Lampiran 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Cindy Audina Pradibta
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 23 Mei 1994
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Cempaka Putih Tengah 27B No 20E, Jakarta Pusat 10510
Riwayat Pendidikan :
1. TK Mardi Yuana Depok (1998-2000)
2. SD Mardi Yuana Depok (2000-2006)
3. SMP Donbosco II Jakarta (2006-2009)
4. SMA Negeri 1 Jakarta (2009-2012)
Riwayat Organisasi :
1. Peserta MMB PEMA FK USU Tahun 2012
2. Panitia (Sekretaris) Try Out IPA SBMPTN FK USU 2014
3. Anggota Departemen Kewirausahaan PEMA FK USU 2014
55
Lampiran 2
57
Lampiran 4
LEMBAR PENJELASAN
Dengan hormat,
Saya Cindy Audina Pradibta adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara angkatan 2012. Saat ini saya sedang mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Lama Bekerja dan Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik
(VEP1) pada Supir Angkutan Umum di Terminal Amplas Medan”. Penelitian ini
dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan proses belajar
mengajar pada blok Community Research Progamme.
Untuk keperluan tersebut, saya memohon kesediaan saudara untuk
menjadi partisipan dalam penelitian ini. Yang akan saudara lakukan dalam
penelitian ini antara lain mengisi kuesioner dengan jujur dan apa adanya.
Apabila saudara bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini, silahkan
menandatangani formulir persetujuan yang ada di halaman selanjutnya. Identitas
pribadi saudara sebagai partisipan akan dirahasiakan dan semua informasi yang
diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Bila saudara membutuhkan
penjelasan, maka dapat menghubungi peneliti:
Nama : Cindy Audina Pradibta
HP : 081370415494
Terima kasih saya ucapkan kepada saudara yang telah ikut berpatisipasi
dalam penelitian ini. Keikutsertaan saudara dalam penelitian ini akan
menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi ilmu pengetahuan.
Medan, 2015
Peneliti
(Cindy Audina Pradibta)
Lampiran 5
LEMBAR PERSETUJUAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Telah benar-benar paham atas penjelasan yang disampaikan oleh peneliti mengenai penelitian ini yang berjudul “Hubungan Antara Lama Bekerja dan Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi
Paksa Satu Detik (VEP1) pada Supir Angkutan Umum di Terminal Amplas
Medan”. Oleh karena itu saya menyatakan BERSEDIA menjadi partisipan dalam penelitian ini.
Demikianlah, persetujuan ini saya sampaikan dengan sukarela dan tanpa
ada paksaan dari pihak manapun.
Medan, 2015
Partisipan
59
Lampiran 6
FORMULIR KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN LAMA BEKERJA DAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KAPASITAS VITAL PARU DAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA SATU
DETIK PADA SUPIR ANGKUTAN UMUM DI TERMINAL AMPLAS MEDAN
Petunjuk Pengisian
a) Mohon dengan hormat bantuan dan kesediaan Saudara untuk mengisi dan menjawab semua pertanyaan yang ada.
b) Isilah data Saudara dengan lengkap sesuai keadaan yang sebenarnya sebelum menjawab.
c) Mohon dibaca dengan cermat semua pertanyaan sebelum menjawab. d) Semua pertanyaan yang ada harus dijawab.
e) Berilah tanda ( X ) pada jawaban A atau B yang Saudara anggap paling tepat dan isilah pertanyaan yang berupa isian pada titik-titik yang telah disediakan
f) Untuk pertanyaan pilihan berganda (A atau B), apabila Saudara ingin memperbaiki atau mengganti jawaban semula, cukup dengan mencoret jawaban semula ( // ) dan memberi tanda ( X ) pada jawaban yang baru.
I. IDENTITAS
NAMA SUBJEK :
UMUR :
ALAMAT :
NOMOR TELEPON/HP :
TINGKAT PENDIDIKAN : a. SD b. SMP c.SMA
d. Lainnya(tuliskan)...
II. KETERANGAN ANTROPOMETRIS*
BERAT BADAN : kg
TINGGI BADAN : centimeter
INDEKS MASSA TUBUH :
III. GAYA HIDUP DAN RIWAYAT PENYAKIT
1. Sudah berapa lama anda bekerja sebagai supir angkutan
umum?...tahun...bulan
2. Apakah anda rutin berolahraga?
a. Ya (lanjut ke nomor 3)
b. Tidak
3. Jika ya, jenis olahraga apa yang anda lakukan?
a. Lari
b. Senam
c. Sepak bola
d. Bulu tangkis
e. Lainnya (tuliskan)...
4. Apakah anda merokok?
a. Ya (lanjutkan ke nomor 5 dan 6)
b. Tidak
5. Jika ya, sudah berapa lama anda merokok?
(tuliskan)...
6. Jika ya, berapa batang rokok yang anda hisap setiap hari?
a. 1-10 batang per hari
b. 11-20 batang per hari
c. >20 batang per hari
7. Apakah anda pernah bekerja sebelum menjadi supir angkutan umum?
a. Ya (lanjutkan ke nomor 8)
b. Tidak
61
(tuliskan)...
9. Apakah anda pernah mempunyai penyakit yang sering mengganggu pernafasan
anda?
a. Ya (lanjutkan ke nomor 10)
b. Tidak
10. Jika ya, penyakit yang pernah anda derita adalah :
a. Bronkitis
b. Asma
c. Paru – paru basah d. TBC
e. Lainnya (tuliskan)...
11. Apakah keluarga anda mempunyai riwayat penyakit gangguan pernafasan?
a. Ya (lanjutkan ke nomor 12)
b. Tidak
12. Jika ya, penyakit yang pernah diderita keluarga anda adalah :
a. Bronkitis
b. Asma
c. Paru – paru basah d. TBC
e. Lainnya (tuliskan)...
IV. KETERANGAN HASIL PENGUKURAN FUNGSI PARU DENGAN SPIROMETRI*
1. Kapasitas Vital Paru : %
2. Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik : %
*) Di isi oleh peneliti
Lampiran 8
1) Lama Bekerja & KVP Crosstabulation
KVP
Total
Tidak Normal Normal
Lama Bekerja Baru 3 25 28
Lama 57 15 72
Total 60 40 100
Value df
Asymptotic Significance
(2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square
39,360a 1 ,000
Continuity Correctionb
36,560 1 ,000
Likelihood Ratio
41,844 1 ,000
Fisher's Exact Test
,000 ,000
Linear-by-Linear Association
38,967 1 ,000
N of Valid Cases
63
2) Kebiasaan Merokok & KVP Crosstabulation
KVP
Total
Tidak Normal Normal
Kebiasaan Merokok Baru 1 4 5
Lama 58 12 70
Total 59 16 75
Value df
Asymptotic Significance
(2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 10,987a 1 ,001
Continuity Correctionb
7,560 1 ,006
Likelihood Ratio 8,607 1 ,003
Fisher's Exact Test
,006 ,006
Linear-by-Linear Association
10,840 1 ,001
N of Valid Cases
75
Value df
Asymptotic Significance
(2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square
30,816a 1 ,000
Continuity Correctionb
28,381 1 ,000
Likelihood Ratio
33,478 1 ,000
Fisher's Exact Test
,000 ,000
Linear-by-Linear Association
30,508 1 ,000
N of Valid Cases
100
3) Lama Bekerja & VEP1 Crosstabulation
VEP1
Total
Tidak Normal Normal
Lama Bekerja Baru 3 25 28
Lama 52 20 72
Total
65
4) Kebiasaan Merokok & VEP1 Crosstabulation
VEP1
Total
Tidak Normal Normal
Kebiasaan Merokok Baru 1 4 5
Lama 54 16 70
Total 55 20 75
Value df
Asymptotic Significance
(2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square
7,792a 1 ,004
Continuity Correctionb
5,144 1 ,023
Likelihood Ratio
6,727 1 ,009
Fisher's Exact Test
,016 ,016
Linear-by-Linear Association
7,688 1 ,006
N of Valid Cases 75
49
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, A., 2004. Hubungan Masa Kerja dengan Kapasitas Fungsi Paru pada
Pekerja Penggilingan Padi di Kecamatan Purwanegara Tahun 2004.
Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Dipenogoro.
Aliyani, D., 2009. Pengaruh Kadar Debu, Kebiasaan Merokok, dan Masa Kerja
Terhadap Kapasitas Fungsi Paru pada Pekerja Industri Penggilingan
Padi Desa Klumprit, Sukoharjo. Semarang: Universitas Dipenogoro.
Alsagaff, H., Mukty A., 2005. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi 3.
Surabaya: Airlangga University Press.
Anhar, A.S., Yuliani S., Daru L., 2005. Hubungan Paparan Debu Gamping
dengan Kapasitas Vital Paksa Paru pada Pekerja Batu Gamping di Unit
Dagang Usaha Maju, Kalasan, Yogyakarta. Media Kesehatan
Masyarakat Indonesia, 4 (1): 17-22.
Astrand, P., 2003. Textbook of Work Physiology: Physiological Bases of Exercise.
USA: Human Kinetics.
Depdikbud, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993. Persyaratan Kesehatan
Tempat-Tempat Umum. Jakarta: Direktorat Jendral PPM & PLP
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003. Modul Pelatihan Bagi
Fasilitator Kesehatan Kerja. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Polusi dan Dampak Bagi
Lingkungan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan
Dasar Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Dhaise, A., Rabi A.Z., 1997. Pulmonary Manifestation in Cement Workers in
Jordan. USA: U.S. National Library of Medicine. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9575667 [Acessed 05 Oktober
2015]
Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup, Energi dan Sumber Daya Mineral Kota
Medan, 2007. Basis Data Lingkungan Hidup Daerah Kota Medan
Tahun 2007. Medan: Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup, Energi dan
Sumber Daya Mineral Kota Medan.
Dinas Perhubungan Kota Medan, 2010. Jumlah Kendaraan Bermotor Tahun
2004-2009. Medan: Dinas Perhubungan Medan. Available from:
http://pemkomedan.go.id/images/jumlahangkutan.pdf [Acessed 17
April 2015].
Djojodibroto, R.D., 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC
Epler, G.R., 2000. Clinical Overview Of Occupational Disease. USA: U.S.
National Library of Medicine. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1410303 [Acessed 05 Oktober
2015]
Faridawati, R., 1995. Penyakit Paru Obstruktif Kronik dan Asma Akibat Kerja.
Jakarta: Journal of the Indonesia Association of Pulmonologist.
Foss, M.L., Keteyian S.J., 1998. Fox’s Physiological Basis for Exercise and
Sport. 6th ed. New York : The McGraw-Hill Companies, Inc.
Ganong, W. F., 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC.
Gold, D., Wang X., Wypij D., Speizer F.E., Ware J.H., Dockery D.W., 2005.
Effect of Cigarette Smoking on Lung Function in Adolescent Boys and
Girls. The New England Journal of Medicine, 335 (13): 1 – 4.
Guyton, A.C., Hall, J.E., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC.
Guyton, A.C., Hall, J.E., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 10. Jakarta:
EGC.
Johncy, S.S., Ajay K.T., Dhanyakumar G., Raj N.P., Samuel T.V., 2011. Dust
Exposure and Lung Function Impairment in Construction Workers.
India: J.J.M Medical College. Available from:
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.392.1936&re
51
Johns, D.P., Pierce R., 2007. Pocket Guide to Spirometry. 2nd ed. Australia: McGraw-Hill.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan. Available from:
http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/rkd2013/Laporan_Risk
esdas2013.PDF [Acessed 17 April 2015].
Khumaidah, 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan
Fungsi Paru pada Pekerja Mebel PT. Kota Jati Furnindo Desa
Suwawal Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara. Semarang: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
Lameshow, S. 1997. Besar Sampel Dalam Peneltian Kesehatan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Mckinley, M.P., O’loughin V.D., 2006. Human Anatomy. Volume 1. New York:
McGraw-Hill Higher Education.
Moore K.L., Dalley A.F., Agur A.M.R., 2006. Clinically Oriented Anatomy. 4th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins.
Mulia, Ricky.M., 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Edisi 1. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Mustika, I., 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Paru pada
Pekerja Kayu di Wilayah Puskesmas Lumpue Pare-Pare Tahun 2011.
Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Nugraheni, F.S., 2004. Analisis Faktor Risiko Kadar Debu Organic di Udara
Terhadap Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Penggilingan
Padi di Kabupaten Demak. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro.
Nugroho, A.S.S., 2010. Hubungan Konsentrasi Parameter Debu Total dengan
Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja di PT. KS Tahun 2010. Depok:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Pearce, E.C., 2009. Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Rahmatullah, P., 2009. Pneumonitis Dan Penyakit Paru Lingkungan. Edisi 5.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
Riswati, Y., 2004. Hubungan Masa Kerja dengan Kapasitas Vital Paksa Paru
pada Pekerja Pengecatan Mobil di Kampung Ligu Kota Semarang.
Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
Sastroasmoro, S., Ismael S., 2002. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto.
Sumanto, H., 1999. Hubungan Lama Kerja dalam Ruang Pengasapan Terhadap
Kapasitas Fungsi Paru (FEV1) pada Pengrajin Pengasapan Ikan di
Kelurahan Bandar Harjo Kecamatan Semarang Utara Tahun
1999. Semarang: Universitas Diponegoro.
Suyono, J., 2001. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta : EGC.
Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sidabukke, E., 2002. Analisa Kadar Debu di Terminal Terpadu Amplas. Medan:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Sirait, M., 2010. Hubungan Karakteristik Pekerja dengan Faal Paru di Kilang
Padi Kecamatan Porsea. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Sodeman, 1995. Patofisiologi. Edisi 7. Jakarta: Hipokrates.
Suyono, J., 1996. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: EGC.
Suma’mur, 2009. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: CV Sagung Seto.
Tortora, G.J., Derrickson, B., 2012. Principles of Anatomy and Physiology. 13th ed. USA: John Wiley & Sons.
Tulus, M.A., 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gramedia
53
Usin, J., 2000. Pernafasan untuk Kesehatan. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Wahyu, A., 2003. Higiene Perusahaan. Makassar: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin
Wardhana, W.A., 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi
Offset.
World Health Organization, 2015. Noncommunicable Diseases. Geneva: World
Health Organization. Available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs355/en/ [Acessed 17 April
2015].
Yunus, F., 1992. Peranan Pemeriksaan Faal Paru pada Paru Obstruktif. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Yunus, F., 1997. Dampak Debu Industri Pada Paru dan Pengendaliannya. Jurnal
Respiratory Indonesia, 17(1): 4-7.
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
3.2. Variabel dan Definisi Operasional
Tabel 3.2 Variabel dan Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1 Lama Bekerja waktu atau
lamanya
subjek bekerja
sebagai supir
angkutan
umum
dihitung dalam
satuan tahun
dilihat
dari
lembar
kuesioner
lembar
kuesioner
0 = baru
(≤5 tahun)
1 = lama
(>5 tahun)
dan
semaksimal
mungkin
dalam 1 detik
3.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian serta tinjauan kepustakaan
yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka disusun hipotesis penelitian
sebagai berikut : Ada hubungan faktor lama bekerja dan kebiasaan merokok
28
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan cross
sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lama bekerja dan
kebiasaan merokok dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi
Paksa Satu (VEP1) pada supir angkutan umum di Terminal Amplas Medan.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Terminal Amplas - Medan. Pemilihan
lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan bahwa Terminal Amplas Medan
merupakan salah satu terminal terbesar di Kota Medan dengan aktivitas kendaraan
yang tinggi dari berbagai penjuru setiap harinya.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan bulan Juli sampai Agustus 2015.
