• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.2. Saran

Beberapa hal yang dapat disarankan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan antara lain

1. Bagi Masyarakat

Flat foot merupakan kejadian dimana arkus longitudinal mediale yang

seharusnya terbentuk di bagian dalam telapak kaki tidak terbentuk. Kejadian ini dapat dikarenakan kelemahan dari ligament atau akibat penumpukan lemak. Salah satu faktor resiko terjadinya flat foot adalah obesitas yang berkepanjangan. Oleh karena itu, sebaiknya masyarakat dapat mengontrol berat badan sehingga tidak terjadi obesitas maupun

2. Bagi Sekolah

Flat foot merupakan hal yang lazim terjadi pada anak yang mengalami

kegemukan atau obesitas. Oleh karena itu, sekolah sebaiknya memberi keringanan dan keleluasaan bagi peneliti dalam melakukan penelitian, agar data yang didapat lebih valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Pengambilan data dari responden menggunakan cara perhitungan IMT (Indeks Masa Tubuh) menggunakan tinggi badan dan berat badan, melakukan cetakan kaki dengan tinta dan persetujuan dari orang tua, dan identitas responden dalam penelitian dirahasiakan, sehingga tidak perlu ada kekhawatiran mengenai identitas responden dalam publikasi penelitian. Berkaitan dengan kejadian flat foot, sekolah sebaiknya lebih memperhatikan faktor risiko flat foot yang dapat terjadi pada anak SD, sehingga resiko cedera kibat flat foot dapat di minimalkan.

3. Bagi Petugas Kesehatan

Petugas kesehatan sebaiknya memberikan edukasi dan konseling mengenai kejadian flat foot pada masyarakat terutama kepada para ibu agar mereka lebih paham tentang flat foot, serta dapat melakukan pencegahan berupa menjaga berat badan agar tidak terjadi flat foot.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penentuan status gizi

Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB). Grafik pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan ialah grafik WHO 2006 untuk anak kurang dari 5 tahun dan grafik CDC 2000 untuk anak lebih dari 5 tahun. Grafik WHO 2006 digunakan untuk usia 0-5 tahun karena mempunyai keunggulan metodologi dibandingkan CDC 2000. Subyek penelitian pada WHO 2006 berasal dari 5 benua dan mempunyai lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhan optimal. Untuk usia di atas 5 tahun hingga 18 tahun digunakan grafik CDC 2000 dengan pertimbangan grafik WHO 2007 tidak memiliki grafik BB/TB dan data dari WHO 2007 merupakan smoothing NCHS 1981 (Moersintowarti B. Narendra, 2010)

2.1.1 Kurva WHO

Pada kurva WHO, digunakan penyimpangan 2 SD (standar deviasi) untuk mendefinisikan penyimpangan dalam pertumbuhan. Angka 0 menunjukkan tinggi badan atau berat badan rerata dari anak-anak untuk usianya.

Pertumbuhan merupaan keadaan yang dinamis, sehingga untuk mendefinisikan gangguan pertumbuhan diperlukan lebih dari satu kali pengamatan. Penting juga untuk melihat proporsi tinggi badan dengan berat badan seorang anak. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakakn kurva pertumbuhan yang dikeluarkan oleh WHO atau CDC sesuai dengan usia anak.

Cara untuk melakukan plotting dari kurva WHO adalah sebagai berikut. 1. Ukur tinggi badan dengan cara yang sesuai usia anak.

2. Lakukan plotting usia (dalam minggu, bulan atau tahun) yang telah lengkap pada garis vertical.

3. Lakukan plotting tinggi atau panjang badan setepat mungkin pada garis horizontal.

4. Apabila sudah didapatkan dua titik dari dua atau lebih kunjungan, maka dua titik yang saling berdekatan harus dihubungkan untuk mempermudah membaca tren pertumbuhan anak.

Plotting kurva berat badan-usia.

