• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.2. Saran

1. Diharapkan upaya pencegahan kejadian infeksi nosokomial lebih ditingkatkan lagi agar bisa menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial.

2. Pendataan data PPI di RSUP H. Adam Malik lebih dilengkapi, agar pengumpulan data untuk kepentingan penelitian selanjutnya dapat lebih maksimal.

3. Jumlah data penelitian mengenai infeksi nosokomial diharapkan lebih banyak, agar gambaran kejadian infeksi nosokomial di RSUP H. Adam Malik Medan lebih representatif dengan kondisi sebenarnya.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Infeksi Nosokomial

Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit baru disebut infeksi nosokomial.8

Ada dua macam infeksi nosokomial yang dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh, yaitu:9

1. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada di dalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang dikenal dengan self infection atau auto infection.

2. Infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya. Suatu infeksi dikatakan didapat dari rumah sakit apabila memiliki ciri-ciri, yaitu:8

1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinik dari infeksi tersebut.

2. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit, tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut.

3. Tanda-tanda klinik infeksi tersebut timbul sekurang-kurangnya setelah 3 x 24 jam sejak mulai perawatan.

4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya.

5. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi, dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.

2.2. Cara Penyebaran dan Sifat Penyakit Infeksi 2.2.1. Cara Penyebaran Penyakit Infeksi

Dalam garis besarnya, mekanisme transmisi mikroba patogen ke host yang rentan melalui dua cara, yaitu:8

1. Transmisi Langsung (Direct Transmission)

Penularan langsung oleh mikroba patogen ke pintu masuk yang sesuai dari pejamu. Contohnya adalah adanya sentuhan, gigitan, ciuman, atau adanya droplet nuclei saat bersin, batuk, berbicara atau saat transfusi darah dengan darah yang terkontaminasi mikroba patogen.

2. Transmisi Tidak Langsung (Indirect Transmission)

Penularan mikroba patogen yang memerlukan adanya “media perantara”, baik berupa barang/bahan, air, udara, makanan/minuman, maupun vektor. a) Vehicle-borne

Sebagai media perantara penularan adalah barang/bahan yang terkontaminasi seperti peralatan makan dan minum, instrumen bedah, peralatan laboratorium, peralatan infus/transfusi.

b) Vector-borne

Sebagai media perantara penularan adalah vektor (serangga), yang memindahkan mikroba patogen ke pejamu dengan cara berikut.

1. Cara Mekanis

Pada kaki serangga melekat kotoran/sputum (mikroba patogen), lalu hinggap pada makanan/minuman, di mana selanjutnya akan masuk ke saluran cerna pejamu.

2. Cara Biologis

Sebelum masuk ke tubuh pejamu, mikroba mengalami siklus perkembangbiakan dalam tubuh vektor/serangga, selanjutnya mikroba dipindahkan ke tubuh pejamu melalui gigitan.

c) Food-borne

Makanan dan minuman adalah media perantara yang cukup efektif untuk menyebarnya mikroba patogen ke pejamu, yaitu melalui pintu masuk (port d’entree) saluran cerna.

d) Water-borne

Tersedianya air bersih baik kuantitatif maupun kualitatif-terutama untuk kebutuhan rumah sakit adalah mutlak. Kualitas air yang meliputi aspek fisik, kimiawi, dan bakteriologis, diharapkan terbebas dari mikroba patogen sehingga aman untuk dikonsumsi. Jika tidak, sebagai media perantara, air sangat mudah menyebarkan mikroba patogen ke pejamu, melalui pintu masuk (port d’entree) saluran cerna maupun pintu masuk yang lain.

e) Air-borne

Mikroba patogen dalam udara masuk ke saluran napas pejamu dalam bentuk droplet nuclei yang dikeluarkan oleh penderita (reservoir) saat batuk atau bersin, bicara atau bernapas melalui mulut atau hidung. Sedangkan dust merupakan partikel yang dapat terbang bersama debu lantai/tanah. Penularan melalui udara ini umumnya mudah terjadi di dalam ruangan yang tertutup.

