• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat disampaikan adalah : 1. Diharapkan melalui penelitian ini, tenaga kesehatan dapat mengenali

lebih dalam tentang preeklampsi dan eklampsi sebagai salah satu faktor resiko kematian maternal.

2. Diharapkan kepada masyarakatagar lebih peduli terhadap kesehatan terutama yang berkaitan dengan preeklampsi dan eklampsi, dan sangat disarankan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, hal ini untuk menghindari faktor resiko penyakit dan dapat mengambil tindakan preventif.

3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi data dasar sebagai acuan untuk penelitian-penelitian berikutnya terutama yang berkaitan dengan preeklampsi dan eklampsi.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Karakteristik Ibu Hamil

Karakteristik adalah ciri-ciri dari individu yang terdiri dari demografi seperti jenis kelamin , umur, serta status sosial seperti, tingkat pendidikan , pekerjaan , ras, status ekonomi dan sebagainya ( Widianingrum, 1999). Menurut Effendi , demografi berkaitan dengan struktur penduduk, umur, jenis kelamin dan status ekonomi sedangkan data kultural mengangkat tingkat pendidikan, pekerjaan, agama, adat istiadat, penghasilan dan sebagainya.

2.2. Konsep Dasar Preeklamsia 2.2.1. Batasan Preeklamsia

Preeklamsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal. (Bobak,2004).

Preeklamsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi , edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam trimester ke-3 kehamilan. Tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa (Prawirohardjo,2005).

2.2.2. Etiologi Preeklamsia

Penyebab mendasar preeklamsia tetap tidak diketahui (de Souza Rugolo et al., 2011 ; NHBPEP, 2000 ; Sibai et al., 2005).

Menurut Zweifel dalam Manuaba (2007)mengungkapkan bahwapreeklamsia sebagai “the disease of theories” karena terlalu banyak teori yang dikemukakan untuk menjelaskan penyakit ini terutama berkaitan dengan etiologi serta patogenesisnya dan istilah ini telah menjadi suatu kekhasan untuk preeklamsia dan eklamsia selama bertahun-tahun. Meskipun demikian, akhir-akhir ini ada kemajuan dalam pemahaman tentang penyakit ini yang memimpin pada prediksi yang akurat, pencegahan, dan pengobatan yang lebih baik (Lindheimer et al., 2008 ; Roberts dan Cooper, 2001). Adapun teori-teori tersebut antara lain:

2.2.2.1. Peran Protasiklin dan Tromboksan

Pada preeklamsia dan eklamsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan prostasiklin (PGI2) yang pada kehamilan normal meningkat , aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis , yang kemudian akan diganti dengan trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan ( TxA2) dan serotonin , sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

2.2.2.2. Peran Faktor Imunologis

Pre-eklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.

2.2.2.3. Peran Faktor Genetik / Family

Beberapa bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian preeklamsia dan eklamsia antara lain :

a. Preeklamsia hanya terjadi pada manusia.

b. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia dan eklamsia pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklamsia dan eklamsia.

c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia dan eklamsia pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat preeklamsia dan eklamsia. d. Peran Renin Angiotensin Aldosteron System( RAAS).

2.2.2.4. Disfungsi Endotel

Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan pada terjadinya preeklamsia. Kerusakan endotel vaskular pada preeklamsia dapat menyebabkan penurunan produksi prostasiklin, peningkatan aktivitas agregasi trombosit dan fibrinolisis, kemudian diganti oleh trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivitas trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan A2 dan serotonin sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

