• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2. Saran

3. Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kebisingandengan stres kerja yaitu dengan nilai p = 0,001 (p < 0,05).

6.2 Saran

1. Pekerja harus menggunakan APD yang sesuai dengan lingkungan kerjanya seperti earmuff agar dapat mengurangi paparan kebisingan atau meredam intensitas kebisingan.

2. Untuk mengurangi tingkat stres yang dialami pekerja perlu disediakan air minum untuk perkerja dan mengatur ruangan pabrik atau bengkel agar pekerjaan tidak terlalu monoton serta menyediakan fentilasi yang cukup atau menyediakan kipas angin.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Intensitas Kebisingan

2.1.1 Pengertian Intensitas Kebisingan

Bunyi atau suara didefinisikan sebagai serangkaian gelombang yang merambat dari suatu sumber getar sebagai akibat perubahan kerapatan dan juga tekanan udara yang mampu ditangkap oleh telinga manusia dalam batas 16-20.000 Hz (Gabriel, 1996). Pada bagian lainnya menyatakan bahwa pada umumnya manusia hanya bisa mendengar suara yang frekuensinya berada dalam rentangan 20-20.000 Hz (Sugeng Budiono, 2003).

Suara ditempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja (occupational

hazard) saat keberadaannya dirasakan mengganggu atau tidak diinginkan secara fisik

(menyakitkan telinga pekerja) dan psikis (mengganggu konsentrasi dan kelancaran komunikasi) yang akan menjadi polutan bagi lingkungan, sehingga kebisingan didefinisikan sebagai polusi lingkungan yang disebabkan oleh suara (Sihar Tigor Benjamin, 2005).

Kualitas suatu bunyi ditentukan oleh dua hal yaitu frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran perdetik (Hertz, Hz), telinga manusia mampu mendengar frekuensi antara 16-20.000 Hz. Intensitas atau

8

arus energi persatuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritma yang disebut desibel, ditulis dBA atau dB(A) (Sugeng Budiono, 2003)

2.1.2 Sumber Intensitas Kebisingan dan Tempat Intensitas Kebisingan

2.1.2.1 Sumber Intensitas Kebisingan

Menurut Sihar Tigor Benjamin (2005), sumber intensitas kebisingan di Perusahaan yang dapat menciptakan dan menambah keparahan tingkat kebisingan, antara lain:

1) Mengoperasikan mesin-mesin produksi ”ribut” yang sudah cukup tua

.

2) Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang.

3) Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala kadarnya, misalnya mesin diperbaiki hanya pada saat mesin mengalami kerusakan parah.

4) Melakukan modifikasi secara parsial pada komponen-komponen mesin produksi tanpa mengindahkan kaidah-kaidah keteknikan yang benar ,termasuk menggunakan komponen-komponen mesin tiruan.

5) Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat (terbalik atau tidak rapat), terutama pada bagian penghubung antara modul mesin (bad connection).

9

6) Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya, misalnya penggunaan palu (hammer) atau alat pemukul sebagai alat pembengkok benda-benda metal atau alat bantu pembuka baut.

Menurut Nia (2009), sumber intensitas kebisingan dibedakan menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut :

1) Kebisingan transportasi

Kebisingan bersumber dari truk, kereta api, pesawat, dan jenis alat transportasi lainnya. Kebisingan transportasi merupakan permasalahan yang paling utama. Karakteristik kebisingan transportasi antara lain : menyebar luas dan sangat keras. Ini sangat jelas terlihat dari level intensitas suaranya, seperti perkiraan intensitas suara di kawasan bandara yaitu sekitar 75-85 dB.

2) Kebisingan di tempat kerja

Kebisingan yang terjadi ditempat kerja merupakan permasalahan kedua setelah kebisingan transportasi.

Kebisingan yang berasal dari berbagai peralatan memiliki tingkat kebisingan yang berbeda dari suatu model ke model lain. Sumber bising bermacam-macam misalnya pesawat terbang, alat-alat rumah tangga yang digunakan, suara kendaraan bermotor, suara radio dan televisi, peralatan konstruksi dan industri-industri (Dwi P Sasongko dkk, 2000).

