• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka : 1. Masyarakat

a. Perlunya peningkatan kesadaran khususnya pada supir angkutan umum untuk mengurangi kebiasaan merokok

b. Perlunya peningkatan kesadaran khususnya pada supir angkutan umum untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin

2. Pemerintah

a. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara perlu membuat suatu program khusus dalam upaya pengendalian penyakit pernafasan bagi supir angkutan umum di terminal-terminal kota Medan serta membuat suatu kebijakan larangan merokok bagi supir angkutan umum.

b. Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara perlu melakukan program khusus dalam upaya mengatur emisi gas kendaraan.

2. Akademisi

a. Bagi akademisi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perngaruh polusi lingkungan terhadap gangguan fungsi paru dengan melengkapi berbagai faktor risiko yang lebih banyak serta jumlah sampel yang lebih besar sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan untuk pengendalian penyakit pernafasan pada kelompok supir angkutan umum bagi pemerintah daerah Sumatera Utara

2.1. Sistem Respirasi

Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk menghirup oksigen dari lingkungan eksternal dan menyediakannya bagi sel- sel tubuh serta membuang karbon dioksida yang diproduksi oleh metabolisme sel keluar dari tubuh (Levitzky, 2013).

Pernafasan dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu ventilasi, difusi, dan perfusi. Gangguan pernafasan bisa terjadi pada ketiga tahap ini secara spesifik atau secara bersamaan, contohnya seperti pada fibrosis paru, pneumonia, dan gagal jantung. (Pearce, 2009).

Proses pernafasan dimulai dari masuknya oksigen melalui mulut atau hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus sampai dengan alveoli. Dari alveoli oksigen berdifusi masuk ke dalam darah dan dibawa oleh eritrosit (sel darah merah). Dalam darah, oksigen dibawa ke jantung kemudian dipompakan oleh jantung untuk diedarkan ke seluruh tubuh dan digunakan sampai tingkat sel. Oksigen masuk ke dalam sel dan di dalam mitokondria digunakan untuk proses-proses metabolisme yang penting untuk kelangsungan hidup. Sedangkan karbon dioksida berjalan arah sebaliknya dengan oksigen (Guyton dan Hall, 2008).

2.2 Anatomi Paru

Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa sub bagian menjadi

7

sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum (Sherwood, 2001).

Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura (Guyton dan Hall, 2007).

Gambar 2.1. Anatomi paru (Tortora, 2012)

Sistem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian atas dan pernafasan bagian bawah :

1. Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung, sinus paranasal, dan faring.

2. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan alveolus paru (Guyton dan Hall, 2007). Pergerakan dari dalam ke luar paru terdiri dari dua proses, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua yaitu : 1. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna, sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.

2. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus ( Alsagaff dan Mukty, 2005).

9

Respirasi adalah suatu proses dimana terjadi pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida pada saat terjadi metabolisme sel. Organ vital untuk melakukan proses respirasi disebut dengan paru-paru. Menurut Moore, Dalley, dan Agur (2006), fungsi utama paru-paru adalah untuk memasukkan oksigen ke dalam darah (oksigenasi) dan mendistribusikan darah ke setiap sel dan jaringan di dalam tubuh. Paru-paru terletak pada rongga dada mediastinum. Mediastinum terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian lateral kiri dan kanan yang disebut juga dengan kavum pulmonalis. Kavum pulmonalis dilapisi oleh suatu lapisan yang disebut dengan pleura. Struktur paru-paru pada manusia hidup biasanya melingkupi kavum pulmonalis secara keseluruhan, berkonsistensi elastis, lembut dan ringan.

Mediastinum terhubung dengan paru-paru melalui akar paru. Akar paru ini terdiri atas bronkus utama, pembuluh darah, pembuluh limfatik dan saraf yang keluar masuk melalui hilum paru. Hilum paru bisa dianalogikan sebagai akar tumbuhan di dalam tanah.