1. Timbang berat badan anak dengan cara yang sesuai usia.

2. Lakukan plotting usia (dalam minggu, bulan, atau tahun) yang telah lengkap pada garis vertikal.

3. Lakukan plotting berat badan pada garis horizontal atau pada ruang antar garis untuk menunjukkan pengukuran berat badan hingga ketelitian 0,1 kg. 4. Apabila sudah didapatkan dua titik dari dua atau lebih kunjungan, maka dua titik yang saling berdekatan harus dihubungkan untuk mempermudah membaca tren pertumbuhan anak.

Plotting kurva berat badan-panjang/tinggi badan.

1. Lakukan plotting panjang atau tinggi badan pada garis vertikal.

2. Plot berat badan seteliti mungkin dengan ketelitian hingga 0,1 kg dengan memanfaatkan garis horizontal yang ada atau garis antar ruang.

3. Saat dua titik dari dua kunjungan yang berbeda, maka dihubungkan keduanya untuk memperhatikan tren pertumbuhan anak.

Plotting indeks massa tubuh-usia.

1. Lakukan pengukuran IMT dengan menggunakan rumus [BB dalam kg/ (TB dalam m)2].

2. Lakukan plotting usia (dalam minggu, bulan atau tahun) yang telah lengkap pada garis vertikal.

3. Plot IMT pada garis horizontal atau pada ruang antar garis. Pembulatan IMT dilakukan hingga satu decimal di belakang koma.

4. Apabila dilakukan dua pengukuran pada dua kunjungan yang berbeda maka hubungkan dua titik dengan garis lurus untuk memperhatikan tren pertumbuhan.

Setelah dilakukan plotting, dapat dilakukan interpretasi data untuk kurva WHO dijelaskan dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1 Interpretasi Kurva WHO

Z-Score Indikator Pertumbuhan Panjang/tinggi-usia Berat badan-usia Berat badan-panjang badan BMI-usia

Di atas 3 (lihat catatan 1) Obesitas

Di atas 2 Overweight

Di atas 1 Possible risk of overweight (lihat

catatan 3) 0(median ) Dibawah 1 Dibawah 2 Stunted (lihat catatan 4) Underweight Wasted Dibawah 3 Severely stunted (lihat catatan 4) Severely underweight (lihat catatan 5) Severely wasted

Tabel diadaptasi dari World Health Organization Training Course on Child Growth Assessment; c interpreting growth indicator 2008. World Health Organization. Tersedia di http://www.who.int/childgrowth/training

= merupakan nilai normal

Catatan :

1. Fisik yang tinggi jarang menimbulkan masalah. Masalah yang timbul apabila seseorang terlalu tinggi dan keadaan klinis menunjukkan adanya gangguan sistem endokrin, seperti tumor penghasil hormon pertumbuhan. Sebaiknya anak dirujuk apabila terdapat kecurigaan kelainan endokrin

(contoh: anak dari kedua orang tua yang pendek dan berukuran tubuh tinggi).

2. Anak yang berat untuk usianya jatuh pada rentang ini mungkin memiliki gangguan pertumbuhan namun sebaiknya gangguan ini lebih dalam dikaji dengan bantuan kurva berat badan-panjang badan atau IMT-usia.

3. Titik yang diplot diatas 1 menunjukkan resiko. Tren kearah garis skor Z 2 merupakan resiko.

4. Mungkin saja anak yang stunted jadi overweight.

5. Ini disebut sebagai very low weight dalam modul pelatihan IMCI (Intergrated Management of Childhood Illness. In-service training WHO,

Geneva,1997).

(Indra Maharddhika, Rini Sekartini, 2014).

2.1.2 Kurva CDC

Kurva CDC digunakan dengan cara yang hampir sama.

Plotting dilakukan dengan cara sebagai berikut.

1. Tentukan usia anak pada aksis horizontal. Saat melakukan plotting berat badan-panjang badan, temukan panjang badan pada aksis horizontal. Tarik garis membentuk garis vertikal lurus dari titik tersebut.

2. Gunakan tabel yang sesuai dengan parameter yang sedang diukur (berat badan, panjang/tinggi badan, IMT) dan temukan ukuran yang sesuai yang didapatkan dari pengukuran anak pada garis vertikal. Tarik garis horizontal lurus hingga berpotongan dengan garis vertikal yang sebelumnya telah dibuat.

