• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN HASIL OSCE MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FKIK UMY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN HASIL OSCE MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FKIK UMY"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN

HASIL OSCE MAHASISWA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FKIK UMY

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

SHASIA RESKY PURNOMO

20120310041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN

HASIL OSCE MAHASISWA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FKIK UMY

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

SHASIA RESKY PURNOMO

20120310041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Shasia Resky Purnomo

NIM : 20120310041

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis

ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebut dalam teks dan dicantungkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah

ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuata tersebut.

Yogyakarta, 11 Mei 2016

Yang membuat pernyataan,

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha

Asih, yang telah memberikan hidayah dan anugerah-Nya sehingga Karya Tulis

Ilmiah ini dapat terselesaikan pada waktunya. Shalawat serta salam selalu tercurah

kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga serta para sahabat, tabiin, tabi’it

tabiin dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Hubungan antara kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UMY” ini diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh derajat sarjana kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

Pada kesempatan ini, izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada

pihak-pihak yang telah berperan serta dalam membantu penyelesaian Karya Tulis

Ilmiah ini. Ucapan terima kasih diberikan kepada:

1. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. dr. Alfaina Wahyuni, Sp,OG., M.Kes. selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Dokter.

3. dr. Nurhayati, M.Ed.Sc selaku selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak

memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama menyelesaikan

laporan penelitian.

4. Orang tua tercinta, Purnomo Lusianto dan Helia Alexandriati. Eyang Susi

Giarti, kakak dan adik tersayang yang selalu memberikan dukungan dan

senantiasa mendoakan.

5. Teman-teman satu kelompok penelitian dan bimbingan, Gita Suha Yuranda

dan Febriana Diah S.

6. Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penelitian ini dan

penyelesaian Proposal Karya Tulis Ilmiah ini yang tidak dapat penulis

(5)

v

Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih

jauh dari kata sempurna. Masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun

penulisannya, untuk itu mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar dikemudian hari

penulis dapat mempersembahkan suatu hasil yang memenuhi syarat dan lebih

baik.

Akhir kata, penulis mengharapkan Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat

bagi pembaca dan menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama ilmu

kedokteran. Terimakasih.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Yogyakarta, 11 Mei 2016

Peneliti

(6)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

INTISARI ... ix

1. Kecerdasan Emosional ... 8

2. Objective Structured Clinical Examination (OSCE) ... 16

3. Keterkaitan antara Kecerdasan Emosional dan Nilai OSCE... 19

B. Kerangka Konsep ... 21

C. Hipotesis ... 22

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 23

B. Populasi dan sampel ... 23

C. Lokasi dan waktu penelitian... 25

D. Variabel penelitan ... 25

E. Definisi operasional ... 25

F. Alat dan Bahan Penelitian ... 27

G. Jalannya penelitian ... 28

H. Analisis data ... 28

(7)

vii

DAFTAR GAMBAR

(8)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keaslian Penelitian ... 6 Tabel 2. Skor favorable dan unfavorable menurut alternatif jawaban ... 27 Tabel 3. Sebaran Item Kuesioner Kecerdasan Emosional ... 28 Tabel 4. Distribusi frekuensi karakteristik mahasiswa kedokteran UMY

berdasarkan nilai kecerdasan emosional ... 30 Tabel 5. Distribusi frekuensi karakteristik mahasiswa kedokteran UMY

berdasarkan nilai OSCE ... 30 Tabel 6. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE ... 31 Tabel 7. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut

jenis kelamin ... 32 Tabel 8. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut

(9)
(10)

ix

INTISARI

Latar belakang: Objective Structured Clinical Examination (OSCE) adalah suatu ujian keterampilan klinik untuk menilai keterampilan sikap dan perilaku sekaligus kinerja klinik mahasiswa kedokteran dalam menghadapi pasien. Untuk memperoleh hasil ujian yang baik dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya kecerdasan emosional. Mahasiswa yang memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi akan memiliki hubungan sosial/interpersonal yang lebih baik dan memiliki motivasi untuk berprestasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah Yogyakarta angkatan 2012, 2013, 2014, dan 2015 dengan sampel berjumlah 88 mahasiswa. Kecerdasan emosional di ukur menggunakan kuesioner Kecerdasan Emosional Goleman dengan jumlah pertanyaan sebanyak 55 item.

Hasil: Pada uji statistik korelasi spearman didapatkan nilai p=0,000 dengan nilai korelasi Spearman r=0,430 yang menunjukkan penelitian ini bermakna dan memiliki nilai korelasi positif dengan kekuatan korelasi sedang.

Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara kecerdasan emosional dengan hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Semakin tinggi kecerdasan emosional mahasiswa, semakin tinggi hasil OSCE yang didapat.

(11)

x

ABSTRACT

Background: Objective Structured Clinical Examination (OSCE) is a test of clinical skills to assess clinical performance, attitude and behavior in medical students, in the face of the patient. To obtain good exam results are influenced by many factors, one of them is emotional intelligence. Students who have a higher emotional intelligence will have a social relationship / interpersonal better and have more motivation in academic performance. The aim of this study is to determine the relation of emotional intelligence on the results of the OSCE in medical students from Muhammadiyah University of Yogyakarta.

Methods: The design of this study was observational analytic study with cross-sectional. The population in this study is a medical student in Muhammadiyah University of Yogyakarta.in 2012, 2013, 2014 and 2015 with a sample of 88 students. Emotional intelligence was measured using a questionnaire Emotional Intelligence Goleman with the total number of questions 55 items.

Results: At the Spearman correlation test show that the value of p= 0,000, with a value of Spearman correlation r = 0.430 which indicates this study are significant and have a positive correlation values with moderate correlation.

Conclusion: There is a significant relation between emotional intelligence on the results of the OSCE in medical students from Muhammadiyah University of Yogyakarta. Student with higher emotional intelligence score, the result of OSCE also higher

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu kedokteran merupakan bidang ilmu terapan, di mana pengetahuan

yang kompleks digunakan untuk memecahkan satu masalah yang sama. Hal

ini berbeda dengan ilmu murni dimana pengetahuan dan masalah yang dicari

bersifat horizontal. Proses berfikir logis lebih tepat digunakan pada penelitian

ilmu murni, sedangkan masalah di kedokteran menggunakan proses berfikir

yang lebih luas yaitu rasional dan obyektif (Sudaryanto, 2008).

Mahasiswa kedokteran dituntut untuk menguasai ilmu pengetahuan dan

attitude, juga keterampilan klinik diberbagai bidang (Turner & Dankoski,

2008). Kemampuan untuk menerapkan atau menggunakan pengetahuan,

keterampilan, dan sikap profesional yang di terapkan dalam berbagai aspek

disebut kompetensi. Salah satu kompetensi yang harus dicapai seorang Dokter

Indonesia adalah keterampilan klinik, di mana dokter mampu memperoleh dan

mencatat informasi yang akurat dan penting mengenai pasien dan

keluarganya, melakukan prosedur klinis dan laboratorium, dan melakukan

prosedur kedaruratan klinis. Kompetensi ini diperoleh melalui kegiatan skills

lab yang dipelajari dalam masa pendidikan dokter (Konsil Kedokteran

Indonesia, 2012).

Skills Lab merupakan metode pembelajaran keterampilan klinis berbasis

simulasi telah dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan prosedur penilaian

(13)

2

2004). Metode yang digunakan seperti role-play, belajar melalui boneka atau

mannequin, dan belajar dengan menggunakan probandus atau pasien simulasi.

Meskipun memakai simulasi, tetapi kegiatan ini bukan suatu proses pura-pura,

tetapi pelaksanaannya sesuai dengan penalaran klinik yang sesuai dengan

tingkat perkembangan mahasiswa (Claramita, 2008). Evaluasi hasil belajar

keterampilan klinis mahasiswa ditentukan malalui OSCE atau Objective

Structured Clinical Examination.