2.2.2. Sifat-Sifat Penyakit Infeksi

Cara menyerang/invasi ke pejamu/manusia melalui tahapan berikut:8 1. Sebelum pindah ke pejamu (calon penderita), mikroba patogen tumbuh

dan berkembang biak pada reservoir (orang/penderita, hewan, benda lain).

3. Untuk masuk ke tubuh pejamu, mikroba patogen memerlukan pintu masuk (port d’entree) seperti kulit/mukosa yang terluka, hidung, rongga mulut, dan sebagainya.

4. Adanya tenggang waktu saat masuknya mikroba patogen sampai timbulnya manifestasi klinis, untuk masing-masing mikroba patogen berbeda.

5. Pada prinsipnya semua organ tubuh pejamu dapat terserang untuk mikroba patogen, namun beberapa mikroba patogen secara selektif hanya menyerang organ tubuh tertentu dari pejamu (target organ). 6. Besarnya kemampuan merusak dan menimbulkan manifestasi klinis

dari mikroba patogen terhadap pejamu dapat dinilai dari beberapa faktor berikut.

a) Infeksivitas

Besarnya kemampuan mikroba patogen melakukan invasi, berkembang biak dan menyesuaikan diri, serta bertempat tinggal pada jaringan tubuh pejamu.

b) Patogenitas

Derajat respons/reaksi pejamu untuk menjadi sakit. c) Virulensi

Besarnya kemampuan merusak mikroba patogen terhadap jaringan pejamu.

d) Toksigenitas

Besarnya kemampuan mikroba patogen untuk menghasilkan toksin, dimana toksin berpengaruh terhadap perjalanan penyakit. e) Antigenitas

Kemampuan mikroba patogen merangsang timbulnya mekanisme pertahanan tubuh (antibodi) pada diri pejamu. Kondisi ini akan mempersulit mikroba patogen itu sendiri untuk berkembang biak, karena melemahnya respons pejamu menjadi sakit.

2.3. Faktor Penyebab Infeksi Nosokomial

Faktor penyebab infeksi nosokomial diantaranya:8

1. Faktor-faktor yang ada dari diri penderita (intrinsic factor) seperti umur, jenis kelamin, kondisi umum penderita, resiko terapi, atau adanya penyakit lain yang menyertai penyakit dasar (multipatologi) beserta komplikasinya.

2. Faktor keperawatan seperti lamanya hari perawatan (length of stay), menurunnya standar pelayanan perawatan, serta padatnya penderita dalam satu ruangan.

3. Faktor mikroba patogen seperti tingkat kemampuan merusak jaringan, lamanya pemaparan (length of exposure) antara sumber penularan (reservoir) dengan penderita.

2.3.1. Faktor Risiko

Semua jenis prosedur dan tindakan medis yang bertujuan untuk menegakkan diagnosis dan terapi serta prosedur dan tindakan keperawatan tidak akan lepas dari faktor risiko. Bentuk-bentuk risiko dari yang ringan sampai yang berat antara lain:8

a. Salah jalan (false route), sebuah prosedur dan tindakan medis yang dapat menyebabkan terjadinya perforasi jaringan

b. Perdarahan, sebagai akibat trauma pada pembuluh darah c. Laserasi atau edema jaringan

d. Infeksi

Prosedur dan tindakan medis serta keperawatan merupakan pekerjaan teknis. Pada kasus tertentu diperlukan adanya prosedur dan tindakan medis invasif terhadap jaringan dan organ dari tubuh penderita, diantaranya:8

