• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

1. Pihak rumah sakit memberikan penyuluhan mengenai stres dan penanggulannya kepada semua analis.

2. Pihak rumah sakit menyesuaikan jenjang pendidikan dengan pekerjaan yang diberikan kepada analis.

3. Melakukan stretching setiap memulai pekerjaan, di sela-sela pekerjaan ataupun selesai pekerjaan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beban Kerja

2.1.1 Pengertian Beban Kerja

Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pekerjanya. Beban tersebut dapat berupa beban fisik, mental dan atau sosial. Seorang tenaga kerja yang secara fisik bekerja berat seperti buruh bongkar-muat barang di pelabuhan, memikul beban fisik lebih banyak dari pada beban mental ataupun sosial. Sedangkan, beban kerja seorang pengusaha atau manajer, tanggung jawabnya merupakan beban mental syang relatif lebih besar dari beban fisik yaitu dituntut oleh pekerjaannya. Lain lagi dengan petugas sosial, seperti penggerak lembaga swadaya masyarakat atau gerakan mengentaskan kemiskinan, mereka lebih menghadapi beban kerja sosial- kemasyarakatan (Alamsyah, 2013).

Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan sehari-hari. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya, beban-beban tersebut tergantung bagaimana orang tersebut bekerja sehingga disebut beban kerja, jadi definisi beban kerja adalah kemampuan pekerja dalam menerima pekerjaan. Prihartono dan Purwandoko (2006) mengartikan beban kerja lebih merujuk pada seberapa tinggi persentase penggunaan waktu kerja produktif dan non produktif yang dilakukan karyawan jam kerjanya dengan tetap memperhitungkan kelonggaran karyawan. Beban yang timbul ini sebagai dampak dari dikenakannya pekerjaan (adanya tugas, wewenang dan tanggung jawab

jabatan) pada seseorang pemegang jabatan dalam wujud ukuran-ukuran pemakaian waktu kerja dan tingkat beban psiko-fisik.

Menurut Utomo (2008), beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu. Pengertian beban kerja adalah sekempulan atau sejumlah kegiatan yang haru diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. Pengukuran beban kerja diartikan sebagai suatu teknik untuk mendapatkan informasi tentang efisiensi dan efektivitas kerja suatu unit organisasi teknik analisis jabatan, teknis analisis beban kerja atau teknik manajemen lainnya. Lebih lanjut dikemukakan pula, bahwa pengukuran beban kerja merupakan salah satu teknik manajemen untuk mendapatkan informasi jabatan, melalui proses penelitian dan pengkajian yang dilakukan secara analisis. Informasi jabatan tersebut dimaksudkan agar dapat digunakan sebagai alat untuk menyempurnakan aparatur baik di bidang kelembagaan ketatalaksanaan, dan sumberdaya manusia (Utomo, 2008).

Beban kerja (workload) merupakan stresor hubungan peran atau tugas lain yang terjadi karena para pegawai merasa beban kerjanya terlalu banyak. Hal ini dapat disebabkan karena perusahaan mengurangi tenaga kerjanya dan melakukan restrukturisasi pekerjaan, meninggalkan sisa pegawai dengan lebih banyak tugas dan sedikit waktu serta sumber daya untuk menyelesaikannya (Sophia, 2008).

2.1.2 Jenis Beban Kerja

Beban kerja meliputi 2 jenis, sebagaimana dikemukakan oleh Munandar (2001) ada 2 jenis beban kerja, yaitu :

1. Beban kerja kuantitatif, meliputi :

a. Harus melaksanakan observasi peserta secara ketat selama jam kerja b. Banyaknya pekerjaan dan beragamnya pekerjaan yang harus

dikerjakan

c. Kontak langsung pegawai dengan peserta secara terus menerus selama jam kerja

d. Rasio pegawai dan peserta 2. Beban kerja kualitatif, meliputi :

a. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki perawat tidak mampu mengimbangi sulitnya pekerjaan di rumah sakit

b. Tanggung jawab yang tinggi terhadap asuhan keperawatan pasien kritis

c. Harapan pimpinan rumah sakit terhadap pelayanan yang berkualitas d. Tuntutan keluarga pasien terhadap keselamatan pasien

e. Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat f. Tugas memberikan obat secara intensif

g. Menghadapi pasien dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan kondisi terminal

2.1.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Beban Kerja

Menurut Rodahl dan Manuaba (dalam Prihatini, 2007) menyatakan bahwa beban kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :

1. Faktor eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerjaa, seperti : a. Tugas-tugas yang dilakukan yang bersifat fisik seperti statsiun kerja, tata

ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan pekerjaan, tanggung jawab pekerjaan.

b. Organisasi kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu isitirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang.

c. Lingkungan kerja adalah lingkungan fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan kerja biologis dan lingkungan kerja psikologis.

