KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN
HASIL OSCE MAHASISWA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FKIK UMY
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh :
SHASIA RESKY PURNOMO
20120310041
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTAKARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN
HASIL OSCE MAHASISWA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FKIK UMY
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh :
SHASIA RESKY PURNOMO
20120310041
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTAiii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Shasia Resky Purnomo
NIM : 20120310041
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis
ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebut dalam teks dan dicantungkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
Karya Tulis Ilmiah ini.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah
ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuata tersebut.
Yogyakarta, 11 Mei 2016
Yang membuat pernyataan,
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha
Asih, yang telah memberikan hidayah dan anugerah-Nya sehingga Karya Tulis
Ilmiah ini dapat terselesaikan pada waktunya. Shalawat serta salam selalu tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga serta para sahabat, tabiin, tabi’it
tabiin dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Hubungan antara kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UMY” ini diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh derajat sarjana kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Pada kesempatan ini, izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah berperan serta dalam membantu penyelesaian Karya Tulis
Ilmiah ini. Ucapan terima kasih diberikan kepada:
1. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. dr. Alfaina Wahyuni, Sp,OG., M.Kes. selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Dokter.
3. dr. Nurhayati, M.Ed.Sc selaku selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama menyelesaikan
laporan penelitian.
4. Orang tua tercinta, Purnomo Lusianto dan Helia Alexandriati. Eyang Susi
Giarti, kakak dan adik tersayang yang selalu memberikan dukungan dan
senantiasa mendoakan.
5. Teman-teman satu kelompok penelitian dan bimbingan, Gita Suha Yuranda
dan Febriana Diah S.
6. Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penelitian ini dan
penyelesaian Proposal Karya Tulis Ilmiah ini yang tidak dapat penulis
v
Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih
jauh dari kata sempurna. Masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun
penulisannya, untuk itu mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar dikemudian hari
penulis dapat mempersembahkan suatu hasil yang memenuhi syarat dan lebih
baik.
Akhir kata, penulis mengharapkan Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca dan menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama ilmu
kedokteran. Terimakasih.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Yogyakarta, 11 Mei 2016
Peneliti
vi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... viii
INTISARI ... ix
1. Kecerdasan Emosional ... 8
2. Objective Structured Clinical Examination (OSCE) ... 16
3. Keterkaitan antara Kecerdasan Emosional dan Nilai OSCE... 19
B. Kerangka Konsep ... 21
C. Hipotesis ... 22
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 23
B. Populasi dan sampel ... 23
C. Lokasi dan waktu penelitian... 25
D. Variabel penelitan ... 25
E. Definisi operasional ... 25
F. Alat dan Bahan Penelitian ... 27
G. Jalannya penelitian ... 28
H. Analisis data ... 28
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Keaslian Penelitian ... 6 Tabel 2. Skor favorable dan unfavorable menurut alternatif jawaban ... 27 Tabel 3. Sebaran Item Kuesioner Kecerdasan Emosional ... 28 Tabel 4. Distribusi frekuensi karakteristik mahasiswa kedokteran UMY
berdasarkan nilai kecerdasan emosional ... 30 Tabel 5. Distribusi frekuensi karakteristik mahasiswa kedokteran UMY
berdasarkan nilai OSCE ... 30 Tabel 6. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE ... 31 Tabel 7. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut
jenis kelamin ... 32 Tabel 8. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut
ix
INTISARI
Latar belakang: Objective Structured Clinical Examination (OSCE) adalah suatu ujian keterampilan klinik untuk menilai keterampilan sikap dan perilaku sekaligus kinerja klinik mahasiswa kedokteran dalam menghadapi pasien. Untuk memperoleh hasil ujian yang baik dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya kecerdasan emosional. Mahasiswa yang memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi akan memiliki hubungan sosial/interpersonal yang lebih baik dan memiliki motivasi untuk berprestasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah Yogyakarta angkatan 2012, 2013, 2014, dan 2015 dengan sampel berjumlah 88 mahasiswa. Kecerdasan emosional di ukur menggunakan kuesioner Kecerdasan Emosional Goleman dengan jumlah pertanyaan sebanyak 55 item.
Hasil: Pada uji statistik korelasi spearman didapatkan nilai p=0,000 dengan nilai korelasi Spearman r=0,430 yang menunjukkan penelitian ini bermakna dan memiliki nilai korelasi positif dengan kekuatan korelasi sedang.
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara kecerdasan emosional dengan hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Semakin tinggi kecerdasan emosional mahasiswa, semakin tinggi hasil OSCE yang didapat.
x
ABSTRACT
Background: Objective Structured Clinical Examination (OSCE) is a test of clinical skills to assess clinical performance, attitude and behavior in medical students, in the face of the patient. To obtain good exam results are influenced by many factors, one of them is emotional intelligence. Students who have a higher emotional intelligence will have a social relationship / interpersonal better and have more motivation in academic performance. The aim of this study is to determine the relation of emotional intelligence on the results of the OSCE in medical students from Muhammadiyah University of Yogyakarta.
Methods: The design of this study was observational analytic study with cross-sectional. The population in this study is a medical student in Muhammadiyah University of Yogyakarta.in 2012, 2013, 2014 and 2015 with a sample of 88 students. Emotional intelligence was measured using a questionnaire Emotional Intelligence Goleman with the total number of questions 55 items.
Results: At the Spearman correlation test show that the value of p= 0,000, with a value of Spearman correlation r = 0.430 which indicates this study are significant and have a positive correlation values with moderate correlation.
Conclusion: There is a significant relation between emotional intelligence on the results of the OSCE in medical students from Muhammadiyah University of Yogyakarta. Student with higher emotional intelligence score, the result of OSCE also higher
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu kedokteran merupakan bidang ilmu terapan, di mana pengetahuan
yang kompleks digunakan untuk memecahkan satu masalah yang sama. Hal
ini berbeda dengan ilmu murni dimana pengetahuan dan masalah yang dicari
bersifat horizontal. Proses berfikir logis lebih tepat digunakan pada penelitian
ilmu murni, sedangkan masalah di kedokteran menggunakan proses berfikir
yang lebih luas yaitu rasional dan obyektif (Sudaryanto, 2008).
Mahasiswa kedokteran dituntut untuk menguasai ilmu pengetahuan dan
attitude, juga keterampilan klinik diberbagai bidang (Turner & Dankoski,
2008). Kemampuan untuk menerapkan atau menggunakan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap profesional yang di terapkan dalam berbagai aspek
disebut kompetensi. Salah satu kompetensi yang harus dicapai seorang Dokter
Indonesia adalah keterampilan klinik, di mana dokter mampu memperoleh dan
mencatat informasi yang akurat dan penting mengenai pasien dan
keluarganya, melakukan prosedur klinis dan laboratorium, dan melakukan
prosedur kedaruratan klinis. Kompetensi ini diperoleh melalui kegiatan skills
lab yang dipelajari dalam masa pendidikan dokter (Konsil Kedokteran
Indonesia, 2012).
Skills Lab merupakan metode pembelajaran keterampilan klinis berbasis
simulasi telah dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan prosedur penilaian
2
2004). Metode yang digunakan seperti role-play, belajar melalui boneka atau
mannequin, dan belajar dengan menggunakan probandus atau pasien simulasi.
Meskipun memakai simulasi, tetapi kegiatan ini bukan suatu proses pura-pura,
tetapi pelaksanaannya sesuai dengan penalaran klinik yang sesuai dengan
tingkat perkembangan mahasiswa (Claramita, 2008). Evaluasi hasil belajar
keterampilan klinis mahasiswa ditentukan malalui OSCE atau Objective
Structured Clinical Examination.