2.2.2.5. Peran Faktor Diet

Peranan kalsium dalam hipertensi kehamilan sangat penting diperhatikan karena kekurangan kalsium dalam diet dapat memicu terjadinya hipertensi. Ibu hamil memerlukan sekitar 2-2,5 gram kalsium setiap hari yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kalsium. Kalsium berfungsi untuk membantu pertumbuhan tulang dan janin , mempertahankan konsentrasi dalam darah pada aktifitas kontraksi otot. Kontraksi otot pembuluh darah sangat penting karena dapat mempertahankan tekanan darah. Kekurangan kalsium berkepanjangan akan menyebabkan ditarik kalsium dari tulang dan otot untuk dapat memenuhi kebutuhan kalsium janin. Keluarnya kalsium dari otot dapat menimbulkan kelemahan otot jantung yang melemah, stroke volume dan otot pembuluh darah yang menimbulkan vasokonstriksi sehingga terjadi hipertensi dalam kehamilan.

2.2.3. Patologi Preeklamsia

Pada preeklamsia dan eklamsia, terjadi perburukan patologis fungsi sejumlah organ dan sistem, mungkin akibat vasospasme dan iskemia.

Semua teori mengenai patofisiologi preeklamsia harus mempertimbangkan pengamatan bahwa gangguan hipertensif akibat kehamilan jauh lebih besar kemungkinan terjadi pada wanita yang mengidap penyakit vaskular dan secara genetis memiliki predisposisi hipertensi yang timbul selama kehamilan.

Vasospasme adalah hal mendasar dalam patofisiologi preeklamsia-eklamsia. Konsep ini didasarkan pada pengamatan langsung pembuluh darah halus di dasar kuku, fundus okuli, dan konjungtiva bulbar, dan diperkirakan dari perubahan histologis yang dijumpai di berbagai organ yang terkena. Konstriksi vaskular menyebabkan resistensi terhadap aliran darah dan berperan dalam timbulnya hipertensi arteri. Vasospasme itu sendiri kemungkinan besar juga menimbulkan kerusakan pada pembuluh. Selain itu, angiotensin II menyebabkan sel-sel endotel berkontraksi. Perubahan ini mungkin menyebabkan kerusakan sel endotel dan kebocoran di celah antara sel-sel endotel serta menyebabkan bocornya konstituen darah, termasuk trombosit dan fibrinogen yang kemudian mengendap di subendotel. Perubahan vaskuler ini, bersama dengan hipoksia lokal jaringan di sekitarnya, mungkin menyebabkan perdarahan, nekrosis, dan berbagai gangguan end-organlainnya yang dapat dijumpai pada preeklamsia berat.

2.2.4.1. Hipertensi

Hipertensi merupakan kriteria paling penting dalam diagnosa penyakit preeklampsia. Hipertensi ini sering terjadi sangat tiba-tiba. Banyak primigravida dengan usia muda memiliki tekanan darah sekitar 100-110/60-70 mmHg selama trimester kedua. Peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau peningkatan sistolik sebesar 30 mmHg harus dipertimbangkan (William obstetri, 2010).

2.2.4.2. Edema

Timbulnya edema didahului oleh pertambahan berat badan yang berlebihan. Pertambahan berat 0,5 kg pada seseorang yang hamil dianggap normal, tetapi jika mencapai 1 kg per minggu atau 3kg dalam satu bulan, preeklampsi harus dicurigai. Edema ini tidak hilang dengan istirahat.

2.2.4.3. Proteinuria

Proteinuria didefinisikan sebagai konsentrasi protein sebesar 0,19/L ( > positif 2 dengan cara deepstick) atau lebih dalam sekurang-kurangnya dua kali spesimen urin yang dikumpulkan sekurang-kurangnya dengan jarak 6 jam, pada spesimen urin 24 jam. Proteinuria didefinisikan sebagai suatu konsentrasi protein 0,3 per 24 jam.