Paru-paru terbagi menjadi beberapa lobus. Paru-paru kanan memiliki tiga lobus sedangkan paru-paru kiri memiliki dua lobus. Ditinjau dari massa atau berat organnya, paru-paru kanan lebih berat serta lebih besar apabila dibandingkan dengan paru-paru kiri. Tetapi dikarenakan ada liver di bagian bawah paru-paru, maka kubah diafragma lebih tinggi sehingga menyebabkan paru-paru kanan lebih pendek dan melebar.

Masing-masing paru mempunyai :

- Apex (bagian superior paru), base (bagian inferior paru yang

berbatasan dengan diafragma)

- Tiga permukaan (permukaan kostal, mediastinal dan diafragmatik) - Tiga perbatasan (anterior, inferior, dan posterior)

Jaringan paru normal bersifat elastis, licin, berwarna merah dadu tua, dan tidak mempunyai jaringan partikel-partikel karbon. Sebaliknya, apabila seseorang itu adalah pecandu rokok, jaringan parunya berwarna kehitaman dan mengandung

partikel-partikel karbon. Hal ini menyebabkan daya keelastisan paru hilang sehingga pertukaran udara tidak dapat berjalan lancar (Jos Usin, 2000).

2.2.1 Ventilasi Paru

Ventilasi paru adalah proses masuk dan keluarnya udara melalui sistem respirasi. Secara harafiah, respirasi atau pernafasan merupakan pergerakan oksigen dari atmosfer menuju sel-sel dan keluarnya karbon dioksida dari sel-sel ke udara bebas. Orang dewasa normal bernafas sekitar 16 kali per menit. Pertukaran udara ini di bantu dengan pergerakan otot yang berguna untuk melakukan proses inspirasi dan ekspirasi (McKinley dan O’Loughlin, 2006).

Tujuan utama terjadinya proses ventilasi paru adalah untuk menjaga konsentrasi oksigen dan karbon dioksida dalam keadaan yang sesuai di dalam lumen alveoli. Tujuan ini dapat diperoleh dengan terjadinya ventilasi paru diikuti oleh tiga proses lainnya yaitu : pertukaran gas di alveoli, di sel-sel tubuh, dan mekanisme pengaturan respirasi.

Ventilasi melibatkan dua proses, yaitu inspirasi (pemasukan udara) dan ekspirasi (pengeluaran udara). Kedua proses ini dapat dicapai apabila terjadi perbedaan tekanan udara. Prinsip pada ventilasi ini ialah udara mengalir dari tekanan yang lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah. Perbedaan tekanan ini dibantu oleh kinerja otot-otot pernafasan dan dipengaruhi oleh volume dan kapasitas paru, resistensi aliran udara, dan daya kembang atau compliance paru (Guyton dan Hall, 2007).

11

1. Volume dan Kapasitas Paru

Tabel 2.1 Volume dan Kapasitas Paru Volume Paru/Kapasitas Definisi Nilai Rata-Rata (ml)

Volume Alun Nafas (Tidal Volume, VT)

volume udara yang diinspirasi dan diekspirasi setiap kali bernafas normal

500

Volume Cadangan Inspirasi (Inspiratory

Reserve Volume, IRV)

volume udara ekstra yang dapat diinspirasi setelah volume tidal

3000

Volume Cadangan Ekspirasi ( Expiratory

Reserve Volume, ERV)

volume udara yang masih bisa dikeluarkan dengan melakukan ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi normal

1100

Volume Residu (Residual Volume,

RV)

volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah ekspirasi kuat

1200

Kapasitas Inspirasi (Inspiratory Capacity,

IC = IRV + VT)

jumlah udara yang dapat dihirup mulai pada tingkat ekspirasi normal dan mengembangkan parunya sampai jumlah maksimal

3500

Kapasitas Vital (Vital

Capacity, VC = IRV+VT+ERV)

jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimal dan kemudian mengeluarkannya sebanyak-banyaknya