2. Faktor internal

Merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut strain, berat ringannya strain dapat dinilai baik secara obyektif maupun subyektif. Faktor internal meliputi faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, kondisi kesehatan), faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan kepuasan).

2.1.4 Dampak Beban Kerja Berlebih Terhadap Tenaga Kerja 2.1.4.1Penurunan Berat Badan

Beban kerja yang terlalu berat tanpa kecukupan gizi sering penurunan drastis berat badan yang bersangkutan. Ukuran berat badan seseorang umumnya tergantung dari keseimbangan antara asupan zat gizi dengan penggunaan zat gizi atau aktivitasnya. Beban kerja berlebih, mempunyai pengaruh yang tidak baik terhadap pekerja, karena itu kebutuhan akan zat gizi seorang tenaga kerja, harus

sesuai dengan berat ringannya beban kerja yang diterimanya, seperti beban kerja berlebih, akan membutuhkan sumber energi yang lebih banyak (Munandar, 2008).

2.1.4.2Timbulnya Stres Pekerjaan

Beban kerja yang berlebihan dapat menimbulkan stres, karena kebutuhan untuk bekerja dengan jumlah jam yang sangat banyak, baik secara fisik maupun mental, sehingga merupakan sumber stres pekerjaan.

2.1.4.3Penyakit Akibat Kerja

Akibat beban kerja yang terlalu berat dapat mengakibatkan pekerja menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja. Menurut Suciani (dalam Prihatini 2007), menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan keluhan Low Back Pain yang dialami pramu kamar. Menurut Sihombing (2010) bekerja dapat berdampak buruk terhadap kesehatannya, terutama bagi pekerja berat, karena status kesehatan pekerja sangat berhubungan dengan pekerjaannya.

2.1.4.4Kelelahan Kerja

Kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh, agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut, semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja. Kelelahan diartikan sebagai proses menurunnya efisiensi, performance kerja, dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan (Suma’mur, 2009).

Semakin berat beban kerja atau semakin lama waktu kerja seseorang maka akan timbul kelelahan kerja. Beban kerja berlebih dapat menimbulkan kelelahan. Hal ini didukung oleh penelitian Febriani (2010) ada pengaruh beban kerja

terhadap kelelahan kerja pada pekerja jasa kuli angkut di pasar Klewer Surakarta. Kelelahan dapat dikurangi bahkan ditiadakan dengan pendekatan berbagai cara, dengan pengelolaan waktu bekerja dan lingkungan tempat kerja. Banyak hal dapat dicapai dengan menerapkan jam kerja dan waktu istirahat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pengaturan cuti yang tepat, penyelenggaraan tempat istirahat yang memperhatikan kesegaran fisik dan keharmonisan mental-psikologis. Pemanfaatan masa libur, rekreasi, kecukupan gizi, penerapan ergonomik yang bertalian dengan perlengkapan dan perlatan kerja, adalah merupakan upaya yang sangat membantu mencegah timbulnya kelelahan.

2.1.5 Analisis Beban Kerja

Analisis beban kerja adalah proses untuk menetapkan jumlah jam kerja yang digunakan atau dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu, atau dengan kata lain analisis beban kerja bertujuan untuk menentukan berapa jumlah personalia dan berapa jumlah tanggung jawab atau beban kerja yang tepat dilimpahkan kepada seorang pekerja. Menurut Suyudi (2004), analisa beban kerja adalah upaya menghitung beban kerja pada satuan kerja dengan cara menjumlah semua beban kerja dan selanjutnya membagi dengan kapasitas kerja perorangan perusahaan kerja.

2.2 Stres

2.2.1 Pengertian Stres

Robbins (2006) mendefinisikan stres sebagai kondisi dinamik yang di dalamnya individu menghadapi peluang, kendala, atau tuntutan yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai

tidak pasti tetapi penting. Stres juga merupakan suatu respons adoptif terhadap suatu situasi yang dirasakan menantang atau mengancam kesehatan seseoarang (Sophia, 2008).