2.2.4.4. Gejala-gejala Subyektif

a. Sakit kepala yang hebat karena vasospasmus atau edema otak.

b. Nyeri ulu hati karena regangan selaput hati oleh haemorhagia atau oedem atau sakit karena perubahan pada lambung.

c. Gangguan penglihatan, penglihatan menjadi kabur. Gangguan ini disebabkan karena vasospasme, edema atau ablasio retina.

d. Muntah-muntah

e. Kenaikan progresif tekanan darah

2.2.5. Klasifikasi Preeklamsia

Menurut (Mochtar, 2007) dibagi menjadi dua golongan, yaitu : 2.2.5.1. Preeklamsia Ringan

a. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran

sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan dengan jarak 1 jam,sebaiknya6 jam.

b. Edema umum, kaki jari tangan, dan muka, atau kenaikan berat badan ≥ 1

kg per minggu.

c. Proteinuria kwantitatif ≥ 0,3 gr per liter,kwalitatif 1+ atau 2+ pada urin

kateter atau midstream.

2.2.5.2. Preeklamsia Berat

Bila salah satu diantara gejala atau tanda ditemukan pada ibu hamil sudah dapat digolongkan preeklampsi berat:

a. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih. b. Oliguria, urin kurang dari 500cc/24 jam. c. Proteinuria ≥5 gr/liter.

d. Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrium. e. Pemeriksaan fisik : terdapat edema paru, sianosis dan trombosit kurang

dari 100.000 sel/mm3

Peningkatan gejala dan tanda preeklamsi berat memberikan petunjuk akan terjadi eklamsi. Preeklamsi pada tingkat kejang disebut eklamsia.

2.2.6. Diagnosis Preeklamsia

Diagnosis dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan mortalitas rendah bagi ibu dan bayinya. Walaupun terjadinya preeklampsia sulit dicegah, namun preeklamsia dan eklamsia umumnya dapat dihindari dengan mengenal secara dini penyakit itu dengan penanganan sedini mungkin.

Pada umumnya diagnosis preeklamsia didasarkan atas adanya dua dari trias tanda utama yaitu : hipertensi, edema dan proteinuria. Adanya satu tanda harus menimbulkan kewaspadaan karena perkembangan penyakit tidak dapat diramalkan dan bila eklamsia terjadi , maka prognosis bagi ibu maupun janin jauh lebih buruk. Tiap kasus preeklamsia dengan hipertensi menahun atau penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan kesulitan. Pada hipertensi menahun adanya tekanan darah yang meninggi sebelum hamil, pada kehamilan muda atau 6 bulan postpartum akan sangat

berguna untuk membuat diagnosis. Pemeriksaan fundoskopi juga berguna karena perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada preeklamsia, kelainan tersebut biasanya menunjukkan hipertensi menahun. Untuk diagnosis penyakit ginjal saat timbulnya proteinuria banyak menolong, proteinuria pada preeklamsia jarang timbul sebelum trimester ke-3, sedangkan pada penyakit ginjal timbul lebih dahulu. Test fungsi ginjal juga banyak berguna, pada umumnya fungsi ginjal normal pada preeklamsia ringan.

2.2.7. Penanganan Preeklamsia

Preeklamsi ditangani berdasarkan derajatnya,yang terdiri atas (Sarwono,2010) :

2.2.7.1. Preeklamsia Ringan

a. Jika kehamilan < 37 minggu dan tidak ada tanda-tanda perbaikan, lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan :

 Pantau tekanan darah, proteinuria , refleks patella dan kondisi janin  Lebih banyak istirahat

 Diet biasa

 Tidak perlu diberi obat-obatan

 Jika dirawat jalan tidak memungkinkan, rawat di rumah sakit : - Diet biasa

- Pantau tekanan darah 2 kali sehari, proteinuria 1 kali sehari - Tidak perlu obat-obatan

- Tidak perlu diuretik, kecuali terdapat edema paru atau gagal ginjal akut.

- Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat dipulangkan, nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda preeklamsi berat, kontrol 2 kali seminggu, jika tekanan darah diastolik naik lagi, rawat kembali.

- Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan.

