• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Lama Bekerja dan Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik (VEP1) pada Supir Angkutan Umum di Terminal Amplas Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Lama Bekerja dan Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik (VEP1) pada Supir Angkutan Umum di Terminal Amplas Medan"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Cindy Audina Pradibta

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 23 Mei 1994

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Cempaka Putih Tengah 27B No 20E, Jakarta Pusat 10510

Riwayat Pendidikan :

1. TK Mardi Yuana Depok (1998-2000)

2. SD Mardi Yuana Depok (2000-2006)

3. SMP Donbosco II Jakarta (2006-2009)

4. SMA Negeri 1 Jakarta (2009-2012)

Riwayat Organisasi :

1. Peserta MMB PEMA FK USU Tahun 2012

2. Panitia (Sekretaris) Try Out IPA SBMPTN FK USU 2014

3. Anggota Departemen Kewirausahaan PEMA FK USU 2014

(2)

55

Lampiran 2

(3)
(4)

57

Lampiran 4

LEMBAR PENJELASAN

Dengan hormat,

Saya Cindy Audina Pradibta adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara angkatan 2012. Saat ini saya sedang mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Lama Bekerja dan Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik

(VEP1) pada Supir Angkutan Umum di Terminal Amplas Medan”. Penelitian ini

dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan proses belajar

mengajar pada blok Community Research Progamme.

Untuk keperluan tersebut, saya memohon kesediaan saudara untuk

menjadi partisipan dalam penelitian ini. Yang akan saudara lakukan dalam

penelitian ini antara lain mengisi kuesioner dengan jujur dan apa adanya.

Apabila saudara bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini, silahkan

menandatangani formulir persetujuan yang ada di halaman selanjutnya. Identitas

pribadi saudara sebagai partisipan akan dirahasiakan dan semua informasi yang

diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Bila saudara membutuhkan

penjelasan, maka dapat menghubungi peneliti:

Nama : Cindy Audina Pradibta

HP : 081370415494

Terima kasih saya ucapkan kepada saudara yang telah ikut berpatisipasi

dalam penelitian ini. Keikutsertaan saudara dalam penelitian ini akan

menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi ilmu pengetahuan.

Medan, 2015

Peneliti

(Cindy Audina Pradibta)

(5)

Lampiran 5

LEMBAR PERSETUJUAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama :

Usia :

Jenis Kelamin :

Telah benar-benar paham atas penjelasan yang disampaikan oleh peneliti mengenai penelitian ini yang berjudul “Hubungan Antara Lama Bekerja dan Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi

Paksa Satu Detik (VEP1) pada Supir Angkutan Umum di Terminal Amplas

Medan”. Oleh karena itu saya menyatakan BERSEDIA menjadi partisipan dalam penelitian ini.

Demikianlah, persetujuan ini saya sampaikan dengan sukarela dan tanpa

ada paksaan dari pihak manapun.

Medan, 2015

Partisipan

(6)

59

Lampiran 6

FORMULIR KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN LAMA BEKERJA DAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KAPASITAS VITAL PARU DAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA SATU

DETIK PADA SUPIR ANGKUTAN UMUM DI TERMINAL AMPLAS MEDAN

Petunjuk Pengisian

a) Mohon dengan hormat bantuan dan kesediaan Saudara untuk mengisi dan menjawab semua pertanyaan yang ada.

b) Isilah data Saudara dengan lengkap sesuai keadaan yang sebenarnya sebelum menjawab.

c) Mohon dibaca dengan cermat semua pertanyaan sebelum menjawab. d) Semua pertanyaan yang ada harus dijawab.

e) Berilah tanda ( X ) pada jawaban A atau B yang Saudara anggap paling tepat dan isilah pertanyaan yang berupa isian pada titik-titik yang telah disediakan

f) Untuk pertanyaan pilihan berganda (A atau B), apabila Saudara ingin memperbaiki atau mengganti jawaban semula, cukup dengan mencoret jawaban semula ( // ) dan memberi tanda ( X ) pada jawaban yang baru.

I. IDENTITAS

NAMA SUBJEK :

UMUR :

ALAMAT :

NOMOR TELEPON/HP :

TINGKAT PENDIDIKAN : a. SD b. SMP c.SMA

d. Lainnya(tuliskan)...

(7)

II. KETERANGAN ANTROPOMETRIS*

BERAT BADAN : kg

TINGGI BADAN : centimeter

INDEKS MASSA TUBUH :

III. GAYA HIDUP DAN RIWAYAT PENYAKIT

1. Sudah berapa lama anda bekerja sebagai supir angkutan

umum?...tahun...bulan

2. Apakah anda rutin berolahraga?

a. Ya (lanjut ke nomor 3)

b. Tidak

3. Jika ya, jenis olahraga apa yang anda lakukan?

a. Lari

b. Senam

c. Sepak bola

d. Bulu tangkis

e. Lainnya (tuliskan)...

4. Apakah anda merokok?

a. Ya (lanjutkan ke nomor 5 dan 6)

b. Tidak

5. Jika ya, sudah berapa lama anda merokok?

(tuliskan)...

6. Jika ya, berapa batang rokok yang anda hisap setiap hari?

a. 1-10 batang per hari

b. 11-20 batang per hari

c. >20 batang per hari

7. Apakah anda pernah bekerja sebelum menjadi supir angkutan umum?

a. Ya (lanjutkan ke nomor 8)

b. Tidak

(8)

61

(tuliskan)...

9. Apakah anda pernah mempunyai penyakit yang sering mengganggu pernafasan

anda?

a. Ya (lanjutkan ke nomor 10)

b. Tidak

10. Jika ya, penyakit yang pernah anda derita adalah :

a. Bronkitis

b. Asma

c. Paru – paru basah d. TBC

e. Lainnya (tuliskan)...

11. Apakah keluarga anda mempunyai riwayat penyakit gangguan pernafasan?

a. Ya (lanjutkan ke nomor 12)

b. Tidak

12. Jika ya, penyakit yang pernah diderita keluarga anda adalah :

a. Bronkitis

b. Asma

c. Paru – paru basah d. TBC

e. Lainnya (tuliskan)...

IV. KETERANGAN HASIL PENGUKURAN FUNGSI PARU DENGAN SPIROMETRI*

1. Kapasitas Vital Paru : %

2. Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik : %

*) Di isi oleh peneliti

(9)

Lampiran 8

1) Lama Bekerja & KVP Crosstabulation

KVP

Total

Tidak Normal Normal

Lama Bekerja Baru 3 25 28

Lama 57 15 72

Total 60 40 100

Value df

Asymptotic Significance

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square

39,360a 1 ,000

Continuity Correctionb

36,560 1 ,000

Likelihood Ratio

41,844 1 ,000

Fisher's Exact Test

,000 ,000

Linear-by-Linear Association

38,967 1 ,000

N of Valid Cases

(10)

63

2) Kebiasaan Merokok & KVP Crosstabulation

KVP

Total

Tidak Normal Normal

Kebiasaan Merokok Baru 1 4 5

Lama 58 12 70

Total 59 16 75

Value df

Asymptotic Significance

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 10,987a 1 ,001

Continuity Correctionb

7,560 1 ,006

Likelihood Ratio 8,607 1 ,003

Fisher's Exact Test

,006 ,006

Linear-by-Linear Association

10,840 1 ,001

N of Valid Cases

75

(11)

Value df

Asymptotic Significance

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square

30,816a 1 ,000

Continuity Correctionb

28,381 1 ,000

Likelihood Ratio

33,478 1 ,000

Fisher's Exact Test

,000 ,000

Linear-by-Linear Association

30,508 1 ,000

N of Valid Cases

100

3) Lama Bekerja & VEP1 Crosstabulation

VEP1

Total

Tidak Normal Normal

Lama Bekerja Baru 3 25 28

Lama 52 20 72

Total

(12)

65

4) Kebiasaan Merokok & VEP1 Crosstabulation

VEP1

Total

Tidak Normal Normal

Kebiasaan Merokok Baru 1 4 5

Lama 54 16 70

Total 55 20 75

Value df

Asymptotic Significance

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square

7,792a 1 ,004

Continuity Correctionb

5,144 1 ,023

Likelihood Ratio

6,727 1 ,009

Fisher's Exact Test

,016 ,016

Linear-by-Linear Association

7,688 1 ,006

N of Valid Cases 75

(13)
(14)

49

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, A., 2004. Hubungan Masa Kerja dengan Kapasitas Fungsi Paru pada

Pekerja Penggilingan Padi di Kecamatan Purwanegara Tahun 2004.

Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Dipenogoro.

Aliyani, D., 2009. Pengaruh Kadar Debu, Kebiasaan Merokok, dan Masa Kerja

Terhadap Kapasitas Fungsi Paru pada Pekerja Industri Penggilingan

Padi Desa Klumprit, Sukoharjo. Semarang: Universitas Dipenogoro.

Alsagaff, H., Mukty A., 2005. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi 3.

Surabaya: Airlangga University Press.

Anhar, A.S., Yuliani S., Daru L., 2005. Hubungan Paparan Debu Gamping

dengan Kapasitas Vital Paksa Paru pada Pekerja Batu Gamping di Unit

Dagang Usaha Maju, Kalasan, Yogyakarta. Media Kesehatan

Masyarakat Indonesia, 4 (1): 17-22.

Astrand, P., 2003. Textbook of Work Physiology: Physiological Bases of Exercise.

USA: Human Kinetics.

Depdikbud, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993. Persyaratan Kesehatan

Tempat-Tempat Umum. Jakarta: Direktorat Jendral PPM & PLP

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003. Modul Pelatihan Bagi

Fasilitator Kesehatan Kerja. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Polusi dan Dampak Bagi

Lingkungan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan

Dasar Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Dhaise, A., Rabi A.Z., 1997. Pulmonary Manifestation in Cement Workers in

Jordan. USA: U.S. National Library of Medicine. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9575667 [Acessed 05 Oktober

2015]

(15)

Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup, Energi dan Sumber Daya Mineral Kota

Medan, 2007. Basis Data Lingkungan Hidup Daerah Kota Medan

Tahun 2007. Medan: Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup, Energi dan

Sumber Daya Mineral Kota Medan.

Dinas Perhubungan Kota Medan, 2010. Jumlah Kendaraan Bermotor Tahun

2004-2009. Medan: Dinas Perhubungan Medan. Available from:

http://pemkomedan.go.id/images/jumlahangkutan.pdf [Acessed 17

April 2015].

Djojodibroto, R.D., 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC

Epler, G.R., 2000. Clinical Overview Of Occupational Disease. USA: U.S.

National Library of Medicine. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1410303 [Acessed 05 Oktober

2015]

Faridawati, R., 1995. Penyakit Paru Obstruktif Kronik dan Asma Akibat Kerja.

Jakarta: Journal of the Indonesia Association of Pulmonologist.

Foss, M.L., Keteyian S.J., 1998. Fox’s Physiological Basis for Exercise and

Sport. 6th ed. New York : The McGraw-Hill Companies, Inc.

Ganong, W. F., 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC.

Gold, D., Wang X., Wypij D., Speizer F.E., Ware J.H., Dockery D.W., 2005.

Effect of Cigarette Smoking on Lung Function in Adolescent Boys and

Girls. The New England Journal of Medicine, 335 (13): 1 – 4.

Guyton, A.C., Hall, J.E., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:

EGC.

Guyton, A.C., Hall, J.E., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 10. Jakarta:

EGC.

Johncy, S.S., Ajay K.T., Dhanyakumar G., Raj N.P., Samuel T.V., 2011. Dust

Exposure and Lung Function Impairment in Construction Workers.

India: J.J.M Medical College. Available from:

http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.392.1936&re

(16)

51

Johns, D.P., Pierce R., 2007. Pocket Guide to Spirometry. 2nd ed. Australia: McGraw-Hill.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.

Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan. Available from:

http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/rkd2013/Laporan_Risk

esdas2013.PDF [Acessed 17 April 2015].

Khumaidah, 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan

Fungsi Paru pada Pekerja Mebel PT. Kota Jati Furnindo Desa

Suwawal Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara. Semarang: Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.

Lameshow, S. 1997. Besar Sampel Dalam Peneltian Kesehatan. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Mckinley, M.P., O’loughin V.D., 2006. Human Anatomy. Volume 1. New York:

McGraw-Hill Higher Education.

Moore K.L., Dalley A.F., Agur A.M.R., 2006. Clinically Oriented Anatomy. 4th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins.

Mulia, Ricky.M., 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Edisi 1. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Mustika, I., 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Paru pada

Pekerja Kayu di Wilayah Puskesmas Lumpue Pare-Pare Tahun 2011.

Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

Nugraheni, F.S., 2004. Analisis Faktor Risiko Kadar Debu Organic di Udara

Terhadap Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Penggilingan

Padi di Kabupaten Demak. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Diponegoro.

(17)

Nugroho, A.S.S., 2010. Hubungan Konsentrasi Parameter Debu Total dengan

Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja di PT. KS Tahun 2010. Depok:

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Pearce, E.C., 2009. Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Rahmatullah, P., 2009. Pneumonitis Dan Penyakit Paru Lingkungan. Edisi 5.

Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.

Riswati, Y., 2004. Hubungan Masa Kerja dengan Kapasitas Vital Paksa Paru

pada Pekerja Pengecatan Mobil di Kampung Ligu Kota Semarang.

Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.

Sastroasmoro, S., Ismael S., 2002. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.

Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto.

Sumanto, H., 1999. Hubungan Lama Kerja dalam Ruang Pengasapan Terhadap

Kapasitas Fungsi Paru (FEV1) pada Pengrajin Pengasapan Ikan di

Kelurahan Bandar Harjo Kecamatan Semarang Utara Tahun

1999. Semarang: Universitas Diponegoro.

Suyono, J., 2001. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta : EGC.

Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Sidabukke, E., 2002. Analisa Kadar Debu di Terminal Terpadu Amplas. Medan:

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Sirait, M., 2010. Hubungan Karakteristik Pekerja dengan Faal Paru di Kilang

Padi Kecamatan Porsea. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

Sodeman, 1995. Patofisiologi. Edisi 7. Jakarta: Hipokrates.

Suyono, J., 1996. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: EGC.

Suma’mur, 2009. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: CV Sagung Seto.

Tortora, G.J., Derrickson, B., 2012. Principles of Anatomy and Physiology. 13th ed. USA: John Wiley & Sons.

Tulus, M.A., 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gramedia

(18)

53

Usin, J., 2000. Pernafasan untuk Kesehatan. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Wahyu, A., 2003. Higiene Perusahaan. Makassar: Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Hasanuddin

Wardhana, W.A., 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi

Offset.

World Health Organization, 2015. Noncommunicable Diseases. Geneva: World

Health Organization. Available from:

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs355/en/ [Acessed 17 April

2015].

Yunus, F., 1992. Peranan Pemeriksaan Faal Paru pada Paru Obstruktif. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI.

Yunus, F., 1997. Dampak Debu Industri Pada Paru dan Pengendaliannya. Jurnal

Respiratory Indonesia, 17(1): 4-7.

(19)

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Variabel dan Definisi Operasional

Tabel 3.2 Variabel dan Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional

Cara Ukur

Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1 Lama Bekerja waktu atau

lamanya

subjek bekerja

sebagai supir

angkutan

umum

dihitung dalam

satuan tahun

dilihat

dari

lembar

kuesioner

lembar

kuesioner

0 = baru

(≤5 tahun)

1 = lama

(>5 tahun)

(20)
(21)

dan

semaksimal

mungkin

dalam 1 detik

3.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian serta tinjauan kepustakaan

yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka disusun hipotesis penelitian

sebagai berikut : Ada hubungan faktor lama bekerja dan kebiasaan merokok

(22)

28

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan cross

sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lama bekerja dan

kebiasaan merokok dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi

Paksa Satu (VEP1) pada supir angkutan umum di Terminal Amplas Medan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Terminal Amplas - Medan. Pemilihan

lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan bahwa Terminal Amplas Medan

merupakan salah satu terminal terbesar di Kota Medan dengan aktivitas kendaraan

yang tinggi dari berbagai penjuru setiap harinya.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan bulan Juli sampai Agustus 2015.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Sebagai populasi di dalam penelitian ini adalah seluruh supir angkutan

umum yang berada di lima wilayah terminal di Medan, yaitu Terminal Amplas,

Terminal Pinang Baris, Terminal Sambu, Terminal Veteran, dan Terminal

Belawan. Mengingat keseluruhan populasi memiliki karakteristik homogen dan

keterbatasan dari peneliti, maka pengambilan sampel penelitian dikhususkan

kepada supir angkutan umum yang berada di Terminal Amplas, Medan.