Patel (Nasir dan Muhith, 2011) menyebutkan bahwa stres adalah reaksi tertentu yang muncul pada tubuh yang bisa disebabkan oleh berbagai tuntutan, misalnya ketika manusia menghadapi tantangan-tantangan (challenge) yang penting, ketika dihadapkan pada ancaman (threat), atau ketika harus berusaha menghadapi harapan-harapan yang tidak realistis dari lingkungannya. Namun stres bagi seseorang belum tentu menjadi stres bagi orang lain karena setiap individu memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai hal-hal yang dianggapnya menjadi hambatan atau ancaman.

Menurut Minner (dalam Prihatini, 2007), mengatakan stres merujuk pada kondisi internal individu untuk menyesuaikan diri secara baik terhadap perasaan yang mengancam kondisi fisik dan psikis atau gejala psikologis yang mendahului penyakit, reaksi ansietas dan ketidaknyamanan.

2.2.2 Stres Kerja

Hasibuan (dalam Yazid, 2008), menyatakan bahwa stres kerja adalah stres pegawai yang ditimbulkan akibat kepuasan tidak terwujud dari pekerjaannya, prestasi kerja yang mengalami stres pada umumnya akan menurun karena mengalami ketegangan pikiran dan perilaku aneh, pemarah, dan suka menyendiri. Spears (2008) mendefinisikan stres kerja sebagai reaksi seseorang terhadap tuntutan ditempat kerja yang sifatnya merugikan atau tuntutan kerja yang berlebihan.

Anoraga (2001), meyatakan bahwa stres kerja merupakan suatu kondisi fisik dan psikis yang dipengaruhi oleh beberapa faktor baik di dalam maupun di luar pekerjaan dan kondisi tersebut mempengaruhi prestasi kerja seseorang sehingga menyebabkan menurunkan kinerja. Perawat setiap hari mengalami stres kerja yang berhubungan dengan memberikan asuhan keperawatan. Stres kerja perawat dapat disebabkan konflik dengan dokter dan teman sejawat, beban kerja yang tinggi, kondisi pasien yang memburuk, kematian (Perancis, Lenton et all, dalam Mark dan Smith, 2011). Perawat dihadapkan dengan tugas kerja yang berbeda, bekerja dengan shift terutama shift malam, kondisi kerja, situasi yang terkait dengan penderita dan kematian pasien (Cooper, dalam Moustaka dan Contantindis, 2010).

2.2.3 Jenis Stres

Menurut Nasir dan Muhith (2011), stres terbagi atas dua jenis yaitu distress dan eustress. Stres melibatkan perubahan fisiologis yang kemungkinan dapat dialami sebagai perasaan yang baik atau buruk.

1. Eustress (stres yang baik) adalah sesuatu yang positif. Stres dikatakan

berdampak baik apabila seseorang mencoba untuk memenuhi tuntutan untuk menjadikan orang lain maupun dirinya sendiri mendapatkan sesuatu yang baik dan berharga.

2. Distress (stres yang buruk) atau yang bersifat negatif. Distress dihasilkan dari

sebuah proses memaknai sesuatu yang buruk, di mana respon yang digunakan selalu negatif dan ada indikasi mengganggu integritas diri sehingga bias diartikan sebagai sebuah ancaman.

2.2.4 Potensi Sumber Stres

Charles dan Stanley (dalam Supardi, 2007), dalam buku psikologi untuk perawat, menemukan lima sumber stres dalam keperawatan, antara lain :

a. Beban kerja berlebihan misalnya jumlah pasien yang banyak di operasi, mengalami kesulitan dalam mempertahankan standar yang tinggi, merasa tidak mampu memberi dukungan yang dibutuhkan teman sejawat dan keterbatasan tenaga.

b. Kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain, misal mengalami konflik dengan teman sejawat, mengetahui orang lain tidak menghargai sumbangsih yang dilakukan, dan gagal membentuk tim kerja dengan staf.

c. Kesulitan dalam merawat pasien kritis, misal kesulitan menjalankan peralatan yang belum dikenal, mengelola prosedur atau tindakan baru, dan bekerja dengan dokter yang menuntut jawaban dan tindakan cepat.

d. Berurusan dengan pengobatan/perawatan pasien, misal bekerja dengan dokter yang tidak memahami kebutuhan sosial dan emosional, terlibat dalam ketidaksepakatan dalam program tindakan, merasa tidak pasti sejauh mana harus memberi informasi pada pasien atau keluarga, merawat pasien sulit atau tidak bekerja sama.

e. Merawat pasien yang gagal untuk membaik, misal pasien lansia, pasien yang nyeri kronik, pasien yang meninggal selama dirawat.

