• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja Pada Guru Kelas Autis di Unit Pelaksana Teknis SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja Pada Guru Kelas Autis di Unit Pelaksana Teknis SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi Tahun 2016"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Pedoman Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB STRES KERJA PADA GURU KELAS AUTIS DI UNIT PELAKSANA TEKNIS SLB-E NEGERI PEMBINA

TINGKAT PROVINSI TAHUN 2016

Nama Sekolah :

Alamat Sekolah :

Nama Guru :

Hari/Tanggal Wawancara :

Tempat :

I. Daftar Pertanyaan

1. Berapakah usia Bapak/Ibu saat ini ?

2. Apakah Bapak/Ibu memiliki keluarga ataupu rekan yang tinggal serumah dengan Bapak/Ibu?

- Jika keluarga ataupun rekan yang tinggal serumah dengan Bapak/Ibu sedang sakit. Apakah hal tersebut menganggu proses mengajar Bapak/Ibu di sekolah?

3. Bagaimana gaya kepempinan atasan.

- Apakah cenderung neurotis/pemimpin yang sensitive dan tidak percaya pada anggotanya (bawahannya) ?

4. Bagaimanakah kondisi lingkungan kerja?

(2)

- Apakah cahaya diruangan kelas terlalu terang ataukah terlalu redup? 5. Apakah Bapak/Ibu sering diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam

pembuatan keputusan di kantor?

6. Apakah Bapak/Ibu mendapatkan dukungan dari lingkungan kerja dan keluarga dalam pekerjaan yang Bapak/Ibu?

7. Apakah Bapak/Ibu selalu merasa diburu – buru dalam menjalankan pekerjaan?

8. Apakah Bapak/Ibu pernah mengalami peristiwa traumatis (seperti diserang, di cekik, di pukul oleh individu autistik)?

- Jika pernah, peristiwa traumatis seperti apa?

9. Apakah Bapak/Ibu pernah mengalami perlakuan kasar atau penganiayaan fisik dari lawan jenis?

- Jika pernah, perlakuan kasar seperti apa?

10. Selain menjadi seorang guru kelas autis, apakah Bapak/Ibu memiliki pekerjaan lainnya di luar sekolah?

(3)

Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian

Lampiran gambar 1. Dokumentasi Sekolah UPT. SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi

(4)

Lampiran gambar 3. Dokumentasi ruang kelas (depan) Sekolah UPT. SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi

(5)

Lampiran gambar 5. Dokumentasi ruangan kelas (dalam) Sekolah UPT. SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi

(6)
(7)
(8)

DAFTAR PUSTAKA

Aamodt, G. M., 2007. Industrial/Organizational Psychology an Applied Approach. Thomson Wadsworth. USA.

Afrizal. 2014. Metode Penelitian Kualitatif Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Penelitan Kualitatif Dalam Berbagai Disiplin Ilmu. Cetakan I. PT RAJAGRAFINDO PERSADA. Depok.

Anitasari. W.M., 2009. Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dan Efikasi Diri dengan Stres Kerja pada Guru SLB di Kota Malang. Diakses tanggal 12 April 2016; http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/BK-Psikologi/article/view/2606#

Anoraga, P., 2001. Psikologi Kerja. Cetakan Ketiga. PT RINEKA CIPTA. Jakarta. Aqib, R., dan Rohmanto, E., 2007. Membangun Profesionalisme Guru dan

Pengawas Sekolah. Cetakan I. Yrama Widya. Bandung.

Azmi, H., 2014. Gambaran Tingkat Stres Dilihat Dari Aspek Fisik dan Emosional Pada Pengajar Anak Autis di Sekolah Khusus Al Ihsan. Skripsi Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Danuatmaja, B., 2003. Terapi Anak Autis Di Rumah. Cetakan I. Puspa Swara. Jakarta.

Drafke, M., 2009. The Human Side of Organization. Edisi Kesepuluh. PEARSON Prentice Hall. London.

Fudyartanta, K., 2011. Psikologi Umum. Cetakan I. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Hamalik, O., 2007. Kurikulum dan Pembelajaran. Cetakan keenam. Bumi Aksara.

Jakarta.

Handojo, Y., 2003. Autisma : Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi Untuk Mengajar Anak Normal, Autis dan Perilaku Lain. PT. BHUANA ILMU POPULER. Jakarta.

Kurniawidjaja, M. L., 2012. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Cetakan Ketiga Edisi Pertama. UI-Press. Jakarta.

(9)

Looker, T., dan Gregson, O., 2005. Managing Stress Mengatasi Stres Secara Sendiri. Cetakan I. BACA!. Yogyakarta.

Lubis, I., 2014. Cara Mengajar dan Menghadapi Anak Autis. (Artikel Elektronik) diakses 21 Februari 2016; http://www.terwujud.com/2014/05/cara-mengajar-dan-menghadapi-anak-autis.html.

Lumbantobing, M. S., 2001. Anak Dengan Mental Terbelakang. FKUI. Jakarta. Manktelow, J., 2007. Worklife Mengendalikan Stres. Erlangga. Jakarta.

Munandar, S. A., 2008. Psikologi Industri dan Organisasi. UI-Press. Jakarta. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.33 Tahun 2008 Mengenai Standar

Sarana Dan Prasarana Untuk Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB). Ditinjau Dari Tipe Kepribadian. diakses tanggal 12 April 2016;

http://digilib.uinsby.ac.id/527/5/Bab%201.pdf

Samosir Z., & Syahfitri I., 2008. Faktor Penyebab Stres Kerja Pustakawan pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi vol.4 , no.2.

Sanjaya, W., 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana. Jakarta.

Saragih, E.H., 2010. Manajemen Stres di Tempat Kerja. (Artikel Elektronik) diakses 10 Agustus 2015; http://ppm-manajemen.ac.id/manajemen-stres-di-tempat-kerja/

Situngkir, D., 2010. Gambaran Stres Kerja Pada Terapis Anak Autisme di Yayasan Terapi Anak Autisme Kecamatan Medan Baru di Medan Tahun 2010. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, Medan.

Sucipto, C.D., 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Cetakan I. Gosyen Publising. Yogyakarta.

(10)

Tarigan, B.P., 2015. Gambaran Sumber Stres (STRESSOR) Pada Guru SLB Markus Medan. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas HKBP Nommensen, Medan.

Towner, L., 2002. Managing Employee Stress Mengelola Stres Pekerja. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

(11)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif yang dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth interview), dengan penetapan informan berdasarkan definitive purposive untuk memperoleh informasi dan menggali tentang faktor - faktor penyebab stres kerja pada guru kelas autis di Unit Pelaksana Teknis SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi Tahun 2016.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi di jalan Karya Ujung – Helvetia Timur, Medan Helvetia, yang merupakan Unit Pelaksana Teknis SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi yang dalam proses pendidikannya di peruntukkan bagi anak yang memerlukan pendidikan khusus. 3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei tahun 2016

3.3 Informan

(12)

yaitu sebanyak 3 orang informan. Mekanisme dalam memperolah informan dilakukan dengan mekanisme disengaja, yang biasa disebut purposive. Arti mekanisme disengaja adalah sebelum melakukan penelitian, peneliti menetapkan kriteria tertentu yang mesti dipenuhi oleh orang yang akan dijadikan sumber informasi. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, peneliti telah mengetahui identitas orang-orang yang akan dijadikan informan penelitiannya sebelum penelitian dilakukan.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) dengan informan menggunakan panduan pertanyaan yang telah disusun berdasarkan faktor-faktor penyebab stres kerja. Seluruh informan diwawancarai pada waktu yang terpisah dengan waktu wawancara selama ± 25 menit/informan, di ruang kerja masing-masing. Waktu ± 25 menit tersebut sudah diperhitungkan dan di sesuaikan berdasarkan pertanyaan yang ingin diajukan kepada informan. Selama wawancara peneliti menggunakan alat perekam suara dan alat tulis kantor untuk efektivitas dalam mendapatkan informasi secara jelas.

(13)

dilakukan untuk observasi adalah dari awal masuk sekolah pukul 07.45 WIB sampai pulang sekolah pukul 11.00 WIB.

3.5 Definisi Istilah

1. Stres kerja merupakan suatu reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis dan perilaku terhadap pemicu stres (stressor).