4600

Kapasitas Vital Paksa (Forced Vital

Capacity, FVC)

volume total dari udara yang

dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum

4800

Kapasitas Paru Total (Total Lung Capacity,

TLC = IC+FRC)

volume maksimal saat paru dapat dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa

5800

Sumber: Guyton dan Hall, 2007

2. Resistansi Aliran Udara

Pada pernapasan normal, sebagian besar upaya pernapasan adalah untuk mengatasi daya kembang paru dan dinding dada. Resistensi jaringan paru hanya sekitar 10 % dan 80 % sisanya adalah resistensi aliran udara. Kerja untuk mengatasi resistensi aliran udara adalah kecil, tetapi jika pernapasan menjadi lebih dalam dan cepat kerja yang dikeluarkan untuk mengatasi resistensi aliran udara cepat meningkat (Astrand,2003).

13

Tekanan saluran napas normal adalah sekitar 1,5 cm H2O/l/detik. Tahanan aliran udara hidung adalah tiga kali lebih tinggi. Jika saluran udara menyempit atau tersumbat oleh mukus, maka akan terjadi peningkatan resistensi udara, khususnya pada volume paru bagian bawah yang lumen-lumen saluran udaranya lebih sempit. Pada emfisema, saluran napas mengalami obstruksi yang irreversibel dan resistansi udara akan meningkat empat sampai enam kali yang terjadi di bronkioli dan saluran napas kecil (Sodeman, 1995)

3. Daya kembang (compliance) paru

Daya kembang adalah suatu ukuran distensibilitas paru-paru dan dinyatakan dengan perubahan volume paru yang terjadi karena tekanan antara pleura dan alveoli (tekanan transpulmonal), dimana setiap kali tekanan transpulmonal meningkat 1 cm H2O maka terjadi pengembangan paru sebanyak 200 ml (Guyton dan Hall, 2007).

Daya kembang ditentukan oleh daya elastis paru. Daya elastis ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu daya elastis dari jaringan paru itu sendiri dan daya yang disebabkan oleh tegangan permukaan cairan yang membatasi dinding dalam alveoli dan ruang udara paru lainnya yang dinamakan surfaktan. Daya kembang paru juga bergantung pada ukuran paru, dimana makin besar paru-paru, maka makin besar daya kembang (Sodeman, 1995).

Beberapa keadaan yang merusak jaringan paru, menyebabkan terjadinya fibrotik atau edema, penyumbatan bronkiol atau cara lain apapun yang menghalangi pengembangan dan pengempisan paru menyebabkan

compliance paru berkurang.

2.2.2 Difusi

Setelah alveoli ditukar dengan udara segar, tahapan yang selanjutnya terjadi dalam proses respirasi adalah difusi oksigen dari alveoli ke pembuluh darah paru dan difusi karbondioksida kearah sebaliknya. Dinding alveolus sangat tipis dan di

dalamnya terdapat jaringan kapiler yang padat dan saling berhubungan, sehingga jelas bahwa gas alveolus berada sangat dekat dengan darah kapiler. Pertukaran gas antara udara alveolus dan pembuluh darah paru terjadi melalui membran di seluruh bagian terminal paru, yaitu membran alveolus berkapiler tipis. Yang mendorong untuk terjadinya pertukaran ini adalah selisih tekanan parsial antara daerah dan fase gas (Guyton dan Hall, 2007).

Proses difusi ini terjadi melewati dinding alveoli, ruang interstitial, endotel kapiler, plasma dan dinding eritrosit. Oksigen dari alveoli setelah melewati jaringan tersebut akan berikatan dengan hemoglobin membentuk HbO2. Setiap gangguan atau kerusakan pada jaringan yang dilalui pada proses difusi dapat menurunkan difusi oksigen kedalam darah. Contoh gangguan difusi yaitu apabila terjadi penebalan dinding alveoli pada fibrosis, terisinya ruang intersistitial oleh cairan edema pada paru, penebalan endotel kapiler, pengentalan plasma pada hemokonsentrasi (Yunus, 1992).