Objective Structured Clinical Examination (OSCE) adalah suatu metode
yang digunakan untuk menilai kompetensi klinis secara obyektif dan
terstruktur sebagai bagian dari pendidikan kesehatan profesional (Brannick et
al., 2011). Di fakultas kedokteran sering digunakan sebagai instrumen
evaluasi keterampilan klinik untuk menilai keterampilan sikap dan perilaku
yang dianggap standar yang digunakan oleh praktisi dalam menghadapi
pasien, sekaligus sebagai penilaian yang valid terhadap kinerja klinik
mahasiswa kedokteran (McCoy & Merrick, 2001). Sistem evaluasi ini juga
diterapkan di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Dalam OSCE, serangkaian masalah standar disajikan setiap ujian,
masalah sering melibatkan pasien simulasi yang dilatih untuk memainkan
peran. Keuntungan OSCE dibanding ujian tertulis adalah pada OSCE
melibatkan konteks, konten, dan prosedur yang lebih realistis (dokter dengan
pasien). Sebagai contoh, dalam OSCE, daripada menulis esai tentang
diagnosis, peserta dapat bertemu dengan pasien simulasi untuk menegakkan
3
Keuntungan lain dari OSCE adalah menggunakan pasien nyata dan memiliki
standar yang sama di seluruh ujian (Brannick et al., 2011).
Bagi mahasiswa kedokteran, salah satu masalah dalam bidang akademik
adalah ujian OSCE. Menghadapi ujian merupakan stressor yang dapat
menyebabkan gangguan emosi seperti mudah tersinggung, marah, gelisah,
depresi, sensitif, dan sebagainya (Sarafino, 1994). Kemampuan mahasiswa
dalam menghadapi ujian diantaranya ditentukan oleh kecerdasan yang
dimilikinya, beberapa kecerdasan pada diri manusia, diantaranya: kecerdasan
intelektual (IQ), kecerdasan spiritual (SQ), dan kecerdasan Emosional
(Goleman, 1997). Banyak usaha yang dilakukan mahasiswa untuk meraih
hasil evaluasi/ujian yang tinggi agar menjadi yang terbaik, seperti mengikuti
perkuliahan, praktikum bahkan belajar berkelompok bersama teman. Usaha ini
positif, namun masih banyak dalam mencapai keberhasilan selain kecerdasan
intelektual (IQ), factor tersebut adalah kecerdasan emosional. Dengan
kecerdasan emosional, individu mampu mengetahui dan menanggapi perasaan
mereka sendiri dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi
perasaan-perasaan orang lain dengan efektif. Orang-orang dan mahasiswa yang
memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi akan memiliki hubungan
sosial/interpersonal yang lebih baik (manusia dengan manusia) dan memiliki
motivasi untuk berprestasi (Brannick, et al., 2011). Sebuah studi menemukan
bahwa kecerdasan emosional berhubungan dengan keberhasilan akademik
maupun professional, dan berkontribusi dalam kinerja kognitiv berbasis
4
Penelitian ini berkiblat pada surat Al-Quran, tentang kecerdasan
emotional adalah kemampuan mendengar suara hati sebagai sumber informasi,
surat Al-Hajj ayat 46:
Artinya: “maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu
mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau
mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar ? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang
di dalam dada.” (QS: Al-Hajj Ayat:46)
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, disebutkan bahwa
kecerdasan emosional penting dalam meningkatkan keberhasilan/prestasi
dalam bidang akademik. maka peneliti ingin mengkaji hubungan kecerdasan
emosional dengan hasil OSCE.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang dapat ditarik dari latar belakang di atas adalah
“Adakah hubungan antara kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UMY?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan dari kecerdasan emosional terhadap hasil
OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah
5
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui hubungan Kecerdasan emosional menurut jenis
kelamin terhadap hasil OSCE mahasiswa Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
b. Untuk mengetahui hubungan Kecerdasan emosional menurut tahun
angkatan terhadap hasil OSCE mahasiswa Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Mahasiswa: Memberikan tambahan pengetahuan tentang pentingnya
Kecerdasan emosional untuk meningkatkan prestasi akademik, khususnya
OSCE.
2. Bagi institusi pendidikan: Memberikan tambahan informasi tentang
Kecerdasan emosional sehingga diharapkan di masa yang akan datang
diberikan pelatihan pengembangan kecerdasan emosional agar peserta
6 E. Keaslian Penelitian
Tabel 1. Keaslian Penelitian
No Peneliti Judul Penelitian Metode Persamaan Perbedaan
1 Chew, Boon How;
Penelitian analitik dengan metode cross sectional. Subyek penelitian adalah mahasiswa tahun pertama dan terakhir yang kemudian diminta mengisi kuesioner The Mayer-Salovey-Caruso Intelligence Test (MSCEIT). Prestasi akademik mahasiswa kedokteran diukur
dengan menggunakan penilaian
berkelanjutan dan hasil ujian akhir (MCQ & OSCE).
7
Penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Sample pada penelitian ini adalah 260 mahasiswa yang berasal dari empat fakultas yang berbeda:
Kedokteran, Keperawatan dan
Kebidanan, Ilmu Paramedis, dan Kesehatan . Data dikumpulkan dengan menggunakan dua kuesioner: The standardized EI Shering (33 pertanyaan, lima domain) dan The Student-Life Stres
Inventory (57 pertanyaan, sembilan
8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Kecerdasan Emosional
a. Definisi Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional atau yang lebih dikenal dengan Emotional
Intellegence (EI) merupakan bagian dari bakat individu yang telah
berkembang selama dua dekade terakhir. Perkembanganya bisa
menjawab banyak masalah tidak hanya dalam aspek teoritis dan
psikologis, tetapi juga masalah kesehatan, pendidikan, dan manajemen
(Miri, et al., 2013). Istilah EI pertama kali dilontarkan Salovey dan
Mayer (1990). Kecerdasan emosional didefinisikan sebagai
kemampuan untuk merasakan, menggunakan, membangkitan,
memahami, dan merefleksikan emosi serta mengemukakan gagasan
secara teratur sehingga dapat meningkatkan perkembangan emosi dan
intelektual. Kemudian tahun 1997, mereka menyatakan bahwa
kecerdasan emosional meliputi:
1) Kemampuan untuk memahami secara akurat, menilai dan
mengekspresikan emosi.
2) Kemampuan untuk mengakses atau menghasilkan perasaan ketika
mereka memfasilitasi pemikiran.
9
4) Kemampuan untuk mengatur emosi untuk meningkatkan
pertumbuhan emosional dan intelektual (Mayer & Salovey, 1997).
Cooper dan Sawaf (2002) berpendapat bahwa kecerdasan
emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan menerapkan
secara efektif daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi,
informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan
emosional akan menimbulkan energi yang positif, apabila energi
tersebut negatif maka tidak dapat disebut kecerdasan emosi sehingga
dapat dirasakan manfaatnya baik terhadap diri sendiri maupun orang
lain. Goleman (2009) yang menyatakan bahwa kecerdasan emosional
adalah kemampuan lebih yang dimiliki individu dalam memotivasi diri
sendiri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan
emosi, mengatur suasana hati, tidak melebih-lebihkan kesenangan dan
menunda kepuasan, serta mampu menjaga agar beban pikiran tidak
melumpuhkan pikiran.