- Jika proteinuria meningkat , tangani sebagai preeklamsia berat. b. Jika kehamilan> 37 minggu , pertimbangkan terminasi

- Jika serviks matang lakukan induksi dengan oksitosin 5 IU dalam 500 ml dekstrose IV 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin.

- Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter foley atau terminasi dengan seksio sesarea.

2.2.7.2. Preeklamsia Berat dan Eklamsia

Penanganan umum preeklamsia berat dan eklamsia sama, kecuali bahwa persalinan harus berlangsung dalam 12 jam setelah timbulnya kejang pada preeklamsia.

a. Penanganan kejang

- Berikan obat anti konvulsan.

- Perlengkapan untuk penanganan kejang ( jalan nafas, sedotan, masker oksigen, dan oksigen ).

- Lindungi pasien dari kemungkinan trauma. - Aspirasi mulut dan kerongkongan.

- Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi tredelenburg untuk mengurangi aspirasi.

- Beri oksigen 4-6 liter per menit. b. Penanganan umum

- Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan diastolik diantara 90-100 mmHg.

- Pasang infus ringer laktat dengan jarum besar ( 16 gauge>1 ) - Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload. - Katerisasi urin untuk pengeluaran volume dan protein.

- Jika jumlah urin < 30 ml per jam , infus cairan dipertahankan , pantau kemungkinan edema paru.

- Jangan tinggalkan pasien sendirian karena kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.

- Observasi tanda- tanda vital, refleks patella dan denyut jantung janin setiap jam.

- Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru. Jika ada edemaparu , stop pemberian cairan dan berikan diuretik , misalnya furosemid 40 mg IV.

- Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside, jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit , kemungkinan terdapat koagulopati(Abdul Bari, 2001).

2.3. Konsep Dasar Eklamsia 2.3.1. Definisi dan Klasifikasi

Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti “ halilintar “. Kata tersebut dipakai karena gejala-gejala eklamsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului oleh tanda-tanda lain. Secara defenisi eklamsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, hamil tua, persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala preeklamsia (Wirjoatmodjo,1994 : 49) Eklamsia merupakan kasus akut , pada penderita dengan gambaran klinik preeklamsia yang disertai dengan kejang dan koma yang timbul pada ante, intra dan post partum (Angsar MD,1995 : 41).

Menurut saat timbulnya, eklamsia dibagi atas :

1. Eklamsia antepartum (eklamsia gravidarum) , yaitu eklamsia yang terjadi sebelum masa persalinan 4-50%.

2. Eklamsia intrapartum ( eklamsia parturientum ),yaitu eklamsia yang terjadi pada saat persalinan 4-40%.

3. Eklamsia postpartum ( eklamsia puerperium ) , yaitu eklamsia yang terjadi setelah persalinan 4-10%.

2.3.2. Gejala dan Tanda

Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklamsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal , gangguan penglihatan, mual yang hebat, nyeri epigastrium, dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati , akan timbul kejang.

Konvulsi eklamsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni : 1. Stadium Invasi ( tingkat awal atau aura )

Mula-mula gerakan kejang dimulai pada daerah sekitar mulut dan gerakan-gerakan kecil pada wajah. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar. Setelah beberapa detik, seluruh tubuh menegang dan kepala berputar ke kanan dan ke kiri. Hal ini berlangsung selama sekitar 30 detik.

2. Stadium Kejang Tonik

Seluruh otot menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, dan lidah dapat tergigit. Stadium ini berlangsung kira-kira 20-30 detik.

3. Stadium Kejang Klonik

Spasmus tonik menghilang, Semua otot berkontraksi berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa, lidah dapat tergigit, mata melotot , muka kelihatan kongesti , dan sianotik. Kejang klonik ini dapat terjadi hingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Setelah berlangsung selama 1 – 2 menit, kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur.

4. Stadium Koma

Koma berlangsung beberapa menit hingga beberapa jam. Secara perlahan-lahan penderita mulai sadar kembali. Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma.