Objective Structured Clinical Examination (OSCE) adalah suatu metode

yang digunakan untuk menilai kompetensi klinis secara obyektif dan

terstruktur sebagai bagian dari pendidikan kesehatan profesional (Brannick et

al., 2011). Di fakultas kedokteran sering digunakan sebagai instrumen

evaluasi keterampilan klinik untuk menilai keterampilan sikap dan perilaku

yang dianggap standar yang digunakan oleh praktisi dalam menghadapi

pasien, sekaligus sebagai penilaian yang valid terhadap kinerja klinik

mahasiswa kedokteran (McCoy & Merrick, 2001). Sistem evaluasi ini juga

diterapkan di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Dalam OSCE, serangkaian masalah standar disajikan setiap ujian,

masalah sering melibatkan pasien simulasi yang dilatih untuk memainkan

peran. Keuntungan OSCE dibanding ujian tertulis adalah pada OSCE

melibatkan konteks, konten, dan prosedur yang lebih realistis (dokter dengan

pasien). Sebagai contoh, dalam OSCE, daripada menulis esai tentang

diagnosis, peserta dapat bertemu dengan pasien simulasi untuk menegakkan

(14)

3

Keuntungan lain dari OSCE adalah menggunakan pasien nyata dan memiliki

standar yang sama di seluruh ujian (Brannick et al., 2011).

Bagi mahasiswa kedokteran, salah satu masalah dalam bidang akademik

adalah ujian OSCE. Menghadapi ujian merupakan stressor yang dapat

menyebabkan gangguan emosi seperti mudah tersinggung, marah, gelisah,

depresi, sensitif, dan sebagainya (Sarafino, 1994). Kemampuan mahasiswa

dalam menghadapi ujian diantaranya ditentukan oleh kecerdasan yang

dimilikinya, beberapa kecerdasan pada diri manusia, diantaranya: kecerdasan

intelektual (IQ), kecerdasan spiritual (SQ), dan kecerdasan Emosional

(Goleman, 1997). Banyak usaha yang dilakukan mahasiswa untuk meraih

hasil evaluasi/ujian yang tinggi agar menjadi yang terbaik, seperti mengikuti

perkuliahan, praktikum bahkan belajar berkelompok bersama teman. Usaha ini

positif, namun masih banyak dalam mencapai keberhasilan selain kecerdasan

intelektual (IQ), factor tersebut adalah kecerdasan emosional. Dengan

kecerdasan emosional, individu mampu mengetahui dan menanggapi perasaan

mereka sendiri dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi

perasaan-perasaan orang lain dengan efektif. Orang-orang dan mahasiswa yang

memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi akan memiliki hubungan

sosial/interpersonal yang lebih baik (manusia dengan manusia) dan memiliki

motivasi untuk berprestasi (Brannick, et al., 2011). Sebuah studi menemukan

bahwa kecerdasan emosional berhubungan dengan keberhasilan akademik

maupun professional, dan berkontribusi dalam kinerja kognitiv berbasis

(15)

4

Penelitian ini berkiblat pada surat Al-Quran, tentang kecerdasan

emotional adalah kemampuan mendengar suara hati sebagai sumber informasi,

surat Al-Hajj ayat 46:

Artinya: “maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu

mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau

mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar ? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang

di dalam dada.” (QS: Al-Hajj Ayat:46)

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, disebutkan bahwa

kecerdasan emosional penting dalam meningkatkan keberhasilan/prestasi

dalam bidang akademik. maka peneliti ingin mengkaji hubungan kecerdasan

emosional dengan hasil OSCE.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang dapat ditarik dari latar belakang di atas adalah

“Adakah hubungan antara kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UMY?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan dari kecerdasan emosional terhadap hasil

OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah

(16)

5

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui hubungan Kecerdasan emosional menurut jenis

kelamin terhadap hasil OSCE mahasiswa Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

b. Untuk mengetahui hubungan Kecerdasan emosional menurut tahun

angkatan terhadap hasil OSCE mahasiswa Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Mahasiswa: Memberikan tambahan pengetahuan tentang pentingnya

Kecerdasan emosional untuk meningkatkan prestasi akademik, khususnya

OSCE.

2. Bagi institusi pendidikan: Memberikan tambahan informasi tentang

Kecerdasan emosional sehingga diharapkan di masa yang akan datang

diberikan pelatihan pengembangan kecerdasan emosional agar peserta

(17)

6 E. Keaslian Penelitian

Tabel 1. Keaslian Penelitian

No Peneliti Judul Penelitian Metode Persamaan Perbedaan

1 Chew, Boon How;

Penelitian analitik dengan metode cross sectional. Subyek penelitian adalah mahasiswa tahun pertama dan terakhir yang kemudian diminta mengisi kuesioner The Mayer-Salovey-Caruso Intelligence Test (MSCEIT). Prestasi akademik mahasiswa kedokteran diukur

dengan menggunakan penilaian

berkelanjutan dan hasil ujian akhir (MCQ & OSCE).

(18)

7

Penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Sample pada penelitian ini adalah 260 mahasiswa yang berasal dari empat fakultas yang berbeda:

Kedokteran, Keperawatan dan

Kebidanan, Ilmu Paramedis, dan Kesehatan . Data dikumpulkan dengan menggunakan dua kuesioner: The standardized EI Shering (33 pertanyaan, lima domain) dan The Student-Life Stres

Inventory (57 pertanyaan, sembilan

(19)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Kecerdasan Emosional

a. Definisi Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional atau yang lebih dikenal dengan Emotional

Intellegence (EI) merupakan bagian dari bakat individu yang telah

berkembang selama dua dekade terakhir. Perkembanganya bisa

menjawab banyak masalah tidak hanya dalam aspek teoritis dan

psikologis, tetapi juga masalah kesehatan, pendidikan, dan manajemen

(Miri, et al., 2013). Istilah EI pertama kali dilontarkan Salovey dan

Mayer (1990). Kecerdasan emosional didefinisikan sebagai

kemampuan untuk merasakan, menggunakan, membangkitan,

memahami, dan merefleksikan emosi serta mengemukakan gagasan

secara teratur sehingga dapat meningkatkan perkembangan emosi dan

intelektual. Kemudian tahun 1997, mereka menyatakan bahwa

kecerdasan emosional meliputi:

1) Kemampuan untuk memahami secara akurat, menilai dan

mengekspresikan emosi.

2) Kemampuan untuk mengakses atau menghasilkan perasaan ketika

mereka memfasilitasi pemikiran.

(20)

9

4) Kemampuan untuk mengatur emosi untuk meningkatkan

pertumbuhan emosional dan intelektual (Mayer & Salovey, 1997).

Cooper dan Sawaf (2002) berpendapat bahwa kecerdasan

emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan menerapkan

secara efektif daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi,

informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan

emosional akan menimbulkan energi yang positif, apabila energi

tersebut negatif maka tidak dapat disebut kecerdasan emosi sehingga

dapat dirasakan manfaatnya baik terhadap diri sendiri maupun orang

lain. Goleman (2009) yang menyatakan bahwa kecerdasan emosional

adalah kemampuan lebih yang dimiliki individu dalam memotivasi diri

sendiri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan

emosi, mengatur suasana hati, tidak melebih-lebihkan kesenangan dan

menunda kepuasan, serta mampu menjaga agar beban pikiran tidak

melumpuhkan pikiran.

Kecerdasan emosional merupakan salah satu domain

psiko-afektif, dalam pendidikan kedokteran juga telah berkaitan dengan

kinerja klinis dan prestasi akademis yang tinggi, dalam praktek klinis,

berhubungan dengan peningkatan empati dalam konsultasi medis,

hubungan dokter-pasien, kinerja klinis dan kepuasan pasien (Chew, et

al., 2013). Diperkuat dengan pernyataan Goleman, kecerdasan

emosional penting dalam setiap posisi yang berorientasi pada orang

(21)

10

kompetensi sosial. Goleman (2009) mendefinisikan kecerdasan

emosional sebagai kapasitas untuk mengenali perasaan kita sendiri dan

orang lain untuk memotivasi diri kita sendiri dan untuk mengelola

emosi dengan baik dalam diri kita dan hubungan kita.