Dari populasi ini akan diambil subjek penelitian. Subjek penelitian

adalah supir angkutan umum di Terminal Amplas. Subjek penelitian dipilih

berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :

(23)

A. Kriteria Inklusi

- Berjenis kelamin laki-laki

- Sudah bekerja di atas minimal 1 tahun sebagai supir

angkutan umum

B. Kriteria Eksklusi

- Mempunyai penyakit pernafasan kronis

- Tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian

4.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah supir angkutan umum yang berada di

Terminal Amplas Medan. Cara pengambilan sampel yaitu dengan consecutive

sampling. Dengan rumus adalah sebagai berikut (Lameshow, et al, 1977) :

Z2. p. (1 – p)

no =

e2

(1,96)2 x (0,5 - 0,25)

no =

(0,1)2

3,8416 x (0,25)

no =

0,01

0,9604

no =

0,01

(24)

30

Dengan keterangan,

no : besar sampel yang akan diteliti

Z2 : tingkat kepercayaan hasil penelitian, berdasarkan kaidah inferensi statistik tingkat kepercayaan yang terendah adalah 95%, pada level ini

nilai z adalah 1,96

P : besarnya masalah atau proporsi kategori penelitian sebelumnya

yang belum pernah diteliti (0,5)

E : dispersi (penyimpangan) hasil penelitian. Batas penyimpangan

yang masih ditoleransi adalah 10% = 0,1

Dari perhitungan rumus diatas maka jumlah sampel yang diteliti adalah

96, dan untuk memudahkan penelitian maka jumlah sampel dibulatkan menjadi

100.

4.4 Teknik Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer

4.4.1.1 Alat dan Bahan Penelitian

Pengumpulan data lama bekerja dan kebiasaan merokok digunakan dengan

mendesain kuesioner penelitian. Kuesioner penelitian dibuat secara terstruktur.

Untuk pengukuran kapasitas vital paru dan volume ekspirasi paksa satu detik

digunakan alat spirometer. Hasil dari data-data tersebut akan dibuat dalam tabulasi

data. Berikut alat dan bahan yang digunakan secara rinci :

1. Kertas dan alat tulis

2. MIR Spiro Lab II

3. Kertas spirogram

4. Alkohol

5. Tissue

(25)

4.4.1.2 Prosedur Penelitian

Kuesioner penelitian langsung diberikan kepada subjek yang terpilih dan

saat itu diisi dan langsung dikumpulkan dengan pendampingan peneliti dan

dibantu oleh beberapa tenaga kesehatan Departemen Kesehatan Kota Medan.

Pada saat proses pengumpulan data, peneliti menunggu sampai kuesioner selesai

diisi dan langsung diperiksa kelengkapan pengisian datanya untuk menjaga

kemurnian jawaban yang diisi. Pengukuran spirometri dilakukan oleh peneliti

sendiri dan dibantu oleh beberapa tenaga kesehatan Departemen Kesehatan Kota

Medan.

Khusus pada saat pengukuran spirometri, subjek diarahkan untuk

melakukan latihan percobaan meniup, dan juga alat spirometri dipastikan dalam

keadaan siap untuk mengukur data dengan akurat.

Posisi subjek pada saat dilakukan pengukuran, diarahkan berdiri secara

tegap, tidak diperkenankan membungkuk, karena dapat mempengaruhi hasil

pengujian. Sehingga posisi mouthpiece diupayakan agar sejajar dengan mulut

subjek dan subjek mengambil napas sebanyak mungkin melalui mulut kemudian

menghembuskannya dengan maksimal ke mouthpiece yang tersambung ke alat

spirometer.

Peneliti harus menekan tombol start secara bersamaan dengan

dimulainya ekshalasi maksimal oleh subjek. Hal ini sangat penting untuk

menjamin keakuratan pengukuran, karena bila terlambat atau terlalu cepat

menekan tombol start, maka hasil pengukuran tidak bisa diinterpretasikan dengan

baik.

Subjek diwajibkan untuk terus melakukan ekshalasi sampai hasil

spirometri keluar dan tertera pada kertas spirogram secara otomatis, kurang lebih

sekitar 6 sampai 7 detik. Proses ini dilakukan minimal sebanyak tiga kali kepada

setiap subjek.

Hasil yang terekam pada kertas spirogram merupakan sebuah kurva

(26)

32

4.5. Ethical Clearance

Ethical clearance atau kelayakan etik adalah keterangan tertulis yang

diberikan oleh komisi etik penelitian untuk penelitian yang melibatkan makhluk

hidup serta manusia, hewan dan tumbuhan, dimana dinyatakan bahwa suatu

proposal riset layak dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan tertentu. Pada

penelitian ini, kuesioner akan diberikan kepada supir angkutan umum di Terminal

Amplas Medan, jika ethical clearence pada penelitian ini sudah mendapat

persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran

USU.

4.6. Teknik Pengolahan dan Analisa Data 4.6.1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu :

1. Penyuntingan Data / Editing

Penyuntingan data, berguna untuk memeriksa adanya kesalahan atau

kekurang lengkapan data yang diisi subjek.

2. Pemberian Kode / Coding

Dilakukan untuk memberi kode dan nomer jawaban yang diisi subjek

dalam daftar pertanyaan penelitian. Pemberian kode dilakukan untuk

memudahkan proses entri data ke komputer.

3. Pembukuan / Entry

Memasukkan data dari kuesioner ke dalam program komputer, dengan

menggunakan program analisa data.

4. Pembersihan Data / Data Cleaning

Bertujuan untuk membersihkan data, agar seluruh data yang sudah

diperoleh bebas dari kesalahan sebelum dilanjutkan dengan proses

analisa data.

(27)

4.6.2. Analisa Data

Dalam penelitian ini dilakukan dilakukan tahapan analisa sebagai berikut :

1. Analisa Data Univariat

Dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dan

proporsi dari setiap variabel yang diperkirakan berpengaruh terhadap

volume kapasitas vital paru dan volume ekspirasi paksa satu detik

sesuai dengan kerangka pemikiran penelitian.

2. Analisa Data Bivariat

Dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan atau perbedaan dari

variabel independen dengan variabel dependen sesuai dengan kerangka

pemikiran penelitian.

Karena desain penelitian adalah untuk melihat apakah ada hubungan

antara variabel, maka analisa penelitian yang digunakan adalah Analisa

X2 (Chi Square), dengan rumus :

(|0 – E|)

X2 = E

X2 = statistik chi square 0 = frekuensi hasil observasi

E = frekuensi yang diharapkan

Untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan statistik digunakan batas

kemaknaan 0,05. Penerimaan terhadap hipotesa adalah jika p < 0,05 (

maka ada perbedaan atau ada hubungan yang bermakna antara variabel

independen dan variabel dependen). Sedangkan penolakan terhadap

hipotesa apabila nilai p > 0,05 (tidak ada perbedaan atau hubungan

(28)

34

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Terminal Amplas Medan adalah merupakan salah satu terminal yang ada di

Kota Medan yang berperan sebagai terminal bus antar kota dalam provinsi, antar

kota antar provinsi dan angkutan dalam Kota Medan. Terminal Amplas mulai

beroperasi secara resmi dilaksanakan pada tanggal 15 Juli 1991.

Luas Terminal Amplas adalah 50.961 m2. Dengan batas terminal adalah sebagai berikut :

1. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Deli

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Deli

3. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Amplas

4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Deli

Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan Terminal Amplas Medan pada

bulan Januari 2001, jumlah kendaraan yang keluar masuk di Terminal Amplas

Medan untuk setiap harinya adalah sebanyak 10.000 unit.