 Pemberian suntikan IM/IV

 Pemberian terapi cairan/infus atau transfusi darah

 Kateterisasi urin

Pemasangan nasogastric tube

 Kuretase

 Kateterisasi jantung

2.4. Mikroba Patogen dan Spesimen

Infeksi nosokomial dapat disebabkan oleh banyak mikroba. Bakteri dapat menyebabkan infeksi sekitar 90%, 10% disebabkan oleh protozoa, jamur, virus, dan mikobakteri. Agen yang biasanya menyebabkan infeksi nosokomial yaitu Streptococcus spp., Acinetobacter spp., enterococci, Pseudomonas aeruginosa, koagulase-negatif staphylococci, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Legionella dan kelompok Enterobacteriaceae termasuk Proteus mirablis, Klebsiella pneumonia, Escherichia coli, Serratia marcescens. Diantara kelompok Enterococci, P. aeruginosa, S. aureus, dan E. coli merupakan penyebab terbesar. ISK biasanya disebabkan oleh E. coli, sedangkan S. aureus sering menginfeksi bagian tubuh lain tetapi jarang menyebabkan ISK. Pada IADP, S. aureus koagulase-negatif adalah penyebab utama. Enterococcus spp. biasanya menyebabkan IDO. Satu per sepuluh dari semua infeksi disebabkan oleh P. aeruginosa.10

1. Staphylococcus aureus

S. aureus adalah salah satu patogen terpenting pada infeksi nosokomial. S. aureus merupakan kokus gram-positif, non-spora, katalase dan koagulase positif, immotile, anaerob fakultatif. S. aureus juga termasuk bakteri komensal. Sebagian besar berkolonisasi pada saluran pernapasan. Penderita dengan imunitas rendah dan imunokompeten lebih mudah terinfeksi S. aureus. Bakteri ini tidak hanya menyerang jaringan superfisial tetapi juga profunda dan juga menyebabkan lesi abses lokal. Penyakit yang disebabkan toksin oleh S. aureus diantaranya keracunan makanan, ingesti enterotoksin, toxic shock syndrome dan exfoliative toxins yang menyebabkan staphylococcal scalded skin syndrome. Mekanisme virulensi dari S. aureus termasuk toksin, enzim dan imun modulator.10

Bakteri ini bisa bersifat patogen karena sering menghemolisis darah, mengkoagulasi plasma dan menghasilkan beberapa enzim dan toksin yang stabil pada suhu panas. Hal ini mengakibatkan bakteri ini berada pada siklus udara ruang ICU yang terjadi pertukaran udara melalui AC menjadi tempat hidup dari bakteri.11

Transmisi dari S.aureus melalui kulit atau kontak dengan barang yang digunakan bergantian atau permukaan seperti gagang pintu, kursi, handuk.10

2. Escherichia coli

E. coli merupakan bakteri gram-negatif dan bakteri oxidase-negatif fakultatif anaerob. Berkolonisasi di saluran gastrointestinal. E. coli dapat menyebabkan ISK, septikemia, pneumonia, neonatal meningitis, peritonitis dan gastroenteritis. Faktor virulensinya adalah endotoksin, kapsul, adhesi dan sistem sekresi tipe 3.10

Transmisi dari E. coli melalui orang ke orang, lingkungan atau air dan makanan yang terkontaminasi.10

3. Vancomycin-resistant enterococci

Enterococci merupakan urutan kedua dari penyebab infeksi nosokomial sedunia. Enterococci adalah bakteri fakultatif anaerobik gram-positif enterik. Bakteri ini terdapat dalam saluran genital wanita dan saluran gastrointestinal. Enterococci terlibat dalam IADP, ISK dan IDO. Faktor virulensinya termasuk extracellular surface proteins, cytolysin, adhesion, hemolysins, gelatinase, extracellular superoxide dan aggregation substances.10

Barang pada pasien diare biasanya mempermudah transmisinya. Bakteri pada permukaan barang dapat bertahan beberapa hari sampai minggu dan menjadi sumber kontaminasi.10

