BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
B. Saran
1. Saran bagi mahasiswa untuk dapat meningkatkan kecerdasan emosional dengan cara lebih mengenali emosi diri sendiri dan orang lain, mampu mengelola emosi diri sendiri dan orang lain, serta mampu memotivasi diri sendiri dan orang lain.
2. Saran bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dapat memberikan pelatihan pengembangan kecerdasan emosional agar peserta didik dapat lebih memahami.
3. Peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat meniliti lebih lanjut terkait kecerdasan emosional dengan hasil OSCE menurut tahun angkatan dengan kurikulum yang sama.
39
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Bar-On, R. (2010). Emotional Intelligence: An integral part of positive psychological. S Afr J Psychol, 47-57.
Brackett, M. A., Rivers, S. E., & Salovey, P. (2011). Emotional Intelligence: Implications for Personal, Social, Academic, and Workplace Success. 88-103.
Brannick, M. T., Erol-Korkmaz, H. T., & Prewett, M. (2011). A systematic review of the reability of objective structured clinical examination scores. In Medical Education (pp. 45: 1181 - 1189).
Chew, B. H., Zain, A. M., & Hassan, F. (2013). Emotional Intelligence and academic performance in first and final year medical students.
Claramita, M. (2008). The Skills Laboratory. Yogyakarta: Faculty of Medicine Universitas Gajah Mada.
Cooper, R. K., & Sawaf, A. (2002). Executive EQ: Kecerdasan Emosi dalam Kepemimpinan dan Organisasi. (A. T. Widodo, Trans.) Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Dahlan, MS. (2014). Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Sagung Seto.
Goleman, D. (2007). Kecerdasan Emosional. (T. Hermaya, Trans.) Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Harden, R. M., & Gleeson, F. A. (1979). Assessment of Clinical Competence Using an Observed Structured Clinical Examination. Medical Education, 41-47.
Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Ruang Kehidupan. Edisi 5. Jakarta: Erlangga
Katrina, F. H. (2011). OSCE and Clinical Skills Handbook. London: Elsevier Saunders.
Konsil Kedokteran Indonesia. (2012). Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.
McCoy, J. A., & Merrick, H. W. (2001). The Objective Structured Clinical Examination.
40
Miri, M. R., Kermani, T., Khoshbakht, H., & Mitra, M. (2013). The Relationship between emotional intelligence and academic stress in student of medical sciences.
Payne, N. J. (2008). Sharpening the Eye of the OSCE with Critical Action Analysis. Academic Medicine, 900-905.
Romanelli, F., Cain, J., & Smith, K. M. (2006). Emotional intelligence as a predictor of academic and/or professional success. 70 (3) : 69.
Sarafino, E. P. (1994). Health Psychology: Biopdychosocial Interaction. Canada: John Wiley and Sons, Inc.
Schuwirth, L., & Van Der Vleuten, C. (2004). Changing Education, Changing Assessment, Changing Research? Medical Education, 805-812.
Su, B. H., Shen, B. C., & Chen, W. (2005). Objective Structured Clinical Examination (OSCE): A Comparison of Interpersonal Skills Scores with Written OSCE Scores. Mid Taiwan J Med, 32-37.
Sudaryanto. (2008). Kajian Kritis tentang Permasalahan Sekitar Pembelajaran kemampuan Berpikir Kritis. Jakarta.
Tiwari, G. N., & Dhatt, H. K. (2014). Contribution Value of Spiritual Intelligence, Emotional Intelligence and Self-Efficacy in Academic Achievement of B.Ed. Student Teachers. 51-65.
Turner, J. L., & Dankoski, M. (2008). Objective Structured Clinical Exam: A critical review. 40(8):574.
Varkey, P., Natt, N., Lesnick, T., Downing, S., & Yudkowsky, R. (2008). Validity Evidence for an OSCE to Assess Competency in Systems-Based Practice and Practice-Based Learning and Improvement: A Preliminary Investigation. Academic Medicine, 775-780.