5.1.2 Deskripsi Data Penelitian

Data penelitian yang digunakan adalah data primer. Data primer yaitu data

yang didapatkan dari supir angkutan umum di Terminal Amplas Medan yang

setuju menjadi responden.

5.1.3 Karakteristik Responden

Pada penelitian ini, karakteristik responden yang ada dapat dibedakan

berdasarkan usia, tingkat pendidikan, lama bekerja, kebiasaan merokok, kapasitas

vital paru, dan volume ekspirasi paksa satu detik. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat dalam tabel dibawah ini.

(29)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek Penelitian

No Variabel Jumlah (orang) Persentase (%)

1

Supir angkutan umum yang tergolong baru bekerja yaitu 28% dan yang tergolong

sudah lama bekerja adalah 72%.

Berdasarkan karakteristik kebiasaan merokok, diketahui bahwa supir

angkutan umum yang merokok yaitu 75% dan yang tidak merokok adalah 25%.

Selain itu, supir angkutan umum yang memiliki kapasitas vital paru (KVP) yang

tergolong tidak normal yaitu 60% dan yang normal adalah 40% sedangkan yang

memiliki volume ekspirasi paksa satu detik (VEP1) yang tergolong tidak normal

(30)

36

5.1.4 Hasil Analisis Data

Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara

lama bekerja dan kebiasaan merokok terhadap kapasitas vital paru dan volume

ekspirasi paksa satu detik. Data hasil penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah

ini :

Tabel 5.2 Hubungan Antara Lama Bekerja Dengan KVP

Lama Bekerja

restriksi paru lebih banyak ditemukan pada supir angkutan umum yang telah lama

bekerja (57%) dibandingkan dengan supir yang tergolong baru bekerja (3,0%).

Pada supir angkutan umum yang tergolong baru bekerja, didapati bahwa 25

orang (25%) tidak memiliki gangguan restriksi paru dan 3 orang (3,0%) memiliki

gangguan restriksi paru. Sedangkan pada supir angkutan umum yang telah lama

bekerja terdapat 15 orang (15%) yang tidak memiliki gangguan restriksi paru dan

57 orang (57%) memiliki gangguan restriksi paru.

Dari hasil uji statistik yang dilakukan terdapat hubungan yang bermakna

antara lamanya seorang supir bekerja dengan terjadinya gangguan restriksi paru

dengan p value 0,01 (p < 0,05) Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan

bahwa supir angkutan umum yang telah lama bekerja memiliki kemungkinan

(31)

lebih besar mengalami gangguan restriksi fungsi paru dibandingkan dengan supir

angkutan yang tergolong baru bekerja.

Tabel 5.3 Hubungan Antara Lama Bekerja Dengan VEP1

Lama Bekerja

lama bekerja (52%) dibandingkan dengan supir yang tergolong baru bekerja

(3,0%).

Pada supir angkutan umum yang tergolong baru bekerja, didapati bahwa 25

orang (25%) tidak memiliki gangguan obstruksi paru dan 3 orang (3,0%) memiliki

gangguan obstruksi paru. Sedangkan pada supir angkutan umum yang telah lama

bekerja terdapat 20 orang (20%) yang tidak memiliki gangguan obstruksi paru dan

52 orang (52%) memiliki gangguan obstruksi paru.

Dari hasil uji statistik yang dilakukan terdapat hubungan yang bermakna

antara lamanya seorang supir bekerja dengan terjadinya gangguan obstruksi paru

dengan p value 0,01 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan

bahwa supir angkutan umum yang telah lama bekerja memiliki kemungkinan

lebih besar mengalami gangguan obstruksi fungsi paru dibandingkan dengan supir

(32)

38

Tabel 5.4 Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan KVP

Kebiasaan Merokok

KVP (Restriktif)

Total p value Normal

n (%)

Tidak Normal n (%)

Ya 16 (16%) 59 (59%) 75

Tidak 24 (24%) 1 (1,0%) 25 0,01

Total 40 60 100

Berdasarkan data tabel 5.4 terlihat bahwa jumlah supir angkutan umum

yang mempunyai nilai KVP normal yaitu sebanyak 40 orang, sedangkan yang

tidak normal adalah 60 orang. Selanjutnya dapat dilihat juga bahwa gangguan

restriksi paru lebih banyak ditemukan pada supir angkutan umum yang

mempunyai kebiasaan merokok (59%) dibandingkan dengan supir yang tidak

merokok (1,0%).

Pada supir angkutan umum yang memiliki kebiasaan merokok, didapati

bahwa 16 orang (16%) tidak memiliki gangguan restriksi paru dan 59 orang

(59%) memiliki gangguan restriksi paru. Sedangkan pada supir angkutan umum

yang tidak merokok terdapat 24 orang (24%) yang tidak memiliki gangguan

restriksi paru dan 1 orang (1,0%) memiliki gangguan restriksi paru.

Dari hasil uji statistik yang dilakukan terdapat hubungan yang bermakna

antara kebiasaan merokok seorang supir dengan terjadinya gangguan restriksi paru

dengan p value 0,01 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan

bahwa supir angkutan umum yang mempunyai kebiasaan merokok memiliki

kemungkinan lebih besar mengalami gangguan restriksi fungsi paru dibandingkan

dengan supir angkutan yang tidak mempunyai kebiasaan merokok.

(33)

Tabel 5.5 Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan VEP1

mempunyai kebiasaan merokok (55%) dibandingkan dengan supir yang tidak

merokok (0,0%).

Pada supir angkutan umum yang memiliki kebiasaan merokok, didapati

bahwa 20 orang (20%) tidak memiliki gangguan obstruksi paru dan 55 orang

(55%) memiliki gangguan obstruksi paru. Sedangkan pada supir angkutan umum

yang tidak merokok terdapat 25 orang (25%) yang tidak memiliki gangguan

obstruksi paru dan tidak ditemukan adanya supir yang memiliki gangguan

obstruksi paru (0,0%).

Dari hasil uji statistik yang dilakukan terdapat hubungan yang bermakna

antara kebiasaan merokok seorang supir dengan terjadinya gangguan obstruksi

paru dengan p value 0,04 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan

bahwa supir angkutan umum yang mempunyai kebiasaan merokok memiliki

kemungkinan lebih besar mengalami gangguan obstruksi fungsi paru

(34)

40

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian

Fungsi paru dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya usia, jenis kelamin,

ukuran paru, etnik, tinggi badan, kebiasaan merokok, toleransi latihan, kekeliruan

pengamat, kekeliruan alat, variasi dan suhu lingkungan sekitar. Di samping itu

kapasitas paru berkurang jika terdapat penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang

menimbulkan kongesti paru dan pada kelemahan otot pernafasan). Kapasitas vital

paru dan volume ekspirasi paksa satu detik berbeda pada setiap individu.

5.2.1 Hubungan antara Lama Bekerja dengan KVP dan VEP1

Profesi supir angkutan umum sangat rentan mengalami penurunan fungsi

paru karena setiap harinya mengalami kontak langsung dengan polusi kendaraan

bermotor, asap rokok dari lingkungan kerja. Semakin lama terpapar debu maka

semakin banyak debu yang tertimbun dan menimbulkan penyakit, dimana

penyakit paru akibat debu dapat timbul antara 2-4 tahun setelah terpapar debu.

Lama kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja

di suatu tempat. Lama kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun

negatif. Memberi pengaruh positif pada pekerja bila dengan semakin lamanya

bekerja, tenaga kerja akan semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya.

Sebaliknya, akan memberi pengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya

bekerja maka akan timbul kebosanan pada tenaga kerja. Hal ini biasanya terkait

dengan pekerjaan yang bersifat monoton dan berulang-ulang (Tulus, 1992).

Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin lama orang bekerja

maka semakin besar pula resiko terkena penyakit akibat kerja. Pada pekerja

dengan lingkungan berdebu, semakin lama orang bekerja maka semakin banyak

pula debu yang dapat mengendap di paru karena secara teoritis diketahui bahwa

efek paparan debu tergantung pada dosis atau konsentrasi, tempat dan waktu

paparan. Waktu paparan diartikan sebagai frekuensi atau lamanya seseorang

terpapar debu, sehingga semakin lama terpapar, semakin tinggi kemungkinan

untuk timbul gangguan, apalagi didukung oleh zat pemapar dengan konsentrasi

yang tinggi. Bila debu ini dihisap dalam jumlah cukup banyak dan dalam jangka

waktu lama, maka akan dapat menimbulkan berbagai kerusakan dan membentuk

(35)

jaringan ikat pada paru yang akhirnya dapat menimbulkan penyakit (Anhar AS

dkk, 2005). Akibat penghirupan debu, yang langsung dirasakan adalah sesak,

bersin, dan batuk karena adanya gangguan pada saluran pernapasan. Paparan debu

untuk beberapa tahun pada kadar yang rendah tetapi diatas batas limit paparan

menunjukkan efek toksik yang jelas, tetapi hal ini tergantung pada pertahanan

tubuh dari masing-masing pekerja (Sirait, 2010).

Pengukuran fungsi paru yang dilaksanakan terhadap supir angkutan umum

di Terminal Amplas Medan, berdasarkan hasil uji statistiknya diperoleh p value

0,01 < 0,05 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara lama bekerja

dengan KVP maupun VEP1. Hal ini sesuai dengan pendapat Suma’mur (2009),

bahwa salah satu variabel potensial yang dapat menimbulkan gangguan fungsi

paru adalah lamanya seseorang terpapar debu.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya

yaitu seperti yang telah dilakukan oleh Riswati (2004), yang menunjukkan bahwa

ada hubungan antara lama bekerja dengan kapasitas vital paru pada semua tukang

cat mobil di bengkel pengecatan mobil Kampung Ligu Kota Semarang. Begitu

juga dalam penelitian Achmad (2004), yang bertujuan untuk mengetahui

hubungan antara lama bekerja dengan kapasitas vital paru pada pekerja

penggilingan padi sejumlah 49 orang di Kecamatan Purwanegara, dari hasil

analisa bivariat diketahui bahwa ada hubungan yang kuat antara keduanya (p =

0,002). Sama halnya dengan penelitian Aliyani (2009), dari 33 responden pekerja

industri penggilingan padi di Desa Klumprit, Sukoharjo, didapati hasil penelitian

yang menunjukkan bahwa pekerja dengan masa kerja yang lama mengalami

penurunan fungsi paru.

Penelitian yang dilakukan oleh Nugraheni (2004) menyimpulkan bahwa

konsentrasi dan lama terpapar berbanding lurus dengan gangguan fungsi paru.

Kerja fisik apalagi kerja berat dan monoton yang dilakukan di tempat-tempat

berdebu dalam waktu yang lama tanpa disertai dengan rotasi kerja, istirahat, dan

rekreasi yang cukup, akan berakibat terjadinya penurunan kapasitas paru dari

tenaga kerja. Hal ini selaras dengan pernyataan Wahyu (2003) bahwa semakin

(36)

42

akan semakin menurun sehingga berisiko untuk mengalami gangguan fungsi paru,

serupa dengan pendapat Morgan (1978) dan Parkes (1982) dalam Faridawati

(1995). Penelitian Sumanto (1999) juga menunjukkan hasil yang sama, dari

penelitian tersebut diketahui paparan debu akan menurunkan kapasitas paru

sebesar 35,3907 ml per satu tahun masa kerja.

Dari beberapa penelitian terdahulu tersebut semuanya mendukung temuan

penelitian ini, meskipun lama waktu paparan yang dihasilkan dari tiap penelitian

tersebut berbeda. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh jenis atau material

paparan yang berbeda serta keberadaan variabel lain yang dapat mempengaruhi

terjadinya gangguan fungsi paru.

Namun hasil penelitian ini tidak selaras dengan hasil penelitian Khumaidah

(2009), yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

lama bekerja dengan gangguan fungsi paru dengan p value = 0,444. Demikian

juga hasil penelitian Nugroho (2010) didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara lama bekerja dan gangguan fungsi paru dengan p value = 0,354.

Menurut Nugroho (2010), lama bekerja tidak mempunyai hubungan

langsung terhadap terjadinya gangguan pernafasan tetapi dapat menjadi faktor

risiko terjadinya gangguan fungsi pernafasan. Keadaan ini disebabkan oleh karena

variabel lama bekerja tidak secara langsung atau tidak dapat berdiri sendiri untuk

mempengaruhi gangguan pernafasan, sehingga memerlukan variabel lain untuk

bersama-sama mempengaruhi gangguan fungsi pernafasan. Kemungkinan lain

yaitu debu yang terhirup membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat

menimbulkan gangguan pernafasan, karena setiap jenis debu organik maupun

anorganik sampai menimbulkan gangguan pernafasan mempunyai jangka waktu

berbeda, tergantung konsentrasi atau kadar serta ukuran debu tersebut dan hal lain

kemungkinan adalah adanya kerentanan pekerja terhadap polutan.

Ketidakselarasan hasil penelitian ini kemungkinan dipengaruhi oleh berbagai

macam faktor seperti perbedaan jumlah sampel maupun kriteria inklusi dan

eksklusi yang dirancang oleh masing-masing peneliti, ataupun adanya keberadaan

variabel lainnya sehingga hasil penelitian yang diperoleh pun bervariasi.

(37)

5.2.2 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan KVP dan VEP1

Struktur dan fungsi saluran pernafasan dan jaringan paru-paru dapat berubah

akibat merokok. Pada saluran nafas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan

kelenjar mukus bertambah banyak. Pada saluran pernafasan kecil, terjadi radang

ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada

jaringan paru terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli. Akibat

perubahan anatomi saluran napas, akan timbul perubahan klinisnya. Hal ini

menjadi dasar utama terjadinya penyakit obstruktif paru menahun.

Kebiasaan merokok dapat menimbulkan gangguan paru berupa bronkitis

dan emfisema. Pada kedua keadaan ini terjadi penurunan fungsi paru. Selain itu,

pecandu rokok sering menderita penyakit batuk kronis, kepala pusing, perut mual,

sukar tidur, dan lain-lain. Kalau gejala-gejala diatas tidak segera diatasi maka

gejala yang lebih buruk lagi akan terjadi, seperti semakin sulit untuk bernapas,

kecepatan pernapasan bertambah, kapasitas vital berkurang, dan lain-lain.

Pengukuran fungsi paru yang dilaksanakan terhadap supir angkutan umum

di Terminal Amplas Medan, berdasarkan hasil uji statistiknya diperoleh p value

0,01 dan 0,04 (p < 0,05) yang berarti ada hubungan yang signifikan antara

kebiasaan merokok dengan KVP dan VEP1. Hal ini sejalan dengan penelitian

Nugraheni (2004) yang menunjukkan kebiasaan merokok dapat memperberat

kejadian fungsi paru pada pekerja padi dengan risiko 2,8 kali lebih besar

dibandingkan dengan yang tidak merokok.

Selain itu juga, menurut Epler (2000) kebiasaan merokok merupakan faktor

penyerta potensial terjadinya gangguan fungsi paru. Kebiasaan merokok bukan

hanya akan mengurangi tingkat pertukaran oksigen dalam darah, tetapi juga akan

menjadi faktor potensial dari beberapa penyakit paru, termasuk karsinoma paru.

Oleh karena itu, kebiasaan merokok dapat memperberat kejadian gangguan fungsi

paru. Kebiasaan merokok seseorang mempengaruhi kapasitas paru. Hampir semua

perokok yang diobservasi menunjukkan penurunan pada fungsi parunya. Dari

penelitian yang dilakukan oleh dr. E.C. Hammond dari American Cancer Society,

ditarik kesimpulan bahwa mereka yang mulai mencandu rokok pada umur kurang

(38)

44

18 kali lebih tinggi daripada yang tidak merokok, sedang kebiasaan tersebut

dimulai di atas 25 tahun, risikonya menjadi 2 sampai 5 kali lebih tinggi daripada

yang tidak merokok (Wahyu, 2003).