Kekuatan emosi sangat luar biasa, emosi dapat menuntun saat

menghadapi masa-masa kritis dan tugas-tugas yang terlalu riskan

apabila hanya diserahkan kepada otak atau intellectual quotients (IQ)

semata. Goleman mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai

kesanggupan untuk menghitungkan atau menyadari kondisi setempat

untuk membaca emosi orang lain dan diri kita sendiri, dan untuk

bertindak dengan cepat. Emosi sendiri merupakan setiap kegiatan atau

pergolakan pemikiran, perasaan, nafsu atau setiap keadaan mental

yang hebat dan meluap-luap, sehingga emosi menjadi dorongan untuk

bertindak. Lebih lanjut goleman menyatakan bahwa kecerdasan emosi

berhubungan dengan kemampuan mengelola emosi yang berupa

ketakutan, kemarahan, agresi dan kejengkelan (Goleman, 2007).

Manusia memiliki 2 pikiran yaitu pikiran rasional/kognitif yang

biasa disebut sebagai IQ dan pikiran emosional yaitu impulsif dan

kadang-kadang tidak logis, dapat membaca realitas emosi dalam

sekejap, membuat penilaian singkat secara naluriah dan sadar terhadap

bahaya yang terjadi. Tidak semua orang yang mempunyai IQ tinggi

bisa mencapai sukses, sebaliknya orang yang mempunyai IQ rata-rata

(22)

11

mempunyai IQ lebih tinggi. Para ahli psikologi sepakat bahwa IQ

mempunyai peranan menyumbang sekitar 20% faktor-faktor yang

menyumbangkan keberhasilan seseorang, sedangkan 80% sisanya

berasal dari faktor lain termasuk apa yang dinamakan dengan

kecerdasan emosional (Goleman, 2009).

b. Komponen-komponen Kecerdasan Emosional

Goleman (2009) mengatakan bahwa terdapat 5 dimensi

kecerdasan emosi yang keseluruhannya diturunkan menjadi 25

kompetensi. Apabila kita menguasai cukup 6 atau lebih komponen

yang menyebar pada kelima dimensi kecerdasan emosi tersebut, akan

membuat seseorang akan mencapai kesuksesan dalam kehidupan

sehari-hari. Kelima dimensi tersebut adalah:

1) Mengenali emosi diri (Self-Awareness), yaitu kemampuan

seseorang untuk mengetahui perasaan dalam dirinya dan digunakan

untuk membuat keputusan bagi diri sendiri, memiliki tolak ukur

yang realistis atas kemampuan diri dan memiliki kepercayaan diri

yang kuat. Unsur-unsur kesadaran diri, yaitu:

a) Kesadaran emosi (emotional-awareness)

b) Penilaian diri secara teliti (accurate self-awareness)

c) Percaya diri (self-confidence)

2) Mengelola Emosi (Self-Regulation), yaitu mengelola keadaan

dalam diri dan sumber daya dalam diri sendiri. Kompetensi kedua

(23)

12

kejujuran dan integritas, bertanggung jawab atas kinerja pribadi,

luwes terhadap perubahan dan terbuka terhadap ide-ide serta

informasi baru.

3) Memotivasi diri sendiri (Self-Motivation), yaitu kemampuan

menggunakan hasrat agar setiap saat dapat membangkitkan

semangat dan tenaga untuk mencapai keadaan yang lebih baik,

serta mampu mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif.

Kompetensi ketiga adalah dorongan untuk menjadi lebih baik,

menyesuaikan dengan sasaran kelompok atau organisasi, kesiapan

untuk meemanfaatkan kesempatan dan kegigihan dalam

memperjuangkan kegagalan atau hambatan.

4) Mengenali emosi orang lain (Emphaty), yaitu kemampuan

merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Mampu memahami

perspektif orang lain dan menimbulkan hubungan saling percaya,

serta mampu menyelaraskan diri dengan berbagai tipe individu.

Unsur-unsur empati, yaitu:

a) Memahami orang lain (understanding others)

b) Mengembangkan orang lain (developing other)

c) Orientasi pelayanan (service orientation)

d) Memanfaatkan keragaman (leveraging diversity)

e) Kesadaran politis (political awareness)

5) Membina Hubungan (Social-Skills), yaitu kemahiran dalam

(24)

13

adalah kemampuan persuasi, mendengar dengan terbuka dan

memberi kesan yang jelas; kemampuan menyelesaikan pendapat,

semangat kepemimpinan (Goleman,2009).

Menurut Bar-On dalam Stein & Book (2002) ada lima unsur

yang membentuk indikator kecerdasan emosi, yaitu:

1) Intrapribadi adalah kemampuan untuk mengenal dan

mengendalikan diri sendiri seperti kesadaran dan kemandirian.

2) Antarpribadi adalah keterampilan bergaul dengan orang lain seperti

terbuka, menerima, dan tanggung jawab social.

3) Penyesuaian diri berkaitan dengan kemampuan untuk bersikap

lentur, realistis dan fleksibel dalam menghadapi masalah.

4) Pengendalian stress adalah kemampuan bertahan dalam

menghadapi stress seperti tegar terhadap konflik emosi dan

pengendalian impuls seperti kemampuan untuk menahan dan

menunda keinginan bertindak.

5) Suasana hati umum adalah optimis yaitu kemampuan untuk

mempertahankan sikap positif yang realistis dalam menghadapi

masa-masa sulit dan kebahagiaan, yaitu kemampuan mensyukuri

hidup, menyukai diri dan orang lain.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Proses tumbuh kembang seseorang dipengaruhi oleh dua faktor

(25)

14

dipengaruhi oleh dua faktor tersebut, diantaranya adalah fungsi otak,

keluarga dan lingkungan sekolah (Goleman, 2000).

1) Lingkungan Keluarga

Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dalam

mempelajari emosi, dan orang tualah yang sangat berperan. Anak

mengidentifikasi perilaku orang tua kemudian diinternalisasikan

akhirnya menjadi bagian dalam kepribadian anak. Kehidupan

emosi yang dibangun di dalam keluarga sangat berguna bagi anak

kelak, bagaimana anak dapat cerdas secara emosional.

2) Lingkungan non Keluarga

Lingkungan yang dimaksud dalam hal ini adalah lingkungan

masyarakat dan lingkungan pendidikan yang dianggap bertanggung

jawab terhadap perkembangan kecerdasan emosi. Pergaulan

dengan teman sebaya, guru, dan masyarakat luas.

3) Otak

Otak adalah organ yang penting dalam tubuh manusia,

otaklah yang mempengaruhi dan mengontrol seluruh kerja tubuh,

struktur otak manusia adalah sebagai berikut:

a) Korteks.

Berfungsi membuat seseorang berada di puncak tangga

evalusi. Memahami korteks dan perkembangan membantu

individu menghayati mengapa sebagian individu sangat cerdas

(26)

15

dalam memahami kecerdasan emosi serta dalam memahami

sesuatu secara mendalam, menganalisis mengapa kita

mengalami perasaan tertentu, selanjutnya berbuat sesuatu untuk

mengatasinya. Korteks khususnya lobus frontalis dapat

bertindak sebagai saklar peredam yang memberi arti terhadap

situasi emosi sebelum berbuat sesuatu.

b) Sistem Limbik.

Bagian ini sering disebut sebagai bagian emosi yang

letaknya jauh dalam hemisfer otak besar terutama bertanggung

jawab atas pengaturan emosi dan impuls. Sistem limbik

meliputi hippocampus, tempat berlangsungnya proses

pembelajaran emosi. Selain itu ada amigdala yang dipandang

sebagai pusat pengendalian emosi pada otak.