White, C. B., Ross, P. T., & Gruppen, L. D. (2009). Remediating Students Failed OSCE Performances at One School: The Effect of Self Assessment, Reflection, and Feedback. Academic Medicine, 651-654.
SURAT PERSETUJUAN
Nama :
NIM :
No. Telepon :
Bersedia untuk mengisi angket yang diberikan peneliti. Saya mengerti bahwa saya menjadi bagian dari penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui hubungan Kecerdasan Spiritual dan Kecerdasan Emosional dengan hasil OSCE mahasiswa program studi pendidikan dokter FKIK UMY
Yogyakarta , Responden
ANGKET PENELITIAN
Petunjuk Pengisian Angket :
1. Isilah identitas saudara/i pada kolom yang telah disediakan 2. Cara Mengisi angket sebagai berikut :
a. Kepada Mahasiswa/i Program Studi Pendidikan Dokter UMY
b. Angket ini hanya dipergunakan untuk keperluan ilmiah, untuk itu setiap jawaban yang diberikan tidak mempengaruhi nilai atau prestasi anda dan semua informasi yang diberikan akan dijaga oleh peneliti.
c. Kerjakan setiap nomor dan mohon jangan sampai ada yang terlewati. d. Pilihlah salah satu dari alternatif jawaban :
- Sangat Sesuai (SS) jika anda merasa sangat setuju dan sependapat atas pernyataan tersebut.
- Sesuai (S) jika anda hanya merasa setuju atas pernyataan tersebut
- Tidak Sesuai (TS) jika anda merasa tidak sependapat atas pernyataan tersebut
- Sangat Tidak Sesuai (STS) jika anda merasa sangat tidak sependapat dan menganggap pernyataan itu salah
e. Jawaban yang diberikan cukup dengan memberikan tanda ceklis ( ) pada alternatif jawaban yang tersedia, sesuai dengan keadaan saudara/i rasakan selama ini. Seandainya saudara/i ingin meralat jawaban yang telah diisi, maka cukup dengan memberi tanda () pada jawaban yang dianggap salah dengan membuat yang baru.
f. Setelah angket selesai dijawab, mohon kesediaan saudara/i untuk dapat mengembalikannya kepada pengedar angket tepat pada waktunya.
ANGKET KECERDASAN EMOSIONAL
No. Pernyataan SS S TS STS
1. Saya tidak tergerak untuk menghibur teman yang sedang kecewa.
2. Saya mudah melepaskan diri dari kecemasan-kecemasan yang menghantui perasaan saya. 3. Kemarahan yang saya alami berlangsung
dalam waktu yang lama..
4. Saya segan bertanya kepada teman ketika tidak mengetahui sesuatu karena takut dianggap bodoh.
5. Kekurang pahaman tentang pengetahuan mata pelajaran yang diajarkan membuat saya rendah diri.
6. Saya sulit melakukan berbagai aktivitas dengan baik ketika sedih.
7. Berbagai perasaan negatif terus-menerus muncul dalam diri saya ketika saya ter-singgung.
8. Saya dapat mengetahui bahwa seseorang sedang sedih dengan mendengarkan nada bicaranya.
9. Saya sulit untuk mengendalikan diri ketika marah.
10. Saya mendahulukan mengerjakan peker-jaan yang menjadi tugas saya daripada bermain dengan teman-teman.
11. Saya meyakini bahwa saya sanggup me-nyelesaikan berbagai tugas yang ada pada pekerjaan saya.
12. Saya sulit bekerjasama dengan teman-teman satu kelas
13. Saya mampu mendengarkan keluh kesah teman.
14. Saya mampu memberikan dukungan kepa-da teman yang sedang mengalami mu-sibah. 15. Saya tidak mempedulikan perasaan-pera-saan
yang sedang saya alami.