Kebiasaan merokok pada pekerja yang terpapar oleh debu memperbesar

kemungkinan untuk terjadinya gangguan fungsi paru (Gold dkk, 2005). Penelitian

lain oleh Faridawati (1995) juga menunjukkan hasil kebiasaan merokok pada

pekerja akan memberikan dampak kumulatif terhadap timbulnya gangguan fungsi

paru. Hal ini disebabkan asap rokok akan menghilangkan bulu-bulu silia di

saluran pernafasan yang berfungsi sebagai penyaring udara yang masuk dalam

pernafasan.

Demikian juga dengan penelitian Nugroho (2010), didapati bahwa ada

hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan kejadian kelainan

fungsi paru dengan p value = 0,000 (p < 0,05). Hal ini sejalan dengan teori bahwa

kebiasaan merokok dapat menimbulkan gangguan ventilasi paru karena dapat

menyebabkan iritasi dan sekresi mukus yang berlebihan pada bronkus. Keadaan

seperti ini dapat mengurangi efektifitas mukosiler dan membawa partikel-partikel

debu sehingga merupakan media yang baik tumbuhnya bakteri. Asap rokok dapat

meningkatkan risiko timbulnya penyakit bronkitis dan kanker paru (Yunus, 1997).

Berdasarkan hasil penelitian Suyono (2001), inhalasi asap tembakau baik

primer maupun sekunder dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan pada

orang dewasa. Asap rokok mengiritasi paru-paru dan masuk ke dalam aliran

darah, sehingga merokok lebih menurunkan kapasitas vital paru dibandingkan

beberapa bahaya kesehatan akibat kerja (Depkes RI, 2003).

Menurut Dhaise dan Rabi (1997) tenaga kerja yang merokok dan berada di

lingkungan yang berdebu cenderung mengalami gangguan saluran pernapasan

dibanding dengan tenaga kerja yang berada pada lingkungan yang sama tetapi

tidak merokok. Kebiasaan merokok dapat menyebabkan gangguan fungsi paru

obstruktif yang umumnya ditandai dengan penurunan volume ekspirasi paksa

detik pertama (VEP1), hal ini selaras dengan pendapat Rahmatullah (2009) yang

menyatakan bahwa besarnya penurunan fungsi paru (VEP1) berhubungan

langsung dengan kebiasaan merokok. Pada orang dengan fungsi paru normal dan

(39)

tidak merokok mengalami penurunan VEP1 20 ml pertahun, sedangkan pada

orang yang merokok (perokok) akan mengalami penurunan VEP1 lebih dari 50 ml

pertahunnya. Oleh karena itu sebaiknya pekerja menghentikan kebiasaan merokok

untuk mencegah laju penurunan VEP1. Disamping pengaruh rokok, paparan debu

dalam waktu lama di lingkungan kerja dapat menyebabkan terjadinya gangguan

fungsi paru obstruktif maupun restriktif.

Namun, hasil penelitian tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Mustika (2011), pada pekerja kayu di wilayah Puskesmas Lumpue Pare-Pare,

hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 23 responden yang merokok sebanyak 9

orang (39,1%) mempunyai kapasitas paru tidak normal, sedangkan dari 7 orang

yang tidak merokok sebanyak 1 orang (14,3%) mempunyai kapasitas paru tidak

normal. Dari hasil uji statistik yang dilakukan diketahui bahwa tidak ada

hubungan antara merokok dengan kapasitas paru pekerja. Sama halnya dengan

penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2013) dengan jumlah sampel 42

responden, didapati bahwa responden yang merokok sebanyak 65% memiliki

kapasitas paru tidak normal, sedangkan yang tidak merokok 68,2% juga memiliki

kapasitas paru tidak normal. Uji statistik diperoleh p value 0,827 yang berarti

tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kapasitas

paru tenaga kerja di PT Eastern Pearl Flour Mills, Makassar. Hal ini berbeda

dengan teori yang menyatakan bahwa kebiasaan merokok akan mempengaruhi

penurunan fungsi paru. Hasil yang berbeda dengan penelitian terdahulu ini

kemungkinan disebabkan oleh karena adanya perbedaan baik jumlah sampel

maupun karakteristik sampel yang diuji, dan bisa juga dipengaruhi oleh

(40)

46

5.2.3 Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, penulis memiliki beberapa keterbatasan

yaitu:

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi paru (KVP dan VEP1) dalam

penelitian ini hanya terdiri dari dua variabel, yaitu lama bekerja dan

kebiasaan merokok, sedangkan masih banyak faktor lain yang dapat

mempengaruhi fungsi paru seseorang.

2. Jumlah populasi yang digunakan dalam penelitian ini hanya supir

angkutan umum di Terminal Amplas Medan.

3. Adanya keterbatasan responden dalam pengisisan kuesioner dikarenakan

tingkat pendidikan yang berbeda-beda.

4. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini hanya sampai pada uji

bivariat.

(41)

6.1 Kesimpulan

Supir angkutan umum yang telah lama bekerja dan yang mempunyai

kebiasaan merokok lebih banyak memiliki gangguan restriksi fungsi paru dan

gangguan obstruksi paru dibandingkan dengan supir angkutan umum yang

tergolong baru bekerja dan tidak mempunyai kebiasaan merokok. Dari uji statistik

ditemukan bahwa:

1. Terdapat hubungan yang bermakna (p = 0,01) antara lama bekerja dengan

KVP (fungsi paru restriktif). Supir angkutan umum yang telah lama

bekerja memiliki gangguan restriksi fungsi paru lebih banyak yaitu

sejumlah 57 orang (57%), sedangkan supir angkutan umum yang

tergolong baru bekerja diantaranya hanya 3 orang (3,0%) yang memiliki

gangguan restriksi fungsi paru.

2. Terdapat hubungan yang bermakna (p = 0,01) antara lama bekerja dengan

VEP1 (fungsi paru obstruktif). Supir angkutan umum yang telah lama

bekerja memiliki gangguan obstruksi fungsi paru lebih banyak yaitu

sejumlah 52 orang (52%), sedangkan supir angkutan umum yang

tergolong baru bekerja diantaranya hanya 3 orang (3,0%) yang memiliki

gangguan obstruksi fungsi paru.

3. Terdapat hubungan yang bermakna (p = 0,01) antara kebiasaan merokok

dengan KVP (fungsi paru restriktif). Supir angkutan umum yang

mempunyai kebiasaan merokok memiliki gangguan restriksi fungsi paru

lebih banyak yaitu sejumlah 59 orang (59%), sedangkan supir angkutan

umum yang tidak mempunyai kebiasaan merokok diantaranya hanya 1

orang (1,0%) yang memiliki gangguan restriksi fungsi paru.

4. Terdapat hubungan yang bermakna (p = 0,04) antara kebiasaan merokok

dengan VEP1 (fungsi paru obstruktif). Supir angkutan umum yang

(42)

48

lebih banyak yaitu sejumlah 55 orang (55%), sedangkan supir angkutan

umum yang tidak mempunyai kebiasaan merokok diantaranya tidak ada

yang memiliki gangguan obstruksi fungsi paru.

6.2 Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka :

1. Masyarakat

a. Perlunya peningkatan kesadaran khususnya pada supir angkutan

umum untuk mengurangi kebiasaan merokok

b. Perlunya peningkatan kesadaran khususnya pada supir angkutan

umum untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin

2. Pemerintah

a. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara perlu membuat suatu

program khusus dalam upaya pengendalian penyakit pernafasan

bagi supir angkutan umum di terminal-terminal kota Medan serta

membuat suatu kebijakan larangan merokok bagi supir angkutan

umum.

b. Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara perlu melakukan

program khusus dalam upaya mengatur emisi gas kendaraan.