2. Tidak adanya dukungan sosial artinya stres akan cenderung muncul pada guru yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka, baik itu lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga.

3. Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan dikantor merupakan sesuatu hal yang berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. 4. Pelecehan seksual merupakan suatu kontak fisik yang tidak diinginkan,

perlakuan kasar atau penganiayaan fisik dari lawan jenis dan janji promosi jabatan namun tak kunjung terwujud hanya karena wanita.

5. Kondisi lingkungan kerja merupakan kondisi ruangan dimana tempat guru bekerja apakah terlalu dingin, terlalu panas dan terlalu sesak, kurang pencahayaan juga termasuk kedalam kondisi lingkungan kerja.

6. Manajemen yang tidak sehat merupakan situasi ketika gaya kepemimpinan atasan terlalu neurotis (pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain serta perfeksionis) sehingga membuat ketidaknyamanan dalam bekerja.

(14)

8. Peristiwa pengalaman pribadi merupakan suatu kejadian dimana guru mengalami pengalaman pribadi yang menyakitkan, peristiwa traumatis atau semacamnya.

3.6Metode Pengolahan Data dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan data kualitatif, yaitu data-data yang telah di kumpulkan dijelaskan secara mendalam berdasarkan jawaban dan keterangan dari informan.

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif. Menurut Afrizal (2014), Ada beberapa model dalam analisis data kualitatif. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis data dengan model Miles and Huberman. Menurut mereka, analisis data kualitatif adalah mereduksi data, menyajikan data dan menarik kesimpulan.

1) Reduksi data

Kegiatan pemilihan data penting dan tidak penting dari data yang telah terkumpul.

2) Penyajian data

(15)

3) Tahap penarikan kesimpulan atau verifikasi

Suatu tahap lanjutan dimana pada tahap ini peneliti menarik kesimpulan dari temuan data. Ini adalah interpretasi peneliti atas temuan dari suatu wawancara atau sebuah dokumen.

3.7Metode Validasi Data

(16)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Profil Organisasi

Unit Pelaksana Teknis (UPT) SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi, yang beralamat di Jalan Karya Ujung, Medan 20124, Telp (061) 8457421, Fax (061) 8457421, berdiri diatas areal tanah seluas 2,5 Ha dan diresmikan penggunaannya pada tanggal 14 Maret 1986 oleh Bapak Dirjen Dikdasmen.

Unit pelaksana Teknis SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi Sumatera Utara memiliki 4 (empat) jenis tingkatan sekolah yang meliputi TKLB, SDLB, SMPLB, SMALB dan beberapa bentuk layanan pendidikan. Siswa yang ada meliputi bagian A (Tuna Netra), Bagian B (Tuna Rungu Wicara), Bagian C (Tuna Grahita Ringan), Bagian C1 (Tuna Grahita Sedang) serta Bagian Ganda dan Autis. Staf pengajar yang dimiliki di UPT. SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi sebanyak 66 (enam puluh enam) orang guru yang mempunyai latar belakang pendidikan sarjana (S1) dan tenaga administrasi.

4.1.2 Visi dan Misi SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi a. Visi SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi

Unit Pelaksana Teknis SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi Sumatera Utara telah menetapkan visi yaitu : “mewujudnya pelayanan yang optimal bagi

(17)

b. Misi SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi

1) Meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan IPTEK dengan melaksanakan kegiatan pembelajaran secara efektif dan efisien serta mengaktifkan dan meningkatkan kegiatan penerapan disiplin sekolah dan tata tertib sekolah.

2) Meningkatkan prestasi dalam bidang ekstrakurikuler sesuai dengan potensi yang dimiliki.

3) Mengaktifkan kegiatan keagamaan, kegiatan bimbingan konseling, kegiatan pelayanan perpustakaan dan laboratorium.

4) Mengupayakan terciptanya sikap rindu datang ke sekolah bagi semua warga sekolah pada setiap hari belajar dan bekerja.

5) Menyelenggarakan program pendidikan yang senantiasa berakar pada sistem nilai, adat istiadat, agama dan budaya masyarakat yang berkembang dengan tetap mengedepankan dan mengikuti perkembangan dunia.

(18)

Berbeda dengan guru di sekolah umum yang hanya mengajarkan mata pelajaran wajib dan muatan lokal, guru di SLB juga harus mengajarkan pengembangan diri dan Program Khusus Bina Pribadi dan Sosial sesuai dengan kebutuhan anak didik.

Pengembangan diri bertujuan memberi kesempatan kepada anak didik untuk mengembangkan dan mengekspersikan diri sesuai dengan bakat dan minat dengan cara mengajarkan keterampilan kepada anak didik. Adapun keterampilan-keterampilan yang diajarkan pada pengembangan diri yaitu : tata boga, tata busana, pertamanan, perikanan, musik, otomotif, las, perkayuan, tari, acupressure (pijatan yang dilakukan pada titik akupuntur).

4.3 Karakteristik Informan

Informan terdiri dari 3 orang, yang berusia antara 43 - 45 tahun dan semua informan masih aktif bekerja sebagai Guru kelas autis di UPT. SLB-E NEGERI PEMBINA Tingkat Provinsi. Berikut ini adalah nama – nama dari informan :

1. Informan pertama

Informan pertama bernama Drs. D Z. Berusia 45 Tahun, pendidikan S1 Bahasa Inggris. Beliau sudah 4 (empat) tahun mengajar pada kelas autis di UPT. SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi. Terdapat 4 (empat) siswa autis yang diajari pada kelasnya dengan rentang usia 10 hingga 11 tahun. 2. Informan kedua

(19)

sudah mulai mengajar di UPT. SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi dan memegang kelas autis sejak tahun 2010. Terdapat 4 (empat) siswa autis yang diajari pada kelasnya dengan rentang usia 12 hingga 15 tahun. 3. Informan ketiga

Informan ketiga bernama N S, S.Pd. Berusia 43 tahun. Pendidikan terakhir S2. Beliau merupakan seorang guru kelas autis yang sudah mulai mengajar di UPT. SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi dan memegang kelas autis sejak tahun 2006. Terdapat 4 (empat) siswa autis yang diajari pada kelasnya dengan rentang usia 18 hingga 23 tahun.

4.4 Hasil Observasi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, dalam mengobservasi dilihat dari aspek - aspek yang diamati dalam menentukan penyebab stres kerja adalah sebagai berikut:

(20)

atau perlakuan kasar

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap informan mengenai faktor-faktor penyebab stres kerja pada Guru kelas autis di UPT. SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi, hal ini dituangkan dalam matriks berikut. Matriks 4.1 Faktor - Faktor Penyebab Stres Kerja Pada Guru Kelas Autis di

UPT. SLB-E Negeri PembinaTingkat Provinsi Tahun 2016 Informan 1 Cuma istri. Iya sudah tentu.

(21)

pimpinan. Iya iya iya..

Ya sebenarnya ini ruangan terlampau kecil ya. Ya karena hampir dua kali dua setengah. Terlampau kecil. Kebetulan AC nya kan rusak mungkin freon nya abis. Jadi agak panas. Cahaya bagus, lampu cukup. Iya nggak ada sirkulasi udara, mungkin karena ruangan ber-ac ya. Jadi ditutup jadi sirkulasi kurang. Sebenarnya ditutup kalau ada AC tapi karena panas dibuka.

Pernah ini. sekali atau dua kali ya selama sama saya. itu pun karena makannya tidak teratur di rumah. Akhirnya BAB-nya disini. Ia makanya kadang repot. Jadi kalau misalnya uda BAB. Istilahnya bubar lah. Ya gak bisa belajar lagi kan, orang uda berceceran. Karena kan nengok situasi ruangan apa namanya segala macam, jadi tidak bisa di lanjutkan.

Dituna rungu. Ya atas persetujuan dan permintaan saya. Ya sayakan dulu di tuna grahita C uda 2 atau 3 tahun di tuna rungu. 3 atau 4 tahun saya minta ke autis seperti itu.

Ya baik dari teman-teman, dari pimpinan dan juga dari orang tua murid.