4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi
Sebagai populasi di dalam penelitian ini adalah seluruh supir angkutan
umum yang berada di lima wilayah terminal di Medan, yaitu Terminal Amplas,
Terminal Pinang Baris, Terminal Sambu, Terminal Veteran, dan Terminal
Belawan. Mengingat keseluruhan populasi memiliki karakteristik homogen dan
keterbatasan dari peneliti, maka pengambilan sampel penelitian dikhususkan
kepada supir angkutan umum yang berada di Terminal Amplas, Medan.
Dari populasi ini akan diambil subjek penelitian. Subjek penelitian
adalah supir angkutan umum di Terminal Amplas. Subjek penelitian dipilih
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :
A. Kriteria Inklusi
- Berjenis kelamin laki-laki
- Sudah bekerja di atas minimal 1 tahun sebagai supir
angkutan umum
B. Kriteria Eksklusi
- Mempunyai penyakit pernafasan kronis
- Tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian
4.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah supir angkutan umum yang berada di
Terminal Amplas Medan. Cara pengambilan sampel yaitu dengan consecutive
sampling. Dengan rumus adalah sebagai berikut (Lameshow, et al, 1977) :
Z2. p. (1 – p)
no =
e2
(1,96)2 x (0,5 - 0,25)
no =
(0,1)2
3,8416 x (0,25)
no =
0,01
0,9604
no =
0,01
30
Dengan keterangan,
no : besar sampel yang akan diteliti
Z2 : tingkat kepercayaan hasil penelitian, berdasarkan kaidah inferensi statistik tingkat kepercayaan yang terendah adalah 95%, pada level ini
nilai z adalah 1,96
P : besarnya masalah atau proporsi kategori penelitian sebelumnya
yang belum pernah diteliti (0,5)
E : dispersi (penyimpangan) hasil penelitian. Batas penyimpangan
yang masih ditoleransi adalah 10% = 0,1
Dari perhitungan rumus diatas maka jumlah sampel yang diteliti adalah
96, dan untuk memudahkan penelitian maka jumlah sampel dibulatkan menjadi
100.
4.4 Teknik Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer
4.4.1.1 Alat dan Bahan Penelitian
Pengumpulan data lama bekerja dan kebiasaan merokok digunakan dengan
mendesain kuesioner penelitian. Kuesioner penelitian dibuat secara terstruktur.
Untuk pengukuran kapasitas vital paru dan volume ekspirasi paksa satu detik
digunakan alat spirometer. Hasil dari data-data tersebut akan dibuat dalam tabulasi
data. Berikut alat dan bahan yang digunakan secara rinci :
1. Kertas dan alat tulis
2. MIR Spiro Lab II
3. Kertas spirogram
4. Alkohol
5. Tissue
4.4.1.2 Prosedur Penelitian
Kuesioner penelitian langsung diberikan kepada subjek yang terpilih dan
saat itu diisi dan langsung dikumpulkan dengan pendampingan peneliti dan
dibantu oleh beberapa tenaga kesehatan Departemen Kesehatan Kota Medan.
Pada saat proses pengumpulan data, peneliti menunggu sampai kuesioner selesai
diisi dan langsung diperiksa kelengkapan pengisian datanya untuk menjaga
kemurnian jawaban yang diisi. Pengukuran spirometri dilakukan oleh peneliti
sendiri dan dibantu oleh beberapa tenaga kesehatan Departemen Kesehatan Kota
Medan.
Khusus pada saat pengukuran spirometri, subjek diarahkan untuk
melakukan latihan percobaan meniup, dan juga alat spirometri dipastikan dalam
keadaan siap untuk mengukur data dengan akurat.
Posisi subjek pada saat dilakukan pengukuran, diarahkan berdiri secara
tegap, tidak diperkenankan membungkuk, karena dapat mempengaruhi hasil
pengujian. Sehingga posisi mouthpiece diupayakan agar sejajar dengan mulut
subjek dan subjek mengambil napas sebanyak mungkin melalui mulut kemudian
menghembuskannya dengan maksimal ke mouthpiece yang tersambung ke alat
spirometer.
Peneliti harus menekan tombol start secara bersamaan dengan
dimulainya ekshalasi maksimal oleh subjek. Hal ini sangat penting untuk
menjamin keakuratan pengukuran, karena bila terlambat atau terlalu cepat
menekan tombol start, maka hasil pengukuran tidak bisa diinterpretasikan dengan
baik.
Subjek diwajibkan untuk terus melakukan ekshalasi sampai hasil
spirometri keluar dan tertera pada kertas spirogram secara otomatis, kurang lebih
sekitar 6 sampai 7 detik. Proses ini dilakukan minimal sebanyak tiga kali kepada
setiap subjek.
Hasil yang terekam pada kertas spirogram merupakan sebuah kurva
32
4.5. Ethical Clearance
Ethical clearance atau kelayakan etik adalah keterangan tertulis yang
diberikan oleh komisi etik penelitian untuk penelitian yang melibatkan makhluk
hidup serta manusia, hewan dan tumbuhan, dimana dinyatakan bahwa suatu
proposal riset layak dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan tertentu. Pada
penelitian ini, kuesioner akan diberikan kepada supir angkutan umum di Terminal
Amplas Medan, jika ethical clearence pada penelitian ini sudah mendapat
persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran
USU.
4.6. Teknik Pengolahan dan Analisa Data 4.6.1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu :
1. Penyuntingan Data / Editing
Penyuntingan data, berguna untuk memeriksa adanya kesalahan atau
kekurang lengkapan data yang diisi subjek.
2. Pemberian Kode / Coding
Dilakukan untuk memberi kode dan nomer jawaban yang diisi subjek
dalam daftar pertanyaan penelitian. Pemberian kode dilakukan untuk
memudahkan proses entri data ke komputer.
3. Pembukuan / Entry
Memasukkan data dari kuesioner ke dalam program komputer, dengan
menggunakan program analisa data.
4. Pembersihan Data / Data Cleaning
Bertujuan untuk membersihkan data, agar seluruh data yang sudah
diperoleh bebas dari kesalahan sebelum dilanjutkan dengan proses
analisa data.
4.6.2. Analisa Data
Dalam penelitian ini dilakukan dilakukan tahapan analisa sebagai berikut :
1. Analisa Data Univariat
Dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dan
proporsi dari setiap variabel yang diperkirakan berpengaruh terhadap
volume kapasitas vital paru dan volume ekspirasi paksa satu detik
sesuai dengan kerangka pemikiran penelitian.
2. Analisa Data Bivariat
Dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan atau perbedaan dari
variabel independen dengan variabel dependen sesuai dengan kerangka
pemikiran penelitian.
Karena desain penelitian adalah untuk melihat apakah ada hubungan
antara variabel, maka analisa penelitian yang digunakan adalah Analisa
X2 (Chi Square), dengan rumus :
(|0 – E|)
X2 = E
X2 = statistik chi square 0 = frekuensi hasil observasi
E = frekuensi yang diharapkan
Untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan statistik digunakan batas
kemaknaan 0,05. Penerimaan terhadap hipotesa adalah jika p < 0,05 (
maka ada perbedaan atau ada hubungan yang bermakna antara variabel
independen dan variabel dependen). Sedangkan penolakan terhadap
hipotesa apabila nilai p > 0,05 (tidak ada perbedaan atau hubungan
34
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Terminal Amplas Medan adalah merupakan salah satu terminal yang ada di
Kota Medan yang berperan sebagai terminal bus antar kota dalam provinsi, antar
kota antar provinsi dan angkutan dalam Kota Medan. Terminal Amplas mulai
beroperasi secara resmi dilaksanakan pada tanggal 15 Juli 1991.