Walgito (1993) cit Winahyu (2009) membagi faktor yang

mempengaruhi kecerdasan emosi menjadi dua yaitu :

1) Faktor internal

Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang

mempengaruhi kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki

dua sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis. Segi jasmani

adalah faktor fisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan

kesehatan seseorang terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi

kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup didalamnya

(27)

16

2) Faktor Eksternal.

Faktor eksternal adalah stimulus dan lingkungan dimana

kecerdasan emosi berlangsung. Faktor eksternal meliputi: stimulus

dan lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi

proses terbentuknya kecerdasan emosi.

Setidaknya ada tiga wadah dimana individu memperoleh

pendidikan, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiganya

berperan dalam pembentukan nilai, sikap dan perilaku individu

termasuk bagaimana seseorang mengembangkan kecerdasan emosinya

(Puspitosari, 2008).

d. Pengembangan Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional dapat dikembangkan baik melalui internal

(motivasi dari dalam diri) maupun eksternal, lingkungan fisik, sosial,

keaktifan, latar belakang pendidikan, latar belakang budaya dan latar

belakang keilmuan. Kecerdasan emosi dapat dipelihara dan dipelajari

sepanjang hidup. Nilai kecerdasan emosi meningkat terus sampai

puncaknya pada umur 40-49 tahun kemudian menyusut

perlahan-lahan.

2. Objective Structured Clinical Examination (OSCE)

OSCE adalah suatu metode untuk menguji kompetensi klinik secara

obyektif dan terstruktur dalam bentuk putaran station dengan waktu

tertentu. Objektif karena semua mahasiswa diuji dengan ujian yang sama.

(28)

17

menggunakan lembar penilaian tertentu. Objective Structured Clinical

Examination (OSCE) telah banyak digunakan oleh sekolah-sekolah

kedokteran di dunia untuk menilai anamnesis, kemampuan pemeriksaan

fisik dan komunikasi sejak diperkenalkan pertama kali pada tahun 1972

oleh Dr. Ronald Harden (Varkey, et al., 2008; Harden, et al., 1975).

Objective Structured Clinical Examination (OSCE) menyediakan sarana

untuk menilai kompetensi pesertanya secara terstruktur. Pesertanya antara

lain dari kalangan mahasiswa kedokteran, residen dan dokter

berpengalaman. Selama tiga dekade terakhir, OSCE sudah digunakan

untuk penilaian kompetensi klinis sebagai bagian dari pendidikan

kesehatan professional (Brannick, et al., 2011).

Situasi pengujian keterampilan klinis dibuat semirip mungkin dengan

situasi klinis yang nyata di rumah sakit, sehingga OSCE bisa menjadi

konteks alami untuk mengetahui dan menilai kemampuan pesertanya.

Mahasiswa terlibat dalam kegiatan klinis yang dirancang secara terstruktur

untuk mengukur pengetahuan dasar, keterampilan dalam pemeriksaan

fisik, dan keterampilan komunikasi yang kompleks (White, et al,. 2009).

Metode pengujian dapat berupa pemeriksaan berbasis kasus, role-play,

atau dengan menggunakan simulasi (Varkey et al., 2008). Perangkat yang

diperlukan untuk penyelanggaraan OSCE antara lain station atau pos-pos

pengujian, juri sebagai penilai, probandus yang sudah terstandarisasi,

peralatan pemeriksaan dan checklist penilaian (Su, et al., 2005). Selama

(29)

18

dijaga oleh seorang penguji dan terdapat pula probandus atau peralatan

klinis sesuai materi yang diujikan. Kemudian peserta mulai mempraktekan

keterampilan yang diujikan sesuai pos yang dimasuki dan dievaluasi oleh

penguji. Setelah semua selesai, penguji bisa memberikan instruksi tertentu

dan juga feedback kepada peserta, sehingga peserta dapat mengevaluasi

diri sendiri dan bisa mengetahui letak kesalahan (Payne, et al., 2008).

Penilaian dilakukan oleh penguji yang sudah ahli dari fakultas, dengan

menggunakan suatu skema penilaian atau checklist (Brannick, et al.,

2011).

Checklist berisi daftar materi-materi keterampilan klinis yang harus

dilakukan peserta saat ujian OSCE berlangsung. Checklist juga dapat

dipakai oleh penguji untuk menilai kemampuan dan pengetahuan peserta

pada setiap pos yang dijalanin. Daftar-daftar ini dapat dipakai peserta

dalam persiapan untuk menilai kemampuan melakukan materi

keterampilan klinis baik untuk dirinya sendiri maupun untuk menilai orang

lain dalam suatu kelompok belajar, sebelum OSCE dilaksanakan (Katrina,

2011).

Keuntungan dari OSCE dibandingkan dengan penilaian yang

menggunakan pasien nyata di rumah sakit adalah pada pasien simulasi

sudah di standarisasi sedemikian rupa sehingga pasien yang didapat oleh

masing-masing peserta ujian mempunyai masalah yang pada dasarnya

sama. Dengan itu, akan lebih mudah untuk membandingkan nilai yang

(30)

19

3. Keterkaitan antara Kecerdasan Emosional dan Nilai OSCE

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Chew, Zain dan Hassan

(2013) menemukan bahwa kecerdasan emosional merupakan prediktor

signifikan dalam meningkatkan prestasi akademik, baik dalam ujian MCQ

atau OSCE. Hal ini tampak ketika mahasiswa dapat secara akurat

memahami emosi dan memahami penyebab emosi itu sendiri. Mahasiswa

dengan kecerdasan emosional tinggi akan lebih mudah beradaptasi, lebih

memahami orang lain dan diri sendiri, lebih memahami penyebab dan

emosi orang lain (Chew, et al., 2013). Hasil ini mengindikasikan terdapat

hubungan signifikan dari kecerdasan emosional dalam meningkatkan

prestasi akademik mahasiswa kedokteran.

Goleman (2000) berpendapat bahwa Kecerdasan intelektual (IQ)

hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah

sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, salah satunya yaitu kecerdasan

emosional. Proses belajar mengajar di perguruan tinggi dalam berbagai

aspeknya sangat berkaitan dengan kecerdasan emosional mahasiswa.

Kecerdasan emosional ini mampu melatih kemampuan

mahasiswa, yaitu kemampuan untuk mengelola perasaannya, kemampuan

untuk memotivasi dirinya sendiri, kesanggupan untuk tegar dalam

menghadapi frustasi, kesanggupan mengendalikan dorongan dan menunda

kepuasan sesaat, mengatur suasana hati yang relatif, serta mampu

berempati dan bekerja sama dengan orang lain. Hal ini diperkuat dengan

(31)

20

menjadi lima yaitu kemampuan mengenal diri (kesadaran diri), mengelola

emosi, memotivasi diri, mengendalikan emosi orang lain, berhubungan

dengan orang lain (empati). Kemampuan-kemampuan ini mendukung

seorang mahasiswa dalam mencapai hasil belajar yang maksimal sehingga

dapat mencapai tujuan dan cita-citanya.

Berdasarkan pendapat yang diuraikan diatas disimpulkan bahwa

mahasiswa yang memiliki tingkat kecerdasan emosi yang baik dapat

mengekspresikan dan menggunakan keterampilan-keterampilan yang

dimilikinya secara baik pula, sehingga mampu untuk mencapai tujuan dan

(32)

21

B. Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

(33)

22

C. Hipotesis

1. Ho = Tidak terdapat hubungan kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta.

2. H1 = Terdapat terdapat hubungan kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah

(34)

23 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan disain penelitian observasional analitik

dengan pendekatan cross-sectional untuk mempelajari hubungan antara

kecerdasan emosional dengan hasil OSCE Mahasiswa Program Studi

Pendidikan Dokter UMY.

B. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitan ini adalah seluruh mahasiswa Program

Studi Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

angkatan 2012 sampai dengan 2015 yang berjumlah 799 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi yang

akan diambil (Notoatmojo, 2005). Kriteria inklusi dan eksklusi yang

diterapkan dalam penilitan ini adalah:

a. Kriteria Inklusi

1) Mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta angkatan 2012, 2013, 2014, 2015.

2) Mahasiswa aktif yang mengikuti kegiatan skills lab dalam blok

yang sedang dijalankan.

(35)

24

b. Kriteria eksklusi

1) Tidak mengisi kuesioner secara benar dan lengkap.

2) Mahasiswa yang tidak dapat mengikuti ujian OSCE, yaitu

mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan skills lab secara

keseluruhan atau inhal pretest skills lab lebih dari 50% dari seluruh

kegiatan skills lab pada blok yang sedang dijalankan.

3) Mahasiswa yang nilai OSCE-nya belum keluar di akhir blok

karena berbagai sebab.

Teknik pengambilan sampel dalam penilitian ini adalah

cross-sectional dan jumlah sampel ditentukan menggunakan rumus minimal

sampel size (Lemeshow, 1997) dengan perhitungan sebagai berikut:

Keterangan :

n : Besar sampel minimal

N : Jumlah populasi

Z : Standar deviasi normal untuk 1,96 dengan CI 95%

d : Derajat ketepatan yang digunakan oleh 90% atau 0,1

p : Proporsi target populasi adalah 0,5

q : Proporsi tanpa atribut 1-p = 0,5

n = 1,962.799.0,5.0,5

0,12.(799 - 1)+1,962.0,5.0,5

(36)

25

Untuk mempermudah perhitungan dan pengolahan data pada sampel,

maka peneliti membulatkan angka sampel menjadi 86.

C. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di lingkungan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Waktu pelaksanaan

pada bulan Agustus 2015 - Januari 2016.

D. Variabel penelitan

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Kecerdasan Emosional.

2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil OSCE.

E. Definisi operasional

1. Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional adalah kemampuan mahasiswa Pendidikan Dokter

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta angkatan 2012, 2013, 2014, 2015 untuk

memahami kesadaran dirinya, mengatur diri, memotivasi diri, kemampuan

berempati, serta terampil dalam bersosialisasi. Variabel kecerdasan emosional

diwujudkan dalam lima indikator yaitu : mengenali emosi diri, mengelola emosi,

memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, membina hubungan dengan orang

lain. Skala untuk kecerdasan emosional adalah ordinal. Cara pengukuran dengan

menggunakan Indikator Kecerdasan Emosional Goleman dengan jumlah

pertanyaan sebanyak 55 item.

Kriteria kecerdasan emosional tinggi, sedang, dan rendah responden

(37)

26

akumulasi jawaban dari pertanyaan yang dijawab maka akan dikatagorikan

sebagai berikut :

Tinggi apabila jumlah skor ≥ 76%

Sedang apabila jumlah skor 56-75%

Rendah apabila jumlah skor ≤ 55%

Kategorisasi rentang nilai tersebut sesui perhitungan berdasarkan

rumus dari Arikunto (2006), sebagai berikut:

Keterangan :

p : prosentase

X : Jumlah jawaban

n : jumlah responden

Berdasarkan persentase diatas jumlah pertanyaan pada kuisoner

kecerdasan emosional adalah 55 pertanyaan dengan jumlah tertinggi untuk

semua jawaban adalah 220, maka untuk menilai kecerdasan emosional

mahasiswa dibuat rentang nilai :

Tinggi apabila jumlah skor 167-220

Sedang apabila jumlah skor 123-166

Rendah apabila jumlah skor ≤ 122

2. Objective Structured Clinical Examination (OSCE)

OSCE adalah evaluasi/ujian keterampilan klinis yang dilakukan

setiap akhir blok, selama ujian setiap peserta memasuki pos-pos/station

(38)

27

probandus atau peralatan klinis sesuai materi yang diujikan. Kemudian

peserta mulai mempraktekan keterampilan yang diujikan sesuai pos yang

dimasuki, penguji mengevaluasi dan menilai berdasarkan check list yang

sudah disusun sesuai dengan materi yang diujikan. Sesuai dengan standar

nilai yang ditetapkan FKIK UMY nilai OSCE dikatagorikan tinggi jika

hasilnya ≥ 75, sedang jika hasilnya 60-74, rendah jika hasilnya < 60

(inhal). Skala untuk hasil nilai OSCE adalah numerik.

F. Alat dan Bahan Penelitian

Instrumen dalam mengukur variabel kecerdasan emosional

menggunakan Kuesioner kecerdasan emosional Goleman (2002). Instrumen

pada penelitian ini telah dilakukan Uji Validitas dan Realibilitas sebelum

dilakukan penelitian. Instrumen tersebut berupa kuesioner tertutup yang

alternatif jawabannya sudah dibatasi dan langsung diberikan kepada subjek

yang akan diteliti. Setiap butir pertanyaan mengandung item jawaban yang

mengarah pada jawaban favorable atau kearah unfavorable. Penilaian

kuesioner menggunakan skala likert yang mempunyai empat alternatif

jawaban, yang pada setiap jawaban mempunyai skor yang berbeda pada

pertanyaan yang mengarah pada pertanyaan favorable atau unfavorable.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel 2 dibawah ini :

Tabel 2. Skor favorable dan unfavorable menurut alternatif jawaban No Skala alternatif jawaban Skor Favorable Skor unfavorable

1 Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4

2 Tidak Sesuai (TS) 2 3

3 Sesuai (S) 3 2

(39)

28

Alat yang digunakan untuk meneliti kecerdasan emosional adalah berupa

kuesioner yang terdiri dari 55 butir pertanyaan yang terdiri dari :

Tabel 3. Sebaran Item Kuesioner Kecerdasan Emosional

No Aspek Kecerdasan Emosional Pernyataan Jumlah

Favorable Unfavorable

1. Kemampuan untuk mengenali emosi diri

21, 44, 49, 51, 55

6, 15, 35,

36, 39, 45 11

2. Kemampuan untuk mengelola emosi diri

2, 20, 25, 47, 48, 53

3, 7, 9, 17,

34, 41 12

3. Kemampuan untuk memotivasi diri sendiri

10, 11, 16, 22, 50

4, 5, 28, 30,

33, 40 11

4. Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain

8, 13, 18,

19, 46, 52 1, 29, 32, 37 10

5. Kemampuan untuk membina hubungan

1. Meminta perizinan ke Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

2. Meminta data Mahasiswa angkatan 2013 yang dapat mengikuti OSCE dan

yang termasuk kriteria inklusi sampel.

3. Melakukan penandatanganan persetujuan

4. Mengisi kuesioner yang disiapkan

5. Meminta data hasil nilai OSCE

6. Pengolahan Data

H. Analisis data

Analisis data dilakukan untuk menjawab hipotesis penelitian. Analisis

korelasi merupakan salah satu teknik statistic yang digunakan untuk

menganalisis hubungan antara dua variabel atau lebih. Pada penelitian ini data

(40)

29

(variabel 2), maka data diolah dengan menggunakan program komputer

menggunakan aplikasi SPSS versi 15 dengan uji statistik korelasi pearson jika

persebaran data normal dan korelasi spearman jika persebaran data tidak

(41)

30 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Karakteristik Mahasiswa Kedokteran UMY Berdasarkan Nilai Kecerdasan

Emosional

Tabel 4. Distribusi frekuensi karakteristik mahasiswa kedokteran UMY berdasarkan nilai kecerdasan emosional

Nilai Kecerdasan Emosional Tahun Angkatan

2012 2013 2014 2015

Tinggi 15 3 11 5

Sedang 7 19 11 17

Rendah 0 0 0 0

Sumber: Data Primer

Berdasarkan Tabel 4.1, pada tahun angkatan 2012 mayoritas

responden memiliki nilai kecerdasan emosional tinggi yaitu sebanyak 15

orang (68,2%), pada tahun angkatan 2013 dan 2015 mayoritas responden

memiliki nilai kecerdasan emosional sedang yaitu 19 orang (86,4%) pada

angkatan 2013 dan 17 orang (77,3%) pada angkatan 2015, sedangkan pada

tahun angkatan 2014 memiliki kecerdasan emosional tinggi sebanyak 11

orang (50%) dan kecerdasan emosional 11orang (50%).