Sering. Tidak karna kita harus melaksanakan tugas utama dulu. Sebagai guru kan harus mengajar baru bisa mengerjakan tugas tambahan. Oh ia selain di SLB saya kerja tempat lain. tapi kan itu sudah diluar dinas, gak ada sangkut pautnya. Ya kan kita wajib bekerja ditempat lain, karna masi ada waktu dan tenaga tapi diluar dinas, sudah selesai dari sekolah.Tidak makanya kita harus pande memanage. Makanya tadi saya bilang selesai tugas dinas sudah tau jadwal jam berapa kitakan sudah tau jadwal dinas. Ngajar les bahasa ingris diluar. Awalnya ia dan waktu kami penerimaan pns pertama itu untuk guru bidang studi dan guru plb. Guru bidang studi matematika, bahasa inggris, biologi dicampur dengan guru plb. Seperti Buk Y kan plb Pak S plb dicampur dulu digabung. mereka yang guru plb biasa-biasa aja, tapi kami yang guru bidang studi mengalami stres karna lain dari yang kita harapkan.Karna kita belum pernah jumpa manusia seperti ini ya manusia normal. Oh tidak pernah. BAB aja. Ia selama saya disini belum pernah. Baik.

(22)

seperti itu kepuasan. Saya sekarang hanya sebagai guru slb dan saya harus menikmati itu. Kalau saya tidak nikmati itu sia-sia, stress saya. Saya tidak akan bisa menjadi guru umum. Jadi saya harus puas menjadi guru slb. Jadi makanya asal jumpa sesama guru, dulu malu orang bilang guru SLB. Tapi sekarang uda enggak. Karna rupanya sekarang saya lebih tau guru slb itu diatas dari pada guru umum baik dari segi intelek pelatihan rupanya guru slb itu Itukan berdasarkan golongan, kami kalau jadi kepala sekolah atau pimpinan banyak faktornya, golongan, senioritas, pengalaman semua.

Informan 2 Ada istri anak dan mertua. Tidak. Ya Saya bawa kedokter pada jam sebelum belajar. Jam mengajar saya kembali ke sekolah. Pulang sekolah saya kembali ke rumah sakit, disana ada perawatan gak Kayaknya emang kejam gituloh ya tapi itu yang pernah saya lakukan gitu. Termasuk saat istri melahirkan juga saya antar ke rumah sakit dan terus saya ke sekolah.

Sensitif Apa itu. Pemimpin demokratis mereka menawarkan pilihan dan itu akan menjadikan suatu kebijakan. Menerima masukan dari bawahan.

Solusinya di luar ruangan, karena ketika mati dan di luar juga tidak ada pencahayaan.. otomatis gelap sekali.

Materinya yang disesuaikan. Betul.. Iya ada anak yang tidak mau keluar gitu lho tapi kan tidak memungkinkan tempat yang gelap tidak ada lampu cahaya kurang, udara kurang, terus tetap bertahan diruangan. Diganti kegiatan dengan berjalan sambil berkomunikasi berjalan atau duduk-duduk di luar bermain tangkap tangkap bola. Diusahakan untuk mau keluar, kan proses KBM nya itu ada anak yang dia mau secara mandiri. Ada yang dia mau dengan di bantu kalaupun tidak dia melihat temannya beraktifitas di dalam penilaiannya.

Saya masuk di sekolah ini tahun 2010 kebetulan pegang kelas autis terus di sekolah ini, belum ada ngajar ke anak lain.

Panitia ada. Panitia mengumpulkan untuk menentukan panitia kegiatan seperti itu. Ditentukan dalam rapat guru

(23)

diploma PLB untuk anak-anak tuna daksa dari tahun 1999 saya dikontrak untuk pegang penuh 40 jam penuh selama seminggu untuk anak autis dari tahun 99, per 1 Agustus 1999.

Yang jelas semua semua sesuai dengan apa kalau penugasan kenaikan pangkat sesuai prosedur tidak ada spesialis khusus. Kalaupun katakana kegiatan keluar sesuai dengan judul tupoksinya gitu lho, kegiatan-kegiatan diluar singkron dengan tugasnya. Tidak. Tidak. Hanya megang ini ajaa

Ada beberapa kali. Didorong pernah, diludahi pernah dikoyak bajunya juga pernah. dilempar juga pernah. Ketika ada masalah dia diluar atau salah satu contoh si F itu dia pada prinsipnya bagus tapi begitu ada anak yang dia marah emosi dia lebih parah apa tantrumnya gitu. nanti jadi ada yang memang di rumah mereka itu bermasalah sehingga memuncaknya di sekolah. tapi ada juga dia pada prinsipnya bagus tapi dia anak yang mengulah di sekolah sehingga dia terpancing gitu. Sudah ada yang ribut. kacau satu kelas itu. Ya memang begitu karakteristik mereka, memang seperti itu yang harus dihadapi ya memang begitu mereka.

Belum gak ada mudah-mudahan tidak ada kedepannya. Tidak. Tidak ada satu yang lain.

Hampir seperti itu.

Informan 3 Saya tinggal dengan orang tua. Ya saya ayah saya sedang sakit.. sakit jantung, Ya enggak sih.. ya artinya kita harus mementingkan apa namanya untuk kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi atau keluarga. Saya tu jarang gitu gak masuk gitu. Paling kalo gak masuk karena urusan sekolah misalnya saya kan diperbantukan juga untuk bagian bendahara gaji, jadi setiap tanggal satu saya ke bank untuk urusan transferan atau apa gitu.. jadi kalau pun terlambat paling terlambatnya setengah jam. kaya ini kan sebetulnya saya ada konflik keluarga dengan suami.. memang saya ingin apa.. memutuskan perpisahan.. Saya punya konflik keluarga.. tapi gak ini loh.. gak terbawa ke dunia pekerjaan saya gitu loh.. saya terlihat biasa, saya tu enjoy, saya tu komunikasi dengan sesama kawan.. biasa.. itu kan apa namanya tidak ada sisi negative yang saya terjadi di rumah tangga saya kan.. enggak saya bawa ke dunia kerja.. kemudian saya itu biasa aja.. ya anak saya sakit, kecuali opname ya.. kalo opname itu memang mau gak mau ya saya tunggui.. kalo sakit biasa saya tinggal kok.. paling saya liat temperature nya berapa.. kalo misalnya tinggi nanti saya sampai sekolah saya telfon ke ibu saya.. yang penting komunikasi kan.. ya memang saya gak mau mencampuradukkan antara permasalahan pribadi saya dan sekolah.. mungkin karena backgroundnya bimbingann konseling saya ya.. mungkin..

(24)

laksanakan gitu aja.. sepanjang saya bisa.. kalo saya tu gak bisa saya langsung bilang saya tu gak sanggup.. saya tu modelnya to the point. Misalnya kaya kemarin suruh ngajari anak mau ikut lomba keterampilan hantaran. Sementara kan kelas keterampilan hantaran kan belom ada.. jadi saya ditunjuk kamu yang harus melatih anak untuk keterampilan hantaran.. saya sanggup lantaran saya tidak mau jadi beban mental, berhubung saya yang pernah dikirim untuk mengikuti workshop keterampilan hantaran itu.. jadi kalo saya menolak berarti kan saya terbeban mental,, saya yang pergi mengikuti kegiatan kenapa saya yang gak bisa melaksanakan pekerjaan itu.. Cuma saya bilang, satu syarat saya harus di kasih surat tugas gitu. Karna kan itu kan bukan kelas.. kelas apa namanya belom ada special kegiatan kelas.. ee gitu.. saya minta Cuma ada surat penugasan untuk membimbing anak dalam kegiatan keterampilan tersebut itu aja yang saya minta.

Di sini susahnya karena ini kan ruangannya tertutup semua. Memangkan anak autis ini cenderung harus dia mungkin berudara dingin ya.. sehingga ini kan senantiasa kami tutup. Permasalahannya jikalau siswa boker BAB nah itu yang sering gimana gitu.. lantaran kan di dalam kan ada kamar mandi.. nanti kalo di lihat diluar di pakai orang dia kan pasti memaksa untuk menggunakan kamar mandi yang di dalam kan gitu. Nah aromanya ini kan mengepul di dalam saja,, jadi kan disitu kadang-kadang kami para guru sering gini.. apa lagi misalnya.. gak usah kan di dalam sini ya.. murid Pak Z, si R itu boker di dalam kelas itu nanti aromanya sampai itu kemari.. makanya saya selalu ini saya buka kalo saya posisinya di ruangan ini kalo ac di hidupkan. Iya karena kan aroma itu kan, apalagi misalkan lemari terbuka ya uda namanya lemari lama itu kan kalo jarang di buka kalo di buka itu kan saaaap…….. ya itu sih. Kalo untuk di ruangan ini, tapi gimanalah namanya ruangannya bentuk nya begini ya mau gimana lagi.. cahaya kelas uda pas.. hanya itu tadi kalo udara.. dampaknya kalo ada yang boker..