3. Tandai titik dimana dua garis berpotongan (Indra Maharddhika, Rini Sekartini, 2014).

Tabel 2.2 Interpretasi Kurva CDC

Indeks Antropometrik Persentil Status Nutrisi

IMT-Usia >97 Overweight >85 - <97 Risk of overweight <5 Underweight Berat badan-panjang/tinggi badan >95 Overweight <5 Underweight

Tinggi/panjang badan-usia <5 Short stature

(Indra Maharddhika, Rini Sekartini, 2014).

2.2 Obesitas

2.2.1 Defenisi Obesitas

Obesitas adalah akumulasi jaringan lemak di bawah kulit yang berlebihan

dan terdapat di seluruh tubuh. Sering dihubungkan dengan overweight (kelebihan berat badan), walaupun tidak terlalu identik, oleh karena obesitas memiliki ciri-ciri tersendiri (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007).

Obesitas adalah kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan

adipose secara berlebihan, sedangkan overweight adalah kelebihan berat badan dibandingkan dengan berat badan ideal, yang mungkin dapat disebabkan oleh peningkatan massa otot seperti pada atlet binaraga (Dimas Priantono, Titis Prawitasari, 2014).

Obesitas adalah keadaan dimana terdapat jaringan lemak berlebihan.

Walaupun sering diartikan sebagai peningkatan massa tubuh, tetapi individu dengan massa otot yang besar dapat dinyatakan dengan overweight tanpa peningkatan kadar lemak. Berat badan digolongkan secara kontinu oleh beberapa populasi, jadi perbedaan klinis yang bermakna antar obesitas dan overweight menjadi kacau. Obesitas paling baik didefinisikan sebagai derajat berapapun kelebihan lemak yang memberi resiko kesehatan (Jeffrey S. Flier, Eleftheria Maratos-Flier, 2008).

2.2.2 Etiologi Obesitas

Obesitas biasanya disebabkan oleh kelebihan masukan makanan bukannya dari kelebihan makanan (overeating) yang masif. Simpanan lemak tubuh bertambah ketika masukan energi melebihi pengeluaran, dan keadaan ini biasanya terjadi bila ada keseimbangan energi yang sedikit positif selama masa yang lama. Anak gemuk tidak makan secara berbeda atau lebih banyak makan junk food atau tepung daripada sebayanya. Pengeluaran energi total selama latihan fisi anak gemuk terkontrol bertambah, tetapi bila dikoreksi menurut kenaikan massa tubuh adalah ekuivalen dengan energy total anak tidak gemuk (nonobese). Angka metabolic istirahat juga sama bila disesuaikan dengan massa tubuh yang aktif secara metabolik (Waldo E. Nelson, 2012).

Masukan energi yang berlebihan terdapat pada keadaan sebagai berikut: 1. Gangguan emosional

Dalam hal ini makanan merupakan pengganti untuk mencapai kepuasan dalam memperoleh kasih saying, ketenangan dan ketentraman jiwa yang tidak diperoleh penderita.

2. Kelainan pada otak hipotalamus atau hipofisis yang mengakibatkan gangguan terhadap ‘pusat rasa kenyang’.

3. Kelebihan insulin (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007).

Penggunaan kalori yang kurang dapat terjadi pada:

1. Merendahnya nilai untu metabolism basal, specific dynamic action dan energy expenditure untuk berbagai kegiatan jasmani.

2. Endokrinopati misalnya hipotiroidea, sindrom adrenogenital dan\sebagainya.

3. Aktivitas jasmani kurang

(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007)

Faktor penyebab obesitas lainnya adalah kekurangan aktivitas fisik baik kegiatan harian maupun latihan fisik terstruktur. Aktivitas fisik yang dilakukan sejak masa anak sampain lansia akan mempengaruhi kesehatan seumur hidup. Penyebab obesitas dinilai sebagai multikausal dan sangat multidimensional karena tidak hanya terjadi pada golongan sosio-ekonomi tinggi, tetapi juga sering terdapat pada sosio-ekonomi menengah hingga menengah ke bawah. Obesitas dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan dengan faktor genetik (Ratu Ayu Dewi Sartika, 2011).