2. Karakteristik Mahasiswa Kedokteran UMY Berdasarkan Nilai OSCE

Tabel 5. Distribusi frekuensi karakteristik mahasiswa kedokteran UMY berdasarkan nilai OSCE

Nilai OSCE Tahun Angkatan

2012 2013 2014 2015

Tinggi 17 10 13 19

Sedang 4 11 8 3

Rendah 1 1 1 0

(42)

31

Berdasarkan tabel 5, pada tahun angkatan 2012 mayoritas responden

memiliki nilai OSCE tinggi yaitu sebanyak 17 orang (77,3%), sedang 4

orang (18,2%) dan rendah 1 orang (4,5%). Pada tahun angkatan 2013, nilai

kecerdasan emosional tinggi sebanyak 10 orang (45,5%), sedang 11 orang

(50%) dan rendah 1 orang (4,5%). Pada tahun angkatan 2014, mayoritas

responden memiliki nilai OSCE tinggi yaitu sebanyak 13 orang (59,1%),

sedang 8 orang (36,4%) dan rendah 1 orang (4,5%). Pada tahun angkatan

2015, mayoritas responden memiliki nilai OSCE tinggi yaitu sebanyak 19

orang (86,4%), sedang 3 orang (13,6%) dan tidak ada yang memiliki nilai

OSCE yang rendah.

3. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE

Tabel 6. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE Sig. Kekuatan Korelasi (r)

1. Hubungan Kecerdasan

Emosional dengan nilai OSCE 0,000 0,430

Pada tabel hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE

(tabel 4.3) didapatkan hasil dengan angka probabilitas 0,000 yang berarti p

< 0,05 dan nilai r = 0,430 yang berarti terdapat hubungan positif yang

(43)

32

4. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut jenis

kelamin

Tabel 7. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut jenis kelamin

Sig. Kekuatan Korelasi (r)

1.

Hubungan Kecerdasan

Emosional dengan nilai OSCE pada perempuan

0,001 0,473

2.

Hubungan Kecerdasan

Emosional dengan nilai OSCE pada laki-laki

0,010 0,383

(keterangan: nilai r sangat lemah: 0,00-0,199; lemah: 0,20-0,399; sedang: 0,40-0,599; kuat: 0,60-0,799; sangat kuat: 0,80-1,00)

Pada tabel hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE

menurut jenis kelamin (tabel 7), pada perempuan didapatkan angka

probabilitas 0,001 yang berarti nilai p < 0,05 dan nilai r = 0,473 yang

berarti terdapat hubungan positif yang sedang antara kecerdasan emosional

dengan nilai OSCE pada perempuan. Sedangkan hubungan kecerdasan

emosional dengan nilai OSCE pada laki-laki didapatkan angka probabilitas

0,010 yang berarti nilai p < 0,05 dan nilai r = 0,383 yang berarti terdapat

hubungan positif yang lemah antara kecerdasan emosional dengan nilai

(44)

33

5. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut tahun

angkatan

Tabel 8. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut tahun angkatan

Sig. Kekuatan Korelasi (r)

1.

Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut Tahun Angkatan 2012

0,011 0,532

2.

Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut Tahun Angkatan 2013

0,000 0,864

3.

Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut Tahun Angkatan 2014

0,000 0,693

4.

Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut Tahun Angkatan 2015

0,120 0,341

(keterangan: nilai r sangat lemah: 0,00-0,199; lemah: 0,20-0,399; sedang: 0,40-0,599; kuat: 0,60-0,799; sangat kuat: 0,80-1,00)

Pada tabel Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE

menurut Tahun Angkatan (tabel 4.5) didapatkan data hubungan kecerdasan

emosional dengan nilai OSCE pada tahun angkatan 2012 dengan angka

probabilitas 0,011 yang berarti nilai p < 0,05 dan nilai r = 0,532 yang

berarti terdapat hubungan positif yang sedang antara kecerdasan emosional

dengan nilai OSCE pada tahun angkatan 2012. Pada tahun angkatan 2013

didapatkan angka probabilitas 0,000 yang berarti nilai p < 0,05 dan nilai r

= 0,864 yang berarti terdapat hubungan positif yang kuat antara

kecerdasan emosional dengan nilai OSCE pada tahun angkatan 2013.

Untuk tahun angkatan 2014 didapatkan angka probabilitas 0,000 yang

berarti nilai p < 0,05 dan nilai r = 0,693 yang berarti terdapat hubungan

(45)

34

tahun angkatan 2014. Sedangkan untuk tahun angkatan 2015 didapatkan

angka probabilitas 0,120 yang berarti nilai p > 0,05 dan nilai r = 0,341

yang berarti terdapat hubungan positif yang lemah dan tidak signifikan

antara kecerdasan emosional dengan nilai OSCE pada tahun angkatan

2015.

B. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecerdasan

emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta. Berdasarkan analisis korelasi (tabel 4.3) dapat

diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan dengan kekuatan korelasi

positif sedang. Hubungan yang signifikan pada penilitian ini menunjukan

bahwa kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi hasil nilai OSCE.

Hasil penilitan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Chew,dkk (2013) tentang hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi

akademik pada mahasiswa kedokteran menunjukan hubungan yang signifikan,

untuk prestasi akademik dalam penilitian ini menggunakan nilai MCQ dan

OSCE. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa mahasiswa kedokteran dengan

kecerdasan emosional yang tinggi, maka nilai MCQ dan OSCE juga tinggi.

Kecerdasan emosional dalam mempengaruhi prestasi akademik tampak

terutama ketika mahasiswa mampu secara akurat memahami emosi dan

penyebab emosi itu sendiri. Mahasiswa dengan kecerdasan emosional yang

(46)

35

mampu memahami orang lain dan dirinya sendiri dengan baik. Penelitian ini

juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tiwari (2013) yang

menyatakan bahwa kecerdasan emosional memiliki kontribusi tertinggi dalam

prestasi akademik dan memliki hubungan yang signifikan disusul dengan

kecerdasan spiritual.

Pada penilitian ini juga menunjukan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa

Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menurut jenis

kelamin. Berdasarkan analisis korelasi (tabel 4.4) dapat diketahui bahwa

perempuan memiliki kekuatan korelasi yang lebih besar dibanding laki-laki.

Meskipun menurut Goleman (2005) untuk kapasitas kecedasan emosional

laki-laki dan perempuan memiliki karakteristik sendiri, mereka memiliki

kekurangan dan kelebihan masing-masing. Akan tetapi hasil penilitian ini

sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fataneh (2011)

tentang hubungan kecerdasan emosional dengan jenis kelamin. Dalam

penilitian ini disebutkan bahwa perempuan memiliki kecerdasan emosional

lebih tinggi dibanding laki-laki dengan nilai p<0,05. Perbedaan kecerdasan

emosional pada laki-laki dan perempuan bisa dilihat sejak bayi karena adanya

perbedaan ajaran yang diberikan kepada laki-laki dan perempuan, perempuan

sebagian besar diharapkan menjadi pribadi yang lebih ekspresif dalam

mengungkapkan perasaannya, sedangkan pada laki-laki mereka sering

diharapkan menjadi pribadi yang kuat sehingga kurang bisa mengekspresikan

(47)

36

dilakukan oleh Mayer, Caruso dan Salovey pada tahun 1999 juga

menunjukkan bahwa perempuan memiliki kecerdasan emosional yang lebih

tinggi dibandingkan laki-laki.