(25)

Mungkin mungkin.. karena ayah saya PNS di sekolahan ya.. ya gitu.. kalo orang tua saya enggak gitu.. S2 kok ngajar di SLB gitu, termasuk kawan saya yang dosen yang di Sekolah Tinggi Agama Islam itu mengatakan demikian gitu.. tapi sekarang justru saya tuh jadi pusat pertanyaan mereka gitu.. kalo di temukan anak keluarga nya.. “anak famili saya gini loh buk N itu kek mana ya menangani nya?” ini gini ya buk N gitu..

Dukungan dari kerjaan. Ya ada sih.. Cuma kadang-kadang sayanya aja yang.. kalo belum siap saya bilang belum bisa gitu aja… seperti ini kan dari yang oktober 2015 kemaren kan.. kita sudah berhak untuk naik pangkat ya.. tapi itu kan ada beberapa kriteria yang harus kita siapkan.. nah saya pun.. saya orangnya gak mau modelnya gak ini ya gak apa namanya gak ambisius.. mau maju tapi lewat jalan tol itu saya gak mau.. real realnya aja gitu.. jadi kalo misalnya saya merasa.. ah belum bisa.. gak gak ikutan,, nanti saya belakangan.. saya modelnya memang gini gak tipenya terlampau perhitungan kali dengan masalah uang.. saya prinsip saya seperti yang hadist hadist apa itu ya .. siapa yang mengatakan.. kita bekerja seolah olah dengan gaji yang lima juta misalkan tapi kita terima gaji yang satu juta.. kita percaya kekurangan itu kan Allah yang membalas gitu aja.. saya gitu aja prinsipnya.. saya mendidik ini kan anak tidak berdosa.. iya kan.. kek mana perilaku orang ini ya sudah memang beginilah anak ini yang harus kita hadapi.. yang harus kita bina.. harus kita apa… bukan harus kita langsung memflot gitu ya.. tapi kan bagaimana supaya mungkin kita bisa membuat perubahan.. walaupun perubahannya cuma seujung kuku.. gak ada juga perubahan.. sikit kali.. ya itu tadi seujung kuku inikan.. ya santai tapi tanggung jawab.. ya kepikiran lah makanya kita kan siasatinya kan seperti itu dulu..

Peristiwa traumatis

(26)

tulang.. ya Cuma saya gak mempermasalahkan murid.. paling kayak ini geram dia,, di gini ginikannya tangan kita..itu aja.. itu ya enggak tentu tentu.. kadang ya setiap hari gitu.. ntah lagi apa.. tapi gitu lah.. E sih enggak.. kalo siapa si apa.. satu lagi.. itu dia gini kalo dia marah di rumah,, di bawa kesekolah.. meludah.. tapi bisa ke tempat kita.. kaya cicak mau nangkap.. ya gitu lah.. ya diamkan aja.. kalo kita marahi makin menjadi.. ya kita aja yang menghindar lah..

Maksudnya dari siapa.. sepanjang ini belum pernah saya.. kalo ngajakin makan ya biasa kawan kawan.. ayok makan yok gitu.. ya paling paling seloro seloro.. di ambang batas.. di apalah hal yang wajar.. itu kan biasa sih biasa dalam rekan kerja..

Pekerjaan diluar. Di sekolah tinggi agama islam.. ya masih masih di sekolah tinggi itu masih.. kan itu kuliahnya mulainya setengah 3.. saya masuk satu hari aja.. sampai jam 6.. jadi tidak mengganggu aktivitas di sini..

Kepuasan kerja. Kek mana ya.. ehh.. saya tuh hidup tak terlampau ngoyo ya.. kemudian kalau dikatakan puas ya.. puas dalam arti bisa membagi ilmu bisa membagi pengalaman ya.. kalo dalam segi income.. saya modelnya tidak terlampau muluk muluk.. hidup apa adanya.. sepanjang perjalanan hidup saya.. karena saya merasa saya tu nyaman tentram.. tidak.. tidak apa namanya.. tidak ada beban.. itulah yang saya jalani.. puas ya.. hahahahahaha… gitu.. karena kalo di katakan saya tu terbeban mental tidak merasa puas.. mungkin saya jarang masuk.. sering marah marah apa namanya.. saya enggak gitu.. sementara ini aja..

(27)

memadai selama listrik masih hidup, namun ketika listrik mati ruangan akan gelap akibat kurangnya jendela dan pencahayaan tidak masuk dari luar kelas.

Pada peristiwa pengalaman pribadi, yang dalam hal ini adalah mencakup peristiwa traumatis seperti diserang, dicekik, dipukul oleh individu autistik. 2 (dua) dari 3 (tiga) orang guru kelas autis, mengaku pernah mengalami cidera dikarenakan kemarahan, kesedihan, ketakutan anak yang berlebih seperti dicekik, dipukul, didorong, ditarik, mereka bahkan pernah diludahi dan dikoyak baju hingga berulang kali. Namun seorang guru lagi, mengaku belum pernah mengalami peristiwa-peristiwa traumatis yang diarahkan kepadanya oleh individu autistik seperti hal nya 2 (dua) orang guru kelas autis lainnya.

(28)

Terlihat bahwa informan kedua dan ketiga dalam menanggapi masalah keluarga terlihat begitu santai, berbeda halnya dengan informan pertama, yang akan terlihat cemas ketika istrinya sakit, dan itu akan mengganggu proses belajar mengajar.

(29)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Stres Kerja Guru Kelas Autis Berdasarkan Kondisi Lingkungan Kerja Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang faktor penyebab stres kerja yang diakibatkan kondisi lingkungan kerja, 3 (tiga) orang guru mengatakan bahwa kondisi lingkungan kerja (ruang kelas) terlalu sempit hanya berkisar 2 m x 2.5 m, sementara dalam satu kelas terdapat 4 (empat) individu autistik dan seorang guru. Ruang kelas juga didesain tertutup dikarenakan penggunaan AC (Air

Conditioner) dalam ruangan yang mengakibatkan tidak terjadinya sirkulasi udara,

sehingga ruangan cenderung pengap ketika listrik mati. Apalagi ketika ada seorang siswa yang BAB (Buang Air Besar) dikelas, baunya akan terkurung didalam ruangan, walaupun sudah dibersihkan. Kegiatan belajar mengajar pun terganggu akibat bau yang dihasilkan.

Dalam segi pencahayaan 3 (tiga) informan menyatakan bahwa pencahayaan cukup memadai selama listrik masih hidup, namun ketika listrik mati ruangan akan gelap akibat jendela kurang dan pencahayaan tidak masuk dari luar kelas. Bising yang ditimbulkan akibat suara gaduh siswa ketika tantrum juga dapat mengganggu proses belajar mengajar.

(30)

begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara (Sucipto, 2014).

Menurut Depdiknas RI (2008), Rasio minimum luas ruang kelas adalah 3 m2/ peserta didik, untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 5 orang, luas minimum ruang kelas adalah 15 m2. Lebar minimum ruang kelas adalah 3 m. Ruang kelas memiliki jendela yang memungkinkan pencahayaan yang memadai untuk membaca buku dan memberikan pandangan ke luar ruangan. Ruang kelas memiliki pintu yang memadai agar peserta didik dan guru dapat segera keluar ruangan jika terjadi bahaya, dan dapat dikunci dengan baik saat tidak digunakan.

5.2 Stres Kerja Guru Kelas Autis Berdasarkan Peristiwa Pengalaman Pribadi

Berdasarkan hasil penelitian mengenai peristiwa pengalaman pribadi yang dilakukan oleh peneliti terhadap ketiga infoman, dalam hal ini mencakup peristiwa traumatis seperti diserang, dicekik, dipukul, ditarik, didorong/ditolak oleh individu autistik. 2 (dua) guru mengaku pernah mengalami cidera dikarenakan kemarahan, kesedihan, ketakutan anak yang berlebih seperti dicekik, dipukul, didorong, ditarik, mereka bahkan pernah diludahi dan dikoyak baju hingga berulang kali. Sementara seorang guru lainnya mengaku belum pernah mengalami peristiwa-peristiwa traumatis yang diarahkan kepadanya oleh individu autistik seperti hal nya 2 (dua) guru kelas autis lainnya.