Kecerdasan emosional merupakan salah satu domain
psiko-afektif, dalam pendidikan kedokteran juga telah berkaitan dengan
kinerja klinis dan prestasi akademis yang tinggi, dalam praktek klinis,
berhubungan dengan peningkatan empati dalam konsultasi medis,
hubungan dokter-pasien, kinerja klinis dan kepuasan pasien (Chew, et
al., 2013). Diperkuat dengan pernyataan Goleman, kecerdasan
emosional penting dalam setiap posisi yang berorientasi pada orang
10
kompetensi sosial. Goleman (2009) mendefinisikan kecerdasan
emosional sebagai kapasitas untuk mengenali perasaan kita sendiri dan
orang lain untuk memotivasi diri kita sendiri dan untuk mengelola
emosi dengan baik dalam diri kita dan hubungan kita.
Kekuatan emosi sangat luar biasa, emosi dapat menuntun saat
menghadapi masa-masa kritis dan tugas-tugas yang terlalu riskan
apabila hanya diserahkan kepada otak atau intellectual quotients (IQ)
semata. Goleman mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
kesanggupan untuk menghitungkan atau menyadari kondisi setempat
untuk membaca emosi orang lain dan diri kita sendiri, dan untuk
bertindak dengan cepat. Emosi sendiri merupakan setiap kegiatan atau
pergolakan pemikiran, perasaan, nafsu atau setiap keadaan mental
yang hebat dan meluap-luap, sehingga emosi menjadi dorongan untuk
bertindak. Lebih lanjut goleman menyatakan bahwa kecerdasan emosi
berhubungan dengan kemampuan mengelola emosi yang berupa
ketakutan, kemarahan, agresi dan kejengkelan (Goleman, 2007).
Manusia memiliki 2 pikiran yaitu pikiran rasional/kognitif yang
biasa disebut sebagai IQ dan pikiran emosional yaitu impulsif dan
kadang-kadang tidak logis, dapat membaca realitas emosi dalam
sekejap, membuat penilaian singkat secara naluriah dan sadar terhadap
bahaya yang terjadi. Tidak semua orang yang mempunyai IQ tinggi
bisa mencapai sukses, sebaliknya orang yang mempunyai IQ rata-rata
11
mempunyai IQ lebih tinggi. Para ahli psikologi sepakat bahwa IQ
mempunyai peranan menyumbang sekitar 20% faktor-faktor yang
menyumbangkan keberhasilan seseorang, sedangkan 80% sisanya
berasal dari faktor lain termasuk apa yang dinamakan dengan
kecerdasan emosional (Goleman, 2009).
b. Komponen-komponen Kecerdasan Emosional
Goleman (2009) mengatakan bahwa terdapat 5 dimensi
kecerdasan emosi yang keseluruhannya diturunkan menjadi 25
kompetensi. Apabila kita menguasai cukup 6 atau lebih komponen
yang menyebar pada kelima dimensi kecerdasan emosi tersebut, akan
membuat seseorang akan mencapai kesuksesan dalam kehidupan
sehari-hari. Kelima dimensi tersebut adalah:
1) Mengenali emosi diri (Self-Awareness), yaitu kemampuan
seseorang untuk mengetahui perasaan dalam dirinya dan digunakan
untuk membuat keputusan bagi diri sendiri, memiliki tolak ukur
yang realistis atas kemampuan diri dan memiliki kepercayaan diri
yang kuat. Unsur-unsur kesadaran diri, yaitu:
a) Kesadaran emosi (emotional-awareness)
b) Penilaian diri secara teliti (accurate self-awareness)
c) Percaya diri (self-confidence)
2) Mengelola Emosi (Self-Regulation), yaitu mengelola keadaan
dalam diri dan sumber daya dalam diri sendiri. Kompetensi kedua
12
kejujuran dan integritas, bertanggung jawab atas kinerja pribadi,
luwes terhadap perubahan dan terbuka terhadap ide-ide serta
informasi baru.
3) Memotivasi diri sendiri (Self-Motivation), yaitu kemampuan
menggunakan hasrat agar setiap saat dapat membangkitkan
semangat dan tenaga untuk mencapai keadaan yang lebih baik,
serta mampu mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif.
Kompetensi ketiga adalah dorongan untuk menjadi lebih baik,
menyesuaikan dengan sasaran kelompok atau organisasi, kesiapan
untuk meemanfaatkan kesempatan dan kegigihan dalam
memperjuangkan kegagalan atau hambatan.
4) Mengenali emosi orang lain (Emphaty), yaitu kemampuan
merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Mampu memahami
perspektif orang lain dan menimbulkan hubungan saling percaya,
serta mampu menyelaraskan diri dengan berbagai tipe individu.
Unsur-unsur empati, yaitu:
a) Memahami orang lain (understanding others)
b) Mengembangkan orang lain (developing other)
c) Orientasi pelayanan (service orientation)
d) Memanfaatkan keragaman (leveraging diversity)
e) Kesadaran politis (political awareness)
5) Membina Hubungan (Social-Skills), yaitu kemahiran dalam
13
adalah kemampuan persuasi, mendengar dengan terbuka dan
memberi kesan yang jelas; kemampuan menyelesaikan pendapat,
semangat kepemimpinan (Goleman,2009).
Menurut Bar-On dalam Stein & Book (2002) ada lima unsur
yang membentuk indikator kecerdasan emosi, yaitu:
1) Intrapribadi adalah kemampuan untuk mengenal dan
mengendalikan diri sendiri seperti kesadaran dan kemandirian.
2) Antarpribadi adalah keterampilan bergaul dengan orang lain seperti
terbuka, menerima, dan tanggung jawab social.
3) Penyesuaian diri berkaitan dengan kemampuan untuk bersikap
lentur, realistis dan fleksibel dalam menghadapi masalah.
4) Pengendalian stress adalah kemampuan bertahan dalam
menghadapi stress seperti tegar terhadap konflik emosi dan
pengendalian impuls seperti kemampuan untuk menahan dan
menunda keinginan bertindak.
5) Suasana hati umum adalah optimis yaitu kemampuan untuk
mempertahankan sikap positif yang realistis dalam menghadapi
masa-masa sulit dan kebahagiaan, yaitu kemampuan mensyukuri
hidup, menyukai diri dan orang lain.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kecerdasan Emosional
Proses tumbuh kembang seseorang dipengaruhi oleh dua faktor
14
dipengaruhi oleh dua faktor tersebut, diantaranya adalah fungsi otak,
keluarga dan lingkungan sekolah (Goleman, 2000).
1) Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dalam
mempelajari emosi, dan orang tualah yang sangat berperan. Anak
mengidentifikasi perilaku orang tua kemudian diinternalisasikan
akhirnya menjadi bagian dalam kepribadian anak. Kehidupan
emosi yang dibangun di dalam keluarga sangat berguna bagi anak
kelak, bagaimana anak dapat cerdas secara emosional.
2) Lingkungan non Keluarga
Lingkungan yang dimaksud dalam hal ini adalah lingkungan
masyarakat dan lingkungan pendidikan yang dianggap bertanggung
jawab terhadap perkembangan kecerdasan emosi. Pergaulan
dengan teman sebaya, guru, dan masyarakat luas.
3) Otak
Otak adalah organ yang penting dalam tubuh manusia,
otaklah yang mempengaruhi dan mengontrol seluruh kerja tubuh,
struktur otak manusia adalah sebagai berikut:
a) Korteks.
Berfungsi membuat seseorang berada di puncak tangga
evalusi. Memahami korteks dan perkembangan membantu
individu menghayati mengapa sebagian individu sangat cerdas
15
dalam memahami kecerdasan emosi serta dalam memahami
sesuatu secara mendalam, menganalisis mengapa kita
mengalami perasaan tertentu, selanjutnya berbuat sesuatu untuk
mengatasinya. Korteks khususnya lobus frontalis dapat
bertindak sebagai saklar peredam yang memberi arti terhadap
situasi emosi sebelum berbuat sesuatu.
b) Sistem Limbik.