2.2.5 Tahapan Stres

Menurut Hidayat (2008), stres yang dialami seseorang dapat melalui beberapa tahapan. Tahapan stres dapat terbagi menjadi enam tahap diantaranya :

1. Tahap pertama

Merupakan tahap yang ringan dari stres yang ditandai dengan adanya semangat bekerja besar, penglihatannya tajam tidak seperti pada umumnya, merasa mampu menyelesaikan pekerjaan yang tidak seperti biasanya, kemudian merasa senang akan pekerjaan akan tetapi kemampuan yang dimilikinya semakin berkurang.

2. Tahap kedua

Pada stres tahap kedua ini seseorang memiliki ciri sebagai berikut : adanya perasaan letih sewaktu bangun pagi yang semestinya segar, terasa lelah sesudah makan siang, cepat lelah menjelang sore, sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman, denyut jantung berdebar-debar lebih dari biasanya, otot-otot punggung tengkuk semkin tegang dan tidak bisa santai.

3. Tahap ketiga

Pada tahap ketiga ini apabila seseorang mengalami gangguan seperti pada lambung dan usus seperti adanya keluhan gastritis, buang air besar tidak teratur, ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak senang, gangguan pola tidur seperti sukar mulai untuk tidur, terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur, lemah, terasa seperti tidak memiliki tenaga.

4. Tahap keempat

Pada tahap ini seseorang akan mengalami gejala seperti pekerjaan yang menyenangkan terasa membosankan, semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespon secara adekuat, tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari, adanya gangguan pola tidur, sering menolak

ajakan karena tidak bergairah, kemampuan mengingat dan konsentrasi menurun karena adanya perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak diketahui penyebabnya.

5. Tahap kelima

Stres tahap ini ditandai dengan adanya kelelahan fisik secara mendalam, tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana, gangguan pada sistem pencernaan semakin berat dan perasaan ketakutan dan kecemasan semakin meningkat.

6. Tahap keenam

Tahap ini merupakan tahap puncak di mana seseorang mengalami panik dan merasa takut mati dengan ditemukan gejala seperti detak jantung semakin keras, susah bernafas, terasa gemetar seluruh tubuh dan berkeringat, kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan.

2.2.6 Gejala dan Akibat Stres

Pada tingkat tertentu kita memerlukan stres optimal akan membuat motivasi yang tinggi, seseorang menjadi lebih bergairah, daya tangkap yang tajam, dan tenang, bila stres terlalu rendah akan mengakibatkan kebosanan, motivasi menjadi turun, sering bolos. Sebaliknya bila stres terlalu tinggi dan berlangsung lama dalam waktu tanpa ada jalan keluar bias mengakibatkan berbagai macam penyakit seperti : gangguan perncernaan, serangan jantung, tekanan darah tinggi, keringat dingin, sulit menelan, mual, sering lupa, sering panik, diare, insomnia dan lain-lain.

Gejala stres menurut Beehr (Supardi, 2007) dibagi tiga gejala yaitu: gejala psikologis, gejala fisik, dan gejala prilaku. Adapun ketiga gejala tersebut terdapat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.1 Gejala Stres Berdasarkan Gejala Psikologis, Gejala Fisik, dan Gejala Perilaku.

Gejala Psikologis Gejala Fisik Gejala Perilaku

Kecemasan, ketegangan Meningkatnya nadi dan tekanan darah

Menunda, menghindari pekerjaan

Bingung, marah, sensitif Meningkatnya sekresi adrenalin

Produktivitas menurun Memendam perasaan Gangguan lambung Minuman keras

Komunikasi tidak efektif Mudah terluka Perilaku sabotase

Mengurung diri Mudah lelah Absen meningkat

Depresi Kematian Banyak/kurang makan

Merasa terasing Gangguan kardiovaskuler Nafsu makan hilang Kebosanan Gangguan pernapasan Tindakan resiko tinggi Ketidakpuasan kerja Sering berkeringat Kriminalitas

Lelah mental Gangguan kulit Interpersonal tidak baik

Menurunkan intelektual Kepala pusing Cenderung bunuh diri Hilangnya konsentrasi Ketegangan otot

Hilang kreatifitas Sulit tidur Hilang semangat hidup

2.2.7 Dampak Stres Kerja

Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang stres akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi stres (Margiati dalam Prihatini, 2007).