Berdasarkan Tabel 4.5, dapat diketahui terdapat hubungan yang

signifikan antara kecerdasan emosional dengan nilai OSCE menurut tahun

angkatan. Hal ini menunjukan bahwa mahasiswa tingkat akhir (tahun angkatan

2012) memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi dibanding mahasiswa

tahun pertama (tahun angkatan 2015). Hasil penelitian ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Chew,dkk (2013) yang menyatakan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan

prestasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir dibandingkan mahasiswa

tahun pertama, terutama dalam hal memahami emosi, hal ini disebabkan

mahasiswa tingkat akhir lebih sering atau terbiasa menghadapi ujian klinis dan

memiliki pemahaman klinis lebih banyak dibanding mahasiswa tahun

pertama. Pada tahun angkatan 2015 tidak didapatkan hubungan yang

signifikan antara kecerdasan emosional dengan nilai OSCE menurut tahun

angkatan, hal ini bisa disebabkan karena, mahasiswa tahun pertama umumnya

berusia antara 17 sampai 20 tahun, rentang usia tersebut menurut Sarwono

(2001) masih termasuk kategori remaja dimana masa yang penuh masalah dan

membutuhkan banyak penyesuaian diri yang disebabkan karena terjadinya

perubahan harapan sosial, peran, dan perilaku. Selain itu menurut Hurlock

(1999) bahwa mahasiswa termasuk ke dalam akhir masa remaja dimana tugas

(48)

37

emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainya. Mahasiswa baru

merupakan masa peralihan antara masa remaja akhir menuju masa dewasa

awal, yang mana pada masa ini emosionalnya tergolong masih labil.

Kelemahan dalam penelitian ini yaitu untuk hasil nilai OSCE, tingkat

kesulitan ujian OSCE pada blok yang dihadapi masing-masing angkatan tidak

dikontrol, tingkat kesulitan ujian OSCE pada masing-masing angkatan

mungkin berbeda karena tidak diambil dari blok yang sama tetapi blok yang

(49)

38 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Terdapat hubungan yang signifikan antara Kecerdasan Emosional dengan

nilai OSCE dengan angka probabilitas 0,000 dan nilai r = 0,430

2. Terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional menurut

jenis kelamin terhadap hasil OSCE mahasiswa Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional menurut

tahun angkatan terhadap hasil OSCE mahasiswa Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

B. Saran

1. Saran bagi mahasiswa untuk dapat meningkatkan kecerdasan emosional

dengan cara lebih mengenali emosi diri sendiri dan orang lain, mampu

mengelola emosi diri sendiri dan orang lain, serta mampu memotivasi diri

sendiri dan orang lain.

2. Saran bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta dapat memberikan pelatihan pengembangan

kecerdasan emosional agar peserta didik dapat lebih memahami.

3. Peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat meniliti lebih lanjut terkait

kecerdasan emosional dengan hasil OSCE menurut tahun angkatan dengan

(50)

39

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Bar-On, R. (2010). Emotional Intelligence: An integral part of positive psychological. S Afr J Psychol, 47-57.

Brackett, M. A., Rivers, S. E., & Salovey, P. (2011). Emotional Intelligence: Implications for Personal, Social, Academic, and Workplace Success. 88-103.

Brannick, M. T., Erol-Korkmaz, H. T., & Prewett, M. (2011). A systematic review of the reability of objective structured clinical examination scores. In Medical Education (pp. 45: 1181 - 1189).

Chew, B. H., Zain, A. M., & Hassan, F. (2013). Emotional Intelligence and academic performance in first and final year medical students.

Claramita, M. (2008). The Skills Laboratory. Yogyakarta: Faculty of Medicine Universitas Gajah Mada.

Cooper, R. K., & Sawaf, A. (2002). Executive EQ: Kecerdasan Emosi dalam Kepemimpinan dan Organisasi. (A. T. Widodo, Trans.) Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Dahlan, MS. (2014). Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Sagung Seto.

Goleman, D. (2007). Kecerdasan Emosional. (T. Hermaya, Trans.) Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Harden, R. M., & Gleeson, F. A. (1979). Assessment of Clinical Competence Using an Observed Structured Clinical Examination. Medical Education, 41-47.

Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Ruang Kehidupan. Edisi 5. Jakarta: Erlangga

Katrina, F. H. (2011). OSCE and Clinical Skills Handbook. London: Elsevier Saunders.

Konsil Kedokteran Indonesia. (2012). Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.

(51)

40

Miri, M. R., Kermani, T., Khoshbakht, H., & Mitra, M. (2013). The Relationship between emotional intelligence and academic stress in student of medical sciences.

Payne, N. J. (2008). Sharpening the Eye of the OSCE with Critical Action Analysis. Academic Medicine, 900-905.

Romanelli, F., Cain, J., & Smith, K. M. (2006). Emotional intelligence as a predictor of academic and/or professional success. 70 (3) : 69.

Sarafino, E. P. (1994). Health Psychology: Biopdychosocial Interaction. Canada: John Wiley and Sons, Inc.

Schuwirth, L., & Van Der Vleuten, C. (2004). Changing Education, Changing Assessment, Changing Research? Medical Education, 805-812.

Su, B. H., Shen, B. C., & Chen, W. (2005). Objective Structured Clinical Examination (OSCE): A Comparison of Interpersonal Skills Scores with Written OSCE Scores. Mid Taiwan J Med, 32-37.

Sudaryanto. (2008). Kajian Kritis tentang Permasalahan Sekitar Pembelajaran kemampuan Berpikir Kritis. Jakarta.

Tiwari, G. N., & Dhatt, H. K. (2014). Contribution Value of Spiritual Intelligence, Emotional Intelligence and Self-Efficacy in Academic Achievement of B.Ed. Student Teachers. 51-65.

Turner, J. L., & Dankoski, M. (2008). Objective Structured Clinical Exam: A critical review. 40(8):574.

Varkey, P., Natt, N., Lesnick, T., Downing, S., & Yudkowsky, R. (2008). Validity Evidence for an OSCE to Assess Competency in Systems-Based Practice and Practice-Based Learning and Improvement: A Preliminary Investigation. Academic Medicine, 775-780.

(52)
(53)

SURAT PERSETUJUAN

Nama :

NIM :

No. Telepon :

Bersedia untuk mengisi angket yang diberikan peneliti. Saya mengerti bahwa saya

menjadi bagian dari penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui hubungan

Kecerdasan Spiritual dan Kecerdasan Emosional dengan hasil OSCE mahasiswa

program studi pendidikan dokter FKIK UMY

Yogyakarta ,

Responden

(54)

ANGKET PENELITIAN

Petunjuk Pengisian Angket :

1. Isilah identitas saudara/i pada kolom yang telah disediakan 2. Cara Mengisi angket sebagai berikut :

a. Kepada Mahasiswa/i Program Studi Pendidikan Dokter UMY

b. Angket ini hanya dipergunakan untuk keperluan ilmiah, untuk itu setiap

jawaban yang diberikan tidak mempengaruhi nilai atau prestasi anda dan

semua informasi yang diberikan akan dijaga oleh peneliti.

c. Kerjakan setiap nomor dan mohon jangan sampai ada yang terlewati.

d. Pilihlah salah satu dari alternatif jawaban :

- Sangat Sesuai (SS) jika anda merasa sangat setuju dan sependapat atas

pernyataan tersebut.