Bagian ini sering disebut sebagai bagian emosi yang
letaknya jauh dalam hemisfer otak besar terutama bertanggung
jawab atas pengaturan emosi dan impuls. Sistem limbik
meliputi hippocampus, tempat berlangsungnya proses
pembelajaran emosi. Selain itu ada amigdala yang dipandang
sebagai pusat pengendalian emosi pada otak.
Walgito (1993) cit Winahyu (2009) membagi faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosi menjadi dua yaitu :
1) Faktor internal
Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang
mempengaruhi kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki
dua sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis. Segi jasmani
adalah faktor fisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan
kesehatan seseorang terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi
kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup didalamnya
16
2) Faktor Eksternal.
Faktor eksternal adalah stimulus dan lingkungan dimana
kecerdasan emosi berlangsung. Faktor eksternal meliputi: stimulus
dan lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi
proses terbentuknya kecerdasan emosi.
Setidaknya ada tiga wadah dimana individu memperoleh
pendidikan, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiganya
berperan dalam pembentukan nilai, sikap dan perilaku individu
termasuk bagaimana seseorang mengembangkan kecerdasan emosinya
(Puspitosari, 2008).
d. Pengembangan Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional dapat dikembangkan baik melalui internal
(motivasi dari dalam diri) maupun eksternal, lingkungan fisik, sosial,
keaktifan, latar belakang pendidikan, latar belakang budaya dan latar
belakang keilmuan. Kecerdasan emosi dapat dipelihara dan dipelajari
sepanjang hidup. Nilai kecerdasan emosi meningkat terus sampai
puncaknya pada umur 40-49 tahun kemudian menyusut
perlahan-lahan.
2. Objective Structured Clinical Examination (OSCE)
OSCE adalah suatu metode untuk menguji kompetensi klinik secara
obyektif dan terstruktur dalam bentuk putaran station dengan waktu
tertentu. Objektif karena semua mahasiswa diuji dengan ujian yang sama.
17
menggunakan lembar penilaian tertentu. Objective Structured Clinical
Examination (OSCE) telah banyak digunakan oleh sekolah-sekolah
kedokteran di dunia untuk menilai anamnesis, kemampuan pemeriksaan
fisik dan komunikasi sejak diperkenalkan pertama kali pada tahun 1972
oleh Dr. Ronald Harden (Varkey, et al., 2008; Harden, et al., 1975).
Objective Structured Clinical Examination (OSCE) menyediakan sarana
untuk menilai kompetensi pesertanya secara terstruktur. Pesertanya antara
lain dari kalangan mahasiswa kedokteran, residen dan dokter
berpengalaman. Selama tiga dekade terakhir, OSCE sudah digunakan
untuk penilaian kompetensi klinis sebagai bagian dari pendidikan
kesehatan professional (Brannick, et al., 2011).
Situasi pengujian keterampilan klinis dibuat semirip mungkin dengan
situasi klinis yang nyata di rumah sakit, sehingga OSCE bisa menjadi
konteks alami untuk mengetahui dan menilai kemampuan pesertanya.
Mahasiswa terlibat dalam kegiatan klinis yang dirancang secara terstruktur
untuk mengukur pengetahuan dasar, keterampilan dalam pemeriksaan
fisik, dan keterampilan komunikasi yang kompleks (White, et al,. 2009).
Metode pengujian dapat berupa pemeriksaan berbasis kasus, role-play,
atau dengan menggunakan simulasi (Varkey et al., 2008). Perangkat yang
diperlukan untuk penyelanggaraan OSCE antara lain station atau pos-pos
pengujian, juri sebagai penilai, probandus yang sudah terstandarisasi,
peralatan pemeriksaan dan checklist penilaian (Su, et al., 2005). Selama
18
dijaga oleh seorang penguji dan terdapat pula probandus atau peralatan
klinis sesuai materi yang diujikan. Kemudian peserta mulai mempraktekan
keterampilan yang diujikan sesuai pos yang dimasuki dan dievaluasi oleh
penguji. Setelah semua selesai, penguji bisa memberikan instruksi tertentu
dan juga feedback kepada peserta, sehingga peserta dapat mengevaluasi
diri sendiri dan bisa mengetahui letak kesalahan (Payne, et al., 2008).
Penilaian dilakukan oleh penguji yang sudah ahli dari fakultas, dengan
menggunakan suatu skema penilaian atau checklist (Brannick, et al.,
2011).
Checklist berisi daftar materi-materi keterampilan klinis yang harus
dilakukan peserta saat ujian OSCE berlangsung. Checklist juga dapat
dipakai oleh penguji untuk menilai kemampuan dan pengetahuan peserta
pada setiap pos yang dijalanin. Daftar-daftar ini dapat dipakai peserta
dalam persiapan untuk menilai kemampuan melakukan materi
keterampilan klinis baik untuk dirinya sendiri maupun untuk menilai orang
lain dalam suatu kelompok belajar, sebelum OSCE dilaksanakan (Katrina,
2011).
Keuntungan dari OSCE dibandingkan dengan penilaian yang
menggunakan pasien nyata di rumah sakit adalah pada pasien simulasi
sudah di standarisasi sedemikian rupa sehingga pasien yang didapat oleh
masing-masing peserta ujian mempunyai masalah yang pada dasarnya
sama. Dengan itu, akan lebih mudah untuk membandingkan nilai yang
19
3. Keterkaitan antara Kecerdasan Emosional dan Nilai OSCE
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Chew, Zain dan Hassan
(2013) menemukan bahwa kecerdasan emosional merupakan prediktor
signifikan dalam meningkatkan prestasi akademik, baik dalam ujian MCQ
atau OSCE. Hal ini tampak ketika mahasiswa dapat secara akurat
memahami emosi dan memahami penyebab emosi itu sendiri. Mahasiswa
dengan kecerdasan emosional tinggi akan lebih mudah beradaptasi, lebih
memahami orang lain dan diri sendiri, lebih memahami penyebab dan
emosi orang lain (Chew, et al., 2013). Hasil ini mengindikasikan terdapat
hubungan signifikan dari kecerdasan emosional dalam meningkatkan
prestasi akademik mahasiswa kedokteran.
Goleman (2000) berpendapat bahwa Kecerdasan intelektual (IQ)
hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah
sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, salah satunya yaitu kecerdasan
emosional. Proses belajar mengajar di perguruan tinggi dalam berbagai
aspeknya sangat berkaitan dengan kecerdasan emosional mahasiswa.
Kecerdasan emosional ini mampu melatih kemampuan
mahasiswa, yaitu kemampuan untuk mengelola perasaannya, kemampuan
untuk memotivasi dirinya sendiri, kesanggupan untuk tegar dalam
menghadapi frustasi, kesanggupan mengendalikan dorongan dan menunda
kepuasan sesaat, mengatur suasana hati yang relatif, serta mampu
berempati dan bekerja sama dengan orang lain. Hal ini diperkuat dengan
20
menjadi lima yaitu kemampuan mengenal diri (kesadaran diri), mengelola
emosi, memotivasi diri, mengendalikan emosi orang lain, berhubungan
dengan orang lain (empati). Kemampuan-kemampuan ini mendukung
seorang mahasiswa dalam mencapai hasil belajar yang maksimal sehingga
dapat mencapai tujuan dan cita-citanya.