Menurut lubis (dalam Prihatini, 2007), stres kerja dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :

a. Stres kerja fisik, meliputi hipertensi, asma, gangguan menstruasi, dan lain- lain.

b. Stres kerja psikologis, meliputi gangguan psikis yang ringan sampai berat. Gangguan psikis yang ringan, seperti mudah gugup, tegang, marah-marah, apatis dan kurang konsentrasi. Sedangkan gangguan psikis berat, seperti depresi dan ansietas.

2.2.8 Pencegahan dan Pengendalian Stres Kerja

Cara mencegah dan mengendalikan stres kerja menurut Sauter (dalam Prihatini, 2007) adalah sebagai berikut :

1. Beban kerja fisik maupun mental harus disesuaikan dengan kemampuan dan kapasitas kerja pekerjayang bersangkutan dengan menghindarkan adanya beban berlebih maupun beban kerja yang ringan.

2. Jenis kerja harus disesuaikan baik terhadap tuntutan tugas maupun tanggung jawab di luar pekerjaan.

3. Setiap pekerjaan harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan karir, mendapatkan promosi dan pengembangan keahlian.

4. Membentuk lingkungan sosial yang sehat yaitu antara pekerja yang satu dengan yang lain.

5. Tugas-tugas harus didesain untuk dapat menyediakan stimulasi dan kesempatan agar pekerja dapat menggunakan keterampilannya.

Sedangkan pengendalian stres menurut Quick (dalam Prihatini 2007) adalah dengn cara :

a. Organisasional, yaitu memodifikasi tuntutan kerja, meningkatkan hubungan kerja.

b. Individual, yaitu manajemen persepsi tentang stres, memanajemen lingkungan kerja, menghindari beban kerja yang berlebihan, dan

c. Menghindari respon terhadap stres.

2.3 Analis

2.3.1 Pengertian Analis

Analis kesehatan adalah profesi yang bekerja pada sarana kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan, pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan atau faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada kesehatan perorangan dan masyarakat.

Menurut Kepmenkes RI Nomor 370/Menkes/SK/III/2007, menyatakan bahwa analis kesehatan atau disebut juga ahli teknologi laboratorium kesehatan adalah tenaga kesehatan dan ilmuan berketerampilan tinggi yang melaksanakan dan mengevaluasi prosedur laboratorium dengan memanfaatkan berbagai sumber daya.

2.3.2 Tugas Pokok Analis Kesehatan

Analis kesehatan bertugas melaksanakan pelayanan laboratorium kesehatan meliputi bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi, imunoserologi,

patologi anatomi (histology, hispatologi, imunopatologi, histokimia), toksikologi, kimia lingkungan, biologi dan fisika.

Di dalam pelayanan laboratorium, analis kesehatan melakukan pengujian/analisis terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan bukan berasal dari manusia yang tujuannya adalah menentukan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang berpengaruh pada kesehatan perorangan atau masyarakat (Riswanto, 2010).

2.3.3 Analis Kesehatan Sebagai Profesi

Menurut Riswanto (2010), yang dimaksud dengan analis kesehatan sebagai profesi adalah sebagai berikut :

Memberikan pelayanan kepada masyarakat bersifat khusus atau spesialiss

Melalui jenjang pendidikan tinggi

Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat Mempunyai kewenangan yang sah, peran dan fungsi jelas Mempunyai kompetensi jelas dan terukur

Memiliki organisasi profesi, kode etik, standar pelayanan, standar praktek, standar pendidikan.

2.3.4 Standar Kompetensi Menurut Jenjang Pendidikan

Menurut Kepmenkes RI Nomor 370/Menkes/SK/III/2007, standar kompetensi menurut jenjang pendidikan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2 Standar Kompetensi Menurut Jenjang Pendidikan

NO KOMPETENSI JENJANG

SMAK DIII SI

1. MENGUASAI ILMU PENGETAHUAN

1.1. Hematologi & Transfusi darah √ √ √

1.2. Kimia Klinik √ √ √ 1.3. Serologi-Imunologi √ √ √ 1.4. Mikrobiologi √ √ √ 1.5. Toksikologi - √ √ 1.6. Patologi Anatomi - √ √ 1.7. Biologi Molekuler - √ √ 1.8. Virologi - √ √ 1.9. Kesehatan Lingkungan √ √ √ 1.10. Komputer √ √ √ 1.11. Manajemen - √ √

