tidak mendapat dukungan dari keluarga. Begitu juga ketika seseorang tidak memperoleh

dukungan dari rekan sekerjanya (baik pimpinan maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah terkena stres, hal ini dikarenakan ketidaknyamanan dalam menjalankan pekerjaan dan tugasnya.

2. Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di kantor

Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewenangannya. Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang guru tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya.

3. Pelecehan seksual

Yakni, kontak atau komunikasi yang berhubungan atau dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual ini bias dimulai dari yang paling kasar seperti memegang bagian badan yang sensitif, mengajak kencan dan semacamnya sampai yang paling halus berupa rayuan, pujian bahkana senyuman yang tidak pada konteksnya. Dari banyak kasus pelecehan seksual yang sering menyebabkan stres kerja adalah perlakuan kasar atau penganiayaan fisik dari lawan jenis dan janji promosi jabatan namun tak kunjung terwujud hanya karena wanita. Stres akibat pelecehan seksual banyak terjadi pada Negara yang tingkat kesadaran warga (khususnya wanita) terhadap persamaan jenis kelamin cukup tinggi, namun tidak ada undang-undang yang melindunginya.

4. Kondisi lingkungan kerja

Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, dan semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sikulasi atau arus udara.

5. Manajemen yang tidak sehat

Banyak orang yang stres dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan para manajernya atau atasannya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan), perfeksionis, terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada akhirnya menimbulkan stres. 6. Tipe kepribadian seseorang

Tipe kepribadian seseorang dengan kepribadian tipe A cenderung mengalami stress dibanding kepribadian tipe B. Beberapa ciri kepribadian tipe A ini adalah sering merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran konsentrasi pada lebih dan satu pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung tidak puas terhadap hidup (apa yang

diraihnya), cenderung berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non kompetitif.

7. Peristiwa/pengalaman pribadi

Stres kerja sering disebabkan pengalaman pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi masalah (pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stres paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal. Disamping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian, perasaan tidak aman, juga termasuk kategori ini.

2.3Penyakit Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja

Menurut Looker dan Gregson (2005), terdapat beberapa gangguan dan penyakit yang berhubungan dengan stres, yaitu :

1. Sistem pernapasan

a) Penyakit jantung koroner (angina dan serangan jantung) b) Hipertensi (tekanan darah tinggi)

c) Stroke d) Migren

2. Sistem pencernaan

a) Gangguan pencernaan b) Nausea

c) Rasa panas dalam perut (pirosis)

d) Bisul dalam perut dan usus dua belas jari e) Radang usus besar, sindroma usus besar berat f) Diare

g) Sembelit h) Kembung perut 3. Otot dan sendi

a) Pusing b) Kram c) Kejang otot d) Nyeri punggung e) Nyeri leher 4. Lain-lain a) Diabetes b) Kanker

c) Encok (Rheumatoid arthritis) d) Asma

e) Masuk angin biasa dan flu

f) Gangguan seksual-dorongan seks berkurang, ejakulasi dini, gagal mencapai orgasme, kemandulan

g) Penyakit kulit h) Gangguan tidur

5. Perilaku

a) Makan terlampau banyak – obesitas b) Hilang selera makan – anoreksia c) Meningkatnya frekuensi merokok d) Meningkatnya konsumsi kafein e) Meningkatnya konsumsi alcohol f) Penyalahgunaan obat-obatan 6. Emosional

a) Kecemasan, termasuk ketakutan, fobia, dan obsesi b) Depresi

Stres kronis yang berlebihan dapat juga menyebabkan kehilangan berat badan, insomnia, hiperaktivitas (kegoyahan dan kegelisahan), dan gangguan-gangguan seksual.

2.4Strategi Manajemen Stres Kerja

Menangani masalah stres di tempat kerja seperti garpu bermata dua. Pertama, memberikan dukungan pada pekerja yang telah mengalami stres dan kedua, mengambil tindakan untuk mengurangi penyebab stres yang telah ada dan yang berpotensi menyebabkan stres ditempat kerja (Towner, 2002).

Mengelola stres dengan baik hampir identik dengan mengelola hidup kita dengan baik pula. Sumber-sumber stres, gejala-gejala stres, sampai cara memperlemah atau memperkuatnya, sepenuhnya bergantung pada kita. Stres juga tak sepenuhnya buruk, bahkan salah satu sisi stres – eustres – justru kita perlukan

sebagai daya dorong agar kita bisa berkreasi dengan lebih baik. Eustres juga berperan pada kesuksesan kita. Stres pasti menyerang setiap orang. Yang membedakan adalah cara setiap orang meresponnya. Respon yang baik dan benar akan menstimulasi kreativitas dan mendorong kesuksesan. Respon yang buruk akan membuat kita kehilangan keseimbangan, dan mengakibatkan kinerja yang buruk. Sementara stres akut yang direspon secara salah, akan menyebabkan kemunculan penyakit-penyakit fatal yang berakibat kematian (Looker dan Gregson, 2005).

Menurut Sopiah (2008), Ada lima hal yang harus diperhatikan dalam strategi manajemen stres, yaitu

1) Remove the stressor

Ada banyak cara untuk menghilangkan sumber stres ditempat kerja. Salah satu solusi terbaik adalah dengan memberdayakan para pegawai sehingga mereka memiliki kontrol yang lebih atas pekerjaan dan lingkungan pekerjaan mereka.

Sumber stres yang berhubungan dengan tugas dapat diminimumkan lebih efektif melalui seleksi dan penempatan pegawai sehingga persyaratan pekerjaan sesuai dengan kemampuan mereka. Slogan The right man on the

right place at the right time cocok diterapkan pada saat seleksi dan

penempatan pegawai.

Family friendly and work/life initiatives menghilangkan atau

yang paling lazim dalam family friendly and work/life initiatives antara lain :

a. Penggunaan/pemanfaatan waktu yang fleksibel

Beberapa perusahaan mengajak pegawainya untuk menentukan kapan mulai dan berakhirnya waktu kerja sehingga mereka dapat lebih mudah menyesuaikan antara aktivitas pribadi dan pekerjaan.

b. Job sharing

Yakni memisahkan posisi karier antara dua orang sehingga mereka yang mengalami stres time-based lebih sedikit diantara pekerjaan keluarga.

c. Telecommunicating

Telecommunicating adalah bekerja dari rumah, biasanya dilakukan

dengan menghubungkan komputer ke kantor sehingga mudah untuk menukar kegiatan pekerjaan dan bukan pekerjaan, dan sebagainya.

2) Withdraw from the stressor

Para pegawai biasanya mengalami stres ketika tinggal dan bekerja dalam kultur yang berbeda. Tidak cukup dengan asumsi-asumsi dan harapan yang umum. Para ekspatriat harus membayar kontan – bagaimana cara berpikir, bersikap, dan bertindaknya dipersepsikan atau direspons lingkungannya. Perlu waktu dan keinginan yang kuat agar mampu beradaptasi dengan cepat dengan lingkungan baru.

3) Change stress perception

Tingkat stres yang dialami pegawai dalam situasi yang sama mungkin dapat berbeda antara satu individu dengan yang lain. Hal ini disebabkan adanya perbedaan persepsi. Oleh karena itu sebenarnya stres dapat diminimumkan melalui perubahan persepsi atas situasi yang ada, sehingga kita dapat menerima pekerjaan sebagai tantangan bukan ancaman.

Dokumen terkait