Luas Terminal Amplas adalah 50.961 m2. Dengan batas terminal adalah sebagai berikut :
1. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Deli
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Deli
3. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Amplas
4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Deli
Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan Terminal Amplas Medan pada
bulan Januari 2001, jumlah kendaraan yang keluar masuk di Terminal Amplas
Medan untuk setiap harinya adalah sebanyak 10.000 unit.
5.1.2 Deskripsi Data Penelitian
Data penelitian yang digunakan adalah data primer. Data primer yaitu data
yang didapatkan dari supir angkutan umum di Terminal Amplas Medan yang
setuju menjadi responden.
5.1.3 Karakteristik Responden
Pada penelitian ini, karakteristik responden yang ada dapat dibedakan
berdasarkan usia, tingkat pendidikan, lama bekerja, kebiasaan merokok, kapasitas
vital paru, dan volume ekspirasi paksa satu detik. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat dalam tabel dibawah ini.
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek Penelitian
No Variabel Jumlah (orang) Persentase (%)
1
Supir angkutan umum yang tergolong baru bekerja yaitu 28% dan yang tergolong
sudah lama bekerja adalah 72%.
Berdasarkan karakteristik kebiasaan merokok, diketahui bahwa supir
angkutan umum yang merokok yaitu 75% dan yang tidak merokok adalah 25%.
Selain itu, supir angkutan umum yang memiliki kapasitas vital paru (KVP) yang
tergolong tidak normal yaitu 60% dan yang normal adalah 40% sedangkan yang
memiliki volume ekspirasi paksa satu detik (VEP1) yang tergolong tidak normal
36
5.1.4 Hasil Analisis Data
Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara
lama bekerja dan kebiasaan merokok terhadap kapasitas vital paru dan volume
ekspirasi paksa satu detik. Data hasil penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah
ini :
Tabel 5.2 Hubungan Antara Lama Bekerja Dengan KVP
Lama Bekerja
restriksi paru lebih banyak ditemukan pada supir angkutan umum yang telah lama
bekerja (57%) dibandingkan dengan supir yang tergolong baru bekerja (3,0%).
Pada supir angkutan umum yang tergolong baru bekerja, didapati bahwa 25
orang (25%) tidak memiliki gangguan restriksi paru dan 3 orang (3,0%) memiliki
gangguan restriksi paru. Sedangkan pada supir angkutan umum yang telah lama
bekerja terdapat 15 orang (15%) yang tidak memiliki gangguan restriksi paru dan
57 orang (57%) memiliki gangguan restriksi paru.
Dari hasil uji statistik yang dilakukan terdapat hubungan yang bermakna
antara lamanya seorang supir bekerja dengan terjadinya gangguan restriksi paru
dengan p value 0,01 (p < 0,05) Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan
bahwa supir angkutan umum yang telah lama bekerja memiliki kemungkinan
lebih besar mengalami gangguan restriksi fungsi paru dibandingkan dengan supir
angkutan yang tergolong baru bekerja.
Tabel 5.3 Hubungan Antara Lama Bekerja Dengan VEP1
Lama Bekerja
lama bekerja (52%) dibandingkan dengan supir yang tergolong baru bekerja
(3,0%).
Pada supir angkutan umum yang tergolong baru bekerja, didapati bahwa 25
orang (25%) tidak memiliki gangguan obstruksi paru dan 3 orang (3,0%) memiliki
gangguan obstruksi paru. Sedangkan pada supir angkutan umum yang telah lama
bekerja terdapat 20 orang (20%) yang tidak memiliki gangguan obstruksi paru dan
52 orang (52%) memiliki gangguan obstruksi paru.
Dari hasil uji statistik yang dilakukan terdapat hubungan yang bermakna
antara lamanya seorang supir bekerja dengan terjadinya gangguan obstruksi paru
dengan p value 0,01 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan
bahwa supir angkutan umum yang telah lama bekerja memiliki kemungkinan
lebih besar mengalami gangguan obstruksi fungsi paru dibandingkan dengan supir
38
Tabel 5.4 Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan KVP
Kebiasaan Merokok
KVP (Restriktif)
Total p value Normal
n (%)
Tidak Normal n (%)
Ya 16 (16%) 59 (59%) 75
Tidak 24 (24%) 1 (1,0%) 25 0,01
Total 40 60 100
Berdasarkan data tabel 5.4 terlihat bahwa jumlah supir angkutan umum
yang mempunyai nilai KVP normal yaitu sebanyak 40 orang, sedangkan yang
tidak normal adalah 60 orang. Selanjutnya dapat dilihat juga bahwa gangguan
restriksi paru lebih banyak ditemukan pada supir angkutan umum yang
mempunyai kebiasaan merokok (59%) dibandingkan dengan supir yang tidak
merokok (1,0%).
Pada supir angkutan umum yang memiliki kebiasaan merokok, didapati
bahwa 16 orang (16%) tidak memiliki gangguan restriksi paru dan 59 orang
(59%) memiliki gangguan restriksi paru. Sedangkan pada supir angkutan umum
yang tidak merokok terdapat 24 orang (24%) yang tidak memiliki gangguan
restriksi paru dan 1 orang (1,0%) memiliki gangguan restriksi paru.
Dari hasil uji statistik yang dilakukan terdapat hubungan yang bermakna
antara kebiasaan merokok seorang supir dengan terjadinya gangguan restriksi paru
dengan p value 0,01 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan
bahwa supir angkutan umum yang mempunyai kebiasaan merokok memiliki
kemungkinan lebih besar mengalami gangguan restriksi fungsi paru dibandingkan
dengan supir angkutan yang tidak mempunyai kebiasaan merokok.
Tabel 5.5 Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan VEP1
mempunyai kebiasaan merokok (55%) dibandingkan dengan supir yang tidak
merokok (0,0%).
Pada supir angkutan umum yang memiliki kebiasaan merokok, didapati
bahwa 20 orang (20%) tidak memiliki gangguan obstruksi paru dan 55 orang
(55%) memiliki gangguan obstruksi paru. Sedangkan pada supir angkutan umum
yang tidak merokok terdapat 25 orang (25%) yang tidak memiliki gangguan
obstruksi paru dan tidak ditemukan adanya supir yang memiliki gangguan
obstruksi paru (0,0%).
Dari hasil uji statistik yang dilakukan terdapat hubungan yang bermakna
antara kebiasaan merokok seorang supir dengan terjadinya gangguan obstruksi
paru dengan p value 0,04 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan
bahwa supir angkutan umum yang mempunyai kebiasaan merokok memiliki
kemungkinan lebih besar mengalami gangguan obstruksi fungsi paru
40
5.2 Pembahasan Hasil Penelitian
Fungsi paru dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya usia, jenis kelamin,
ukuran paru, etnik, tinggi badan, kebiasaan merokok, toleransi latihan, kekeliruan
pengamat, kekeliruan alat, variasi dan suhu lingkungan sekitar. Di samping itu
kapasitas paru berkurang jika terdapat penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang
menimbulkan kongesti paru dan pada kelemahan otot pernafasan). Kapasitas vital
paru dan volume ekspirasi paksa satu detik berbeda pada setiap individu.
5.2.1 Hubungan antara Lama Bekerja dengan KVP dan VEP1
Profesi supir angkutan umum sangat rentan mengalami penurunan fungsi
paru karena setiap harinya mengalami kontak langsung dengan polusi kendaraan
bermotor, asap rokok dari lingkungan kerja. Semakin lama terpapar debu maka
semakin banyak debu yang tertimbun dan menimbulkan penyakit, dimana
penyakit paru akibat debu dapat timbul antara 2-4 tahun setelah terpapar debu.