(31)

mengatakan bahwa, jika sanak keluarga mereka sakit ataupun tertimpa musibah, mereka cenderung biasa saja. Dalam hal ini diartikan bahwa kejadian diluar sekolah tidak mengganggu aktivitas kegiatan belajar mengajar. Seperti halnya Informan ketiga, beliau mengaku sedang mengalami konflik keluarga dengan suaminya hingga memutuskan perpisahan. Namun beliau tetap santai, tanpa membawa beban yang ada ke sekolah. Sehingga tidak ada yang mengetahui, termasuk kepala sekolah perihal konflik keluarganya tersebut. Sementara itu, seorang guru lainnya mengatakan hal itu (jika istri atau rekan serumah sedang sakit ataupun sedang ada musibah) akan sangat mengganggu proses belajar mengajar, karena otomatis tidak tenang dan merasa khawatir serta cemas melihat kondisi istri atau keluarga sakit apalagi jika sampai dirawat.

Terlihat bahwa informan kedua dan ketiga dapat menanggapi masalah keluarga dengan baik, sehingga tidak melampiaskan emosional ke lingkungan kerja, berbeda halnya dengan informan pertama, yang akan terlihat cemas dan khawatir jika keluarga sedang dalam masalah. Meskipun tak sepenuhnya stressor yang dialami guru berasal dari individu autistik, namun yang menjadi penting adalah solusi yang dilakukan oleh guru kelas autis untuk mampu beradaptasi dengan situasi yang dialami.

(32)

tingkat kecemasan tinggi yang disebabkan oleh stres yang dialami ketika sedang mengajar dan beban kerja yang dihadapi oleh para guru.

Untuk menjadi pengajar atau guru kelas autis, harus melewati beberapa pembekalan pendidikan serta pelatihan khusus. Karena menjadi guru autis bukanlah perkara mudah, perasaan stres seringkali dialami oleh guru. Stres yang berkepanjangan dapat berakibat buruk pada kondisi fisik dan mental apabila seorang guru tidak memiliki strategi yang baik dalam memanajemenkan stres yang dialami.

Seorang pendidik harus mempunyai dasar latar belakang pendidikan guru, namun untuk menjadi berhasil diperlukan kesabaran, hanya saja setiap individu memiliki tipe kepribadian yang berbeda-beda sehingga tingkat kesabaran, kreativitas, kemampuan bersosialisasi dan kemampuan individu dalam menyikapi suatu masalah menjadi berbeda-beda pula (Sakti, 2014).

(33)

Dari hasil wawancara juga diketahui pengaruh terbesar dari stres kerja adalah kondisi lingkungan kerja dan peristiwa pengalaman pribadi yang berhubungan dengan individu autistik. Seperti suasana kerja panas (ketika listrik padam), pengap (akibat ruangan tertutup dan tidak terjadi sirkulasi udara serta

over crowded), belum lagi ketika lampu mati, cahaya dari luar tidak masuk ke

dalam, karena gedung untuk kelas autis berada diantara gedung-gedung yang lain. Akan sangat sulit ketika individu autistik diajak belajar diluar, karena ada beberapa dari individu autistik tidak mau jika di bawa keluar ruangan untuk melakukan aktivitas belajar mengajar.

Dari hasil wawancara juga didapati bahwa guru sering kesulitan menghadapi individu autistik yang memiliki sifat kecemburuan sosial. Individu tersebut tidak mau, jika guru yang mengajarinya, juga ikut mengajari siswa lain. Hal itu membuat guru kewalahan karena mereka juga harus mengajari individu autistik lain. Belum lagi dengan individu autistik lainnya yang super aktif, guru mengatakan bahwa ada satu orang individu autistik yang sangat senang manjat lemari. ketika dilakukannya kegiatan belajar mengajar. Guru mengaku kewalahan saat menyuruh siswa tersebut turun, sementara dikelas itu hanya beliau sendiri.

(34)

Hal ini sesuai dengan penelitian Situngkir (2010) yang mengutip hasil penelitian Caroline mengenai faktor-faktor penyebab stres kerja pada terapis dari anak Autistic Spectrum Disorder yang mengatakan bahwa terapis anak autis adalah salah satu dari pekerja yang memiliki tingkat stres cukup tinggi, karena para terapis ini bekerja dengan anak yang memiliki kebutuhan khusus, atau berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Faktor-faktor penyebab stres pada masing-masing partisipan memiliki variasi dan kombinasi yang beragam. Ketiga partisipan mengalami stres terhadap suara yang tinggi dan kuat, tekanan, frustasi yang bersumber dari konflik, serta ketakutan dan kecemasan. Faktor lain yang menjadi penyebab stres bagi para terapis, misalnya hubungan dengan rekan sekerja, lama bekerja sebagai terapis, anak autis, dukungan keluarga, kepadatan jadwal dan rutinitas kerja, serta ketidaksesuaian beban kerja dengan gaji yang didapat.

Peristiwa traumatis individu bertanggung jawab terhadap semakin kuatnya sikap-sikap negatif yang ada. Stres yang berlangsung setiap hari dapat membebani pikiran dan melemahkan daya tahan tubuh terhadap stres. Suatu peristiwa yang menyebabkan seseorang menjadi stres, belum tentu menimbulkan gangguan yang sama pada orang lain. Setiap individu dapat mengembangkan bentuk-bentuk gangguan psikologis tertentu bila dihadapkan pada stres, meskipun hal tersebut tidak mengenai kepekaan perasaan yang spesifik.

(35)
(36)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Faktor - faktor penyebab stres kerja pada guru kelas autis di Unit Pelaksana Teknis SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi adalah sebagai berikut:

1. Faktor penyebab stres kerja pada guru kelas autis dikarenakan kondisi lingkungan kerja yang meliputi ruangan kerja ataupun ruang kelas yang terlalu kecil dan sempit, serta kurangnya sirkulasi udara yang masuk dan keluar akibat ruangan yang didesain tertutup.

2. Faktor penyebab stres kerja pada guru kelas autis dikarenakan peristiwa pengalaman pribadi yang dalam hal ini adalah peristiwa traumatis yang dialami para guru dalam menghadapi individu autistik seperti dicekik, dipukul, didorong, ditarik, diludahin dan dikoyak baju hingga berulang kali yang diakibatkan oleh kemarahan, kesedihan, ketakutan anak yang berlebih (individu autistik tersebut).

6.2Saran

(37)

kegiatan belajar mengajar. Rasio minimum ruang kelas adalah 3 �2 / peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 5 orang, luas minimum ruang kelas adalah 15 �2. Lebar minimum ruang kelas adalah 3 m. Ruang kelas memiliki jendela yang memungkinkan pencahayaan yang memadai untuk membaca buku dan untuk memberikan pandangan ke luar ruangan. Ruang kelas juga harus memiliki pintu yang memadai agar peserta didik dan guru dapat segera keluar ruangan jika terjadi bahaya, dan dapat dikunci dengan baik saat tidak digunakan.

(38)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stres dan Stres Kerja

Stres dapat didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya (Looker dan Gregson, 2005).

Menurut Manktelow (2007) yang mengutip pendapat Lazarus, stres adalah suatu kondisi atau perasaan yang dialami ketika seseorang menganggap bahwa “tuntutan-tuntutan melebihi sumber daya sosial dan personal yang mampu dikerahkan seseorang”.

Tekanan, tuntutan, dan perubahan, ini semua ada dalam lingkungan seseorang dan sering mengakibatkan kondisi yang disebut stres. Namun penting untuk disadari bahwa tidak semua stres adalah berbahaya; pada kenyataannya, orang perlu stres untuk bertahan hidup (Drafke, 2009)

Selanjutnya Wangsa (2010), menyatakan bahwa stres adalah suatu kondisi dimana keadaan tubuh terganggu karena tekanan psikologis. Biasanya stres bukan karena penyakit fisik tetapi lebih mengenai kejiwaan. Akan tetapi karena pengaruh stres tersebut maka penyakit fisik bisa muncul akibat lemah dan rendahnya daya tahan tubuh pada saat tersebut.