2.3.3. Diagnosis

Diagnosis eklamsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya tanda dan gejala preeklamsia yang disusul oleh serangan kejang , diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan.

Walaupun demikian, eklamsia harus dibedakan dari : 1. Epilepsi

Pada anamnesa pasien epilepsi akan didapatkan episode serangan sejak sebelum hamil atau pada hamil muda tanpa tanda preeklampsia.

2. Kejang karena obat anestesi

Apabila obat anestesi lokal disuntikkan ke dalam vena, kejang baru timbul. 3. Koma karena sebab lain, seperti diabetes mellitus, perdarahan otak,

meningitis , ensefalitis , dan lain-lain.

2.3.4. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan eklampsia sama dengan pre-eklampsia berat. Tujuan utamanya ialah menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan. Pada dasarnya pengobatan eklampsia terdiri dari pengobatan medikamentosa dan obstretik. Namun, pengobatan hanya dapat dilakuan secara simptomatis karena penyebab eklampsia belum diketahui dengan pasti.

2.3.5. Prognosis

Kriteria Eden (1922) adalah kriteria untuk mentukan prognosis eklamsia. Kriteria Eden antara lain :

1. Koma yang lama ( prolonged coma) 2. Nadi diatas 120 x/menit

3. Suhu 39,4oC atau lebih

4. Tekanan darah di atas 200 mmHg 5. Konvulsi lebih dari 10 kali

6. Proteinuria 10 g atau lebih

Bila tidak ada atau hanya terdapat satu kriteria di atas, maka dapat digolongkan ke dalam kelas eklamsia ringan. Bila dijumpai 2 atau lebih, masuk ke kelas eklamsia berat dan prognosisnyaakan lebih buruk.

Tingginya kematian ibu dan bayi di negara-negara berkembang disebabkan oleh kurangnya pengawasan masa antenatal dan natal. Penderita eklampsia sering datang terlambat sehingga terlambat memperoleh pengobatan yang tepat dan cepat. Biasanya preeklamsia dan eklamsia murni tidak menyebabkan hipertensi menahun.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam pelayanan obstetri, selain Angka Kematian Maternal(AKM) terdapat Angka Kematian Perinatal(AKP) yang dapat digunakan sebagai parameter keberhasilan pelayanan. Namun,negara-negara maju pada saat ini menganggap, angka kematian perinatal merupakan parameter yang lebih baik dan lebih peka untuk menilai kualitas pelayanan kebidanan. Hal ini mengingat kesehatan dan keselamatan janin dalam rahim sangat tergantung pada keadaan serta kesempurnaan bekerjanya sistem dalam tubuh ibu, yang mempunyai fungsi untuk menumbuhkan hasil konsepsi dari mudigah menjadi janin cukup bulan. Salah satu penyebab kematian perinatal adalah preeklamsia dan eklamsia.

Frekuensi preeklamsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya; jumlah primagravida, keadaan sosial-ekonomi, perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis, dan lain-lain. Pada primagravida frekuensi pre-eklamsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida muda. Diabetes mellitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun, dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklamsia.

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, rata-rata Angka Kematian Ibu (AKI) tercatat mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup.Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu. Oleh karena itu, diagnosa dini preeklamsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklamsia serta penanganannya, perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak.Perlu ditekankan bahwa sindroma preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan. Tanpa disadari, dalam waktu singkat dapat timbul preeklampsia berat, bahkan eklampsia. Dengan pengetahuan ini, menjadi jelas bahwa pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda-tanda preeklampsia, sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.