- Sesuai (S) jika anda hanya merasa setuju atas pernyataan tersebut

- Tidak Sesuai (TS) jika anda merasa tidak sependapat atas pernyataan

tersebut

- Sangat Tidak Sesuai (STS) jika anda merasa sangat tidak sependapat

dan menganggap pernyataan itu salah

e. Jawaban yang diberikan cukup dengan memberikan tanda ceklis ( ) pada

alternatif jawaban yang tersedia, sesuai dengan keadaan saudara/i rasakan

selama ini. Seandainya saudara/i ingin meralat jawaban yang telah diisi,

maka cukup dengan memberi tanda () pada jawaban yang dianggap salah

dengan membuat yang baru.

f. Setelah angket selesai dijawab, mohon kesediaan saudara/i untuk dapat

(55)

ANGKET KECERDASAN EMOSIONAL

No. Pernyataan SS S TS STS

1. Saya tidak tergerak untuk menghibur teman yang sedang kecewa.

2. Saya mudah melepaskan diri dari kecemasan-kecemasan yang menghantui perasaan saya. 3. Kemarahan yang saya alami berlangsung

dalam waktu yang lama..

4. Saya segan bertanya kepada teman ketika tidak mengetahui sesuatu karena takut dianggap bodoh.

5. Kekurang pahaman tentang pengetahuan mata pelajaran yang diajarkan membuat saya rendah diri.

6. Saya sulit melakukan berbagai aktivitas dengan baik ketika sedih.

7. Berbagai perasaan negatif terus-menerus muncul dalam diri saya ketika saya ter-singgung.

8. Saya dapat mengetahui bahwa seseorang sedang sedih dengan mendengarkan nada bicaranya.

9. Saya sulit untuk mengendalikan diri ketika marah.

10. Saya mendahulukan mengerjakan peker-jaan yang menjadi tugas saya daripada bermain dengan teman-teman.

11. Saya meyakini bahwa saya sanggup me-nyelesaikan berbagai tugas yang ada pada pekerjaan saya.

12. Saya sulit bekerjasama dengan teman-teman satu kelas

13. Saya mampu mendengarkan keluh kesah teman.

14. Saya mampu memberikan dukungan kepa-da teman yang sedang mengalami mu-sibah. 15. Saya tidak mempedulikan perasaan-pera-saan

yang sedang saya alami.

16. Saya mampu belajar mata kuliah yang saya mampu secara rutin.

(56)

No. Pernyataan SS S TS STS

18. Saya mampu merasakan kesedihan teman yang mendapatkan penilaian pelaksanaan pekerjaan jelek. penilaian pelaksanaan pekerjaan saya bagus. 22. Saya mampu berusaha lebih giat lagi untuk

mendapat penilaian pelaksanaan pekerjaan yang lebih baik.

23. Saya merasa sulit berkomunikasi dengan teman-teman satu kelompok diskusi

24. Saya merasa sulit memperbaiki hubungan dengan teman yang pernah bertengkar dengan saya.

25. Saya mampu mengungkap ketidaksukaan saya kepada orang yang membuat saya jengkel tanpa kehilangan kendali.

26. Kesopanan membuat saya mampu bergaul secara akrab di dalam masyarakat.

27. Saya mampu mendamaikan konflik yang terjadi diantara teman-teman.

28. Saya malas mencari alternatif cara penye-lesaian lain ketika cara penyepenye-lesaian yang saya lakukan ternyata salah.

29. Saya tidak tergerak untuk mengemukakan berbagai cara penyelesaian masalah kepa-da teman yang sedang menghadapi masa-lah. 30. Saya menjadi malas belajar lebih menda-lam

mata kuliah yang saya ampu ketika mengetahui penilaian pelaksanaan peker-jaan saya jelek. 31. Saya mampu menjaga kekompakan dengan

teman sekampus

32. Saya tidak merasa bersalah ketika menjelek-jelekkan orang lain, karena memang dia pantas mendapatkannya.

(57)

No. Pernyataan SS S TS STS

34. Saya terus-menerus memikirkan berbagai hal yang menyebabkan saya kecewa.

35. Saya letih dengan naik turunnya perasaan yang saya alami.

36. Saya tidak tahu mengapa saya merasa begitu malas untuk mempersiapkan mata pelajaran yang saya ampu.

37. Saya tidak mau ambil pusing apakah kata-kata saya menyinggung hati orang lain atau tidak. 38. Saya merasa sulit mengkoordinasikan

teman-teman dalam satu kelompok.

39. Saya tidak mengetahui penyebab perasaan sedih yang saya alami.

40. Saya kurang bergairah untuk mengerjakan tugas-tugas yang ada pada bidang peker-jaan saya.

41. Saya terus-menerus memikirkan kegagalan yang saya alami, sehingga saya merasa tertekan.

42. Saya mampu mencegah timbulnya konflik diantara teman-teman.

43. Saya segan mengawali pembicaraan dengan orang lain yang belum saya kenal.

44. Saya mengetahui penyebab perasaan tidak bahagia yang saya alami dalam hidup ini. 45. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan

ketika marah.

46. Saya mampu menghargai pendapat orang lain yang lebih muda usianya dari saya.

47. Mudah bagi saya untuk segera bangkit dari kemalasan yang saya alami.

48. Mudah bagi saya untuk berprasangka baik terhadap orang lain yang telah menying-gung hati saya.

49. Saya mengetahui penyebab kerisauan yang saya alami.

50. Saya mampu memperbaiki kegagalan se-hingga menjadi suatu keberhasilan.

(58)

No. Pernyataan SS S TS STS

52. Saya dapat mengetahui bahwa seseorang sedang marah dengan melihat ekspresi wajahnya.

53. Saya mudah memaafkan orang yang telah menyinggung hati saya.

54. Saya mudah menyesuaikan diri dalam lingkungan yang berbeda-beda.

(59)

HASIL PENGOLAHAN DATA A. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE

Correlations

Nilai OSCE Pearson

Correlation ,430(**) 1

Sig. (2-tailed) ,000

N 88 88

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

B. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut jenis kelamin

NilaiPerempuan Pearson Correlation 1 ,473(**)

Sig. (2-tailed) ,001

N 44 44

KEPerempuan Pearson Correlation ,473(**) 1

Sig. (2-tailed) ,001

N 44 44

(60)

Correlations

NilaiLakilaki KELakilaki

NilaiLakilaki Pearson Correlation 1 ,383(*)

Sig. (2-tailed) ,010

N 44 44

KELakilaki Pearson Correlation ,383(*) 1

Sig. (2-tailed) ,010

N 44 44

* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

C. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut tahun angkatan

Correlation is signif icant at the 0.05 lev el (2-tailed). *.

(61)

Correlati ons

Gambar

Tabel 1. Keaslian Penelitian
Gambar 1. Kerangka Konsep
Tabel 2. Skor favorable dan unfavorable menurut alternatif jawaban
Tabel 3. Sebaran Item Kuesioner Kecerdasan Emosional
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian macam biochar dan dosis pupuk N memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter pertumbuhan antara lain tinggi tanaman, luas daun dan jumlah bintil akar,

secara perorangan maupun secara badan hukum (korporasi) bagi koperasi simpan pinjam dapat dilakukan. Dengan melihat bentuk-bentuk kerugian Negara yang dilakukan

Modul Guru Pembelajar Paket Keahlian Dental Asisten Sekolah Menengah Kejuruan(SMK) 145 1 Memilih dan menentukan Jenis Metode serta Instrumen Penilaian Penggunaan berbagai teknik

Namun demikian, perlu diingat bahwa tanpa stardec, dari batas waktu pengomposan selama 8 minggu pada penelitian ini, umumnya kompos memerlukan waktu dekomposisi yang lebih

mendapatkan benih padi sawah yang berasal dari penangkaran swadaya di daerah.. Hal tersebut dikarenakan sulitnya mendapatkan benih

yang diperoleh lebih besar dari total biaya, atau diperoleh keuntungan maka usaha. penangkaran benih padi dikatakan layak

Manfaat penelitian ini yaitu: (1) Manfaat Bagi Siswa meliputi: (a) Dapat meningkatkan dan memotivasi semangat belajar siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia dikelas II

Bahan ajar yang digunakan dalam penyelenggaraan PJJ perlu dirancang dengan menggunakan desain sistem pembelajaran ( instructional system design ) agar dapat membantu siswa