16. Saya mampu belajar mata kuliah yang saya mampu secara rutin.
17. Sulit bagi saya untuk segera bangkit dari kemurungan yang saya alami.
No. Pernyataan SS S TS STS
18. Saya mampu merasakan kesedihan teman yang mendapatkan penilaian pelaksanaan pekerjaan jelek.
19. Saya tergerak untuk menolong korban kecelakaan lalu lintas.
20. Mudah bagi saya untuk menghibur diri ketika sedang murung.
21. Saya merasa yakin bahwa semester ini, penilaian pelaksanaan pekerjaan saya bagus. 22. Saya mampu berusaha lebih giat lagi untuk
mendapat penilaian pelaksanaan pekerjaan yang lebih baik.
23. Saya merasa sulit berkomunikasi dengan teman-teman satu kelompok diskusi
24. Saya merasa sulit memperbaiki hubungan dengan teman yang pernah bertengkar dengan saya.
25. Saya mampu mengungkap ketidaksukaan saya kepada orang yang membuat saya jengkel tanpa kehilangan kendali.
26. Kesopanan membuat saya mampu bergaul secara akrab di dalam masyarakat.
27. Saya mampu mendamaikan konflik yang terjadi diantara teman-teman.
28. Saya malas mencari alternatif cara penye-lesaian lain ketika cara penyepenye-lesaian yang saya lakukan ternyata salah.
29. Saya tidak tergerak untuk mengemukakan berbagai cara penyelesaian masalah kepa-da teman yang sedang menghadapi masa-lah. 30. Saya menjadi malas belajar lebih menda-lam
mata kuliah yang saya ampu ketika mengetahui penilaian pelaksanaan peker-jaan saya jelek. 31. Saya mampu menjaga kekompakan dengan
teman sekampus
32. Saya tidak merasa bersalah ketika menjelek-jelekkan orang lain, karena memang dia pantas mendapatkannya.
33. Saya mudah kehilangan semangat ketika menemui kesulitan dalam mengerjakan berbagai tugas yang ada pada bidang pe-kerjaan saya.
No. Pernyataan SS S TS STS
34. Saya terus-menerus memikirkan berbagai hal yang menyebabkan saya kecewa.
35. Saya letih dengan naik turunnya perasaan yang saya alami.
36. Saya tidak tahu mengapa saya merasa begitu malas untuk mempersiapkan mata pelajaran yang saya ampu.
37. Saya tidak mau ambil pusing apakah kata-kata saya menyinggung hati orang lain atau tidak. 38. Saya merasa sulit mengkoordinasikan
teman-teman dalam satu kelompok.
39. Saya tidak mengetahui penyebab perasaan sedih yang saya alami.
40. Saya kurang bergairah untuk mengerjakan tugas-tugas yang ada pada bidang peker-jaan saya.
41. Saya terus-menerus memikirkan kegagalan yang saya alami, sehingga saya merasa tertekan.
42. Saya mampu mencegah timbulnya konflik diantara teman-teman.
43. Saya segan mengawali pembicaraan dengan orang lain yang belum saya kenal.
44. Saya mengetahui penyebab perasaan tidak bahagia yang saya alami dalam hidup ini. 45. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan
ketika marah.