2. MAMPU MEMBUAT PERANCANGAN /

MERANCANG PROSES

2.1. Alur kerja proses pemeriksaan di laboratorium - √ √

2.2. Alur keselamatan kerja di laboratorium - √ √

2.3. Menyusun prosedur baku di laboratorium - √ √

2.4. Menyusun prosedur cara ukur keberhasilan proses - - √ 2.5. Menyusun program pemantapan mutu internal - - √ 2.6. Menyusun program pemantapan mutu eksternal - - √ 2.7. Merancang upaya keselamatan kerja di

laboratorium

- - √

3. MAMPU MELAKSANAKAN PROSES TEKNIS

OPERASIONAL

3.1. Mengambil specimen √ √ √

3.2. Menilai kualitas specimen √ √ √

3.3. Menangani spesimen (labeling, penyimpanan, pengiriman)

√ √ √

3.4. Mempersiapkan bahan/reagensia √ √ √

3.5. Memilih reagen & metoda analisa - √ √

3.6. Mempersiapkan alat √ √ √

3.7. Memilih/menentukan alat - √ √

3.8. Memeliharan alat √ √ √

3.9. Mengkalibrasi alat - √ √

3.10. Menguji kelaikan alat - √ √

3.11. Mengerjakan prosedur analisa bidang :

a. Hematologi sederhana - √ √

b. Hematologi khusus - √ √

c. Kimia klinik - √ √

d. Serologi-Imunologi sederhana - √ √

f. Mikrobiologi sederhana √ √ √ g. Mikrobiologi khusus - √ √ h. Toksikologi - √ √ I . Patologi Anatomi - √ √ j. Biologi Molekuler - - √ k. Virologi (riset) - √ √

3.12. Mengerjakan prosedur dalam pemantapan mutu √ √ √

3.13. Membuat laporan administrasi √ √ √

4. MAMPU MEMBERIKAN PENILAIAN

(JUDGMENT)

4.1. Mendeteksi secara dini keadaan spesimen yang berubah

√ √ √

4.2. Mendeteksi secara dini perubahan kondisi alat/reagen/kondisi analisa

√ √ √

4.3. Mendeteksi secara dini bila muncul penyimpangan dalam proses teknis operasional

√ √ √

4.4. Menilai validitas rangkaian analisa atau hasilnya √ √ √ 4.5. Menilai normal tidaknya hasil analisa untuk

dikonsulkan kepada yang berwenang

√ √ √

4.6. Menilai layak tidaknya hasil proses pemantapan mutu internal

- √ √

4.7. Menilai layak tidaknya hasil proses pemantapan mutu eksternal

- - √

4.8. Mendeteksi secara dini terganggunya keamanan lingkungan kerja

- √ √

5. KEMAMPUAN DALAM PENGAMBILAN

KEPUTUSAN

5.1. Perlunya koreksi terhadap proses/alat/spesimen/ reagensia

- √ √

5.2. Perlunya koreksi terhadap proses pemantapan mutu internal

- √ √

5.3. Perlunya koreksi terhadap proses pemantapan mutu eksternal

- - √

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Stres Beban Kerja

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan salah satu bentuk organisasi di industri jasa kesehatan yang bergerak dibidang kesehatan di mana salah satu upaya yang dilakukan adalah mendukung rujukan dari pelayanan tingkat dasar, seperti puskesmas. Oleh karena itu sebagai pusat rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat dasar, maka pelayanan di rumah sakit perlu menjaga kualitas pelayanannya terhadap masyarakat yang membutuhkan. Dalam menjaga kualitas pelayanan rumah sakit ditandai dengan mutu pelayanan prima dari rumah sakit yang dipengaruhi dari beberapa faktor. Salah satu faktornya adalah sumber daya manusia (Depkes RI dalam Prihatini, 2007). Sumber daya manusia atau tenaga kerja adalah unsur terpenting dalam institusi rumah sakit. Jika mutu tenaga kerjanya rendah, maka dapat dipastikan mutu pengelolaan dan pelayanan rumah sakitnya juga rendah (Djojodibroto, 1997). Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit, diperlukan dukungan sumber daya manusia khusunya perawat, yang mampu mengemban tugas dan terus mengadakan perubahan.

Keperawatan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang juga ikut dalam melaksanakan penanganan terhadap pasien. Tenaga keperawatan merupakan The

Dokumen terkait