(39)

mengatakan bahwa hidup yang tanpa stres bukanlah kehidupan yang baik. Stres bermanfaat bagi perkembangan individu menjadi pribadi yang matang. Saat situasi stres muncul, yang perlu dilakukan adalah menghadapi dan mengelolanya agar membuahkan hasil yang positif (lestari, 2012)

Munandar (2008) menyatakan kondisi stres dapat disebabkan oleh berbagai penyebab atau sumber, atau lebih umum dikenal dengan istilah stressor. Orang tidak dapat melihat pembangkit stres (stressor), yang dapat dilihat ialah akibat dari pembangkit stres. Menurut Dr. Hans Selye, guru besar emiritus (purnawirawan) dari Universitas Montreal dan “penemu” stres. Sebagai seorang ahli faal, Ia

mengamati serangkaian perubahan biokimia dalam sejumlah organisme yang beradaptasi terhadap berbagai macam tuntutan lingkungan. Rangkaian perubahan ini dinamakan general adaptation syndrome, yang terdiri dari tiga tahap yaitu :

1. Tahap pertama adalah tahap “alarm” (tanda bahaya). Organisme

berorientasi terhadap tuntutan yang diberikan oleh lingkungannnya dan mulai menghayatinya sebagai ancaman.

2. Tahap kedua, tahap resistance (perlawanan). Organisme memobilisasi sumber-sumbernya supaya mampu menghadapi tuntutan.

3. Tahap terakhir, yaitu tahap exhaustion (kehabisan tenaga). Hal ini terjadi jika tuntutan berlangsung terlalu lama, maka sumber-sumber penyesuaian ini mulai habis.

(40)

cepat menyebabkan sakit keras, stres diungkapkan melalui gejala-gejala umum, seperti somnabulisme (tidak dapat tidur), merokok berat, peminum minuman keras, khawatir, mudah tersinggung, gelisah, sulit berkonsentrasi dalam pengambilan keputusan, dan masa-masa lelah yang panjang. Keadaan ini bagi sebagian orang dapat menurunkan produktivitas kerjanya. Bagi orang lain hanya sampai dapat dirasakan sebagai gangguan bagi orang lain disekitarnya (Munandar, 2008).

Stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis dan perilaku. Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja (Wangsa, 2010).

Stres kerja bersumber terutama dari buruknya pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja. Stres kerja akan semakin meningkat akibat persaingan global yang semakin ketat dan tuntutan efisiensi yang semakin tinggi (Kurniawidjaja, 2012).

Dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah dimana para pekerja menerima banyak tekanan dan tuntutan baik itu internal maupun eksternal dan pekerja tidak dapat mengendalikan kondisi tersebut.

(41)

Karena itu lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Pembangkit stres di pekerjaan merupakan pembangkit stres yang besar perannya terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya seseorang tenaga kerja yang bekerja (Munandar, 2008).

Manifestasi gangguan kesehatan akibat stres kerja yang paling sering adalah

neurosis dan segala macam gangguan psikosomatik, seperti sakit maag, diare, atau

gangguan pencernaan lainnya; pusing, migrain atau sakit kepala; lesu, lemas tanpa gairah; gatal tanpa sebab; sering sakit tenggorokan, CTDs dan gejala CVD; tidak bisa konsentrasi, gangguan tidur dan pelupa. Oleh karena itu, profesional kesehatan kerja beserta profesional dan pemangku kepentingan Keselamatan dan Kesehatan Kerja lainnya dituntut menjunjung tinggi pendekatan holistik dalam penyelesaian masalah kesehatan kerja, salah satunya adalah dengan menghilangkan atau menurunkan risiko kesehatan yaitu stres kerja (Kurniawidjaja, 2012).

Menurut Aamodth (2007) yang mengutip pendapat Cordes dan Dougherty, stres kerja dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar: karakteristik pekerjaan dan karakteristik organisasi.

1. Karakteristik Pekerjaan

(42)

2. Karakteristik Organisasi

Karakteristik organisasi yang mungkin menyebabkan stres termasuk faktor-faktor seperti aturan dan kebijakan organisasi, hubungan pengawasan, dan perubahan organisasi.

2.2 Jenis, Gejala dan Penyebab Stres Kerja 2.2.1 Jenis Stres Kerja

Menurut Wangsa (2010) yang mengutip pendapat dari para psikolog, membedakan jenis stres menjadi dua, yaitu :

1. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif,

dan konstruktif (bersifat membangun). hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi. 2. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat,

negatif dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti pengakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan dan kematian.

2.2.2 Gejala Stres Kerja

(43)

peran kita, di rumah dan di tempat kerja, secara efektif dan efisien (Towner, 2002).

Menurut Wangsa (2010) yang mengutip pendapat Terry Beehr dan John Newman mengkaji ulang beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu :

1) Gejala Psikologis

Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil penelitian mengenai stres pekerjaan :

a. Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung b. Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian) c. Sensitif dan hyperreactivity

d. Memendam perasaan, penarian diri, dan depresi e. Komunikasi yang tidak efektif

f. Perasaan terkucil dan terasing g. Kebosanan dan ketidakpuasan kerja

h. Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual dan kehingan konsentrasi

i. Kehilangan spontanitas dan kreativitas j. Menurunnya rasa percaya diri

2) Gejala Fisiologis

Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah :

(44)

b. Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh : adrenalin dan noradrenalin)

c. Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung) d. Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan

e. Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome)

f. Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada g. Gangguan pada kulit

h. Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot i. Gangguan tidur

j. Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena kanker.

3) Gejala Perilaku

Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah : a. Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan b. Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas c. Meningkatnya penggunaan minuman kerjas dan obat-obatan d. Perilaku sabotase dalam pekerjaan

e. Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas

(45)

g. Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi

h. Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas

i. Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman

j. Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri 2.2.3 Penyebab Stres Kerja

Sopiah (2008) menyatakan stresor adalah penyebab stres, yakni kondisi lingkungan tempat tuntutan fisik dan emosional pada seseorang. Ada dua penyebab stres :

1) Stres yang bukan bersumber dari pekerjaan

Ada berbagai stres yang bukan disebabkan oleh pekerjaan, antara lain sebagai berikut :

1. Time based conflict

Time based conflict merupakan tantangan untuk menyeimbangkan

(46)

2. Strain based conflict

Strain based conflict terjadi ketika stres dari satu sumber meluap

melebihi kemampuan yang dimiliki orang tersebut. Kematian suami atau istri, masalah keuangan dan stresor yang bukan pekerjaan lainnya menghasilkan ketegangan dan kelelahan yang mempengaruhi kemampuan pegawai untuk menyelesaikan kewajiban pekerjaannya. 3. Role behavior conflict

Tiap karyawan memiliki peran dalam pekerjaannya. Disamping itu dia juga dituntut lingkungan yang ada kalanya bertentangan dengan tuntutan pekerjaannya. Hal ini seringkali memunculkan stres karena untuk membangun harmoni atas dua atau lebih tuntutan tidaklah mudah.

4. Stres karena adanya perbedaan individu

(47)

2) Stres yang berhubungan dengan pekerjaan

Stresor yang berhubungan dengan pekerjaan terbagi menjadi empat tipe utama, yaitu :

1. Lingkungan Fisik

Beberapa stresor ditemukan dalam lingkungan fisik pekerjaan, seperti kurang baiknya penerangan ataupun risiko keamanan. Stresor yang bersifat fisik juga kelihatan pada setting kantor, termasuk rancangan ruang kantor yang buruk, ketiadaan privasi, lampu penerangan yang kurang efektif dan kualitas udara yang buruk.

2. Stres karena peran atau tugas

Stresor karena peran/tugas termasuk kondisi dimana para pegawai mengalami kesulitan dalam memahami apa yang menjadi tugasnya, peran yang dimainkan dirasakan terlalu berat atau memainkan berbagai peran pada tempat mereka bekerja.

3. Penyebab stres antarpribadi (inter-personal stressors)

Stresor ini akan semakin bertambah ketika karyawan dibagi dalam divisi-divisi dalam suatu departemen yang dikompetisikan untuk memenangkan target sebagai divisi terbaik dengan reward yang menggiurkan. Perbedaan karakter, kepribadian, latar belakang, persepsi, dan lain-lainnya memungkinkan munculnya stres.