46. Saya mampu menghargai pendapat orang lain yang lebih muda usianya dari saya.
47. Mudah bagi saya untuk segera bangkit dari kemalasan yang saya alami.
48. Mudah bagi saya untuk berprasangka baik terhadap orang lain yang telah menying-gung hati saya.
49. Saya mengetahui penyebab kerisauan yang saya alami.
50. Saya mampu memperbaiki kegagalan se-hingga menjadi suatu keberhasilan.
51. Saya mampu tetap tenang menghadapi ber-bagai masalah.
No. Pernyataan SS S TS STS
52. Saya dapat mengetahui bahwa seseorang sedang marah dengan melihat ekspresi wajahnya.
53. Saya mudah memaafkan orang yang telah menyinggung hati saya.
54. Saya mudah menyesuaikan diri dalam lingkungan yang berbeda-beda.
HASIL PENGOLAHAN DATA A. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE
Correlations Kecerdasan Emosional Nilai OSCE Kecerdasan Emosional Pearson Correlation 1 ,430(**) Sig. (2-tailed) ,000 N 88 88
Nilai OSCE Pearson
Correlation ,430(**) 1
Sig. (2-tailed) ,000
N 88 88
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
B. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut jenis kelamin Correlations NilaiPerempu an KEPerem puan
NilaiPerempuan Pearson Correlation 1 ,473(**)
Sig. (2-tailed) ,001
N 44 44
KEPerempuan Pearson Correlation ,473(**) 1
Sig. (2-tailed) ,001
N 44 44
Correlations
NilaiLakilaki KELakilaki
NilaiLakilaki Pearson Correlation 1 ,383(*)
Sig. (2-tailed) ,010
N 44 44
KELakilaki Pearson Correlation ,383(*) 1
Sig. (2-tailed) ,010
N 44 44
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
C. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut tahun angkatan Correlati ons 1 ,532* ,011 22 22 ,532* 1 ,011 22 22 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Kecerdasan Emosional 2012
Hasil Nilai OSCE 2012
Kecerdasan Emosional
2012
Hasil Nilai OSCE 2012
Correlation is signif icant at the 0.05 lev el (2-tailed). *. Correlati ons 1 ,864** ,000 22 22 ,864** 1 ,000 22 22 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Kecerdasan Emosional 2013
Hasil Nilai OSCE 2013
Kecerdasan Emosional
2013
Hasil Nilai OSCE 2013
Correlation is signif icant at the 0.01 lev el (2-tailed). **.
Correlati ons 1 ,693** ,000 22 22 ,693** 1 ,000 22 22 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Kecerdasan Emosional 2014
Hasil Nilai OSCE 2014
Kecerdasan Emosional
2014
Hasil Nilai OSCE 2014
Correlation is signif icant at the 0.01 lev el (2-tailed). **. Correlati ons 1 ,341 ,120 22 22 ,341 1 ,120 22 22 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Kecerdasan Emosional 2015
Hasil Nilai OSCE 2015
Kecerdasan Emosional
2015
Hasil Nilai OSCE 2015
1
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN HASIL OSCE MAHASISWA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FKIK UMY
Shasia Resky Purnomo1, Nurhayati21Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY, 2Bagian Medical Education FKIK UMY
Objective Structured Clinical Examination (OSCE) adalah suatu ujian
keterampilan klinik untuk menilai keterampilan sikap dan perilaku sekaligus kinerja klinik mahasiswa kedokteran dalam menghadapi pasien. Untuk memperoleh hasil ujian yang baik dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya kecerdasan emosional. Mahasiswa yang memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi akan memiliki hubungan sosial/interpersonal yang lebih baik dan memiliki motivasi untuk berprestasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah Yogyakarta angkatan 2012, 2013, 2014, dan 2015 dengan sampel berjumlah 88 mahasiswa. Kecerdasan emosional di ukur menggunakan kuesioner Kecerdasan Emosional Goleman dengan jumlah pertanyaan sebanyak 55 item.
Pada uji statistik korelasi spearman didapatkan nilai p=0,000 dengan nilai korelasi Spearman r=0,430 yang menunjukkan penelitian ini bermakna dan memiliki nilai korelasi positif dengan kekuatan korelasi sedang.
Terdapat hubungan yang bermakna antara kecerdasan emosional dengan hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Semakin tinggi kecerdasan emosional mahasiswa, semakin tinggi hasil OSCE yang didapat.