10

2.1.2.2. Tempat Intensitas Kebisingan

Menurut Sugeng Budiono (2003), intensitas kebisingan yang dihasilkan terdapat pada berbagai jenis pekerjaan sebagai berikut:

1) Kebisingan dibawah 85 dB, antara lain pada pekerjaan penjahit dan perajut, berbagai pekerjaan di pabrik kertas, roti, keramik, percetakan, pekerjaan mengetik di kantor.

2) Kebisingan berintensitas 85-100 dB pada berbagai pekerjaan yang menggunakan mesin, pabrik tekstil, bengkel yang menggunakan kompresor, bor listrik, gergaji, dan sebagainya.

3) Kebisingan dengan intensitas 100-115 dB dijumpai pada pemeliharaan alat-alat berat ruang boiler, pabrik paku, pekerjaan dengan peralatan bertekanan tinggi.

4) Kebisingan dengan intensitas 115-130 dB, misalnya pada proses hidrolik, kompresor bertekanan tinggi, mesin diesel, turbin, dan lain-lain.

5) Kebisingan dengan intensitas 130-160 dB dijumpai pada pekerjaan disekitar mesin turbin pesawat terbang besar, mesin jet, peledakan, dan sebagainya.

6) Kebisingan dengan intensitas melebihi 160-174 dB dijumpai pada peluncuran roket peledakan bom atom.

2.1.3 Jenis-Jenis Intensitas Kebisingan

Menurut Sihar Tigor Benjamin T. (2005), intensitas kebisingan di tempat kerja diklasifikasikan menjadi lima jenis golongan, yaitu sebagai berikut:

11

2) Kebisingan yang kontinu dengan spektrum frekuensi yang sempit (steady state,

brand band noise), misalnya gergaji sirkuler dan katup gas.

3) Kebisingan terputus-putus (intermittent) misalnya lalu-lintas dan suara kapal terbang di lapangan udara.

4) Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise) misalnya suara meriam, ledakan dan tembakan.

5) Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise), misalnya mesin tempa di perusahaan. Sifat dan spektrum frekuensi bunyi akan mempengaruhi waktu dan derajat gangguan, baik gangguan fisik maupun psikis pada tenaga kerja, sehingga diperlukan alat-alat khusus pada setiap tipe-tipe kebisingan (Suma’mur, 1996).

2.1.4. Pengukuran Intensitas Kebisingan

Pengukuran kebisingan bertujuan untuk memperoleh data intensitas kebisingan di Perusahaan atau dimana saja, mengurangi tingkat kebisingan tersebut sehingga tidak menimbulkan gangguan. Satuan yang digunakan dalam pengukuran intensitas kebisingan adalah dB. Desibel (dB) adalah satuan dari tingkat tekanan suara (sound pressure level). Alat utama yang digunakan dalam pengukuran intensitas

kebisingan adalah ”Sound Level Meter”. Alat ini mengukur intensitas kebisingan di

antara 30-130 dB dan dari frekuensi antara 20-20.000 Hz. Alat intensitas kebisingan yang lain adalah yang dilengkapi dengan Octave Band Analyzer dan Noise Dose Meter (Sugeng Budiono, 2003).

12

Pengukuran intensitas kebisingan impulsif digunakan ”Impact Noise

Analyzer”, bagi survei pendahuluan masalah kebisingan kontinue, sekarang biasanya

diukur intensitas menyeluruh yang dinyatakan dengan dBA, menggunakan jaringan A. Kebanyakan alat-alat pengukur kebisingan, hanya mengukur intensitas pada suatu waktu dan suatu tempat tidak menunjukkan dosis kumulatif kepada seorang tenaga kerja meliputi waktu-waktu kerjanya (Suma’mur, 1996).

2.1.5. Pengendalian Intensitas Kebisingan

Perlindungan individual memerlukan pendidikan dan persuasi para pekerja untuk menggunakan alat pelindung telinga. Sumbat telinga plastik dan sumbat sekali pakai dari lilin dapat mengurangi tingkat bising antara 8-30 dB. Pelindung telinga tipe gumpalan kapas dan headphone lebih efektif (pengurangan 20-40 dB). Alat-alat ini penting bila ada paparan singkat terhadap tingkat bunyi yang sangat tinggi (Joko Suyono, 1995).

Menurut Sugeng Budiono (2003), ada beberapa sistem yang dapat digunakan pada upaya pengendalian kebisingan :

a. Pengendalian secara teknis

1) Menggunakan pembatas akustik untuk mengabsorbsi atau memantulkan kembali suara.

13

3) Memisahkan operator dalam “sound proof room” dari mesin yang bising

atau pengendalian mesin dari jarak jauh (remote controle).

4) Mengganti logam-logam yang menimbulkan intensitas suara tinggi dengan

dynamic dampers” karet atau “plastic bumpers” fiber glass.

5) Memasang “silincer” pada kutub penghisap, pada cerobong dan sistem

ventilasi.

6) Fondasi mesin harus baik, dijaga agar bout dan sambungan tidak ada yang goyang.

7) Pemeliharaan dan service yang teratur. b. Pengendalian secara medis

Cara ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan secara teratur, khususnya pemeriksaan audiometri yang bertujuan :

1) Mendeteksi secara dini adanya kelainan-kelainan.

2) Untuk memantau apakah program pengendalian efektif atau tidak. c. Pengendaian secara administrative

Suatu cara untuk mengurangi pemaparan kebisingan dengan mengatur durasi pemaparan sedemikian rupa sehingga kebisingan yang diterima oleh tenaga kerja masih dalam batas-batas yang diperkenankan sesuai NAB. Pengaturan durasi pemaparan penting sekali dilakukan apabila seorang pekerja didalam pekerjaannya terpapar kebisingan dengan dua level suara atau lebih yang berbeda.

14

2.1.6 Nilai Ambang Batas

Nilai ambang batas adalah kadar yang dapat dihadapi oleh pekerja tanpa menunjukkan gangguan kesehatan atau timbulnya penyakit atau kelainan dala pekerjaan sehari-sehari untuk waktu kerja 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Dalam penerapannya, NAB bukan merupakan pemisah antara batas aman dan bahaya, melainkan digunakan untuk kadar standar perbandingan, pedoman perencanaan alat pengendali, substitusi bahan beracun dengan bahan yang relative tidak beracun, serta membantu menentukan terjadinya gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja (Sugeng Budiono, 2003).

Dalam Lokakarya Hiperkes di Cibogo tahun 1974, telah ditentukan bahwa NAB kebisingan di tempat kerja adalah 85 dBA dalam surat keputusan Menteri Tenaga kerja No Kep.51/Men/1999 tentang NAB faktor fisika di tempat kerja.

2.1.7 Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan Pekerja

Kebisingan memiliki dampak terhadap kesehatan yaitu sebagai berikut: (Buchari, 2007)

1. Gangguan Fisiologis

Gangguan ini dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, basal metabolisme, konstriksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian kaki, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. Efek kebisingan

15

tekanan darah berubah seperti mudah marah yang akan berlanjut ke stress (Kryter, 1972)

2. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, emosi dan lain–lain. Pemaparan dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan penyakit, psikosomatik seperti gastritis, penyakit jantung koroner, stress dan lain–lain. Menurut Naeni, R.L dan Bahri, S (2014) efek paparan kebisingan jangka panjang akan mengakibatkan stress dimana akan menurunkan performa pekerja dalam bekerja Eksposur terhadap kebisingan yang berlebihan dapat menimbulkan pengaruh pada perilaku seperti kehilangan konsentrasi, kehilangan keseimbangan dan disorientasi (berkaitan dengan pengaruh kebisingan pada cairan di dalam saluran semisirkular telinga dalam) dan juga kelelahan (Ridley, 2006). 3. .Gangguan Komunikasi

Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang belum berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung akan mengakibatkan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktifitas kerja. Menurut Webster, J.C (1979) efek kebisingan yang paling serius adalah susahnya berkomunikasi terhadap orang lain dan mengerti apa yang orang lain

16

katakan. Untuk mengetahui apa yang dikatakan orang, orang tersebut harus berbicara lebih keras di lingkungan yang bising.

4. Gangguan Keseimbangan

Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkankesan berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis seperti kepala pusing, mual dan lain–lain.

5. Gangguan terhadap pendengaran (ketulian)

Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan terhadap pendengaran adalah gangguan yang paling serius karena dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat bersifat progresif atau awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus menerus di tempat bising tersebut maka daya dengar akan menghilang secara tetap atau tuli

2.2 Stres Kerja

2.2.1. Pengertian Stres Kerja

Bambang Tarupolo (2002), mendefinisikan stres kerja sebagai suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan,

17

Menurut Pandji Anoraga (2001), stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkunganya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.

Luthans (2000), mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang.

Stres kerja dapat dirumuskan sebagai suatu keadaan tegang yang dialami seseorang didalam suatu organisasi. Stres ini dapat merupakan akibat dari lingkungan fisik, sistem dan teknik dalam organisasi, interaksi sosial interpersonal, sruktur pekerjaan, tingkah laku sebagai anggota dan aspek-aspek organisasi lainnya (Leila, 2002)

2.2.2. Kategori Stress Kerja

Menurut Jacinta (2002), seseorang dapat dikategorikan mengalami stres kerja bila:

1.Urusan stres yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga menjadi penyebab stress kerja.

18

2.Mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan juga individu.

3.Oleh karenanya diperlukan kerjasama antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan stres tersebut

Secara umum, seseorang yang mengalami stres pada pekerjaan akan menampilkan gejala-gejala yang meliputi 3 aspek, yaitu : Physiological, Psychological dan Behavior. (Robbins, 2003)

1. Physiological memiliki indikator yaitu: terdapat perubahan pada metabolisme tubuh, meningkatnya kecepatan detak jantung dan napas, meningkatnya tekanan darah, timbulnya sakit kepala dan menyebabkan serangan jantung.

2. Psychological memiliki indikator yaitu: terdapat ketidakpuasan hubungan kerja, tegang, gelisah, cemas, mudah marah, kebosanan dan sering menunda pekerjaan.

3. Behavior memiliki indikator yaitu: terdapat perubahan pada produktivitas, ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya konsumsi rokok dan alkohol, berbicara dengan intonasi cepat, mudah gelisah dan susah tidur.

19

2.2.3. Faktor Penyebab Stres Kerja

Menurut (Robbin 2003) penyebab stres itu ada 3 faktor yaitu:

1. Faktor Lingkungan.

Ada beberapa faktor yang mendukung faktor lingkungan. Yaitu:

a. Perubahan situasi bisnis yang menciptakan ketidakpastian ekonomi. Bila perekonomian itu menjadi menurun, orang menjadi semakin mencemaskan kesejahteraan mereka.

b. Ketidakpastian politik. Situasi politik yang tidak menentu seperti yang terjadi di Indonesia, banyak sekali demonstrasi dari berbagai kalangan yang tidak puas dengan keadaan mereka. Kejadian semacam ini dapat membuat orang merasa tidak nyaman. Seperti penutupan jalan karena ada yang berdemo atau mogoknya angkutan umum dan membuat para karyawan terlambat masuk kerja.

c. Kemajuan teknologi. Dengan kemajuan teknologi yang pesat, maka dilakukan menambah peralatan baru atau membuat sistem baru. Yang membuat karyawan harus mempelajari dari awal dan menyesuaikan diri dengan itu.

d. Terorisme adalah sumber stres yang disebabkan lingkungan yang semakin meningkat dalam abad ke 21, seperti dalam peristiwa penabrakan gedung WTC oleh para teroris, menyebabkan orang-orang Amerika merasa terancam keamanannya dan merasa stres.

20

2. Faktor Organisasi

Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres. Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam kurun waktu terbatas, beban kerja berlebihan, bos yang menuntut dan tidak peka, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan. Dari beberapa contoh diatas, penulis mengkategorikannya menjadi beberapa faktor dimana contoh-contoh itu terkandung di dalamnya. Yaitu:

a. Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan tuntutan atau tekanan untuk menunaikan tugasnya secara baik dan benar.

b. Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu. Konflik peran menciptakan harapan-harapan yang barangkali sulit dirujukkan atau dipuaskan. Kelebihan peran terjadi bila karyawan diharapkan untuk melakukan lebih daripada yang dimungkinkan oleh waktu. Ambiguitas peran tercipta bila harapan peran tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti mengenai apa yang harus dikerjakan.

c. Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain. Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar, khususnya di antara para

21

d. Struktur Organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan dan dimana keputusan itu diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada karyawan merupakan potensi sumber stres.

3. Faktor Individu

Faktor ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama faktor-faktor persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian bawaan.

a. Faktor persoalan keluarga. Survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang menganggap bahwa hubungan pribadi dan keluarga sebagai sesuatu yang sangat berharga. Kesulitan pernikahan, pecahnya hubungan dan kesulitan disiplin anak-anak merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan stres bagi karyawan dan terbawa ke tempat kerja.

b. Masalah Ekonomi. Diciptakan oleh individu yang tidak dapat mengelola sumber daya keuangan mereka merupakan satu contoh kesulitan pribadi yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mengalihkan perhatian mereka dalam bekerja.

c. Karakteristik kepribadian bawaan. Faktor individu yang penting mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderungan dasar seseorang. Artinya gejala stres yang diungkapkan pada pekerjaan itu sebenarnya berasal dari dalam kepribadian orang itu.

22

Terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya stres atau stres kerja, yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedang faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga di mana pribadi berada dan mengembangkan diri, (Dwiyanti 2001).

Menurut Handoko (2000) kondisi-kondisi yang menyebabkan stres disebut dengan istilah stressors. Stres dapat disebabkan oleh satu stessor, biasanya karyawan mengalami stres karena kombinasi beberapa stessor . Ada dua kategori penyebab stres, yaitu on- the-job dan off- the-job. Hampir dalam setiap kondisi pekerjaan di perusahaan dapat menyebabkan stres tergantung pada reaksi karyawan. Misalnya, seorang karyawan akan dengan mudah menerima dan mempelajari prosedur kerja baru, sedangkan seorang karyawan yang lain tidak atau bahkan menolaknya. Beberapa kondisi kerja yang menyebabkan stres bagi karyawan dinyatakan sebagai penyebab stres “on the job“ antara lain:

1. Beban kerja yang berlebihan. 2. Tekanan atau desakan waktu

3. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai 4. Wewenang yang tidak cukup untuk melaksanakan tanggung jawab 5. Ambiguitas peranan (role ambiguity)

23

7. Perbedaan antara nilai- nilai perusahaan dan karyawan

Stres kerja karyawan juga dapat disebabkan masalah – masalah yang terjadi diluar perusahaan. Penyebab –penyebab stres “off- the-job” antara lain :

1. Kekuatiran finansial

2. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak 3. Masalah-masalah fisik

4. Masalah-masalah perkawinan

5. Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak keluarga

2.2.4. Pengaruh Stress Kerja

Pengaruh stres terhadap pekerja bermacam-macam tergantung pada tingkat prediktabilitas dan tingkat kontabilitasnya. Stres dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan pekerja, gangguan di tempat kerja, masyarakat dan keluarganya (Setyawati, 2010).

Stres kerja dapat menimbulkan reaksi pada tubuh manusia. Reaksi tubuh karena stres akibat kerja yang merupakan masalah kesehatan (Roestam, 2003), diantaranya adalah :

1. Penyakit psikis yang diinduksi oleh stres kerja

Misalnya jantung koroner, hipertensi, tukak lambung dan gangguan psikomatik lain. Kondisi lain yang juga mungkin terjadi adalah keletihan, sering pilek, gangguan tidur,

24

nafas pendek, sakit kepala, migren, kaki tangan dingin, nyeri kuduk serta pundak, gangguan menstruasi, gangguan pencernaan, muntah, alergi dan serangan asma. 2. Kecelakaan kerja

Berbagai data dapat dinyatakan bahwa kecelakaan kerja terjadi 90% karena tindakan yang kurang berhati-hati.

3. Absen kerja

Absensi kerja sering terdapat pada pekerja yang sulit menyesuikan diri dengan pekerjaannya. Ketidakhadiran ini biasanya karena gejala sakit psikis ringan.

4. Lesu kerja

Terjadi apabila tenaga kerja kehabisan motivasi dalam upaya mencari suatu kinerja yang tinggi.

5. Gangguan jiwa

Berupa suatu continnum, mulai gejala subjektif yang mempunyai efek ringan sehari-hari hingga gangguan jiwa mengganggu fungsi pekerjaan.

2.2.5. Dampak Stres Kerja

Menurut Rice (1999), pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustasi dan sebagainya. Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur

25

yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan (Waluyo, 2009).

Reaksi tubuh terhadap stressor pada seseorang sangat bervariasi dan berbeda dari masing-masing orang yang menerimanya. Perbedaan reaksi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor psikologis dan faktor social-budaya seseorang. Mathews (1989) menjelaskan secara spesifik tentang reaksi stres akibat kerja yaitu:

a. Reaksi Psikologis

Stres biasanya merupakan perasaan subjektif seseorang sebagai bentuk kelelahan, kegelisahan dan depresi. Reaksi psikologis kepada stres dapat dievaluasi dalam bentuk beban mental, kelelahan dan perilaku.

b. Respon Sosial

Setelah beberapa lama mengalami kegelisahan, depresi, konflik dan stres di tempat kerja, maka pengaruhnya akan dibawa ke dalam lingkungan keluarga dan lingkungan sosial.

c. Respon stres kepada gangguan kesehatan atau reaksi fisiologis

Bila tubuh mengalami stres maka akan terjadi perubahan fisiologis sebagai jawaban atas stres.

d. Respon Individu

Pengaruhnya tergantung dari sifat dan kepribadian seseorang. Dalam menghadapi stres, individu dengan kepribadian introvert akan bereaksi akan

26

bereaksi lebih negatif dan menderita ketegangan lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berkepribadian ekstrovert

.

2.2.6 Pengendalian Stres Akibat Kerja

Cartwright, et. al. dalam Tarwaka (2010) memberikan cara-cara untuk mengurangi stres kerja secara lebih spesifik yaitu melalui :

1) Redesain tugas-tugas pekerjaan, 2) Redesain lingkungan kerja,

3) Menerapkan waktu kerja yang fleksibel, 4) Menerapkan manajemen partisipatoris,

5) Melibatkan karyawan dalam pengembangan karier, 6) Menganalisis peraturan kerja dan menetapkan tujuan, 7) Mendukung aktivitas sosial,

8) Membangun kerja tim yang kompak.

9) Menetapkan kebijakan ketenagakerjaan yang adil dan lain-lain.

Selain cara-cara tersebut diatas, menurut Tarwaka (2010) ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk mengurangi terjadinya stres di tempat kerja adalah sebagai berikut :

1) Menghilangkan faktor penyebab stres, khususnya yang berasal dari tasks, organisasi kerja dan lingkungan kerja.

27

3) Mengembangkan struktur organisasi sesuai dengan kultur dan tradisi masyarakat pekerjanya.

4) Menjamin perasaan aman setiap pekerja.

2.2.7. Pengaruh Paparan Kebisingan terhadap Stres Kerja

Kebisingan mempunyai pengaruh terhadap tenaga kerja, mulai gangguan ringan berupa gangguan terhadap konsentrasi kerja, pengaruh dalam komunikasi dan

Dokumen terkait