Lama kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja
di suatu tempat. Lama kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun
negatif. Memberi pengaruh positif pada pekerja bila dengan semakin lamanya
bekerja, tenaga kerja akan semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya.
Sebaliknya, akan memberi pengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya
bekerja maka akan timbul kebosanan pada tenaga kerja. Hal ini biasanya terkait
dengan pekerjaan yang bersifat monoton dan berulang-ulang (Tulus, 1992).
Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin lama orang bekerja
maka semakin besar pula resiko terkena penyakit akibat kerja. Pada pekerja
dengan lingkungan berdebu, semakin lama orang bekerja maka semakin banyak
pula debu yang dapat mengendap di paru karena secara teoritis diketahui bahwa
efek paparan debu tergantung pada dosis atau konsentrasi, tempat dan waktu
paparan. Waktu paparan diartikan sebagai frekuensi atau lamanya seseorang
terpapar debu, sehingga semakin lama terpapar, semakin tinggi kemungkinan
untuk timbul gangguan, apalagi didukung oleh zat pemapar dengan konsentrasi
yang tinggi. Bila debu ini dihisap dalam jumlah cukup banyak dan dalam jangka
waktu lama, maka akan dapat menimbulkan berbagai kerusakan dan membentuk
jaringan ikat pada paru yang akhirnya dapat menimbulkan penyakit (Anhar AS
dkk, 2005). Akibat penghirupan debu, yang langsung dirasakan adalah sesak,
bersin, dan batuk karena adanya gangguan pada saluran pernapasan. Paparan debu
untuk beberapa tahun pada kadar yang rendah tetapi diatas batas limit paparan
menunjukkan efek toksik yang jelas, tetapi hal ini tergantung pada pertahanan
tubuh dari masing-masing pekerja (Sirait, 2010).
Pengukuran fungsi paru yang dilaksanakan terhadap supir angkutan umum
di Terminal Amplas Medan, berdasarkan hasil uji statistiknya diperoleh p value
0,01 < 0,05 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara lama bekerja
dengan KVP maupun VEP1. Hal ini sesuai dengan pendapat Suma’mur (2009),
bahwa salah satu variabel potensial yang dapat menimbulkan gangguan fungsi
paru adalah lamanya seseorang terpapar debu.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya
yaitu seperti yang telah dilakukan oleh Riswati (2004), yang menunjukkan bahwa
ada hubungan antara lama bekerja dengan kapasitas vital paru pada semua tukang
cat mobil di bengkel pengecatan mobil Kampung Ligu Kota Semarang. Begitu
juga dalam penelitian Achmad (2004), yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara lama bekerja dengan kapasitas vital paru pada pekerja
penggilingan padi sejumlah 49 orang di Kecamatan Purwanegara, dari hasil
analisa bivariat diketahui bahwa ada hubungan yang kuat antara keduanya (p =
0,002). Sama halnya dengan penelitian Aliyani (2009), dari 33 responden pekerja
industri penggilingan padi di Desa Klumprit, Sukoharjo, didapati hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa pekerja dengan masa kerja yang lama mengalami
penurunan fungsi paru.
Penelitian yang dilakukan oleh Nugraheni (2004) menyimpulkan bahwa
konsentrasi dan lama terpapar berbanding lurus dengan gangguan fungsi paru.
Kerja fisik apalagi kerja berat dan monoton yang dilakukan di tempat-tempat
berdebu dalam waktu yang lama tanpa disertai dengan rotasi kerja, istirahat, dan
rekreasi yang cukup, akan berakibat terjadinya penurunan kapasitas paru dari
tenaga kerja. Hal ini selaras dengan pernyataan Wahyu (2003) bahwa semakin
42
akan semakin menurun sehingga berisiko untuk mengalami gangguan fungsi paru,
serupa dengan pendapat Morgan (1978) dan Parkes (1982) dalam Faridawati
(1995). Penelitian Sumanto (1999) juga menunjukkan hasil yang sama, dari
penelitian tersebut diketahui paparan debu akan menurunkan kapasitas paru
sebesar 35,3907 ml per satu tahun masa kerja.
Dari beberapa penelitian terdahulu tersebut semuanya mendukung temuan
penelitian ini, meskipun lama waktu paparan yang dihasilkan dari tiap penelitian
tersebut berbeda. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh jenis atau material
paparan yang berbeda serta keberadaan variabel lain yang dapat mempengaruhi
terjadinya gangguan fungsi paru.
Namun hasil penelitian ini tidak selaras dengan hasil penelitian Khumaidah
(2009), yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
lama bekerja dengan gangguan fungsi paru dengan p value = 0,444. Demikian
juga hasil penelitian Nugroho (2010) didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara lama bekerja dan gangguan fungsi paru dengan p value = 0,354.
Menurut Nugroho (2010), lama bekerja tidak mempunyai hubungan
langsung terhadap terjadinya gangguan pernafasan tetapi dapat menjadi faktor
risiko terjadinya gangguan fungsi pernafasan. Keadaan ini disebabkan oleh karena
variabel lama bekerja tidak secara langsung atau tidak dapat berdiri sendiri untuk
mempengaruhi gangguan pernafasan, sehingga memerlukan variabel lain untuk
bersama-sama mempengaruhi gangguan fungsi pernafasan. Kemungkinan lain
yaitu debu yang terhirup membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat
menimbulkan gangguan pernafasan, karena setiap jenis debu organik maupun
anorganik sampai menimbulkan gangguan pernafasan mempunyai jangka waktu
berbeda, tergantung konsentrasi atau kadar serta ukuran debu tersebut dan hal lain
kemungkinan adalah adanya kerentanan pekerja terhadap polutan.
Ketidakselarasan hasil penelitian ini kemungkinan dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor seperti perbedaan jumlah sampel maupun kriteria inklusi dan
eksklusi yang dirancang oleh masing-masing peneliti, ataupun adanya keberadaan
variabel lainnya sehingga hasil penelitian yang diperoleh pun bervariasi.
5.2.2 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan KVP dan VEP1
Struktur dan fungsi saluran pernafasan dan jaringan paru-paru dapat berubah
akibat merokok. Pada saluran nafas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan
kelenjar mukus bertambah banyak. Pada saluran pernafasan kecil, terjadi radang
ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada
jaringan paru terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli. Akibat
perubahan anatomi saluran napas, akan timbul perubahan klinisnya. Hal ini
menjadi dasar utama terjadinya penyakit obstruktif paru menahun.
Kebiasaan merokok dapat menimbulkan gangguan paru berupa bronkitis
dan emfisema. Pada kedua keadaan ini terjadi penurunan fungsi paru. Selain itu,
pecandu rokok sering menderita penyakit batuk kronis, kepala pusing, perut mual,
sukar tidur, dan lain-lain. Kalau gejala-gejala diatas tidak segera diatasi maka
gejala yang lebih buruk lagi akan terjadi, seperti semakin sulit untuk bernapas,
kecepatan pernapasan bertambah, kapasitas vital berkurang, dan lain-lain.
Pengukuran fungsi paru yang dilaksanakan terhadap supir angkutan umum
di Terminal Amplas Medan, berdasarkan hasil uji statistiknya diperoleh p value
0,01 dan 0,04 (p < 0,05) yang berarti ada hubungan yang signifikan antara
kebiasaan merokok dengan KVP dan VEP1. Hal ini sejalan dengan penelitian
Nugraheni (2004) yang menunjukkan kebiasaan merokok dapat memperberat
kejadian fungsi paru pada pekerja padi dengan risiko 2,8 kali lebih besar
dibandingkan dengan yang tidak merokok.
Selain itu juga, menurut Epler (2000) kebiasaan merokok merupakan faktor
penyerta potensial terjadinya gangguan fungsi paru. Kebiasaan merokok bukan
hanya akan mengurangi tingkat pertukaran oksigen dalam darah, tetapi juga akan
menjadi faktor potensial dari beberapa penyakit paru, termasuk karsinoma paru.