Berdasarkan pendapat yang diuraikan diatas disimpulkan bahwa
mahasiswa yang memiliki tingkat kecerdasan emosi yang baik dapat
mengekspresikan dan menggunakan keterampilan-keterampilan yang
dimilikinya secara baik pula, sehingga mampu untuk mencapai tujuan dan
21
B. Kerangka Konsep
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
22
C. Hipotesis
1. Ho = Tidak terdapat hubungan kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
2. H1 = Terdapat terdapat hubungan kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah
23 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan disain penelitian observasional analitik
dengan pendekatan cross-sectional untuk mempelajari hubungan antara
kecerdasan emosional dengan hasil OSCE Mahasiswa Program Studi
Pendidikan Dokter UMY.
B. Populasi dan sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitan ini adalah seluruh mahasiswa Program
Studi Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
angkatan 2012 sampai dengan 2015 yang berjumlah 799 orang.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi yang
akan diambil (Notoatmojo, 2005). Kriteria inklusi dan eksklusi yang
diterapkan dalam penilitan ini adalah:
a. Kriteria Inklusi
1) Mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta angkatan 2012, 2013, 2014, 2015.
2) Mahasiswa aktif yang mengikuti kegiatan skills lab dalam blok
yang sedang dijalankan.
24
b. Kriteria eksklusi
1) Tidak mengisi kuesioner secara benar dan lengkap.
2) Mahasiswa yang tidak dapat mengikuti ujian OSCE, yaitu
mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan skills lab secara
keseluruhan atau inhal pretest skills lab lebih dari 50% dari seluruh
kegiatan skills lab pada blok yang sedang dijalankan.
3) Mahasiswa yang nilai OSCE-nya belum keluar di akhir blok
karena berbagai sebab.
Teknik pengambilan sampel dalam penilitian ini adalah
cross-sectional dan jumlah sampel ditentukan menggunakan rumus minimal
sampel size (Lemeshow, 1997) dengan perhitungan sebagai berikut:
Keterangan :
n : Besar sampel minimal
N : Jumlah populasi
Z : Standar deviasi normal untuk 1,96 dengan CI 95%
d : Derajat ketepatan yang digunakan oleh 90% atau 0,1
p : Proporsi target populasi adalah 0,5
q : Proporsi tanpa atribut 1-p = 0,5
n = 1,962.799.0,5.0,5
0,12.(799 - 1)+1,962.0,5.0,5
25
Untuk mempermudah perhitungan dan pengolahan data pada sampel,
maka peneliti membulatkan angka sampel menjadi 86.
C. Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di lingkungan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Waktu pelaksanaan
pada bulan Agustus 2015 - Januari 2016.
D. Variabel penelitan
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Kecerdasan Emosional.
2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil OSCE.
E. Definisi operasional
1. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional adalah kemampuan mahasiswa Pendidikan Dokter
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta angkatan 2012, 2013, 2014, 2015 untuk
memahami kesadaran dirinya, mengatur diri, memotivasi diri, kemampuan
berempati, serta terampil dalam bersosialisasi. Variabel kecerdasan emosional
diwujudkan dalam lima indikator yaitu : mengenali emosi diri, mengelola emosi,
memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, membina hubungan dengan orang
lain. Skala untuk kecerdasan emosional adalah ordinal. Cara pengukuran dengan
menggunakan Indikator Kecerdasan Emosional Goleman dengan jumlah
pertanyaan sebanyak 55 item.
Kriteria kecerdasan emosional tinggi, sedang, dan rendah responden
26
akumulasi jawaban dari pertanyaan yang dijawab maka akan dikatagorikan
sebagai berikut :
Tinggi apabila jumlah skor ≥ 76%
Sedang apabila jumlah skor 56-75%
Rendah apabila jumlah skor ≤ 55%
Kategorisasi rentang nilai tersebut sesui perhitungan berdasarkan
rumus dari Arikunto (2006), sebagai berikut:
Keterangan :
p : prosentase
X : Jumlah jawaban
n : jumlah responden
Berdasarkan persentase diatas jumlah pertanyaan pada kuisoner
kecerdasan emosional adalah 55 pertanyaan dengan jumlah tertinggi untuk
semua jawaban adalah 220, maka untuk menilai kecerdasan emosional
mahasiswa dibuat rentang nilai :
Tinggi apabila jumlah skor 167-220
Sedang apabila jumlah skor 123-166
Rendah apabila jumlah skor ≤ 122
2. Objective Structured Clinical Examination (OSCE)
OSCE adalah evaluasi/ujian keterampilan klinis yang dilakukan
setiap akhir blok, selama ujian setiap peserta memasuki pos-pos/station
27
probandus atau peralatan klinis sesuai materi yang diujikan. Kemudian
peserta mulai mempraktekan keterampilan yang diujikan sesuai pos yang
dimasuki, penguji mengevaluasi dan menilai berdasarkan check list yang
sudah disusun sesuai dengan materi yang diujikan. Sesuai dengan standar
nilai yang ditetapkan FKIK UMY nilai OSCE dikatagorikan tinggi jika
hasilnya ≥ 75, sedang jika hasilnya 60-74, rendah jika hasilnya < 60
(inhal). Skala untuk hasil nilai OSCE adalah numerik.
F. Alat dan Bahan Penelitian
Instrumen dalam mengukur variabel kecerdasan emosional
menggunakan Kuesioner kecerdasan emosional Goleman (2002). Instrumen
pada penelitian ini telah dilakukan Uji Validitas dan Realibilitas sebelum
dilakukan penelitian. Instrumen tersebut berupa kuesioner tertutup yang
alternatif jawabannya sudah dibatasi dan langsung diberikan kepada subjek
yang akan diteliti. Setiap butir pertanyaan mengandung item jawaban yang
mengarah pada jawaban favorable atau kearah unfavorable. Penilaian
kuesioner menggunakan skala likert yang mempunyai empat alternatif
jawaban, yang pada setiap jawaban mempunyai skor yang berbeda pada
pertanyaan yang mengarah pada pertanyaan favorable atau unfavorable.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel 2 dibawah ini :
Tabel 2. Skor favorable dan unfavorable menurut alternatif jawaban No Skala alternatif jawaban Skor Favorable Skor unfavorable
1 Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4
2 Tidak Sesuai (TS) 2 3
3 Sesuai (S) 3 2
28
Alat yang digunakan untuk meneliti kecerdasan emosional adalah berupa
kuesioner yang terdiri dari 55 butir pertanyaan yang terdiri dari :
Tabel 3. Sebaran Item Kuesioner Kecerdasan Emosional
No Aspek Kecerdasan Emosional Pernyataan Jumlah
Favorable Unfavorable
1. Kemampuan untuk mengenali emosi diri
21, 44, 49, 51, 55
6, 15, 35,
36, 39, 45 11
2. Kemampuan untuk mengelola emosi diri
2, 20, 25, 47, 48, 53
3, 7, 9, 17,
34, 41 12
3. Kemampuan untuk memotivasi diri sendiri
10, 11, 16, 22, 50
4, 5, 28, 30,
33, 40 11
4. Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain
8, 13, 18,
19, 46, 52 1, 29, 32, 37 10
5. Kemampuan untuk membina hubungan
1. Meminta perizinan ke Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2. Meminta data Mahasiswa angkatan 2013 yang dapat mengikuti OSCE dan
yang termasuk kriteria inklusi sampel.