Di RSUP Haji Adam Malik, Medan didapatkan kasus ibuhamil dengan preeklamsia sebanyak 72 kasus dalam rentang tahun 2013-2014 dan kasus ibu

hamil dengan eklamsia sebanyak 62 kasus dalam rentang tahun yang sama.Ini menunjukkan masih tinggi nya tingkat resiko bayi lahir dengan berat badan rendah bahkan dengan cacat. Preeklamsia dapat mencegah plasenta mendapatkan atau menyuplai darah yang cukup. Jika plasenta tidak mendapatkan darah yang cukup,janin juga mendapat pasokan nutrisi yang kurang.Salah satu upaya untuk menurunkan tingkat resiko bayi lahir dengan berat badan rendah & cacat akibat eklamsia adalah dengan menurunkan angka kejadian preeklamsia-eklamsia. Angka kejadian dapat diturunkan melalui upaya pencegahan, pengamatan dini, dan terapi. Upaya pencegahan kematian perinatal dapat diturunkan bila dapat diidentifikasi faktor-faktor yang mempunyai nilai prediksi. Penentuan faktor yang mempunyai nilai prediksi serta pemantauan janin sangat penting agar kehamilan kalau perlu dapat diakhiri pada saat optimal.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre-eklamsia dan eklamsia di RSUP Haji Adam Malik tahun 2013-2014.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil dengan preeklamsia dan eklamsia di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2012-2014.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui angka kejadian preeklamsia dan eklamsia di RSUP Haji Adam Malik.

2. Untuk mengetahui karakteristik preeklamsia dan eklamsia berdasarkan jenis, gejala, dan terapi di RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pihak Institusi Pendidikan

Sebagai bahan tambahan informasi ilmiah mengenai gambaran karakteristik ibu hamil dengan preeklamsia dan eklamsia.

2. Bagi Masyarakat Khususnya Ibu Hamil

Untuk memberikan informasi tentang preeklamsia dan eklamsia, sehingga masyarakat dapat memahami dan mengerti gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre-eklamsia dan eklamsia.

3. Bagi Peneliti Lainnya

Dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian-penelitian di tempat lain.

4. Bagi Peneliti

Sebagai penerapan mata kuliah Metodologi Penelitian dan menambah pengalaman dalam penulisan KTI, serta sebagai masukan pengetahuan tentang gambaran karakteristik ibu hamil dengan preeklamsia dan eklamsia.

ABSTRAK

Preeklamsia dan eklamsia merupakan komplikasi pada kehamilan dan persalinan yang dapat meningkatkan angka kesakitan, kematian ibu dan janin.Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklamsia dan eklamsia. Di Indonesia, rata-rata angka kematian ibu mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Oleh karena itu, dibutuhkan diagnosa dini preeklamsia dan eklamsia untuk menurunkan angka kematian ibu dan janin.Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran kejadian preeklamsia dan eklamsia berdasarkan karakteristik ibu hamil di RSUP Haji Adam Malik Medan Provinsi Sumatera Utara tahun 2013 sampai 2014. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan sampel 95 orang yang diambil menggunakan teknik total sampling. Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder, yang diperoleh dari ruang rekam medik, dengan desain cross sectional. Data yang sudah dikumpulkan lalu dianalisis dengan menggunakan program SPSS.Hasil penelitian kejadian preeklamsia dan eklamsia berdasarkan karakteristik ibu hamil selama 2013-2014 didapatkan proporsi kejadian preeklamsia 76,8% ( 73 ibu hamil ) dan pada eklamsia 23,2% ( 22 ibu hamil ). Proporsi ibu hamil yang mengalami preeklamsia dan eklamsia lebih banyak pada ibu hamil yang berumur 20-40 tahun dengan jumlah paritas multigravida.

ABSTRACT

Preeclampsia and eclampsia is a complication in pregnancies and deliveries which increased mother and fetal morbidity and motality rate. There are many factors influence the occurrence of preeclampsia and eclampsia. In Indonesia , the average maternal mortality reaches 359 per 100 thousand live births. Therefore , it needs early diagnosis of preeclampsia and eclampsia to reduce maternal mortality and fetalThis study aims to gain an overview preeclampsia and eclampsia events based on maternal characteristics in hospitals RSUP Haji Adam Malik Medan North

Dokumen terkait