Kata kunci : Kecerdasan Emosional, Objective Structured Clinical Examination (OSCE)
ii ABSTRACT
Background: Objective Structured Clinical Examination (OSCE) is a test of clinical skills to assess clinical performance, attitude and behavior in medical students, in the face of the patient. To obtain good exam results are influenced by many factors, one of them is emotional intelligence. Students who have a higher emotional intelligence will have a social relationship / interpersonal better and have more motivation in academic performance. The aim of this study is to determine the relation of emotional intelligence on the results of the OSCE in medical students from Muhammadiyah University of Yogyakarta.
Methods: The design of this study was observational analytic study with cross-sectional. The population in this study is a medical student in Muhammadiyah University of Yogyakarta.in 2012, 2013, 2014 and 2015 with a sample of 88 students. Emotional intelligence was measured using a questionnaire Emotional Intelligence Goleman with the total number of questions 55 items.
Results: At the Spearman correlation test show that the value of p= 0,000, with a value of Spearman correlation r = 0.430 which indicates this study are significant and have a positive correlation values with moderate correlation.
Conclusion: There is a significant relation between emotional intelligence on the results of the OSCE in medical students from Muhammadiyah University of Yogyakarta. Student with higher emotional intelligence score, the result of OSCE also higher
Keywords: emotional intelligence, Objective Structured Clinical Examination (OSCE)
3 Pendahuluan
Ilmu kedokteran merupakan bidang ilmu terapan, di mana pengetahuan yang kompleks digunakan untuk memecahkan satu masalah yang sama. Hal ini berbeda dengan ilmu murni dimana pengetahuan dan masalah yang dicari bersifat horizontal. Proses berfikir logis lebih tepat digunakan pada penelitian ilmu murni, sedangkan masalah di kedokteran menggunakan proses berfikir yang lebih luas yaitu rasional dan obyektif (Sudaryanto, 2008).
Mahasiswa kedokteran dituntut untuk menguasai ilmu pengetahuan dan
attitude, juga keterampilan klinik
diberbagai bidang (Turner & Dankoski, 2008). Kemampuan untuk menerapkan atau menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional yang di aplikasikan dalam berbagai aspek disebut kompetensi. Salah satu kompetensi yang harus dicapai seorang Dokter Indonesia adalah keterampilan klinik, di mana dokter mampu memperoleh dan mencatat informasi yang akurat dan penting mengenai pasien dan keluarganya, melakukan prosedur klinis dan laboratorium, dan melakukan prosedur kedaruratan klinis. Kompetensi ini diperoleh melalui kegiatan skills lab yang dipelajari dalam masa pendidikan dokter (Konsil Kedokteran Indonesia, 2012).
Skills Lab merupakan metode pembelajaran keterampilan klinis berbasis simulasi telah dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan prosedur penilaian yang otentik dan terstruktur dengan baik (Schuwirth & Van Der Vleuten, 2004). Evaluasi hasil belajar keterampilan klinis mahasiswa ditentukan malalui OSCE atau
Objective Structured Clinical
Examination, yaitu suatu metode yang
digunakan untuk menilai kompetensi klinis secara obyektif dan terstruktur sebagai bagian dari pendidikan kesehatan profesional (Brannick et al., 2011). Di fakultas kedokteran sering digunakan
sebagai instrumen evaluasi keterampilan klinik untuk menilai keterampilan sikap dan perilaku yang dianggap standar yang digunakan oleh praktisi dalam menghadapi pasien, sekaligus sebagai penilaian yang valid terhadap kinerja klinik mahasiswa kedokteran (McCoy & Merrick, 2001). Sistem evaluasi ini juga diterapkan di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Dalam OSCE, serangkaian masalah standar disajikan setiap ujian, masalah sering melibatkan pasien simulasi yang dilatih untuk memainkan peran. Keuntungan OSCE dibanding ujian tertulis adalah pada OSCE melibatkan konteks, konten, dan prosedur yang lebih realistis (dokter dengan pasien). Sebagai contoh, dalam OSCE, daripada menulis esai tentang diagnosis, peserta dapat bertemu dengan pasien simulasi untuk menegakkan suatu diagnosis yang sesui dengan hasil wawancara dan pemeriksaan klinis. Keuntungan lain dari OSCE adalah menggunakan pasien nyata dan memiliki standar yang sama di seluruh ujian (Brannick et al., 2011).