3. Melakukan penandatanganan persetujuan
4. Mengisi kuesioner yang disiapkan
5. Meminta data hasil nilai OSCE
6. Pengolahan Data
H. Analisis data
Analisis data dilakukan untuk menjawab hipotesis penelitian. Analisis
korelasi merupakan salah satu teknik statistic yang digunakan untuk
menganalisis hubungan antara dua variabel atau lebih. Pada penelitian ini data
29
(variabel 2), maka data diolah dengan menggunakan program komputer
menggunakan aplikasi SPSS versi 15 dengan uji statistik korelasi pearson jika
persebaran data normal dan korelasi spearman jika persebaran data tidak
30 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Karakteristik Mahasiswa Kedokteran UMY Berdasarkan Nilai Kecerdasan
Emosional
Tabel 4. Distribusi frekuensi karakteristik mahasiswa kedokteran UMY berdasarkan nilai kecerdasan emosional
Nilai Kecerdasan Emosional Tahun Angkatan
2012 2013 2014 2015
Tinggi 15 3 11 5
Sedang 7 19 11 17
Rendah 0 0 0 0
Sumber: Data Primer
Berdasarkan Tabel 4.1, pada tahun angkatan 2012 mayoritas
responden memiliki nilai kecerdasan emosional tinggi yaitu sebanyak 15
orang (68,2%), pada tahun angkatan 2013 dan 2015 mayoritas responden
memiliki nilai kecerdasan emosional sedang yaitu 19 orang (86,4%) pada
angkatan 2013 dan 17 orang (77,3%) pada angkatan 2015, sedangkan pada
tahun angkatan 2014 memiliki kecerdasan emosional tinggi sebanyak 11
orang (50%) dan kecerdasan emosional 11orang (50%).
2. Karakteristik Mahasiswa Kedokteran UMY Berdasarkan Nilai OSCE
Tabel 5. Distribusi frekuensi karakteristik mahasiswa kedokteran UMY berdasarkan nilai OSCE
Nilai OSCE Tahun Angkatan
2012 2013 2014 2015
Tinggi 17 10 13 19
Sedang 4 11 8 3
Rendah 1 1 1 0
31
Berdasarkan tabel 5, pada tahun angkatan 2012 mayoritas responden
memiliki nilai OSCE tinggi yaitu sebanyak 17 orang (77,3%), sedang 4
orang (18,2%) dan rendah 1 orang (4,5%). Pada tahun angkatan 2013, nilai
kecerdasan emosional tinggi sebanyak 10 orang (45,5%), sedang 11 orang
(50%) dan rendah 1 orang (4,5%). Pada tahun angkatan 2014, mayoritas
responden memiliki nilai OSCE tinggi yaitu sebanyak 13 orang (59,1%),
sedang 8 orang (36,4%) dan rendah 1 orang (4,5%). Pada tahun angkatan
2015, mayoritas responden memiliki nilai OSCE tinggi yaitu sebanyak 19
orang (86,4%), sedang 3 orang (13,6%) dan tidak ada yang memiliki nilai
OSCE yang rendah.
3. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE
Tabel 6. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE Sig. Kekuatan Korelasi (r)
1. Hubungan Kecerdasan
Emosional dengan nilai OSCE 0,000 0,430
Pada tabel hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE
(tabel 4.3) didapatkan hasil dengan angka probabilitas 0,000 yang berarti p
< 0,05 dan nilai r = 0,430 yang berarti terdapat hubungan positif yang
32
4. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut jenis
kelamin
Tabel 7. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut jenis kelamin
Sig. Kekuatan Korelasi (r)
1.
Hubungan Kecerdasan
Emosional dengan nilai OSCE pada perempuan
0,001 0,473
2.
Hubungan Kecerdasan
Emosional dengan nilai OSCE pada laki-laki
0,010 0,383
(keterangan: nilai r sangat lemah: 0,00-0,199; lemah: 0,20-0,399; sedang: 0,40-0,599; kuat: 0,60-0,799; sangat kuat: 0,80-1,00)
Pada tabel hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE
menurut jenis kelamin (tabel 7), pada perempuan didapatkan angka
probabilitas 0,001 yang berarti nilai p < 0,05 dan nilai r = 0,473 yang
berarti terdapat hubungan positif yang sedang antara kecerdasan emosional
dengan nilai OSCE pada perempuan. Sedangkan hubungan kecerdasan
emosional dengan nilai OSCE pada laki-laki didapatkan angka probabilitas
0,010 yang berarti nilai p < 0,05 dan nilai r = 0,383 yang berarti terdapat
hubungan positif yang lemah antara kecerdasan emosional dengan nilai
33
5. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut tahun
angkatan
Tabel 8. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut tahun angkatan
Sig. Kekuatan Korelasi (r)
1.
Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut Tahun Angkatan 2012
0,011 0,532
2.
Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut Tahun Angkatan 2013
0,000 0,864
3.
Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut Tahun Angkatan 2014
0,000 0,693
4.
Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut Tahun Angkatan 2015
0,120 0,341
(keterangan: nilai r sangat lemah: 0,00-0,199; lemah: 0,20-0,399; sedang: 0,40-0,599; kuat: 0,60-0,799; sangat kuat: 0,80-1,00)
Pada tabel Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE
menurut Tahun Angkatan (tabel 4.5) didapatkan data hubungan kecerdasan
emosional dengan nilai OSCE pada tahun angkatan 2012 dengan angka
probabilitas 0,011 yang berarti nilai p < 0,05 dan nilai r = 0,532 yang
berarti terdapat hubungan positif yang sedang antara kecerdasan emosional
dengan nilai OSCE pada tahun angkatan 2012. Pada tahun angkatan 2013
didapatkan angka probabilitas 0,000 yang berarti nilai p < 0,05 dan nilai r
= 0,864 yang berarti terdapat hubungan positif yang kuat antara
kecerdasan emosional dengan nilai OSCE pada tahun angkatan 2013.
Untuk tahun angkatan 2014 didapatkan angka probabilitas 0,000 yang
berarti nilai p < 0,05 dan nilai r = 0,693 yang berarti terdapat hubungan
34
tahun angkatan 2014. Sedangkan untuk tahun angkatan 2015 didapatkan
angka probabilitas 0,120 yang berarti nilai p > 0,05 dan nilai r = 0,341
yang berarti terdapat hubungan positif yang lemah dan tidak signifikan
antara kecerdasan emosional dengan nilai OSCE pada tahun angkatan
2015.
B. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecerdasan
emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Berdasarkan analisis korelasi (tabel 4.3) dapat
diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan dengan kekuatan korelasi
positif sedang. Hubungan yang signifikan pada penilitian ini menunjukan
bahwa kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi hasil nilai OSCE.
Hasil penilitan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Chew,dkk (2013) tentang hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi
akademik pada mahasiswa kedokteran menunjukan hubungan yang signifikan,
untuk prestasi akademik dalam penilitian ini menggunakan nilai MCQ dan
OSCE. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa mahasiswa kedokteran dengan
kecerdasan emosional yang tinggi, maka nilai MCQ dan OSCE juga tinggi.
Kecerdasan emosional dalam mempengaruhi prestasi akademik tampak
terutama ketika mahasiswa mampu secara akurat memahami emosi dan
penyebab emosi itu sendiri. Mahasiswa dengan kecerdasan emosional yang
35
mampu memahami orang lain dan dirinya sendiri dengan baik. Penelitian ini
juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tiwari (2013) yang
menyatakan bahwa kecerdasan emosional memiliki kontribusi tertinggi dalam
prestasi akademik dan memliki hubungan yang signifikan disusul dengan
kecerdasan spiritual.