2. Akademisi

a. Bagi akademisi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai

perngaruh polusi lingkungan terhadap gangguan fungsi paru

dengan melengkapi berbagai faktor risiko yang lebih banyak serta

jumlah sampel yang lebih besar sehingga dapat dijadikan sebagai

acuan dalam pengambilan keputusan untuk pengendalian penyakit

pernafasan pada kelompok supir angkutan umum bagi pemerintah

daerah Sumatera Utara

(43)

2.1. Sistem Respirasi

Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk menghirup oksigen dari

lingkungan eksternal dan menyediakannya bagi sel- sel tubuh serta membuang

karbon dioksida yang diproduksi oleh metabolisme sel keluar dari tubuh (Levitzky,

2013).

Pernafasan dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu ventilasi, difusi, dan perfusi.

Gangguan pernafasan bisa terjadi pada ketiga tahap ini secara spesifik atau secara

bersamaan, contohnya seperti pada fibrosis paru, pneumonia, dan gagal jantung.

(Pearce, 2009).

Proses pernafasan dimulai dari masuknya oksigen melalui mulut atau hidung,

faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus sampai dengan alveoli. Dari alveoli

oksigen berdifusi masuk ke dalam darah dan dibawa oleh eritrosit (sel darah merah).

Dalam darah, oksigen dibawa ke jantung kemudian dipompakan oleh jantung untuk

diedarkan ke seluruh tubuh dan digunakan sampai tingkat sel. Oksigen masuk ke

dalam sel dan di dalam mitokondria digunakan untuk proses-proses metabolisme

yang penting untuk kelangsungan hidup. Sedangkan karbon dioksida berjalan arah

sebaliknya dengan oksigen (Guyton dan Hall, 2008).

2.2 Anatomi Paru

Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada

di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi

dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus

sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat

(44)

7

sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru

kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum (Sherwood, 2001).

Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi

pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung

membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada

rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura

(Guyton dan Hall, 2007).

Gambar 2.1. Anatomi paru (Tortora, 2012)

(45)

Sistem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian atas dan

pernafasan bagian bawah :

1. Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung, sinus paranasal,

dan faring.

2. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan

alveolus paru (Guyton dan Hall, 2007). Pergerakan dari dalam ke luar paru

terdiri dari dua proses, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah

pergerakan dari atmosfer ke dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah

pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi dapat

berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan

elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua yaitu :

1. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,

sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.

2. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus

( Alsagaff dan Mukty, 2005).

(46)

9

Respirasi adalah suatu proses dimana terjadi pertukaran gas oksigen dan

karbon dioksida pada saat terjadi metabolisme sel. Organ vital untuk melakukan

proses respirasi disebut dengan paru-paru. Menurut Moore, Dalley, dan Agur (2006),

fungsi utama paru-paru adalah untuk memasukkan oksigen ke dalam darah

(oksigenasi) dan mendistribusikan darah ke setiap sel dan jaringan di dalam tubuh.

Paru-paru terletak pada rongga dada mediastinum. Mediastinum terbagi menjadi dua

bagian, yaitu bagian lateral kiri dan kanan yang disebut juga dengan kavum

pulmonalis. Kavum pulmonalis dilapisi oleh suatu lapisan yang disebut dengan

pleura. Struktur paru-paru pada manusia hidup biasanya melingkupi kavum

pulmonalis secara keseluruhan, berkonsistensi elastis, lembut dan ringan.

Mediastinum terhubung dengan paru-paru melalui akar paru. Akar paru ini

terdiri atas bronkus utama, pembuluh darah, pembuluh limfatik dan saraf yang keluar

masuk melalui hilum paru. Hilum paru bisa dianalogikan sebagai akar tumbuhan di

dalam tanah.

Paru-paru terbagi menjadi beberapa lobus. Paru-paru kanan memiliki tiga

lobus sedangkan paru-paru kiri memiliki dua lobus. Ditinjau dari massa atau berat

organnya, paru-paru kanan lebih berat serta lebih besar apabila dibandingkan dengan

paru-paru kiri. Tetapi dikarenakan ada liver di bagian bawah paru-paru, maka kubah

diafragma lebih tinggi sehingga menyebabkan paru-paru kanan lebih pendek dan

melebar.

Masing-masing paru mempunyai :

- Apex (bagian superior paru), base (bagian inferior paru yang

berbatasan dengan diafragma)

- Tiga permukaan (permukaan kostal, mediastinal dan diafragmatik)

- Tiga perbatasan (anterior, inferior, dan posterior)

Jaringan paru normal bersifat elastis, licin, berwarna merah dadu tua, dan

tidak mempunyai jaringan partikel-partikel karbon. Sebaliknya, apabila seseorang itu

adalah pecandu rokok, jaringan parunya berwarna kehitaman dan mengandung

(47)

partikel-partikel karbon. Hal ini menyebabkan daya keelastisan paru hilang sehingga

pertukaran udara tidak dapat berjalan lancar (Jos Usin, 2000).

2.2.1 Ventilasi Paru

Ventilasi paru adalah proses masuk dan keluarnya udara melalui sistem

respirasi. Secara harafiah, respirasi atau pernafasan merupakan pergerakan oksigen

dari atmosfer menuju sel-sel dan keluarnya karbon dioksida dari sel-sel ke udara

bebas. Orang dewasa normal bernafas sekitar 16 kali per menit. Pertukaran udara ini

di bantu dengan pergerakan otot yang berguna untuk melakukan proses inspirasi dan

ekspirasi (McKinley dan O’Loughlin, 2006).

Tujuan utama terjadinya proses ventilasi paru adalah untuk menjaga

konsentrasi oksigen dan karbon dioksida dalam keadaan yang sesuai di dalam lumen

alveoli. Tujuan ini dapat diperoleh dengan terjadinya ventilasi paru diikuti oleh tiga

proses lainnya yaitu : pertukaran gas di alveoli, di sel-sel tubuh, dan mekanisme

pengaturan respirasi.

Ventilasi melibatkan dua proses, yaitu inspirasi (pemasukan udara) dan

ekspirasi (pengeluaran udara). Kedua proses ini dapat dicapai apabila terjadi

perbedaan tekanan udara. Prinsip pada ventilasi ini ialah udara mengalir dari tekanan

yang lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah. Perbedaan tekanan ini dibantu oleh

kinerja otot-otot pernafasan dan dipengaruhi oleh volume dan kapasitas paru,

resistensi aliran udara, dan daya kembang atau compliance paru (Guyton dan Hall,

(48)

11

volume udara yang diinspirasi dan

diekspirasi setiap kali bernafas normal

500

Volume Cadangan

Inspirasi (Inspiratory

Reserve Volume, IRV)

volume udara ekstra yang dapat

diinspirasi setelah volume tidal

3000

Volume Cadangan

Ekspirasi ( Expiratory

Reserve Volume, ERV)

volume udara yang masih bisa

dikeluarkan dengan melakukan

ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi

normal

1100

Volume Residu

(Residual Volume,

RV)

volume udara yang masih tetap berada

dalam paru setelah ekspirasi kuat

1200

Kapasitas Inspirasi

(Inspiratory Capacity,

IC = IRV + VT)

jumlah udara yang dapat dihirup mulai

pada tingkat ekspirasi normal dan

mengembangkan parunya sampai

jumlah maksimal

3500

(49)

Kapasitas Vital (Vital

Capacity, VC =

IRV+VT+ERV)

jumlah udara maksimal yang dapat

dikeluarkan dari paru setelah terlebih

dahulu mengisi paru secara maksimal

dan kemudian mengeluarkannya

volume total dari udara yang

dihembuskan dari paru-paru setelah

inspirasi maksimum yang diikuti oleh

ekspirasi paksa minimum

4800

Kapasitas Paru Total

(Total Lung Capacity,

TLC = IC+FRC)

volume maksimal saat paru dapat

dikembangkan sebesar mungkin

dengan inspirasi paksa

5800

Sumber: Guyton dan Hall, 2007

2. Resistansi Aliran Udara

Pada pernapasan normal, sebagian besar upaya pernapasan adalah

untuk mengatasi daya kembang paru dan dinding dada. Resistensi jaringan

paru hanya sekitar 10 % dan 80 % sisanya adalah resistensi aliran udara. Kerja

untuk mengatasi resistensi aliran udara adalah kecil, tetapi jika pernapasan

menjadi lebih dalam dan cepat kerja yang dikeluarkan untuk mengatasi

(50)

13

Tekanan saluran napas normal adalah sekitar 1,5 cm H2O/l/detik.