4. Organisasi

(48)

tidak hanya untuk mereka yang kehilangan pekerjaan, namun juga untuk mereka yang masih tinggal. Secara khusus mereka yang masih tinggal mengalami peningkatan beban kerja, peningkatan rasa tidak aman dan tidak nyaman dalam bekerja serta kehilangan rekan kerja. Restrukturisasi, privatisasi, merger, dan bentuk-bentuk lainnya merupakan kebijakan sekolah ataupun instansi yang berpotensi memunculkan stres. Para pekerja harus menghadapi peningkatan ketidak-amanan dalam bekerja, bimbang dengan tuntutan pekerjaan yang semakin banyak dalam bentuk-bentuk baru dari konflik antarpribadi.

Sementara itu menurut Sucipto (2014), terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya stres atau stres kerja, yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor lingkungan kerja berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial dengan pekerjaan. Sedangkan faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga dimana pribadi berada dan mengembangkan diri. Secara umum dikelompokkan sebagai berikut.

1. Tidak adanya dukungan social

(49)

dukungan dari rekan sekerjanya (baik pimpinan maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah terkena stres, hal ini dikarenakan ketidaknyamanan dalam menjalankan pekerjaan dan tugasnya.

2. Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di kantor

Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewenangannya. Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang guru tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya.

3. Pelecehan seksual

(50)

4. Kondisi lingkungan kerja

Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, dan semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sikulasi atau arus udara.

5. Manajemen yang tidak sehat

Banyak orang yang stres dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan para manajernya atau atasannya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan), perfeksionis, terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada akhirnya menimbulkan stres. 6. Tipe kepribadian seseorang

(51)

diraihnya), cenderung berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non kompetitif.

7. Peristiwa/pengalaman pribadi

Stres kerja sering disebabkan pengalaman pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi masalah (pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stres paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal. Disamping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian, perasaan tidak aman, juga termasuk kategori ini.

2.3Penyakit Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja

Menurut Looker dan Gregson (2005), terdapat beberapa gangguan dan penyakit yang berhubungan dengan stres, yaitu :

1. Sistem pernapasan

a) Penyakit jantung koroner (angina dan serangan jantung) b) Hipertensi (tekanan darah tinggi)

c) Stroke d) Migren

2. Sistem pencernaan

(52)

c) Rasa panas dalam perut (pirosis)

d) Bisul dalam perut dan usus dua belas jari e) Radang usus besar, sindroma usus besar berat f) Diare

g) Sembelit h) Kembung perut 3. Otot dan sendi

a) Pusing b) Kram c) Kejang otot d) Nyeri punggung e) Nyeri leher 4. Lain-lain

a) Diabetes b) Kanker

c) Encok (Rheumatoid arthritis) d) Asma

e) Masuk angin biasa dan flu

f) Gangguan seksual-dorongan seks berkurang, ejakulasi dini, gagal mencapai orgasme, kemandulan

(53)

5. Perilaku

a) Makan terlampau banyak – obesitas b) Hilang selera makan – anoreksia c) Meningkatnya frekuensi merokok d) Meningkatnya konsumsi kafein e) Meningkatnya konsumsi alcohol f) Penyalahgunaan obat-obatan 6. Emosional

a) Kecemasan, termasuk ketakutan, fobia, dan obsesi b) Depresi

Stres kronis yang berlebihan dapat juga menyebabkan kehilangan berat badan, insomnia, hiperaktivitas (kegoyahan dan kegelisahan), dan gangguan-gangguan seksual.

2.4Strategi Manajemen Stres Kerja

Menangani masalah stres di tempat kerja seperti garpu bermata dua. Pertama, memberikan dukungan pada pekerja yang telah mengalami stres dan kedua, mengambil tindakan untuk mengurangi penyebab stres yang telah ada dan yang berpotensi menyebabkan stres ditempat kerja (Towner, 2002).

(54)

sebagai daya dorong agar kita bisa berkreasi dengan lebih baik. Eustres juga berperan pada kesuksesan kita. Stres pasti menyerang setiap orang. Yang membedakan adalah cara setiap orang meresponnya. Respon yang baik dan benar akan menstimulasi kreativitas dan mendorong kesuksesan. Respon yang buruk akan membuat kita kehilangan keseimbangan, dan mengakibatkan kinerja yang buruk. Sementara stres akut yang direspon secara salah, akan menyebabkan kemunculan penyakit-penyakit fatal yang berakibat kematian (Looker dan Gregson, 2005).

Menurut Sopiah (2008), Ada lima hal yang harus diperhatikan dalam strategi manajemen stres, yaitu

1) Remove the stressor

Ada banyak cara untuk menghilangkan sumber stres ditempat kerja. Salah satu solusi terbaik adalah dengan memberdayakan para pegawai sehingga mereka memiliki kontrol yang lebih atas pekerjaan dan lingkungan pekerjaan mereka.

Sumber stres yang berhubungan dengan tugas dapat diminimumkan lebih efektif melalui seleksi dan penempatan pegawai sehingga persyaratan pekerjaan sesuai dengan kemampuan mereka. Slogan The right man on the

right place at the right time cocok diterapkan pada saat seleksi dan

penempatan pegawai.

Family friendly and work/life initiatives menghilangkan atau

(55)

yang paling lazim dalam family friendly and work/life initiatives antara lain :

a. Penggunaan/pemanfaatan waktu yang fleksibel

Beberapa perusahaan mengajak pegawainya untuk menentukan kapan mulai dan berakhirnya waktu kerja sehingga mereka dapat lebih mudah menyesuaikan antara aktivitas pribadi dan pekerjaan.

b. Job sharing

Yakni memisahkan posisi karier antara dua orang sehingga mereka yang mengalami stres time-based lebih sedikit diantara pekerjaan keluarga.

c. Telecommunicating

Telecommunicating adalah bekerja dari rumah, biasanya dilakukan

dengan menghubungkan komputer ke kantor sehingga mudah untuk menukar kegiatan pekerjaan dan bukan pekerjaan, dan sebagainya.

2) Withdraw from the stressor

(56)

3) Change stress perception

Tingkat stres yang dialami pegawai dalam situasi yang sama mungkin dapat berbeda antara satu individu dengan yang lain. Hal ini disebabkan adanya perbedaan persepsi. Oleh karena itu sebenarnya stres dapat diminimumkan melalui perubahan persepsi atas situasi yang ada, sehingga kita dapat menerima pekerjaan sebagai tantangan bukan ancaman.

4) Control stress consequences dan

Kadang-kadang para pegawai tidak dapat mengendalikan stres yang dialaminya. Mereka seringkali membutuhkan bantuan untuk mengatasi stres dengan perilaku disfungsional seperti mengonsumsi alkohol dan obat-obat terlarang. Program gaya hidup sehat akan membantu pegawai belajar bagaimana gaya hidup yang sehat. Mengendalikan stres dengan baik tentu sangat bermanfaat, walau tidak semua orang mampu melakukannya. Kebanyakan orang memerlukan orang lain untuk membantunya agar dapat mengatasi dengan baik.

5) Receive social support.

(57)

sumber stres. Ketiga, dukungan emosional dari yang lain dapat secara langsung membantu mengurangi stres.

Berikut disajikan gambar strategi manajemen stres itu.

Gambar 1. Strategi Manajemen Stres

2.5Proses Kerja di Sekolah Luar Biasa

Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal, secara sistematis merencanakan bermacam-macam lingkungan, yakni lingkungan pendidikan yang menyediakan berbagai kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan berbagai kegiatan belajar. Lingkungan tersebut disusun dan ditata dalam suatu kurikulum, yang pada gilirannya dilaksanakan dalam bentuk proses pembelajaran (Hamalik, 2007).

Sekolah Luar Biasa adalah suatu lembaga pendidikan untuk anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu

(58)

menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam SLB antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, SLB (Sekolah Luar Biasa) memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat (Tarigan, 2015).

Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat kita saksikan. Kita hanya mungkin dapat menyaksikan dari adanya gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak. Dalam proses kerja guru terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat diaplikasikan ke siswa. Metode yang dapat digunakan adalah metode demonstrasi, metode demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekadar tiruan (Sanjaya, 2006).