Pada penilitian ini juga menunjukan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa
Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menurut jenis
kelamin. Berdasarkan analisis korelasi (tabel 4.4) dapat diketahui bahwa
perempuan memiliki kekuatan korelasi yang lebih besar dibanding laki-laki.
Meskipun menurut Goleman (2005) untuk kapasitas kecedasan emosional
laki-laki dan perempuan memiliki karakteristik sendiri, mereka memiliki
kekurangan dan kelebihan masing-masing. Akan tetapi hasil penilitian ini
sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fataneh (2011)
tentang hubungan kecerdasan emosional dengan jenis kelamin. Dalam
penilitian ini disebutkan bahwa perempuan memiliki kecerdasan emosional
lebih tinggi dibanding laki-laki dengan nilai p<0,05. Perbedaan kecerdasan
emosional pada laki-laki dan perempuan bisa dilihat sejak bayi karena adanya
perbedaan ajaran yang diberikan kepada laki-laki dan perempuan, perempuan
sebagian besar diharapkan menjadi pribadi yang lebih ekspresif dalam
mengungkapkan perasaannya, sedangkan pada laki-laki mereka sering
diharapkan menjadi pribadi yang kuat sehingga kurang bisa mengekspresikan
36
dilakukan oleh Mayer, Caruso dan Salovey pada tahun 1999 juga
menunjukkan bahwa perempuan memiliki kecerdasan emosional yang lebih
tinggi dibandingkan laki-laki.
Berdasarkan Tabel 4.5, dapat diketahui terdapat hubungan yang
signifikan antara kecerdasan emosional dengan nilai OSCE menurut tahun
angkatan. Hal ini menunjukan bahwa mahasiswa tingkat akhir (tahun angkatan
2012) memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi dibanding mahasiswa
tahun pertama (tahun angkatan 2015). Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Chew,dkk (2013) yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan
prestasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir dibandingkan mahasiswa
tahun pertama, terutama dalam hal memahami emosi, hal ini disebabkan
mahasiswa tingkat akhir lebih sering atau terbiasa menghadapi ujian klinis dan
memiliki pemahaman klinis lebih banyak dibanding mahasiswa tahun
pertama. Pada tahun angkatan 2015 tidak didapatkan hubungan yang
signifikan antara kecerdasan emosional dengan nilai OSCE menurut tahun
angkatan, hal ini bisa disebabkan karena, mahasiswa tahun pertama umumnya
berusia antara 17 sampai 20 tahun, rentang usia tersebut menurut Sarwono
(2001) masih termasuk kategori remaja dimana masa yang penuh masalah dan
membutuhkan banyak penyesuaian diri yang disebabkan karena terjadinya
perubahan harapan sosial, peran, dan perilaku. Selain itu menurut Hurlock
(1999) bahwa mahasiswa termasuk ke dalam akhir masa remaja dimana tugas
37
emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainya. Mahasiswa baru
merupakan masa peralihan antara masa remaja akhir menuju masa dewasa
awal, yang mana pada masa ini emosionalnya tergolong masih labil.
Kelemahan dalam penelitian ini yaitu untuk hasil nilai OSCE, tingkat
kesulitan ujian OSCE pada blok yang dihadapi masing-masing angkatan tidak
dikontrol, tingkat kesulitan ujian OSCE pada masing-masing angkatan
mungkin berbeda karena tidak diambil dari blok yang sama tetapi blok yang
38 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara Kecerdasan Emosional dengan
nilai OSCE dengan angka probabilitas 0,000 dan nilai r = 0,430
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional menurut
jenis kelamin terhadap hasil OSCE mahasiswa Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional menurut
tahun angkatan terhadap hasil OSCE mahasiswa Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
B. Saran
1. Saran bagi mahasiswa untuk dapat meningkatkan kecerdasan emosional
dengan cara lebih mengenali emosi diri sendiri dan orang lain, mampu
mengelola emosi diri sendiri dan orang lain, serta mampu memotivasi diri
sendiri dan orang lain.
2. Saran bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta dapat memberikan pelatihan pengembangan
kecerdasan emosional agar peserta didik dapat lebih memahami.
3. Peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat meniliti lebih lanjut terkait
kecerdasan emosional dengan hasil OSCE menurut tahun angkatan dengan
39
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Bar-On, R. (2010). Emotional Intelligence: An integral part of positive psychological. S Afr J Psychol, 47-57.
Brackett, M. A., Rivers, S. E., & Salovey, P. (2011). Emotional Intelligence: Implications for Personal, Social, Academic, and Workplace Success. 88-103.
Brannick, M. T., Erol-Korkmaz, H. T., & Prewett, M. (2011). A systematic review of the reability of objective structured clinical examination scores. In Medical Education (pp. 45: 1181 - 1189).
Chew, B. H., Zain, A. M., & Hassan, F. (2013). Emotional Intelligence and academic performance in first and final year medical students.
Claramita, M. (2008). The Skills Laboratory. Yogyakarta: Faculty of Medicine Universitas Gajah Mada.
Cooper, R. K., & Sawaf, A. (2002). Executive EQ: Kecerdasan Emosi dalam Kepemimpinan dan Organisasi. (A. T. Widodo, Trans.) Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Dahlan, MS. (2014). Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Sagung Seto.
Goleman, D. (2007). Kecerdasan Emosional. (T. Hermaya, Trans.) Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Harden, R. M., & Gleeson, F. A. (1979). Assessment of Clinical Competence Using an Observed Structured Clinical Examination. Medical Education, 41-47.
Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Ruang Kehidupan. Edisi 5. Jakarta: Erlangga
Katrina, F. H. (2011). OSCE and Clinical Skills Handbook. London: Elsevier Saunders.
Konsil Kedokteran Indonesia. (2012). Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.
40
Miri, M. R., Kermani, T., Khoshbakht, H., & Mitra, M. (2013). The Relationship between emotional intelligence and academic stress in student of medical sciences.
Payne, N. J. (2008). Sharpening the Eye of the OSCE with Critical Action Analysis. Academic Medicine, 900-905.
Romanelli, F., Cain, J., & Smith, K. M. (2006). Emotional intelligence as a predictor of academic and/or professional success. 70 (3) : 69.
Sarafino, E. P. (1994). Health Psychology: Biopdychosocial Interaction. Canada: John Wiley and Sons, Inc.
Schuwirth, L., & Van Der Vleuten, C. (2004). Changing Education, Changing Assessment, Changing Research? Medical Education, 805-812.
Su, B. H., Shen, B. C., & Chen, W. (2005). Objective Structured Clinical Examination (OSCE): A Comparison of Interpersonal Skills Scores with Written OSCE Scores. Mid Taiwan J Med, 32-37.
Sudaryanto. (2008). Kajian Kritis tentang Permasalahan Sekitar Pembelajaran kemampuan Berpikir Kritis. Jakarta.
Tiwari, G. N., & Dhatt, H. K. (2014). Contribution Value of Spiritual Intelligence, Emotional Intelligence and Self-Efficacy in Academic Achievement of B.Ed. Student Teachers. 51-65.
Turner, J. L., & Dankoski, M. (2008). Objective Structured Clinical Exam: A critical review. 40(8):574.
Varkey, P., Natt, N., Lesnick, T., Downing, S., & Yudkowsky, R. (2008). Validity Evidence for an OSCE to Assess Competency in Systems-Based Practice and Practice-Based Learning and Improvement: A Preliminary Investigation. Academic Medicine, 775-780.