Oleh karena itu, kebiasaan merokok dapat memperberat kejadian gangguan fungsi
paru. Kebiasaan merokok seseorang mempengaruhi kapasitas paru. Hampir semua
perokok yang diobservasi menunjukkan penurunan pada fungsi parunya. Dari
penelitian yang dilakukan oleh dr. E.C. Hammond dari American Cancer Society,
ditarik kesimpulan bahwa mereka yang mulai mencandu rokok pada umur kurang
44
18 kali lebih tinggi daripada yang tidak merokok, sedang kebiasaan tersebut
dimulai di atas 25 tahun, risikonya menjadi 2 sampai 5 kali lebih tinggi daripada
yang tidak merokok (Wahyu, 2003).
Kebiasaan merokok pada pekerja yang terpapar oleh debu memperbesar
kemungkinan untuk terjadinya gangguan fungsi paru (Gold dkk, 2005). Penelitian
lain oleh Faridawati (1995) juga menunjukkan hasil kebiasaan merokok pada
pekerja akan memberikan dampak kumulatif terhadap timbulnya gangguan fungsi
paru. Hal ini disebabkan asap rokok akan menghilangkan bulu-bulu silia di
saluran pernafasan yang berfungsi sebagai penyaring udara yang masuk dalam
pernafasan.
Demikian juga dengan penelitian Nugroho (2010), didapati bahwa ada
hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan kejadian kelainan
fungsi paru dengan p value = 0,000 (p < 0,05). Hal ini sejalan dengan teori bahwa
kebiasaan merokok dapat menimbulkan gangguan ventilasi paru karena dapat
menyebabkan iritasi dan sekresi mukus yang berlebihan pada bronkus. Keadaan
seperti ini dapat mengurangi efektifitas mukosiler dan membawa partikel-partikel
debu sehingga merupakan media yang baik tumbuhnya bakteri. Asap rokok dapat
meningkatkan risiko timbulnya penyakit bronkitis dan kanker paru (Yunus, 1997).
Berdasarkan hasil penelitian Suyono (2001), inhalasi asap tembakau baik
primer maupun sekunder dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan pada
orang dewasa. Asap rokok mengiritasi paru-paru dan masuk ke dalam aliran
darah, sehingga merokok lebih menurunkan kapasitas vital paru dibandingkan
beberapa bahaya kesehatan akibat kerja (Depkes RI, 2003).
Menurut Dhaise dan Rabi (1997) tenaga kerja yang merokok dan berada di
lingkungan yang berdebu cenderung mengalami gangguan saluran pernapasan
dibanding dengan tenaga kerja yang berada pada lingkungan yang sama tetapi
tidak merokok. Kebiasaan merokok dapat menyebabkan gangguan fungsi paru
obstruktif yang umumnya ditandai dengan penurunan volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1), hal ini selaras dengan pendapat Rahmatullah (2009) yang
menyatakan bahwa besarnya penurunan fungsi paru (VEP1) berhubungan
langsung dengan kebiasaan merokok. Pada orang dengan fungsi paru normal dan
tidak merokok mengalami penurunan VEP1 20 ml pertahun, sedangkan pada
orang yang merokok (perokok) akan mengalami penurunan VEP1 lebih dari 50 ml
pertahunnya. Oleh karena itu sebaiknya pekerja menghentikan kebiasaan merokok
untuk mencegah laju penurunan VEP1. Disamping pengaruh rokok, paparan debu
dalam waktu lama di lingkungan kerja dapat menyebabkan terjadinya gangguan
fungsi paru obstruktif maupun restriktif.
Namun, hasil penelitian tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Mustika (2011), pada pekerja kayu di wilayah Puskesmas Lumpue Pare-Pare,
hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 23 responden yang merokok sebanyak 9
orang (39,1%) mempunyai kapasitas paru tidak normal, sedangkan dari 7 orang
yang tidak merokok sebanyak 1 orang (14,3%) mempunyai kapasitas paru tidak
normal. Dari hasil uji statistik yang dilakukan diketahui bahwa tidak ada
hubungan antara merokok dengan kapasitas paru pekerja. Sama halnya dengan
penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2013) dengan jumlah sampel 42
responden, didapati bahwa responden yang merokok sebanyak 65% memiliki
kapasitas paru tidak normal, sedangkan yang tidak merokok 68,2% juga memiliki
kapasitas paru tidak normal. Uji statistik diperoleh p value 0,827 yang berarti
tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kapasitas
paru tenaga kerja di PT Eastern Pearl Flour Mills, Makassar. Hal ini berbeda
dengan teori yang menyatakan bahwa kebiasaan merokok akan mempengaruhi
penurunan fungsi paru. Hasil yang berbeda dengan penelitian terdahulu ini
kemungkinan disebabkan oleh karena adanya perbedaan baik jumlah sampel
maupun karakteristik sampel yang diuji, dan bisa juga dipengaruhi oleh
46
5.2.3 Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, penulis memiliki beberapa keterbatasan
yaitu:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi paru (KVP dan VEP1) dalam
penelitian ini hanya terdiri dari dua variabel, yaitu lama bekerja dan
kebiasaan merokok, sedangkan masih banyak faktor lain yang dapat
mempengaruhi fungsi paru seseorang.
2. Jumlah populasi yang digunakan dalam penelitian ini hanya supir
angkutan umum di Terminal Amplas Medan.
3. Adanya keterbatasan responden dalam pengisisan kuesioner dikarenakan
tingkat pendidikan yang berbeda-beda.
4. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini hanya sampai pada uji
bivariat.
6.1 Kesimpulan
Supir angkutan umum yang telah lama bekerja dan yang mempunyai
kebiasaan merokok lebih banyak memiliki gangguan restriksi fungsi paru dan
gangguan obstruksi paru dibandingkan dengan supir angkutan umum yang
tergolong baru bekerja dan tidak mempunyai kebiasaan merokok. Dari uji statistik
ditemukan bahwa:
1. Terdapat hubungan yang bermakna (p = 0,01) antara lama bekerja dengan
KVP (fungsi paru restriktif). Supir angkutan umum yang telah lama
bekerja memiliki gangguan restriksi fungsi paru lebih banyak yaitu
sejumlah 57 orang (57%), sedangkan supir angkutan umum yang
tergolong baru bekerja diantaranya hanya 3 orang (3,0%) yang memiliki
gangguan restriksi fungsi paru.
2. Terdapat hubungan yang bermakna (p = 0,01) antara lama bekerja dengan
VEP1 (fungsi paru obstruktif). Supir angkutan umum yang telah lama
bekerja memiliki gangguan obstruksi fungsi paru lebih banyak yaitu
sejumlah 52 orang (52%), sedangkan supir angkutan umum yang
tergolong baru bekerja diantaranya hanya 3 orang (3,0%) yang memiliki
gangguan obstruksi fungsi paru.
3. Terdapat hubungan yang bermakna (p = 0,01) antara kebiasaan merokok
dengan KVP (fungsi paru restriktif). Supir angkutan umum yang
mempunyai kebiasaan merokok memiliki gangguan restriksi fungsi paru
lebih banyak yaitu sejumlah 59 orang (59%), sedangkan supir angkutan
umum yang tidak mempunyai kebiasaan merokok diantaranya hanya 1
orang (1,0%) yang memiliki gangguan restriksi fungsi paru.
4. Terdapat hubungan yang bermakna (p = 0,04) antara kebiasaan merokok
dengan VEP1 (fungsi paru obstruktif). Supir angkutan umum yang
48
lebih banyak yaitu sejumlah 55 orang (55%), sedangkan supir angkutan
umum yang tidak mempunyai kebiasaan merokok diantaranya tidak ada
yang memiliki gangguan obstruksi fungsi paru.