Bagi mahasiswa kedokteran, salah satu masalah dalam bidang akademik adalah ujian OSCE. Menghadapi ujian merupakan stressor yang dapat menyebabkan gangguan emosi seperti mudah tersinggung, marah, gelisah, depresi, sensitif, dan sebagainya (Sarafino, 1994). Banyak usaha yang dilakukan mahasiswa untuk meraih hasil evaluasi/ujian yang tinggi agar menjadi yang terbaik, seperti mengikuti perkuliahan, praktikum bahkan belajar berkelompok bersama teman. Usaha ini positif, namun masih banyak dalam mencapai keberhasilan selain kecerdasan intelektual (IQ), factor tersebut adalah kecerdasan emosional. Dengan kecerdasan emosional, individu mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka sendiri dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi perasaan-perasaan orang lain dengan efektif. Orang-orang dan mahasiswa yang memiliki
4
kecerdasan emosional yang lebih tinggi
akan memiliki hubungan
sosial/interpersonal yang lebih baik (manusia dengan manusia) dan memiliki motivasi untuk berprestasi (Brannick, et al., 2011). Sebuah studi menemukan bahwa kecerdasan emosional berhubungan dengan keberhasilan akademik maupun professional, dan berkontribusi dalam kinerja kognitiv berbasis individu dan setingkat diatas kecerdasan umum (IQ) (Romanelli, et al., 2006). Oleh karena itu, penelitian tentang hubungan kecerdasan emosional penting untuk dilakukan.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah Yogyakarta angkatan 2012, 2013, 2014, dan 2015 dengan sampel berjumlah 88 mahasiswa. Kecerdasan emosional di ukur menggunakan kuesioner Kecerdasan Emosional Goleman dengan jumlah pertanyaan sebanyak 55 item.
Kriteria inklusi yang digunakan pada penelitian ini adalah Mahasiswa
Kedokteran Umum Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta angkatan
2012, 2013, 2014, 2015. Sudah terdaftar dalam peserta ujian OSCE. Bersedia menjadi responden dari penelitian ini. Sedangkan untuk kriteria eksklusinya adalah Mahasiswa yang tidak mengisi kuesioner secara benar dan lengkap. Mahasiswa yang tidak mengikuti ujian OSCE. Mahasiswa yang nilai OSCE-nya belum keluar di akhir blok karena berbagai sebab
Hasil penelitian akan diolah menggunakan program komputer aplikasi statistic. Untuk analisis data menggunakan analisis korelasi, yaitu merupakan salah satu teknik statistic yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara dua variabel atau lebih. Pada penelitian ini data yang digunakan berskala numerik (variabel 1) dan berskala numerik (variabel 2), maka data diolah dengan menggunakan program komputer menggunakan aplikasi SPSS
versi 15 dengan uji statistik korelasi
pearson jika persebaran data normal dan
korelasi spearman jika persebaran data tidak normal.
Hasil Penelitian
Berikut ini adalah karakteristik Mahasiswa Kedokteran UMY berdasarkan nilai kecerdasan emosional dan nilai OSCE.