SURAT PERSETUJUAN
Nama :
NIM :
No. Telepon :
Bersedia untuk mengisi angket yang diberikan peneliti. Saya mengerti bahwa saya
menjadi bagian dari penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui hubungan
Kecerdasan Spiritual dan Kecerdasan Emosional dengan hasil OSCE mahasiswa
program studi pendidikan dokter FKIK UMY
Yogyakarta ,
Responden
ANGKET PENELITIAN
Petunjuk Pengisian Angket :
1. Isilah identitas saudara/i pada kolom yang telah disediakan 2. Cara Mengisi angket sebagai berikut :
a. Kepada Mahasiswa/i Program Studi Pendidikan Dokter UMY
b. Angket ini hanya dipergunakan untuk keperluan ilmiah, untuk itu setiap
jawaban yang diberikan tidak mempengaruhi nilai atau prestasi anda dan
semua informasi yang diberikan akan dijaga oleh peneliti.
c. Kerjakan setiap nomor dan mohon jangan sampai ada yang terlewati.
d. Pilihlah salah satu dari alternatif jawaban :
- Sangat Sesuai (SS) jika anda merasa sangat setuju dan sependapat atas
pernyataan tersebut.
- Sesuai (S) jika anda hanya merasa setuju atas pernyataan tersebut
- Tidak Sesuai (TS) jika anda merasa tidak sependapat atas pernyataan
tersebut
- Sangat Tidak Sesuai (STS) jika anda merasa sangat tidak sependapat
dan menganggap pernyataan itu salah
e. Jawaban yang diberikan cukup dengan memberikan tanda ceklis ( ) pada
alternatif jawaban yang tersedia, sesuai dengan keadaan saudara/i rasakan
selama ini. Seandainya saudara/i ingin meralat jawaban yang telah diisi,
maka cukup dengan memberi tanda () pada jawaban yang dianggap salah
dengan membuat yang baru.
f. Setelah angket selesai dijawab, mohon kesediaan saudara/i untuk dapat
ANGKET KECERDASAN EMOSIONAL
No. Pernyataan SS S TS STS
1. Saya tidak tergerak untuk menghibur teman yang sedang kecewa.
2. Saya mudah melepaskan diri dari kecemasan-kecemasan yang menghantui perasaan saya. 3. Kemarahan yang saya alami berlangsung
dalam waktu yang lama..
4. Saya segan bertanya kepada teman ketika tidak mengetahui sesuatu karena takut dianggap bodoh.
5. Kekurang pahaman tentang pengetahuan mata pelajaran yang diajarkan membuat saya rendah diri.
6. Saya sulit melakukan berbagai aktivitas dengan baik ketika sedih.
7. Berbagai perasaan negatif terus-menerus muncul dalam diri saya ketika saya ter-singgung.
8. Saya dapat mengetahui bahwa seseorang sedang sedih dengan mendengarkan nada bicaranya.
9. Saya sulit untuk mengendalikan diri ketika marah.
10. Saya mendahulukan mengerjakan peker-jaan yang menjadi tugas saya daripada bermain dengan teman-teman.
11. Saya meyakini bahwa saya sanggup me-nyelesaikan berbagai tugas yang ada pada pekerjaan saya.
12. Saya sulit bekerjasama dengan teman-teman satu kelas
13. Saya mampu mendengarkan keluh kesah teman.
14. Saya mampu memberikan dukungan kepa-da teman yang sedang mengalami mu-sibah. 15. Saya tidak mempedulikan perasaan-pera-saan
yang sedang saya alami.
16. Saya mampu belajar mata kuliah yang saya mampu secara rutin.
No. Pernyataan SS S TS STS
18. Saya mampu merasakan kesedihan teman yang mendapatkan penilaian pelaksanaan pekerjaan jelek. penilaian pelaksanaan pekerjaan saya bagus. 22. Saya mampu berusaha lebih giat lagi untuk
mendapat penilaian pelaksanaan pekerjaan yang lebih baik.
23. Saya merasa sulit berkomunikasi dengan teman-teman satu kelompok diskusi
24. Saya merasa sulit memperbaiki hubungan dengan teman yang pernah bertengkar dengan saya.
25. Saya mampu mengungkap ketidaksukaan saya kepada orang yang membuat saya jengkel tanpa kehilangan kendali.
26. Kesopanan membuat saya mampu bergaul secara akrab di dalam masyarakat.
27. Saya mampu mendamaikan konflik yang terjadi diantara teman-teman.
28. Saya malas mencari alternatif cara penye-lesaian lain ketika cara penyepenye-lesaian yang saya lakukan ternyata salah.
29. Saya tidak tergerak untuk mengemukakan berbagai cara penyelesaian masalah kepa-da teman yang sedang menghadapi masa-lah. 30. Saya menjadi malas belajar lebih menda-lam
mata kuliah yang saya ampu ketika mengetahui penilaian pelaksanaan peker-jaan saya jelek. 31. Saya mampu menjaga kekompakan dengan
teman sekampus
32. Saya tidak merasa bersalah ketika menjelek-jelekkan orang lain, karena memang dia pantas mendapatkannya.
No. Pernyataan SS S TS STS
34. Saya terus-menerus memikirkan berbagai hal yang menyebabkan saya kecewa.
35. Saya letih dengan naik turunnya perasaan yang saya alami.
36. Saya tidak tahu mengapa saya merasa begitu malas untuk mempersiapkan mata pelajaran yang saya ampu.
37. Saya tidak mau ambil pusing apakah kata-kata saya menyinggung hati orang lain atau tidak. 38. Saya merasa sulit mengkoordinasikan
teman-teman dalam satu kelompok.
39. Saya tidak mengetahui penyebab perasaan sedih yang saya alami.
40. Saya kurang bergairah untuk mengerjakan tugas-tugas yang ada pada bidang peker-jaan saya.
41. Saya terus-menerus memikirkan kegagalan yang saya alami, sehingga saya merasa tertekan.
42. Saya mampu mencegah timbulnya konflik diantara teman-teman.
43. Saya segan mengawali pembicaraan dengan orang lain yang belum saya kenal.
44. Saya mengetahui penyebab perasaan tidak bahagia yang saya alami dalam hidup ini. 45. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan
ketika marah.
46. Saya mampu menghargai pendapat orang lain yang lebih muda usianya dari saya.
47. Mudah bagi saya untuk segera bangkit dari kemalasan yang saya alami.
48. Mudah bagi saya untuk berprasangka baik terhadap orang lain yang telah menying-gung hati saya.
49. Saya mengetahui penyebab kerisauan yang saya alami.
50. Saya mampu memperbaiki kegagalan se-hingga menjadi suatu keberhasilan.
No. Pernyataan SS S TS STS
52. Saya dapat mengetahui bahwa seseorang sedang marah dengan melihat ekspresi wajahnya.
53. Saya mudah memaafkan orang yang telah menyinggung hati saya.
54. Saya mudah menyesuaikan diri dalam lingkungan yang berbeda-beda.
HASIL PENGOLAHAN DATA A. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE
Correlations
Nilai OSCE Pearson
Correlation ,430(**) 1
Sig. (2-tailed) ,000
N 88 88
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
B. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut jenis kelamin
NilaiPerempuan Pearson Correlation 1 ,473(**)
Sig. (2-tailed) ,001
N 44 44
KEPerempuan Pearson Correlation ,473(**) 1
Sig. (2-tailed) ,001
N 44 44
Correlations
NilaiLakilaki KELakilaki
NilaiLakilaki Pearson Correlation 1 ,383(*)
Sig. (2-tailed) ,010
N 44 44
KELakilaki Pearson Correlation ,383(*) 1
Sig. (2-tailed) ,010
N 44 44
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
C. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut tahun angkatan
Correlation is signif icant at the 0.05 lev el (2-tailed). *.
Correlati ons