(59)

pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional (Aqib dan Rohmanto, 2007). Dalam Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 ayat 1 pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

Menurut Tarigan (2015) yang mengutip pendapat Petrayuna, setiap profesi memuat tanggung jawab,kewajiban dan tugas yang berbeda-beda. Kewajiban seorang guru dalam kelas adalah :

1. Bersikap terbuka dan transparan, sehingga memungkinkan terjalinnya keterusterangan dan kejujuran antara guru dan murid.

2. Bersikap penuh perhatian, sehingga antara guru dan murid dapat saling menghargai.

3. Adanya saling ketergantungan dan saling membutuhkan antara guru dan murid.

4. Keterpisahan, untuk memungkinkan guru dan murid menumbuhkembangkan keunikan, kreativitas dan individualitas masing-masing.

5. Dapat memenuhi kebutuhan bersama, sehingga tidak ada pinak yang dikorbankan untuk memenuhi kebutuhan pihak lain.

(60)

khusus tentang autis. Anak autis dapat menjalani kehidupan secara normal jika ada pendidikan khusus serta penanganan mengajar yang sesuai. Proses kerja guru dalam menghadapi anak autis itu sendiri dilakukan dengan :

1. Rutinitas maksimal (tidak berubah-ubah)

Berbeda dengan orang-orang normal pada umumnya, tentu akan ada rasa jenuh jika dihadapkan dengan cara atau metode yang terus menerus sama. Bagi anak autis variasi berbeda-beda menjadi kejenuhan bagi mereka, mereka lebih suka dengan rutinitas yang sama dengan kebiasaan berulang-ulang. Hal ini disebabkan daya tangkap dan daya ingat yang tidak wajar pada anak autis, sehingga kebiasaan yang berulang-ulang merupakan metode tepat untuk mendidik dan menghadapi mereka.

2. Tidak membuat modifikasi jadwal (perubahan jadwal)

Jika anak autis diberi makan pada pukul 07.00 untuk sarapan pagi dan jadwal bermain pukul 09.00 pagi, maka jangan pernah merubah jadwal tersebut. Jika hal itu dilakukan akan membuat daya ingat anak tidak meningkat sehingga pola pengajaran tidak tercapai pada tujuannya.

3. Pilihlah gaya belajar yang tepat

(61)

autis lebih cenderung kehilangan minat apabila mereka tidak mengerti apa yang harus dipahami dan dikerjakan walau hanya sekadar memakai baju dan celana.

4. Gunakan bahasa sederhana, singkat, tepat dan mudah

Tidak bisa disamakan antara anak yang normal dengan anak autis, anak autis memahami makna ucapan hanya dengan rentetan kalimat terbatas. Maka dari itu gunakan gaya bahasa yang tepat, singkat dan mudah dipahami. Jangan terlalu menggunakan ucapan dengan kalimat panjang yang hanya akan membuat bingung anak autis saat mereka berusaha memahaminya. 5. Tampilkan objek yang menarik perhatian

Anak autis cenderung mempunyai mainan khusus yang mereka sukai, maka dari itulah anda harus cerdas untuk menggunakan media mainan tersebut sebagai objek pembelajaran. Jika mainan anak autis yang disukai berupa robot, mungkin anda dapat bercerita tentang kisah-kisah yang terkait dengan hal itu.

2.6Autisme

(62)

Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang autisme seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah autisme baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad lampau (Handojo, 2003).

Anak autis bukan “anak ajaib” atau “pembawa hoki” (gifted child), seperti

kepercayaan sebagian orang tua. Jadi, jangan mengharapkan keajaiban muncul darinya. Namun, ia pun bukan bencana. Kehadirannya ditengah keluarga tidak akan merusak keharmonisan keluarga.

Anak autis persis seperti anak-anak lain. Mereka membutuhkan bimbingan dan dukungan lebih dari orang tua dan lingkungannya untuk tumbuh dan berkembang agar dapat hidup mandiri.

Autisme merupakan suatu kumpulan sindrom akibat kerusakan saraf. Penyakit ini mengganggu perkembangan anak. Diagnosisnya diketahui dari gejala-gejala yang tampak, ditunjukkan dengan adanya penyimpangan perkembangan. Untuk mendiagnosis gangguan autisme tidak memerlukan pemeriksaan yang canggih, seperti brain mapping, CT-Scan, dan MRI. Pemeriksaan-pemeriksaan itu hanya dilakukan jika ada indikasi tambahan, misalnya jika anak sering kejang, baru dilakukan brain mapping atau EEG untuk melihat apakah mengidap epilepsi (Danuatmaja, 2003).

2.6.1 Perilaku Autistik

(63)

menggigit, mencakar, memukul, dsb. Perilaku deficit ditandai dengan gangguan bicara, perilaku social kurang sesuai (naik kepangkuan ibu bukan untuk kasih sayang tapi untuk meraih kue), deficit sensoris sehingga dikira tuli, bermain tidak benar dan emosi yang tidak tepat, misalnya tertawa tanpa sebab, menangis tanpa sebab dan melamun. (Handojo, 2003).

Perilaku autistik berbeda dari perilaku normal. Autistik memiliki perilaku yang berlebihan (excessive) atau perilaku yang berkekurangan (deficient), sampai ke tingkat tidak ada perilaku. Perilaku adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau dikatakan, dapat anda lihat, rasakan, dan dengar dari seseorang atau yang anda lakukan sendiri (Danuatmaja, 2003).

Menurut Handojo (2003), timbulnya suatu perilaku selalu didahului oleh suatu sebab atau antecedent. Kemudian suatu perilaku akan memberikan suatu akibat atau consequence. Disini dikenal dengan suatu rumusan A -> B -> C yang disebut

operant conditioning, yaitu :

(64)

2.7Kerangka Pikir

Adapun kerangka pikir yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yang berjudul “Faktor - faktor penyebab stres kerja pada guru kelas autis di Unit

Pelaksana Teknis SLB-E Negeri Pembina Tingkat Provinsi Tahun 2016 adalah sebagai berikut :  Tipe B cenderung lebih santai

(65)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia merupakan anggota lebih dari satu kelompok sosial. Dalam melakukan kegiatan di setiap kelompok, manusia dapat mengalami stres (Munandar, 2008). Menurut Sopiah (2008), stres merupakan suatu respon adaptif terhadap suatu situasi yang dirasakan menantang atau mengancam kesehatan seseorang. Apabila seseorang kurang mampu mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang ada di dalam maupun di luar dirinya, maka manusia tersebut akan cenderung mengalami stres (Anoraga, 2001). Tingkah laku manusia tidak luput dari pengaruh alam sekelilingnya. Sedangkan alam sekitar itu bermacam-macam adanya. Tingkah laku manusia, berubah-ubah menurut situasi dan ruang serta keadaaan psikis manusia itu sendiri (Fudyartanta, 2011).

(66)

meningkatkan kinerjanya perlu memahami dan memiliki kompetensi dasar sehingga tujuan pendidikan yang diharapkan dapat dicapai sekolah. Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru pendidikan khusus didasari oleh tiga kemampuan, yaitu; (1) kemampuan umum (general ability), (2) kemampuan dasar (basic

ability), dan (3) kemampuan khusus (specific ability). Kemampuan umum adalah

kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik pada umumnya (anak normal), kemampuan dasar adalah kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik berkebutuhan khusus, sedangkan kemampuan khusus adalah kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik berkebutuhan khusus jenis tertentu.

Masalah-masalah tentang stres kerja pada dasarnya sering dikaitkan dengan pengertian stres yang terjadi di lingkungan pekerjaan, yaitu dalam proses interaksi antara seorang karyawan dengan aspek-aspek pekerjaannya. Masalah stres adalah masalah yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan dan posisinya sangat penting dalam kaitannya dengan produktivitas kerja karyawan. Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersumber dari luar organisasi, stres juga banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam organisasi. Oleh karenanya perlu disadari dan dipahami keberadaannya (Sucipto, 2014).

Jika seseorang dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang melampaui kemampuan individu, maka dapat dikatakan bahwa individu tersebut mengalami stres kerja (Samosir dan Syahfitri, 2008).

Referensi

Dokumen terkait