Tabel 1.1 Distribusi frekuensi karakteristik Mahasiswa Kedokteran UMY berdasarkan nilai kecerdasan emosional dan nilai OSCE
Karakteristik Tahun Angkatan n(%)
2012 2013 2014 2015
1. Nilai Kecerdasan Emosional
a. Tinggi 15 (68,2) 3 (13,6) 11 (50) 5 (22,7) b. Sedang 7 (31,8) 19 (86,4) 11 (50) 17 (77,3) c. Rendah 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 2. Nilai OSCE a. Tinggi 17 (77,3) 10 (45,5) 13 (59,1) 19 (86,4) b. Sedang 4 (18,2) 11 (50) 8 (36,4) 3 (13,6) c. Rendah 1 (4,5) 1 (4,5) 1 (4,5) 0 (0)
5
Tabel 4.2 Hasil hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai osce, menurut jenis kelamin dan menurut tahun angkatan
Sig. Kekuatan
Korelasi (r) Hubugan Kecerdasan Emosional dengan nilai
OSCE 0,000 0,430
1. Menurut Jenis Kelamin
a. Perempuan 0,001 0,473 b. Laki-laki 0,010 0,383 2. Tahun Angkatan a. 2012 0,011 0,532 b. 2013 0,000 0,864 c. 2014 0,000 0,693 d. 2015 0,120 0,341
Berdasarkan hasil uji statistik, ditunjukkan bahwa pada penelitian ini terdapat hubungan positif yang sedang antara kecerdasan emosional dengan nilai OSCE dengan angka probabilitas 0,000 yang berarti p < 0,05 dan nilai r = 0,430. Pada tabel diatas hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut jenis kelamin, pada perempuan didapatkan angka probabilitas 0,001 yang berarti nilai p < 0,05 dan nilai r = 0,473 yang berarti terdapat hubungan positif yang sedang antara kecerdasan emosional dengan nilai OSCE pada perempuan. Sedangkan hubungan kecerdasan emosional dengan nilai OSCE pada laki-laki didapatkan angka probabilitas 0,010 yang berarti nilai p < 0,05 dan nilai r = 0,383 yang berarti terdapat hubungan positif yang lemah antara kecerdasan emosional dengan nilai OSCE pada laki-laki.
Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Berdasarkan analisis korelasi (tabel 4.2) dapat diketahui
bahwa terdapat hubungan yang signifikan dengan kekuatan korelasi positif sedang. Hubungan yang signifikan pada penilitian ini menunjukan bahwa kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil nilai OSCE.
Hasil penilitan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chew,dkk (2013) tentang hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi akademik pada mahasiswa kedokteran menunjukan hubungan yang signifikan, untuk prestasi akademik dalam penilitian ini menggunakan nilai MCQ dan OSCE. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa mahasiswa kedokteran dengan kecerdasan emosional yang tinggi, maka nilai MCQ dan OSCE juga tinggi. Kecerdasan emosional dalam mempengaruhi prestasi akademik tampak terutama ketika mahasiswa mampu secara akurat memahami emosi dan penyebab emosi itu sendiri. Mahasiswa dengan kecerdasan emosional yang tinggi memiliki kemampuan adaptasi dengan lingkungan yang lebih baik, mampu memahami orang lain dan dirinya sendiri dengan baik. Penelitian ini juga sejalan dengan
6
penelitian yang dilakukan oleh Tiwari (2013) yang menyatakan bahwa kecerdasan emosional memiliki kontribusi tertinggi dalam prestasi akademik dan memliki hubungan yang signifikan disusul dengan kecerdasan spiritual.
Pada penilitian ini juga menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menurut jenis kelamin. Berdasarkan analisis korelasi (tabel 4.2) dapat diketahui bahwa perempuan memiliki kekuatan korelasi yang lebih besar dibanding laki-laki. Meskipun menurut Goleman (2005) untuk kapasitas kecedasan emosional laki-laki dan perempuan memiliki karakteristik sendiri, mereka memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Akan tetapi hasil penilitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fataneh (2011) tentang hubungan kecerdasan emosional dengan jenis kelamin. Dalam penilitian ini disebutkan bahwa perempuan memiliki kecerdasan emosional lebih tinggi dibanding laki-laki dengan nilai p<0,05. Perbedaan kecerdasan emosional