6.2 Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka :
1. Masyarakat
a. Perlunya peningkatan kesadaran khususnya pada supir angkutan
umum untuk mengurangi kebiasaan merokok
b. Perlunya peningkatan kesadaran khususnya pada supir angkutan
umum untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin
2. Pemerintah
a. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara perlu membuat suatu
program khusus dalam upaya pengendalian penyakit pernafasan
bagi supir angkutan umum di terminal-terminal kota Medan serta
membuat suatu kebijakan larangan merokok bagi supir angkutan
umum.
b. Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara perlu melakukan
program khusus dalam upaya mengatur emisi gas kendaraan.
2. Akademisi
a. Bagi akademisi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
perngaruh polusi lingkungan terhadap gangguan fungsi paru
dengan melengkapi berbagai faktor risiko yang lebih banyak serta
jumlah sampel yang lebih besar sehingga dapat dijadikan sebagai
acuan dalam pengambilan keputusan untuk pengendalian penyakit
pernafasan pada kelompok supir angkutan umum bagi pemerintah
daerah Sumatera Utara
2.1. Sistem Respirasi
Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk menghirup oksigen dari
lingkungan eksternal dan menyediakannya bagi sel- sel tubuh serta membuang
karbon dioksida yang diproduksi oleh metabolisme sel keluar dari tubuh (Levitzky,
2013).
Pernafasan dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu ventilasi, difusi, dan perfusi.
Gangguan pernafasan bisa terjadi pada ketiga tahap ini secara spesifik atau secara
bersamaan, contohnya seperti pada fibrosis paru, pneumonia, dan gagal jantung.
(Pearce, 2009).
Proses pernafasan dimulai dari masuknya oksigen melalui mulut atau hidung,
faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus sampai dengan alveoli. Dari alveoli
oksigen berdifusi masuk ke dalam darah dan dibawa oleh eritrosit (sel darah merah).
Dalam darah, oksigen dibawa ke jantung kemudian dipompakan oleh jantung untuk
diedarkan ke seluruh tubuh dan digunakan sampai tingkat sel. Oksigen masuk ke
dalam sel dan di dalam mitokondria digunakan untuk proses-proses metabolisme
yang penting untuk kelangsungan hidup. Sedangkan karbon dioksida berjalan arah
sebaliknya dengan oksigen (Guyton dan Hall, 2008).
2.2 Anatomi Paru
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada
di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi
dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus
sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat
7
sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru
kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum (Sherwood, 2001).
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi
pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung
membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada
rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura
(Guyton dan Hall, 2007).
Gambar 2.1. Anatomi paru (Tortora, 2012)
Sistem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian atas dan
pernafasan bagian bawah :
1. Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung, sinus paranasal,
dan faring.
2. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan
alveolus paru (Guyton dan Hall, 2007). Pergerakan dari dalam ke luar paru
terdiri dari dua proses, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah
pergerakan dari atmosfer ke dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah
pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi dapat
berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan
elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua yaitu :
1. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,
sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.
2. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus
( Alsagaff dan Mukty, 2005).
9
Respirasi adalah suatu proses dimana terjadi pertukaran gas oksigen dan
karbon dioksida pada saat terjadi metabolisme sel. Organ vital untuk melakukan
proses respirasi disebut dengan paru-paru. Menurut Moore, Dalley, dan Agur (2006),
fungsi utama paru-paru adalah untuk memasukkan oksigen ke dalam darah
(oksigenasi) dan mendistribusikan darah ke setiap sel dan jaringan di dalam tubuh.
Paru-paru terletak pada rongga dada mediastinum. Mediastinum terbagi menjadi dua
bagian, yaitu bagian lateral kiri dan kanan yang disebut juga dengan kavum
pulmonalis. Kavum pulmonalis dilapisi oleh suatu lapisan yang disebut dengan
pleura. Struktur paru-paru pada manusia hidup biasanya melingkupi kavum
pulmonalis secara keseluruhan, berkonsistensi elastis, lembut dan ringan.
Mediastinum terhubung dengan paru-paru melalui akar paru. Akar paru ini
terdiri atas bronkus utama, pembuluh darah, pembuluh limfatik dan saraf yang keluar
masuk melalui hilum paru. Hilum paru bisa dianalogikan sebagai akar tumbuhan di
dalam tanah.
Paru-paru terbagi menjadi beberapa lobus. Paru-paru kanan memiliki tiga
lobus sedangkan paru-paru kiri memiliki dua lobus. Ditinjau dari massa atau berat
organnya, paru-paru kanan lebih berat serta lebih besar apabila dibandingkan dengan
paru-paru kiri. Tetapi dikarenakan ada liver di bagian bawah paru-paru, maka kubah
diafragma lebih tinggi sehingga menyebabkan paru-paru kanan lebih pendek dan
melebar.
Masing-masing paru mempunyai :
- Apex (bagian superior paru), base (bagian inferior paru yang
berbatasan dengan diafragma)
- Tiga permukaan (permukaan kostal, mediastinal dan diafragmatik)
- Tiga perbatasan (anterior, inferior, dan posterior)
Jaringan paru normal bersifat elastis, licin, berwarna merah dadu tua, dan
tidak mempunyai jaringan partikel-partikel karbon. Sebaliknya, apabila seseorang itu
adalah pecandu rokok, jaringan parunya berwarna kehitaman dan mengandung
partikel-partikel karbon. Hal ini menyebabkan daya keelastisan paru hilang sehingga
pertukaran udara tidak dapat berjalan lancar (Jos Usin, 2000).
2.2.1 Ventilasi Paru
Ventilasi paru adalah proses masuk dan keluarnya udara melalui sistem
respirasi. Secara harafiah, respirasi atau pernafasan merupakan pergerakan oksigen
dari atmosfer menuju sel-sel dan keluarnya karbon dioksida dari sel-sel ke udara
bebas. Orang dewasa normal bernafas sekitar 16 kali per menit. Pertukaran udara ini
di bantu dengan pergerakan otot yang berguna untuk melakukan proses inspirasi dan
ekspirasi (McKinley dan O’Loughlin, 2006).
Tujuan utama terjadinya proses ventilasi paru adalah untuk menjaga
konsentrasi oksigen dan karbon dioksida dalam keadaan yang sesuai di dalam lumen
alveoli. Tujuan ini dapat diperoleh dengan terjadinya ventilasi paru diikuti oleh tiga
proses lainnya yaitu : pertukaran gas di alveoli, di sel-sel tubuh, dan mekanisme
pengaturan respirasi.