2.2.3 Perfusi

Proses perfusi adalah penyebaran darah yang sudah teroksigenasi ke seluruh paru dan jaringan tubuh. Bila oksigen telah berdifusi dari alveoli ke dalam darah paru, oksigen terutama ditranspor dalam bentuk gabungan dengan hemoglobin ke kapiler jaringan dimana oksigen dilepaskan untuk dipergunakan oleh sel. Adanya hemoglobin di dalam sel darah merah memungkinkan darah mengangkut 30 sampai 100 kali jumlah oksigen yang dapat ditranspor dalam bentuk oksigen terlarut di dalam cairan darah (plasma). Dalam sel jaringan oksigen bereaksi dengan berbagai bahan makanan membentuk sejumlah besar karbondioksida. Karbondioksida ini masuk ke dalam kapiler jaringan dan ditranspor kembali ke paru. Karbondioksida, seperti oksigen, juga bergabung dengan bahan-bahan kimia dalam darah yang meningkatkan transportasi karbondioksida 15-20 kali lipat. Gangguan perfusi terjadi apabila ada emboli pada pembuluh darah (Guyton dan Hall, 2007).

15

2.3. Pengukuran Fungsi Paru

Uji faal paru bertujuan untuk mengetahui apakah fungsi paru seseorang individu dalam keadaan normal atau abnormal. Pemeriksaan faal paru biasanya dikerjakan berdasarkan indikasi atau keperluan tertentu, misalnya untuk menegakkan diagnosis penyakit paru tertentu, evaluasi pengobatan asma, evaluasi rehabilitasi penyakit paru, evaluasi fungsi paru bagi seseorang yang akan mengalami pembedahan toraks atau abdomen bagian atas, penderita penyakit paru obstruktif menahun, akan mengalami anestesi umum sedangkan yang bersangkutan menderita penyakit paru atau jantung dan keperluan lainnya.

Secara lengkap uji faal paru dilakukan dengan menilai fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi darah paru dan transport gas O2 dan CO2 dalam peredaran darah. Fungsi paru disebut normal apabila PaO2 > 50 mmHg dan PaCO2 < 50 mmHg dan disebut gagal napas apabila PaCO2 < 50 mmHg dan PaCO2 > 50 mmHg.

Untuk keperluan praktis dan uji skrining, biasanya penilaian faal paru seseorang cukup dengan melakukan uji fungsi ventilasi paru. Apabila fungsi ventilasi nilainya baik, dapat mewakili keseluruhan fungsi paru dan biasanya fungsi-fungsi paru lainnya juga baik. Penilaian fungsi ventilasi berkaitan erat dengan penilaian mekanika pernapasan. Untuk menilai fungsi ventilasi digunakan spirometer untuk mencatat grafik pernapasan berdasarkan jumlah dan kecepatan udara yang keluar atau masuk ke dalam spirometer (Alsagaff dan Mukty, 2005).

Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian terbesar volume dan kapasitas paru-paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Forced Expiratory Volume (FEV) adalah volume dari udara yang dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum dengan usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur dalam satu detik (VEP

1). Kapasitas Vital Paksa atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk

pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai VEP1/KVP < 70% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai KVP < 80% dibanding dengan nilai standar (Alsagaff dan Mukty, 2005). Prosedur yang paling umum digunakan adalah subjek menarik nafas secara maksimal dan menghembuskannya secepat mungkin dan nilai KVP dibandingkan terhadap nilai normal.

Keadaan fungsi paru seseorang dapat diketahui dengan pengukuran kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa satu detik (VEP1). Penurunan nilai kapasitas vital paksa dan volume ekspirasi paksa satu detik merupakan salah satu indikator terjadinya gangguan fungsi paru (Astrand, 2003).

2.3.1 Kapasitas Vital Paksa (KVP)

Kapasitas vital paksa adalah jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu inspirasi maksimal dan kemudian ekspirasi maksimal. Kapasitas vital dapat digunakan untuk menilai VO2 maks, dimana terdapat hubungan penting antara kapasitas vital paru dengan pengambilan oksigen maksimal. Pengukuran kapasitas vital merupakan salah satu pemeriksaan yang dapat memberi informasi, khususnya mengenai daya regang dan sistem respirasi. Kapasitas vital dalam keadaan normal, nilainya lebih kurang sama dengan kapasitas vital paksa (KVP), yaitu hasil yang diperoleh bila seseorang melakukan inspirasi maksimal kemudian mengeluarkan nafas sebanyak-banyaknya dan secepat mungkin ke dalam spirometri.

Nilai kapasitas vital sangat dipengaruhi oleh karakteristik fisik seperti usia, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan dan kekuatan otot. Selain bentuk anatomi seseorang, faktor-faktor utama yang mempengaruhi kapasitas vital adalah (1) posisi seseorang selama pengukuran kapasitas vital (2) kekuatan otot pernapasan (3) pengembangan paru dan rangka dada yang disebut compliance paru. Faktor yang

17

mampu mengurangi kemampuan paru untuk mengembang juga menurunkan kapasitas vital. Contohnya tuberkulosa, asma kronik, kanker paru, bronkitis, bronkitis kronik dan pleuritis fibrosa (Guyton dan Hall, 2007).

2.3.2 Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik (VEP1)

Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik (VEP1) adalah volume udara yang dapat diekspirasikan dalam waktu standar selama tindakan KVP, dimana seseorang terlebih dahulu melakukan inspirasi maksimal kemudian diekspirasikan secara paksa sekuat-kuatnya dan semaksimal mungkin. Dengan cara ini, kapasitas vital orang tersebut dapat diekspirasikan dalam satu detik (Astrand, 2003).

Pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan spirometri untuk menentukan seberapa banyak kapasitas vital paru yang dapat diekspirasikan dalam satu detik dan volume ini menunjukkan persentase pada seluruh kapasitas vital paru seseorang. VEP1 menunjukkan ada atau tidaknya gangguan paru yang berat dan nilai ini akan menurun pada orang yang mengalami obstruksi jalan nafas.

2.3.3 VO2 Maks

Kegiatan yang berhubungan dengan kebugaran jasmani sangat penting untuk memelihara kesehatan secara umum, terutama daya tahan jantung dan paru. Hal – hal yang menggambarkan daya tahan jantung adalah kemampuan sistem jantung, pembuluh darah dan paru – paru untuk melakukan fungsinya secara optimal yaitu dengan mengambil oksigen dan menyalurkannya ke otot pada saat beraktifitas sehingga otot dapat berkontraksi lebih lama. Kemampuan daya tahan jantung dan paru setiap individu tentunya berbeda – beda, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan kebugaran jasmani yaitu dengan mengukur V02 maks (Foss, 1998).

VO2 maks adalah suatu area dimana terdapat konsumsi oksigen yang stabil dan tidak menunjukkan suatu peningkatan (hanya meningkat sedikit apabila beban kerja ditambah). Nilai VO2 maks menggambarkan kapasitas seseorang untuk

melakukan resintesis ATP secara aerob dan juga kemampuan tubuh untuk mengangkut dan menggunakan oksigen (Wardhana, 2001).

2.4 Pencemaran Udara

Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya (Wardhana, 2001). Komponen yang paling banyak berpengaruh dalam pencemaran udara, dapat dilihat pada tabel :

Tabel 2.2. Perkiraan Presentase Komponen Pencemar Udara dan Sumber Pencemar Transportasi di Indonesia

Sumber: Wardhana, 2001 1) Karbon Monoksida

Sumber CO buatan antara lain kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan bahan bakar bensin. Berdasarkan estimasi, jumlah CO dari sumber buatan diperkirakan mendekati 60 juta ton per tahun. Separuh dari jumlah ini berasal dari kendaraan bermotor yang menggunakan bakan bakar bensin dan sepertiganya berasal dari sumber tidak bergerak seperti pembakaran batu bara dan minyak dari industri dan pembakaran sampah domestik. Di dalam laporan WHO (1992) dinyatakan paling tidak 90 % dari CO di udara perkotaan berasal dari emisi kendaraan bermotor. Selain itu asap rokok juga mengandung CO, sehingga para perokok dapat memajan dirinya sendiri dari asap rokok yang sedang dihisapnya.

Komponen Pencemar Prosentase CO NO X SO X HC Partikel 70,50% 8,89% 0,88% 18,34% 1,33% Total 100%

19

Karakteristik biologik yang paling penting dari CO adalah kemampuannya untuk berikatan dengan haemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengangkut oksigen keseluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan karboksihaemoglobin (HbCO) yang 200 kali lebih stabil dibandingkan oksihaemoglobin (HbO2). Penguraian HbCO yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut dalam fungsinya membawa oksigen keseluruh tubuh. Kondisi seperti ini bisa berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan keracunan. Selain itu, metabolisme otot dan fungsi enzim intra-seluler juga dapat terganggu dengan adanya ikatan CO yang stabil tersebut. Dampak keracunan CO sangat berbahaya bagi orang yang telah menderita gangguan pada otot jantung atau sirkulasi darah periferal yang parah.

2) Nitrogen Dioksida (NOx)

Kadar NOx diudara perkotaan biasanya 10–100 kali lebih tinggi dari pada di udara pedesaan. Kadar NOx diudara daerah perkotaan dapat mencapai 0,5 ppm (500 ppb). Seperti halnya CO, emisi NOx dipengaruhi oleh kepadatan penduduk karena sumber utama NOx yang diproduksi manusia adalah dari pembakaran dan kebanyakan pembakaran disebabkan oleh kendaraan bermotor, produksi energi dan pembuangan sampah. Sebagian besar emisi NOx buatan manusia berasal dari pembakaran arang, minyak, gas, dan bensin. Oksida nitrogen seperti NO dan NO2 berbahaya bagi manusia. Penelitian menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih beracun daripada NO. Selama ini belum pernah dilaporkan terjadinya keracunan NO yang mengakibatkan kematian. Di udara ambien yang normal, NO dapat mengalami oksidasi menjadi NO2 yang bersifat racun. Penelitian terhadap hewan percobaan yang dipaparkan NO dengan dosis yang

sangat tinggi, memperlihatkan gejala kelumpuhan sistem saraf dan kekejangan.

3) Oksidan

Oksidan fotokimia masuk kedalam tubuh dan pada kadar subletal dapat mengganggu proses pernafasan normal, selain itu oksidan fotokimia juga dapat menyebabkan iritasi mata.

4) Hidrokarbon / Hydrocarbon (HC)

Sebagai bahan pencemar udara, hidrokarbon dapat berasal dari proses industri yang diemisikan ke udara dan kemudian merupakan sumber fotokimia dari ozon. Sumber HC dapat pula berasal dari sarana transportasi. Kondisi mesin yang kurang baik akan menghasilkan HC. Pada umumnya pada pagi hari kadar HC di udara tinggi, namun pada siang hari menurun. Sore hari kadar HC akan meningkat dan kemudian menurun lagi pada malam hari.

5) Khlorin

Selain bau yang menyengat gas khlorin dapat menyebabkan iritasi pada mata saluran pernafasan. Apabila gas khlorin masuk dalam jaringan paru-paru dan bereaksi dengan ion hidrogen akan dapat membentuk asam khlorida yang bersifat sangat korosif dan menyebabkan iritasi dan peradangan.

Dokumen terkait