Tahanan aliran udara hidung adalah tiga kali lebih tinggi. Jika saluran udara

menyempit atau tersumbat oleh mukus, maka akan terjadi peningkatan

resistensi udara, khususnya pada volume paru bagian bawah yang

lumen-lumen saluran udaranya lebih sempit. Pada emfisema, saluran napas

mengalami obstruksi yang irreversibel dan resistansi udara akan meningkat

empat sampai enam kali yang terjadi di bronkioli dan saluran napas kecil

(Sodeman, 1995)

3. Daya kembang (compliance) paru

Daya kembang adalah suatu ukuran distensibilitas paru-paru dan

dinyatakan dengan perubahan volume paru yang terjadi karena tekanan antara

pleura dan alveoli (tekanan transpulmonal), dimana setiap kali tekanan

transpulmonal meningkat 1 cm H2O maka terjadi pengembangan paru

sebanyak 200 ml (Guyton dan Hall, 2007).

Daya kembang ditentukan oleh daya elastis paru. Daya elastis ini dapat

dibagi menjadi dua bagian, yaitu daya elastis dari jaringan paru itu sendiri dan

daya yang disebabkan oleh tegangan permukaan cairan yang membatasi

dinding dalam alveoli dan ruang udara paru lainnya yang dinamakan

surfaktan. Daya kembang paru juga bergantung pada ukuran paru, dimana

makin besar paru-paru, maka makin besar daya kembang (Sodeman, 1995).

Beberapa keadaan yang merusak jaringan paru, menyebabkan

terjadinya fibrotik atau edema, penyumbatan bronkiol atau cara lain apapun

yang menghalangi pengembangan dan pengempisan paru menyebabkan

compliance paru berkurang.

2.2.2 Difusi

Setelah alveoli ditukar dengan udara segar, tahapan yang selanjutnya terjadi

dalam proses respirasi adalah difusi oksigen dari alveoli ke pembuluh darah paru dan

difusi karbondioksida kearah sebaliknya. Dinding alveolus sangat tipis dan di

(51)

dalamnya terdapat jaringan kapiler yang padat dan saling berhubungan, sehingga jelas

bahwa gas alveolus berada sangat dekat dengan darah kapiler. Pertukaran gas antara

udara alveolus dan pembuluh darah paru terjadi melalui membran di seluruh bagian

terminal paru, yaitu membran alveolus berkapiler tipis. Yang mendorong untuk

terjadinya pertukaran ini adalah selisih tekanan parsial antara daerah dan fase gas

(Guyton dan Hall, 2007).

Proses difusi ini terjadi melewati dinding alveoli, ruang interstitial, endotel

kapiler, plasma dan dinding eritrosit. Oksigen dari alveoli setelah melewati jaringan

tersebut akan berikatan dengan hemoglobin membentuk HbO2. Setiap gangguan atau

kerusakan pada jaringan yang dilalui pada proses difusi dapat menurunkan difusi

oksigen kedalam darah. Contoh gangguan difusi yaitu apabila terjadi penebalan

dinding alveoli pada fibrosis, terisinya ruang intersistitial oleh cairan edema pada

paru, penebalan endotel kapiler, pengentalan plasma pada hemokonsentrasi (Yunus,

1992).

2.2.3 Perfusi

Proses perfusi adalah penyebaran darah yang sudah teroksigenasi ke seluruh

paru dan jaringan tubuh. Bila oksigen telah berdifusi dari alveoli ke dalam darah paru,

oksigen terutama ditranspor dalam bentuk gabungan dengan hemoglobin ke kapiler

jaringan dimana oksigen dilepaskan untuk dipergunakan oleh sel. Adanya

hemoglobin di dalam sel darah merah memungkinkan darah mengangkut 30 sampai

100 kali jumlah oksigen yang dapat ditranspor dalam bentuk oksigen terlarut di dalam

cairan darah (plasma). Dalam sel jaringan oksigen bereaksi dengan berbagai bahan

makanan membentuk sejumlah besar karbondioksida. Karbondioksida ini masuk ke

dalam kapiler jaringan dan ditranspor kembali ke paru. Karbondioksida, seperti

oksigen, juga bergabung dengan bahan-bahan kimia dalam darah yang meningkatkan

transportasi karbondioksida 15-20 kali lipat. Gangguan perfusi terjadi apabila ada

(52)

15

2.3. Pengukuran Fungsi Paru

Uji faal paru bertujuan untuk mengetahui apakah fungsi paru seseorang individu

dalam keadaan normal atau abnormal. Pemeriksaan faal paru biasanya dikerjakan

berdasarkan indikasi atau keperluan tertentu, misalnya untuk menegakkan diagnosis

penyakit paru tertentu, evaluasi pengobatan asma, evaluasi rehabilitasi penyakit paru,

evaluasi fungsi paru bagi seseorang yang akan mengalami pembedahan toraks atau

abdomen bagian atas, penderita penyakit paru obstruktif menahun, akan mengalami

anestesi umum sedangkan yang bersangkutan menderita penyakit paru atau jantung

dan keperluan lainnya.

Secara lengkap uji faal paru dilakukan dengan menilai fungsi ventilasi, difusi

gas, perfusi darah paru dan transport gas O2 dan CO2 dalam peredaran darah. Fungsi

paru disebut normal apabila PaO2 > 50 mmHg dan PaCO2 < 50 mmHg dan disebut

gagal napas apabila PaCO2 < 50 mmHg dan PaCO2 > 50 mmHg.

Untuk keperluan praktis dan uji skrining, biasanya penilaian faal paru seseorang

cukup dengan melakukan uji fungsi ventilasi paru. Apabila fungsi ventilasi nilainya

baik, dapat mewakili keseluruhan fungsi paru dan biasanya fungsi-fungsi paru lainnya

juga baik. Penilaian fungsi ventilasi berkaitan erat dengan penilaian mekanika

pernapasan. Untuk menilai fungsi ventilasi digunakan spirometer untuk mencatat

grafik pernapasan berdasarkan jumlah dan kecepatan udara yang keluar atau masuk

ke dalam spirometer (Alsagaff dan Mukty, 2005).

Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian

terbesar volume dan kapasitas paru-paru. Spirometri merekam secara grafis atau

digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Volume Ekspirasi Paksa

(VEP) atau Forced Expiratory Volume (FEV) adalah volume dari udara yang

dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum dengan usaha paksa

minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur dalam satu detik (VEP

1). Kapasitas Vital Paksa atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari

udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh

ekspirasi paksa minimum. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk

Gambar

Tabel 3.2 Variabel dan Definisi Operasional
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek Penelitian
Tabel 5.2 Hubungan Antara Lama Bekerja Dengan KVP
Tabel 5.4 Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan KVP
+6

Referensi

Dokumen terkait

dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (Strata - 1) pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Disusun

Remote sensing is a suitable tool for estimating the spatial variability of crop canopy characteristics, such as canopy chlorophyll content (CCC) and green

iii Menurut pendapat kami, berdasarkan audit kami dan laporan auditor independen lain tersebut, laporan keuangan konsolidasian yang kami sebut di atas menyajikan secara wajar,

KEY WORDS: Vegetation Coverage, Relative Leaf Area Index (RLAI), Normalized Difference Water Index (NDWI),

No 17 telah memperoleh persetujuan dari Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN nomor S-01/MDU.1- PBUMN/1999 tentang persetujuan Pendirian Anak Perusahaan PT Wijaya

There are many classification methods such as maximum likelihood classifier (MLC), Supported Vector Machine (SVM) and decision tree which have been used in mapping crop

Maksudnya dari pada mencari suami/istri yang tepat akan banyak menemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan, dan saat ini beberapa orang yang saya kenal

Hati pada tikus model dibetes yang masih menunjukkan kadar gula darah tinggi saat pengambilan sampel organ pada pengamatan mikroskopik ditemukan beberapa perubahan, yaitu