Ventilasi melibatkan dua proses, yaitu inspirasi (pemasukan udara) dan
ekspirasi (pengeluaran udara). Kedua proses ini dapat dicapai apabila terjadi
perbedaan tekanan udara. Prinsip pada ventilasi ini ialah udara mengalir dari tekanan
yang lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah. Perbedaan tekanan ini dibantu oleh
kinerja otot-otot pernafasan dan dipengaruhi oleh volume dan kapasitas paru,
resistensi aliran udara, dan daya kembang atau compliance paru (Guyton dan Hall,
11
volume udara yang diinspirasi dan
diekspirasi setiap kali bernafas normal
500
Volume Cadangan
Inspirasi (Inspiratory
Reserve Volume, IRV)
volume udara ekstra yang dapat
diinspirasi setelah volume tidal
3000
Volume Cadangan
Ekspirasi ( Expiratory
Reserve Volume, ERV)
volume udara yang masih bisa
dikeluarkan dengan melakukan
ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi
normal
1100
Volume Residu
(Residual Volume,
RV)
volume udara yang masih tetap berada
dalam paru setelah ekspirasi kuat
1200
Kapasitas Inspirasi
(Inspiratory Capacity,
IC = IRV + VT)
jumlah udara yang dapat dihirup mulai
pada tingkat ekspirasi normal dan
mengembangkan parunya sampai
jumlah maksimal
3500
Kapasitas Vital (Vital
Capacity, VC =
IRV+VT+ERV)
jumlah udara maksimal yang dapat
dikeluarkan dari paru setelah terlebih
dahulu mengisi paru secara maksimal
dan kemudian mengeluarkannya
volume total dari udara yang
dihembuskan dari paru-paru setelah
inspirasi maksimum yang diikuti oleh
ekspirasi paksa minimum
4800
Kapasitas Paru Total
(Total Lung Capacity,
TLC = IC+FRC)
volume maksimal saat paru dapat
dikembangkan sebesar mungkin
dengan inspirasi paksa
5800
Sumber: Guyton dan Hall, 2007
2. Resistansi Aliran Udara
Pada pernapasan normal, sebagian besar upaya pernapasan adalah
untuk mengatasi daya kembang paru dan dinding dada. Resistensi jaringan
paru hanya sekitar 10 % dan 80 % sisanya adalah resistensi aliran udara. Kerja
untuk mengatasi resistensi aliran udara adalah kecil, tetapi jika pernapasan
menjadi lebih dalam dan cepat kerja yang dikeluarkan untuk mengatasi
13
Tekanan saluran napas normal adalah sekitar 1,5 cm H2O/l/detik.
Tahanan aliran udara hidung adalah tiga kali lebih tinggi. Jika saluran udara
menyempit atau tersumbat oleh mukus, maka akan terjadi peningkatan
resistensi udara, khususnya pada volume paru bagian bawah yang
lumen-lumen saluran udaranya lebih sempit. Pada emfisema, saluran napas
mengalami obstruksi yang irreversibel dan resistansi udara akan meningkat
empat sampai enam kali yang terjadi di bronkioli dan saluran napas kecil
(Sodeman, 1995)
3. Daya kembang (compliance) paru
Daya kembang adalah suatu ukuran distensibilitas paru-paru dan
dinyatakan dengan perubahan volume paru yang terjadi karena tekanan antara
pleura dan alveoli (tekanan transpulmonal), dimana setiap kali tekanan
transpulmonal meningkat 1 cm H2O maka terjadi pengembangan paru
sebanyak 200 ml (Guyton dan Hall, 2007).
Daya kembang ditentukan oleh daya elastis paru. Daya elastis ini dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu daya elastis dari jaringan paru itu sendiri dan
daya yang disebabkan oleh tegangan permukaan cairan yang membatasi
dinding dalam alveoli dan ruang udara paru lainnya yang dinamakan
surfaktan. Daya kembang paru juga bergantung pada ukuran paru, dimana
makin besar paru-paru, maka makin besar daya kembang (Sodeman, 1995).
Beberapa keadaan yang merusak jaringan paru, menyebabkan
terjadinya fibrotik atau edema, penyumbatan bronkiol atau cara lain apapun
yang menghalangi pengembangan dan pengempisan paru menyebabkan
compliance paru berkurang.
2.2.2 Difusi
Setelah alveoli ditukar dengan udara segar, tahapan yang selanjutnya terjadi
dalam proses respirasi adalah difusi oksigen dari alveoli ke pembuluh darah paru dan
difusi karbondioksida kearah sebaliknya. Dinding alveolus sangat tipis dan di
dalamnya terdapat jaringan kapiler yang padat dan saling berhubungan, sehingga jelas
bahwa gas alveolus berada sangat dekat dengan darah kapiler. Pertukaran gas antara
udara alveolus dan pembuluh darah paru terjadi melalui membran di seluruh bagian
terminal paru, yaitu membran alveolus berkapiler tipis. Yang mendorong untuk
terjadinya pertukaran ini adalah selisih tekanan parsial antara daerah dan fase gas
(Guyton dan Hall, 2007).
Proses difusi ini terjadi melewati dinding alveoli, ruang interstitial, endotel
kapiler, plasma dan dinding eritrosit. Oksigen dari alveoli setelah melewati jaringan
tersebut akan berikatan dengan hemoglobin membentuk HbO2. Setiap gangguan atau
kerusakan pada jaringan yang dilalui pada proses difusi dapat menurunkan difusi
oksigen kedalam darah. Contoh gangguan difusi yaitu apabila terjadi penebalan
dinding alveoli pada fibrosis, terisinya ruang intersistitial oleh cairan edema pada
paru, penebalan endotel kapiler, pengentalan plasma pada hemokonsentrasi (Yunus,
1992).
2.2.3 Perfusi
Proses perfusi adalah penyebaran darah yang sudah teroksigenasi ke seluruh
paru dan jaringan tubuh. Bila oksigen telah berdifusi dari alveoli ke dalam darah paru,
oksigen terutama ditranspor dalam bentuk gabungan dengan hemoglobin ke kapiler
jaringan dimana oksigen dilepaskan untuk dipergunakan oleh sel. Adanya
hemoglobin di dalam sel darah merah memungkinkan darah mengangkut 30 sampai
100 kali jumlah oksigen yang dapat ditranspor dalam bentuk oksigen terlarut di dalam
cairan darah (plasma). Dalam sel jaringan oksigen bereaksi dengan berbagai bahan
makanan membentuk sejumlah besar karbondioksida. Karbondioksida ini masuk ke
dalam kapiler jaringan dan ditranspor kembali ke paru. Karbondioksida, seperti
oksigen, juga bergabung dengan bahan-bahan kimia dalam darah yang meningkatkan
transportasi karbondioksida 15-20 kali lipat. Gangguan perfusi terjadi apabila ada
15
2.3. Pengukuran Fungsi Paru
Uji faal paru bertujuan untuk mengetahui apakah fungsi paru seseorang individu
dalam keadaan normal atau abnormal. Pemeriksaan faal paru biasanya dikerjakan
berdasarkan indikasi atau keperluan tertentu, misalnya untuk menegakkan diagnosis
penyakit paru tertentu, evaluasi pengobatan asma, evaluasi rehabilitasi penyakit paru,
evaluasi fungsi paru bagi seseorang yang akan mengalami pembedahan toraks atau
abdomen bagian atas, penderita penyakit paru obstruktif menahun, akan mengalami
anestesi umum sedangkan yang bersangkutan menderita penyakit paru atau jantung
dan keperluan lainnya.
Secara lengkap uji faal paru dilakukan dengan menilai fungsi ventilasi, difusi
gas, perfusi darah paru dan transport gas O2 dan CO2 dalam peredaran darah. Fungsi
paru disebut normal apabila PaO2 > 50 mmHg dan PaCO2 < 50 mmHg dan disebut
gagal napas apabila PaCO2 < 50 mmHg dan PaCO2 > 50 mmHg.
Untuk keperluan praktis dan uji skrining, biasanya penilaian faal paru seseorang
cukup dengan melakukan uji fungsi ventilasi paru. Apabila fungsi ventilasi nilainya
baik, dapat mewakili keseluruhan fungsi paru dan biasanya fungsi-fungsi paru lainnya
juga baik. Penilaian fungsi ventilasi berkaitan erat dengan penilaian mekanika
pernapasan. Untuk menilai fungsi ventilasi digunakan spirometer untuk mencatat
grafik pernapasan berdasarkan jumlah dan kecepatan udara yang keluar atau masuk
ke dalam spirometer (Alsagaff dan Mukty, 2005).
Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian
terbesar volume dan kapasitas paru-paru. Spirometri merekam secara grafis atau
digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Volume Ekspirasi Paksa
(VEP) atau Forced Expiratory Volume (FEV) adalah volume dari udara yang
dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum dengan usaha paksa
minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur dalam satu detik (VEP
1). Kapasitas Vital Paksa atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari
udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh
ekspirasi paksa minimum. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk