BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.2. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Dalam bidang penelitian, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui hormon-hormon apa saja yang berpengaruh terjadinya insomnia 2. Untuk tenaga medis disarankan untuk lebih memperhatikan masalah gangguan
tidur yang sering terjadi pada pasien nyeri punggung bawah kronis sehingga dapat memberikan terapi yang tepat, untuk memperbaiki kualitas tidur pasien 3. Untuk pasien disarankan menemui dokter apabila dijumpai gejala nyeri
pungguh bawah agar dapat cepat diatasi sehingga meningkatkan kualitas tidur sehingga kualitas hidup lebih baik
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Insomnia 2.1.1. Definisi
Gangguan tidur merupakan kumpulan dari gejala dengan ciri-ciri adanya gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur pada seorang individu (Nur’arini, 2011).
Hal yang tampak jelas dari insomnia primer adalah keluhan karena susah memulai atau mempertahankan tidur atau tidur yang tidak pulas setidaknya selama 1 bulan (Kriteria A) dan menyebabkan tekanan yang signifikan terhadap kesehatan atau gangguan pada kehidupan sosial, pekerjaan, atau kegiatan-kegiatan penting lainnya (Kriteria B). Terganggunya tidur tidak tampak jelas pada gangguan tidur yang lainnya (Kriteria C) atau kelainan mental (Kriteria D) dan tidak disebabkan efek psikologis langsung dari obat-obatan atau penyakit (Kriteria E)P(DSM-IV,1994).
Hal yang tampak dari gangguan tidur akibat adanya penyakit yang diderita adalah gangguan tidur yang tampak sehingga cukup untuk membuat penderita membutuhkan tindakan klinis yang independen (Kriteria A) dan digunakan sebagai salah satu tanda adanya penyakit. Gejala bisa berupa insomnia, hypersomnia, parasomnia atau gabungannya. Harus ada bukti yang didapat dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau hasil laboratorium yang menunjukkann gangguan tidur sebagai penyebab fisiologis langsung dari suatu penyakit (Kriteria B). Gangguan ini sebaiknya tidak dikarenakan kelainan mental, seperti Adjustment Disorder, dimana stressor ini adalah penyakit yang serius (Kriteria C). Diagnosis tidak dibuat jika gangguan tidur muncul hanya selama delirium (Kriteria D). Gangguan tidur yang disebabkan karena Sleep-Related Breathing Disorder (contoh: sleep apnea) atau Narcolepsy tidak dimasukkan kedalam kategori ini (Kriteria E). Gejala gangguan tidur ini harus menyebabkan tekanan stress yang
signifikan atau mengganggu kehidupan social, pekerjaan dan lain-lain (DSM-IV, 1994).
2.1.2. Faktor risiko
Beberapa faktor risiko seperti kebiasaan tidur yang sedikit, jadwal tidur yang berantakan, dan ketakutan akan tidak bisanya tidur menjadi masalah insomnia dan dapat membuat siklus yang menimbulkan insomnia yang menetap. Temperamental. Depresi atau sifat yang cenderung khawatir atau gaya pemikiran yang selalu khawatir, meningkatkan kecenderungan untuk terjaga, dan kecondongan untuk menahan emosi dapat meningkatkan risiko insomnia. Lingkungan. Bunyi, cahaya, temperatur yang tidak nyaman, dan ketinggian dapat meningkatkan faktor risiko insomnia. Genetik dan psikologikal. Wanita dan penderita yang lanjut usia erat berhubungan dengan insomnia. Terganggunya tidur dan insomnia dapat diturunkanP(DSM-V, 2013)
2.1.3. Patofisiologi
Beberapa faktor penting pada patofisiologi insomnia adalah gangguan irama sirkaridan siklus bangun-tidur, irama suhu tubuh, keinginan untuk tidur dna waktu terjaga. Pada bebrapa penelitian dilaporkan bahwa keluhan yang dirasakan pasien insomnia bukanlah disebabkan oleh adanya gangguan selama mereka tidur malam atau karena sleep deprivation, tetapi lebih dikarenakan waktu terjaga somatik dan kognitifnya selama 24 jam. Input sensori dan proses informasi pada pasien insomnia tetap berlangsung dan mempengaruhi inisiasi tidur dan konsolidasi. Gangguan adaptasi dan gangguan fungsi kepercayaan pasien (seperti khawatir yang berlebihan tentang konsekuensi insomnia yang diderita dan pikiran tidak realistic tentang gangguan tidurnya) serta kondisi terjaga (arousal) tingkat kortikal turut terlibat dalam kejadian insomnia (Kelompok Studi Gangguan Tidur PERDOSSI,P2014)
2.2. Nyeri Punggung Bawah 2.2.1. Definisi
Nyeri punggung bawah adalah gejala penyakit yang cukup sering dialami, dengan karakteristik nyeri dibagian lumbal atau sacral pada punggung bagian bawah. Bisa dirasakan pada keadaan tegak, punggung yang diamP(static pain) atauPketikaPbergerakP(kineticPpain)P(Falvo,P2005).
Nyeri punggung bawah adalah kategori yang paling luas dari gejala nyeri punggung, di susun menjadi empat kelompok berdasarkan lama gejala sejak awal dimulai: akut, durasi ≤6 minggu; subakut, durasi ≥6 minggu tapi ≤3 bulan; kronis, durasi ≥3 bulan; dan acute imposed on chronic, serangan akut pada penderita yang sudah mengalami nyeri punggung bawah kronisP(Mengel & Schwiebert, 2009).
2.2.2. Prevalensi
Menurut Dennis C. dan Kimberly S. dalam Michael E. dan Alexandra C.P(2007), mengidentifikasi tujuh studi epidemiologi yang dilakukan di Britania, Belgium, Jerman dan Swedia yang dilaporkan secara spesifik pada prevalensi nyeri punggung bawah sebagai nyeri terbanyak yang dilaporkan. Dengan insidens 5% dan prevalensi sampai saat ini 60%-90%, nyeri punggung bawah adalah penyebab kecacatan di Amerika Serikat pada orang dewasa dibawah 45 tahun. 1% dari seluruh populasi di Amerika Serikat cacat secara kronis dan 1% lagi cacat sementara akibat nyeri punggung (Jeannette, Samuel, and Evelyn, 2007).
2.2.3. Etiologi
Nyeri punggung bawah, sulit dimengerti etiologinya, tanpa melihat prevalensi dan morbiditasnya. Dipercaya bahwa nyeri dan gangguan dari nyeri punggung bawah adalah hasil yang complex dari interaksi diantara struktur anatomi dari spinal dan hubungannya dengan neurofisiologi dan biokimia (Jeannette,PSamuel,PandPEvelyn,2007).
Penyebab keluhan nyeri pinggang inin sangat beragam dan memerlukan suatu pendekatan yang sistematik dalam upaya mencari penyebab utanmanya.
Sumber nyeri dapat berasal dari persoalan kulit, otot, tulang belakang, organ visera, ataupun kebiasaanP(habit) seseorang dalam posisi tertentu serta aktifitas rutin dalam pekerjaan (Sudoyo dkk, 2007).
Nyeri punggung bawah dapat disebabkan oleh karena:
1. Gangguan mekanis akibat postur yang tidak baik, contoh: lordosis (punggung condong ke depan)
2. Buruknya posisi tubuh ketika bekerja, menyebabkan terkilir atau otot tegang 3. Luka akibat terjatuh, seperti kecelakaan kendaraan atau olahraga
4. Spondylolisthesis (berubah posisinya tulang punggung lebih ke depan) 5. Spndylolysis (hancurnya atau degenerasi dari tulang punggung)
6. Arthritis atau osteoporosis
7. Infeksi pada tulang punggun atau jaringan di antara tulang punggung 8. Tumor pada tulang punggung, atau hasil metastase kanker dari organ lain 9. Herniasi dari intervertebral disk (referred pain dari organ di tubuh, seperti ginjal atau uterus) (Falvo, 2005)
2.3. PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index) 2.3.1. Definisi
PSQI adalah instrument klinis yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur. PSQI terdiri dari 19 pertanyaan, dimana berhubungan dengan kualitas tidur, termasuk estimasi durasi tidur, latensi tidur, frekuensi, dan keparahan dari
gangguan tidur yang diderita. 19 pertanyaan ini digabunng menjadi tujuh
komponen penilaian, setiap komponen mempunyai skala 0-3, kemudian nilai total dihitung berdasarkan skala global PSQI score, dimana skala berkisar dari 0-21, nilai yang tinggi menandakan kualitas tidur yang buruk (Daniel et al.,1988).
Tabel 2.3. Pembagian Skala PSQI
(Muhibin, 2006) (Slameto, 2010)
2.3.3. Cara Pengukuran
PSQI mengkaji 7 dimensi pada kualitas tidur, yaitu kualitas tidur subjektif, latensi tidur, lama tidur, gangguan tidur, lama tidur malam, penggunaan obat
NO PERTANYAAN SKALA
1 Jam berapa biasanya anda mulai tidur malam
Lama di tempat tidur (Efisiensi tidur) 2 Berapa lama anda biasanya baru bisa
tertidur tiap malam
Latensi tidur (lama memulai tidur) 3 Jam berapa anda biasanya bangun
pagi
Lama di tempat tidur (Efisiensi Tidur) 4 Berapa lama anda tidur dimalam hari Lama tidur malam (Efisiensi Tidur) 5 Seberapa sering masalah-masalah
dibawah ini mengganggu tidur anda? a) Tidak mampu tertidur selama 30
menit sejak berbaring
Latensi tidur (lama memulai tidur) b) Terbangun ditengah malam atau
terlalu dini
Gangguan Ketika Tidur Malam c) Terbangun untuk ke kamar mandi
d) Tidak mampu bernafas dengan leluasa
e) Batuk atau mengorok f) Kedinginan dimalam hari g) Kepanasan dimalam hari h) Mimpi buruk
i) Terasa nyeri j) Alasan lain ………
6 Seberapa sering anda menggunakan obat tidur
Penggunaan Obat-obat tidur 7 Seberapa sering anda mengantuk
ketika melakukan aktifitas disiang hari
Terganggunya aktifitas di siang hari
8 Seberapa besar antusias anda ingin menyelesaikan masalah yang anda hadapi
9 Pertanyaan preintervensi : Bagaimana kualitas tidur anda selama sebulan yang lalu
Kualitas Tidur Subjektif
Pertanyaan postintervensi : Bagaimanakualitas tidur anda selama seminggu yang lalu
tidur, dan gangguan aktifitas pada siang hari. Pengukuran pada tiap dimensi tersebar dalam beberapa pertanyaan dan penilaian yang sesuai dengan standar baku(Nova, 2012), seperti berikut:
1. Kualitas tidur subyektif Dilihat dari pertanyaan nomor 9 0 = sangat baik
1 = baik 2 = kurang 3 = sangat kurang
2. Latensi tidur (kesulitan memulai tidur) total skor dari pertanyaan nomor 2 dan 5a Pertanyaan nomor 2: ≤ 15 menit = 0 16-30 menit = 1 31-60 menit = 2 > 60 menit = 3 Pertanyaan nomor 5a:
Tidak pernah = 0 Sekali seminggu = 1 2 kali seminggu = 2 >3 kali seminggu = 3
Jumlahkan skor pertanyaan nomor 2 dan 5a, dengan skor dibawah ini: Skor 0 = 0
Skor 1-2 = 1 Skor 3-4 = 2 Skor 5-6 = 3
3. Lama tidur malam Dilihat dari pertanyaan nomor 4 > 7 jam = 0
6-7 jam = 1 5-6 jam = 2 < 5 jam = 3
Efisiensi tidur= ( lama tidur / lama di tempat tidur) x 100% lama tidur – pertanyaan nomor 4
lama di tempat tidur – kalkulasi respon dari pertanyaan nomor 1 dan 3 Jika di dapat hasil berikut, maka skornya:
>85 % = 0 75-84 % = 1 65-74 % = 2 < 65 % = 3
5. Gangguan ketika tidur malam Pertanyaan nomor 5b sampai 5j Nomor 5b sampai 5j dinilai dengan skor dibawah ini:
Tidak pernah = 0 Sekali seminggu = 1 2 kali seminggu = 2 >3 kali seminggu = 3
Jumlahkan skor pertanyaan nomor 5b sampai 5j, dengan skor dibawah ini: Skor 0 = 0
Skor 1-9 = 1 Skor 10-18 = 2 Skor 19-27 = 3
6. Menggunakan obat-obat tidur Pertanyaan nomor 6 Tidak pernah = 0
Sekali seminggu = 1 2 kali seminggu = 2 >3 kali seminggu= 3
7. Terganggunya aktifitas disiang hari Pertanyaan nomor 7 dan 8 Pertanyaan nomor 7: Tidak pernah = 0 Sekali seminggu = 1 2 kali seminggu = 2 >3 kali seminggu= 3 Pertanyaan nomor 8:
Tidak antusias = 0 Kecil = 1 Sedang = 2 Besar = 3
Jumlahkan skor pertanyaan nomor 7 dan 8, dengan skor di bawah ini: Skor 0 = 0
Skor 1-2 = 1 Skor 3-4 = 2 Skor 5-6 = 3
Skor akhir: Jumlahkan semua skor mulai dari komponen 1 sampai 7 (Muhubin, 2006 & Slameto, 2010).
Kemudian dengan global PSQI score dimulai dari 0-21, dimana Minimum skor =0 (baik), dan maksimum skor = 21 (sangat buruk), dan interpretasinya: TOTAL > 5 = kualitas tidur buruk
TOTAL ≤ 5 = kualitas tidur baik (Daniel et al.,1988)
2.4. Short Form McGill Pain Questionnaire (SF-MPQ) 2.4.1. Definisi
Bentuk pendek dari kuesioner nyeri McGill telah dikembangkan. Komponen utama dari kuesioner ini terdiri dari 15 pertanyaan (11 sensori, 4 afektif) dimana skalanya 0 = tidak nyeri, 1 = ringan, 2 = sedang, dan 3 = berat untuk intensitas nyerinya. Pada kuesioner McGill ini sudah termasuk ke dalam Present Pain IntensityP(PPI) index dari standar MPQ dan Visual Analague ScaleP(VAS). Kuesioner nyeri McGill juga sangat berguna dalam banyak situasi dimana standar MPQ memakan waktu cukup lama untuk diisi, dimana informasi kualitatifnya baik sedangkan PPI dan VAS kurang baik (Ronald Melzack, 1987).
Short Form McGill Pain QuestionnaireP(SF-MPQ), adalah pengukuran multidimensi untuk dapat mengetahui tingkat nyeri pada orang dengan nyeri kronis, termasuk nyeri karena penyakit rematik. Untuk Pain Rating IndexP(PRI), setiap kata memiliki skor 0P(tidak nyeri) sampai 3P(nyeri berat). Total skor PRI
didapatkan dengan menjumlahkan seluruh total skorP(0-45). Belum ada titik point yang sudah dibuatP(Mian & Kendzerska, 2011).
Visual Analog Scale(VAS) untuk nyeri adalah pengukuran terhadap nyeri dan digunakan secara luas pada beragam populasi, termasuk pada penderita rematik. VAS untuk nyeri adalah skala yang dibuat menggunakan garis horizontal (HVAS) atau verticalP(VVAS), biasanya sepanjang 10 centimeter, dan di setiap ujungnya terdapat 2 deskripsi verbal. Untuk intensitas nyeri, skala yang dipakai pada tiap ujung adalah “tidak nyeri”P(skor 0) dan “sangat nyeri”P(skor 10). Titik point dari VAS yang direkomendasikan adalah: tidak nyeri (0-4 mm), sedikit nyeri (5-44 mm), nyeri sedangP(45-75mm), dan sangat nyeriP(75-100mm), sedangkan Present Pain IntensityP(PPI) hanya menggunakan satu pertanyaan yang diikuti dengan 5 skorP(Mian & Kendzerska, 2011).
Tabel 2.4. Kuesioner PRI dan Dimensi
Rasa DIMENSI
Cekot-cekot SENSORI Menyentak
Menikam (Seperti Pisau)
Tajam (Seperti silet) Keram Menggigit Terbakar Ngilu Berat/Pegal Nyeri sentuh Mencabik-cabik Menakutkan AFEKTIF Melelahkan Memualkan Menghukum-kejam (Konsensus, 2011)
2.5. Hubungan Intensitas Nyeri Punggung Bawah Kronis dengan Insomnia
Pasien dengan nyeri kronis sangat mungkin untuk mengalami gangguan tidur dibandingkan pasien yang nyeri. Pada peserta survey yang nyeri sekitar tiga kali lebih sulit memulai tidur, mempertahankan tidur, bangun pagi lebih awal, tidur yang tidak pulas atau kualitas tidur yang rendah dibandingkan peserta tidak nyeri (Roehrs et al., 2009).
Diantara kalangan insomnia, nyeri kronis ditemukan lebih banyak dibandingkan pada yang nonimsomnia, 25-40% pasien dengan kondisi nyeri kronis yang bervariasi mengeluhkan insomnia vs 13% dari seluruh populasi, insomnia ditemukan 4.3 kali lebih sering ditemukan diantara pasien dengan nyeri kronis pada Ibadan study of ageing pada 2152 peserta, nyeri kronis biasanya disababkan karena arthritis (predominan rheumatoid), nyeri punggung dan fibromyalgia (Dikeos, Georgantopoulos, 2011)
Pada penelitian Nicole dkkP(2007), bahwa dari 53% pasien dengan nyeri punggung bawah kronis mencari obat pereda rasa nyeri di klinik dimana mereka menderita insomnia berat dan stress yang memerlukan bantuan klinis. Nilai prevalensi dari insomnia sedikit lebih rendah dibandingkan yang dilaporkan dalam penelitian-penelitian yang sebelumnya (65% - 89%). Penemuan ini mnunjukkan pasien dengan nyeri kronis mempunyai risiko yang tinggi untuk terkena insomnia dibandingkan pasien yang tidak.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gangguan tidur bisa dibedakan menjadi 4 kategori besar: 1) insomnia; 2) hypersomnia; 3) gangguan pada siklus tidur-bangun cirkadian; dan 4) parasomnia
(menurut American Psychiatric Association,1994 dalam Kay & Khasman, 2006).
Berdasarkan definisi gangguan tidur, Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders, Fourth Edition (DSM-IV) hanya memasukkan gangguan tidur yang kronis (durasi sekitar 1 bulan). Sedangkan, International Classification of Sleep Disorders memasukkan gangguan tidur yang pendek dan sedang, dimana terbukti lebih sering terjadi daripada gangguan tidur yang kronis (menurut
Diagnostic Classification Steering Committee Therapy MJC, 1990 dalam Kay &
Khasman, 2006).
Penderita insomnia kronis mempunyai risiko kecelakaan kendaraan dua kali lebih besar, tapi hanya 5% dari penderita yang mencari bantuan medis terhadap insomnianya. Tetapi, hanya 40% atau lebih dari penderita yang mencari kesembuhan dengan obat-obatan, alkohol atau keduanya sekaligus(Kaplan & Sadock’s,P2009).
Menurut penelitian Xiang et al.(2008) gangguan tidur pada lansia yang berumur 65 tahun atau lebih pada daerah pedesaan di Beijing, China adalah 11.7%.
Pada penelitian 70 pasien nyeri punggung bawah, 53% dilaporkan
mengalami insomnia sedang sampai berat (Menurut Tang et al., 2007 pada
Nalajala, Walls, Hili, 2013).
Pada penelitian oleh Purshothaman dkk (2013) prevalensi insomnia dengan menggunakan Insomnia Severity Index(ISI), the Oswestry Disability Index(ODI) dan the Numerical Rating Scale(NRS) pada 120 pasien nyeri punggung bawah menunjukkan bahwa 47% dari 120 pasien mengalami insomnia
yang signifikan.
Insomnia primer, dalam DSM-IV 307.42, dibedakan menjadi 2, insomnia psikofisiologik dan insomnia idiopatik. Insomnia physiologik sangat sering ditemukan, sekitar 1 sampai 10% pada populasi seluruh dunia dan sampai 25% pada lansia; disisi lain, insomnia idiopatik sangat jarang. Insomnia psikofisiologik bertahan setidaknya sebulan, dan sembuh lebih dari setahun pada hampir semua pasien: pada bebrapa kasus bisa menjadi kasus yang kronik, menguat dan melemahPselamaPbertahun-tahunP(DavidP&PJames,P2004).
Nyeri punggung bawah kronis bisa timbul karena struktur anatomi yang bervariasi atau karena adanya kelainan patologis pada tulang punggung sehingga membutuhkan pengobatan berdasarkan penyebabnya. Diperkirakan 80-90% pasien yang didiagnosa nyeri punggung bawah kronis timbul dari sebab mekanis yang tidak spesifik. Kebanyakan penderita nyeri punggung bawah kronis ini di tatalaksana secara non-operative ditambah tatalaksana konservatif yang bervariasi (Merepeza,P2014).
Nyeri punggung bawah(NPB) biasanya didefinisikan sebagai nyeri, tertekannya otot atau kekakuan yang bersifat lokal di bawah batas costal dan diatas lipatan gluteal inferior, dengan atau tanpa nyeri kaki(sciatica). NPB adalah sebuah masalah yang besar karena menyebabkan penurunan sosial ekonomi dan beban bagi pelayanan medis di seluruh dunia. Insiden dari LBP sampai sekarang dilaporkan sekitar 60-80% dan dari insiden tersebut 80-90% kasus dimana nyeri berkurang selama 2-3 bulan pertama istirahat pasien(sekitar 10-20%) dan berkembang menjadi sindrom nyeri kronis. Nyeri punggung bawah kronis termasuk 73-77% dari semua pasien dengan kelainan nyeri punggung bawah. Sekitar 90% dari kasus nyeri punggung tidak mempunyai sebab yang bisa di identifikasiPdanPdisebutPnonspesifikP(YilmazP&PDedeli,P2012).
Penelitian cross-sectional pada 268 pasien yang berusia 18 tahun atau lebih, yang dilakukan selama 6 bulan menunjukkan hasil bahwa gangguan tidur adalah hal yang umum ditemukan pada pasien-pasien yang dirawat pada klinik rehabilitasi yang mengalami nyeri punggung bawah kronik. Juga terdapat hubungan langsung antara intensitas nyeri dan derajat gangguan tidur, yang
manifestasinya adalah penurunan kualitas tidur (menurut Marin dkk, 2006 dalam Bukit, 2011).
Penelitian yang dilakukan pada 70 penderita nyeri punggung bawah kronik menemukan sebanyak 53% dari penderita nyeri punggung bawah kronik menderita insomnia dan mencari pengobatan pada klinik-klinik nyeri (menurut
Tang dkk, 2007 dalam Bukit, 2011). Pasien dengan nyeri yang kronis
mempunyai risiko yang sedikit lebih tinggi untuk mengalami insomnia
dibandingkan dengan paisen yang tidak(Nicole , KellyPandPPaul, 2007).
Oleh karena tingginya prevalensi insomnia pada pasien nyeri punggung bawah kronis di seluruh dunia, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian hubungan intensitas nyeri dengan insomnia pada pasien nyeri punggung bawah kronis di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik pada tahun 2015.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini: Apakah ada hubungan intensitas nyeri dengan insomnia pada penderita NPB kronis?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah ada hubungan intensitas nyeri dengan insomnia pada penderita NPB kronis
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui gambaran nyeri pada pasien NPB kronis
2. Mengetahui gambaran karakteristik pasien NBP kronis
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Bagi Pendidikan
Menambah wawasan tenaga medis tentang hubungan intensitas nyeri dengan insomnia pada pasien NPB kronis
2. Bagi Penelitian
Sebagai data dasar bagi peneliti lain untuk meneliti kualitas tidur yang berhubungan dengan intensitas nyeri pada pasien NPB kronis
3. Bagi Masyarakat
Agar masyarakat dan keluarga lebih mengetahui tentang hubungan intensitas nyeri NPB kronis dengan insomnia
ABSTRAK
Pasien dengan nyeri kronis sangat mungkin untuk mengalami gangguan tidur dibandingkan pasien yang nyeri. Dari beberapa sumber, pada peserta survey yang nyeri sekitar tiga kali lebih sulit memulai tidur, mempertahankan tidur, bangun pagi lebih awal, tidur yang tidak pulas atau kualitas tidur yang rendah dibandingkan peserta tidak nyeri
Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara intensitas nyeri dengan insomnia pada nyeri punggung bawah kronis.
Metode penelitian ini dengan menggunakan pendekatan pontong lintang. Data diambil menggunakan kuesioner berdasarkan PSQI score untuk mengetahui adanya insomnia dan VAS untuk mengukur intensitas nyeri pada pasien nyeri punggung bawah kronis di RSUP H Adam Malik. Jumlah responden adalah 21 pasien.
Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan signifikan antara intensitas nyeri dengan insomnia pada pasien nyeri punggung bawah kronis(p=0.021 ; r=0.448).
Kesimpulan pada penelitian ini adalah ada hubungan antara intensitas nyeri dengan insomnia pada pasien nyeri punggung bawah kronis di RSUP H Adam Malik pada tahun 2015.
ABSTRACT
Patients with painful chronic illnesses are more likely to experience sleep disturbance than patients with non-painful illnesses. Approximately three times as many survey participants with pain reported difficulties with initiating sleep, main- taining sleep, early morning awakenings, non- restorative sleep or poor sleep quality compared with those without pain.
This study aims to assess the correlation between pain intensity and insomnia in chronic low back pain patients.
The design of this study using cross sectional method. Data were obtained using PSQI score based questionnaire to measure insomnia and VAS to measure pain intensity in chronic low back pain patients at RSUP H Adam Malik. Total of participants studied is 21 patients.
Study result showed significant correlations between pain intensity and insomnia in chronic low back pain patients(p=0.021 ; r=0.448).
In conclusion, there is a significant correlation between pain intensity dan insomnia in chronic low back pain patients at RSUP H Adam Malik on 2015 Keywords: pain intensity, insomnia, chronic low back pain patients
HUBUNGAN INTENSITAS NYERI DENGAN INSOMNIA PADA PASIEN NYERI PUNGGUNG BAWAH KRONIS DI
RSUP H ADAM MALIK MEDAN
Oleh:
ANDREW TIMANTA BRAHMANA
120100284
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
HUBUNGAN INTENSITAS NYERI DENGAN INSOMNIA PADA PASIEN NYERI PUNGGUNG BAWAH KRONIS DI
RSUP H ADAM MALIK MEDAN KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh:
NAMA : ANDREW TIMANTA BRAHMANA
NIM : 120100284
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal
penelitian dengan judul “Hubungan Intensitas Nyeri dengan Insomnia pada Pasien Nyeri Punggung Bawah Kronis”.
Dalam pengerjaan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
2. dr. Irina Kemala Nasution, Sp.S selaku dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran dan ketekunan telah memberi banyak arahan, masukan dan
dorongan dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini mulai dari awal sampai akhir 3. Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPd, SpJP(K), selaku ketua komisi etik penelitian
bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Sumatera Utara yang telah memberikan izin penelitian
4. dr. Winra Pratita, M.Ked(Ped), Sp.A. Dosen penguji I yang banyak membantu dan memberikan masukan sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan 5. dr. Yuki Yunanda, M.Kes. Dosen penguji II yang telah memberikan saran
dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini
6. Semua staf, dokter, dan pasien di RSUP H Adam Malik yang dengan ramah mengizinkan penulis untuk melakukan pengumpulan kuesioner
7. Seluruh staf S-1 Kedokteran yang telah membantu administrasi dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini
8. Orang tua, saudara-saudari penulis yang telah memberikan semangat, doa, dan dukungan kepada penulis
9. Teman-teman kelompok bimbingan penelitian yang telah memberi saran,