4. Klebsiella pneumoniae

Sejumlah3-7% dari infeksi nosokomial disebabkan oleh K. pneumoniae.10 Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif non motil, tidak berkapsul. Bakteri ini melakukan fermentasi laktosa, bersifat

anaerob fakultatif yang merupakan flora normal mulut, kulit, dan usus. Morfologi khas dari bakteri ini dapat dievaluasi dalam pertumbuhan padat in vitro dengan morfologi yang bervariasi. Klebsiella dapat hidup sebagai saprofit pada lingkungan hidup, air, tanah, makanan, sayuran. Bakteri ini dapat menimbulkan infeksi pada saluran urin, paru, saluran pernapasan,luka, dan septikemia.12 Faktor virulensinya termasuk endotoxin, cell wall receptor dan capsular polysaccharide.10

Transmisinya melalui kontak orang ke orang, terutama bila petugas kesehatan tidak mencuci tangan setelah memeriksa pasien yang terkontaminasi. Alat bantu napas, kateter atau luka yang terpapar dapat menjadi sumber transmisi. K. pneumoniae dilaporkan ditransmisikan melalui tempat duduk (77%), tangan pasien (42%), dan faring (19%).10 5. Pseudomonas aeruginosa

P. aeruginosa menyebabkan 11% dari infeksi nosokomial, yang menimbulkan tingkat mortalitas dan morbiditas tinggi. P. aeruginosa termasuk bakteri non-fermenter, gram-negatif yang menyebabkan penyakit terutama pada pasien immunocompromised. Bakteri ini berkolonisasi pada ginjal, saluran kemih, dan saluran pernapasan atas. Bakteri ini disebabkan oleh IDO, ISK, pneumonia, fibrosis kistik dan bakteremia. Faktor virulensinya termasuk adhesion, hemolysins, eksotoksin, protease, dan siderophores.10

Bakteri ini biasanya hidup di tanah dan air. Pada tabung dan selang O2ditemukan. Ini terjadi karena air dalam tabung O2jarang diganti mengakibatkan perpindahan bakteri melalui selang O2.13

Kontaminasi P. aeruginosa melalui breast pump, inkubator, tempat cuci tangan, dan tangan dari petugas kesehatan.10

6. Clostridium difficile

C. difficile adalah patogen infeksi nosokomial yang merupakan penyebab utama diare. C. difficile merupakan bakteri gram-positif, basil, anaerob, dan berspora. Bakteri ini berkolonisasi di saluran pencernaan dan merupakan mikrobiota normal. Faktor virulensinya adalah toksin, fimbria,

kapsul dan enzim hidrolitik. Spora pada C. difficile dapat bertahan selama beberapa bulan dan menjadi masalah untuk disinfektan.10

7. Streptococcus sp.

Streptococcus sp. merupakan gram positif dengan bentuk bulat berderet membentuk rantai selama pertumbuhannya. Tidak motil dan tidak membentuk spora, kadang berkapsul. Tumbuh optimal pada suhu 37°C bersifat anaerob fakultatif. Spesies yang menyebabkan penyakit pada manusia yaitu S. pyogenes, S. agalactiae, dan Enterococcus.14,15 8. Bacillus subtilis

Bacilus subtilis merupakan flora normal di tanah, udara, air dan kompos tanah. Bakteri bisa ditemukan di permukaan lantai, dinding, meja, tempat tidur dan nirbeken. Hal ini disebabkan karena bakteri ini dapat beradaptasi pada perubahan suhu lingkungan ekstrim dengan membentuk endospora. Bakteri ini bersifat mesofilik tidak patogenik, tapi bisa mencemari makanan namun jarang menyebabkan keracunan makanan.16,17

Tabel 2.1 Jenis Spesimen dengan Biakan Positif dari Penderita dengan Dugaan Infeksi Nosokomial8

Spesimen Jumlah Persentase

Darah Pus Urine Lain-lain Jumlah 126 44 50 149 369 34,15 11,93 13,55 40,38 100,0

Tabel 2.2 Mikroorganisme Penyebab Infeksi Nosokomial18

Lokasi Jenis Mikroorganisme Persentase

Saluran Kemih Gram-negative enteric Jamur

Enterococci

50% 25% 10% Luka Operasi Staphylococcus aureus

Pseudomonas

Coagulase-negative Staphylococci Enterococci, jamur, Enterobacter, Escherichia coli

20% 16% 15% <10%

Darah Coagulase-negative Staphylococci Enterococci Jamur Staphylococcus aureus Enterobacter species Pseudomonas 40% 11,2% 9,65% 9,3% 6,2% 4,9%

Beberapa jamur, misalnya Candida albicans, Aspergillus sp., Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium yang merupakan organisme oportunistik dapat menyebabkan infeksi selama pasien mendapat pengobatan dengan antibiotika spektrum luas dan dalam keadaan imunosupresif berat.19,20

2.5. Persentase Infeksi Nosokomial

Tabel 2.3 Persentase Asal Infeksi Nosokomial21

Asal Infeksi Persentase

Paru Abdomen Sirkulasi Darah 64% 19% 15%

Berdasarkan penelitian diantara semua infeksi nosokomial didapatkan pneumonia (31%) dan infeksi sirkulasi darah (15%).22

2.6. Diagnosis Infeksi Nosokomial 1. Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Sekitar 50% ISK disebabkan oleh Escherichia coli, penyebab lain adalah Klebsiella sp., Staphylococcus aureus, coagulase-negative staphylococci, Proteussp. dan Pseudomonas sp. dan bakteri gram negatif lainnya.23

Gambaran klinisnya ISK bagian atas adalah demam, menggigil, nyeri pinggang, malaise, anoreksia dan nyeri tekan pada sudut kostovertebra dan abdomen. Sedangkan pada ISK bagian bawah adalah disuria, frekuensi dan urgensi, nyeri suprapubik dan hematuria.24

Memperhatikan besarnya kemungkinan terjadi infeksi nosokomial setelah tindakan kateterisasi, maka perlu adanya upaya pencegahan infeksi dengan memperhatikan hal-hal berikut:8

a. Pemasangan kateter dengan memperhatikan syarat dasar aseptik b. Kateter menetap sedapat mungkin tidak dipakai dan hanya

digunakan atas dasar indikasi yang tegas

c. Aliran urine dalam kateter harus bersifat bebas hambatan dan turun d. Bila kateter harus terpasang lama, maka diupayakan penggantian

kateter setiap 2-3 hari

e. Setiap akan melakukan tindakan kateterisasi, urine harus dibiakkan (identifikasi) terlebih dahulu

f. Berikan antibiotik sebelum kateter dicabut untuk kasus asimptomatik yang disertai bakteri dalam urine yang menunjukkan kolonisasi

2. Infeksi Saluran Napas Bawah

Saluran napas adalah organ vital untuk ventilasi, namun tidak jarang jaringan lunak pada saluran napas ini bersentuhan dengan peralatan medis untuk berbagai indikasi. Contoh:8

a. Tindakan anastesi umum yang harus menggunakan pipa endotrakeal, pipa orofaringeal, atau pipa nasofaringeal

b. Tindakan laringoskopi atau bronkoskopi

c. Tindakan invasif yang lebih jauh seperti trakeostomi, krikotirotomi d. Pemasangan ventilator

Pada rongga mulut dan orofaring, dapat ditemukan adanya mikroba sebagai flora normal yang bersifat komensial, bukan parasitik. Pada daerah ini, terdapat sistem limponoduli yang mengelilinginya sebagai pengendali mikroba patogen. Selanjutnya untuk trakea, bronkus, dan paru merupakan organ-organ yang terjaga sterilitasnya karena adanya mekanisme pembersih oleh epitel yang bersilia, fagositosis sel polimorfonukleus dan makrofag, serta adanya lisozim dan IgA.8

Sistem pertahanan dan keseimbangan tubuh serta kondisi setempat yang tergambar diatas akan berubah jika terjadi trauma mekanik pada mukosa saluran pernapasan. Terjadilah edema dan laserasi jaringan setempat yang diserai infeksi oportunistik sehingga terjadi peristiwa peradangan yang akan menyebar ke jaringan parenkim paru, sehingga paru dapat mengalami pneumonia bakterial.8 Penyebab pneumonia bakterial antara lain Pseudomonas aeroginusa, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Streptococcus group A, flora mulut, dan Staphylococcus aureus.25

Masa inkubasi pneumonia bakterial ini sangat singkat, yaitu satu hingga tiga hari kemudian akan muncul manifestasi klinis pasca-tindakan instrumentasi dalam bentuk demam disertai keluhan pernapasan seperti batuk dengan atau disertai dahak, sesak, dan sianosis. Setelah gejala awal, bisa timbul gejala napas cuping hidung, takipnu, dispnu, dan timbul apnu. Otot bantu interkostal dan abdominal mungkin digunakan.26

3. Bakteremia dan Septikemia

Bakteremia dan septikemia adalah suatu kondisi dimana terjadi multiplikasi bakteri penyebab penyakit di dalam darah.Bila terlambat,

ada kecenderungan mengarah ke keadaan syok (syok septik), dengan angka kematian yang tinggi (50-90%).27

Manifestasi klinisnya berupa reaksi inflamasi sistemik, yaitu demam yang tinggi, serta nadi dan frekuensi pernapasan meningkat. Demam yang ada akan bertahan selama minimal 24 jam dengan/tanpa pemberian antipiretik. Pada anak, secara umum tampak letargi, tidak mau makan/minum, muntah, atau diare. Pada daerah kateter vena terpasang, kulit tampak merah, edema disertai nyeri, dan kadang-kadang ditemukan eksudat, dengan penyebab:8

a. Pemasangan kateter intravaskular sering kali gagal dan harus diulang misalnya karena vena yang kecil dan dalam

b. Kateter intravaskular yang terpasang digunakan beberapa hari

2.7. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial

Prinsip dasar tindakan pencegahan adalah cuci tangan secara benar, penerapan aseptic antiseptic, dan penggunaan alat pelindung pribadi dalam upaya mencegah transmisi mikroorganisme. Adapun upaya pengendalian infeksi adalah memantau dan meningkatkan perilaku petugas dalam menerapkan prosedur tindakan pencegahan universal. 28

Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dilakukan dengan metode “memotong rantai penularan” agar invasi mikroba patogen tidak terjadi. Sasaran yang perlu diwaspadai dalam upaya ini ada tiga, yaitu:8

1. Sumber Penularan

a) Lingkungan sebagai sumber penularan

Kebersihan dan sanitasi lingkungan b) Petugas sebagai sumber penularan

Kondisi kesehatan fisik petugas

Cuci tangan setiap saat akan dan sesudah melakukan prosedur dan tindakan medis serta perawatan

c) Makanan/minuman sebagai sumber penularan

d) Peralatan medis sebagai sumber penularan

Proses disinfeksi dan sterilisasi yang baik e) Penderita lain sebagai sumber infeksi

Melakukan source isolation 2. Objek Penularan

Penderita yang berada dalam ruangan harus dilindungi dengan: a) Melakukan isolasi protektif

b) Menggunakan alat pelindung diri bagi petugas

c) Membatasi keluar-masuknya petugas dalam ruangan, sedangkan bagi keluarga/pengunjung harus ada izin khusus

3. Cara Perpindahan Mikroba Patogen

Upaya mencegah perpindahan mikroba patogen dari sumber penularan ke penderita dengan:

a) Penggunaan alat pelindung diri bagi petugas

b) Setiap melakukan prosedur dan tindakan medis harus dengan indikasi tepat, serta dikerjakan dalam keadaan benar-benar aman.

c) Membatasi tindakan-tindakan medis invasif yang berlebihan

2.8. Peranan Laboratorium Mikrobiologi dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial

Kegiatan laboratorium mikrobiologi meliputi:8

a. Identifikasi secara tepat mikroba patogen penyebab infeksi nosokomial

b. Mengerjakan tes kepekaan/tes resistensi

c. Melacak jenis mikroba patogen pencemar yang ada di setiap unit kerja/lingkungan rumah sakit

d. Pemeriksaan mikrobiologi terhadap petugas

e. Membuat laporan berkala tentang pola kuman di rumah sakit dan pola antibiotik (antibiogram)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infeksi nosokomial atau yang sekarang disebut sebagai Health care Associated Infection adalah infeksi yang didapat di rumah sakit terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit paling tidak selama 72 jam dan pasien tersebut tidak menunjukkan gejala infeksi saat masuk rumah sakit.1,2 Infeksi lingkungan disebabkan oleh bakteri dari benda atau bahan yang tidak bersenyawa yang berada di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial dapat terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah karena adanya agen penyakit berupa bakteri.3 Bakteri penyebab infeksi nosokomial didapat dari dalam tubuh penderita sendiri (endogen) maupun dari luar penderita (eksogen). Pada umumnya, bakteri eksogen didapatkan dari lingkungan rumah sakit, yaitu pada peralatan kesehatan, bahan cairan, tangan tenaga medis, udara di ruang perawatan, perabotan ruang perawatan, dan ruang perawatan inap pasien itu sendiri.4

Penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan adanya infeksi nosokomial dan untuk Asia Tenggara sebanyak 10,0%. Data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), National Nosocomial Infection Surveillance (NNIS) antara tahun 1992-1997 infeksi ini menempati posisi keempat penyebab kematian di Amerika Serikat dan terdapat 20.000 kematian tiap tahunnya akibat infeksi nosokomial ini. Dari 40 juta penderita yang dirawat di rumah sakit pertahun, didapatkan angka infeksi nosokomial antara 5-10% (18% diantaranya dengan lebih dari 1 macam infeksi nosokomial) dengan angka kematian 1%, 5-10 hari kelebihan hari rawat setiap penderita, kerugian antara 2-6 milyar dolar Amerika pertahun. Infeksi didapat dari rumah sakit di ICU pada 7,8% dari seluruh pasien yang dirawat (14.177 pasien diantara 181.993 pasien). ISK (31%) merupakan infeksi tersering, 95% kasus diantaranya mendapat kateterisasi, 86% kasus pneumonia berhubungan dengan VAP. Penyakit ini merupakan 27% dari seluruh infeksi nosokomial, sedangkan

IADP mewakili 19% (18,2% terbukti secara laboratoris dan 0,8% sepsis secara klinis). Di Indonesia, infeksi nosokomial mencapai 15,74 % jauh di atas negara maju yang berkisar 4,8-15,5%. Di rumah sakit Yogyakarta insidensi infeksi nosokomial secara umum sebesar 5,9%. Di rumah sakit DKI Jakarta tahun 2004 menunjukkan bahwa 9,8 % pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat.5 Persentase angka kejadian infeksi nosokomial di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2007 di ruang rawat inap 2,6%, angka kejadian dekubitus 0,68%, di ICU angka kejadian pneumonia 9,6%, di CVCU terdapat kejadian infeksi nosokomial phlebitis 4,48%.6

Jenis mikroorganisme yang sering berpotensi terjadinya infeksi nosokomial yaitu: Proteus sp., Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Candida albicans, dan Pseudomonas aeruginosa.Berdasarkan penelitian didapatkan persentase Staphylococcus aureus, Staphylococci koagulase negatif, Enterococci (34%), Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter sp., Klebsiella pneumonia (32%), Clostridium difficile (17%), fungi (kebanyakan Candida

Dokumen terkait