2.2.3 Faktor resiko obesitas

Faktor resiko untuk terjadinya obesitas bersifat multipel yaitu adanya hubungan yang kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Riwayat keluarga juga merupakan faktor resiko yang juga menentukan. Jika salah satu orang tua obesitas, maka odds ratio untuk terjadi obesitas pada saat dewasa adalah 3 kali, tetapi jika kedua orang tua obesitas, maka odds ratio untuk terjadi obesitas saat dewasa adalah 10 kali (Nancy F. Krebs, MD, MS, Laura E. Primak, RD, CNSD, CSP, 2009).

Faktor lingkungan yang memungkinkan seseorang untuk melakukan intervensi makan. Konsumsi makanan yang manis secara berlebihan, porsi yang besar, konsumsi makanan cepat saji secara rutin dan aktivitas yang kurang memiliki faktor resiko yang lebih besar untuk terjadi kelebihan berat badan (Nancy F. Krebs, MD, MS, Laura E. Primak, RD, CNSD, CSP, 2009).

2.2.4 Patogenesis obesitas

Kelebihan energi oleh tubuh akan diubah menjadi lemak yang kemudian disimpan sebagai jaringan lemak di bawah kulit dan juga pada organ-organ lain. Kelebihan energi dapat terjadi sebagai akibat masukan energi yang berlebihan, penggunaan energi yang kurang atau kombinasi dari kedua hal tersebut (Waldo E. Nelson, 2012).

2.2.5 Gejala klinis obesitas

Obesitas dapat menjadi jelas pada setiap umur, tetapi obesitas tampak paling sering pada usia 1 tahun pertama, pada usia 5-6 tahun dan selama remaja. Anak yang obesitasnya karena masukan kalori tinggi secara berlebihan biasanya tidak hanya lebih berat daripada yang lain di kelompoknya sendiri tetapi juga lebih tinggi, dan umur tulang lebih tua (Waldo E. Nelson, 2012).

Bentuk tubuh, penampilan, dan raut muka penderita obesitas: 1. Raut muka

Hidung dan mulut tampak relative kecil dengan dagu yang berbentu ganda 2. Dada dan payudara

Bentuk payudara mirip dengan payudara yang telah tumbuh. Pada anak pria keadaan demikian menimbulkan perasaan yang kurang menyenangkan.

3. Abdomen

Membuncit dan menggantung serupa dengan bentuk bandul lonceng (pendulum). Kadang-kadang terdapat stria putih atau ungu.

4. Genitalia luar

Pada pria penis seakan-akan terpendam dalam jaringan lemak mons pubis, sehingga tampak kecil dari bagian yang tersembul keluar.

5. Anggota badan

Lengan atas dan paha tampak besar, terutama pada bagian proksimal. Tangan relatif kecil dengan jari-jari yang berbentuk runcing. Terdapat kelainan berupa koksa vara dengan genu valgum pada tungkai.

6. Kelainan emosi

Pada penderita sering ditemukan gejala gangguan emosi yang mungkin merupakan penyebab atau aibat dari keadaan obesitas (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007).

2.2.6 Diagnosa obesitas

Pakar Committee of Clinical Guidelines for Overweight in Adolescent

Preventive Service (suatu kelompok penasehat pada Biro Kesehatan Ibu dan

Anak, American Academy of Pediatrics and American Medical Association) telah mereomendasikan penggunaan IMT untuk penentuan populasi obesitas dan kelebihan berat badan. Dua kategori telah ditentukan:

1. Remaja dengan IMT pada persentil ke 95 atau lebih menurut umur dan kelamin atau yang IMT nya lebih daripada 30 (mana saja yang lebih kecil) harus dianggap kelebihan berat dan dirujuk untuk evaluasi medik yang menentukan.

2. Remaja dengan IMT nya pada persentil ke 85 atau lebih tetapi kurang daripada persentil ke 95 atau sama dengan 30 (mana saja yang lebih kecil) harus dirujuk ke tingkat skrining kedua (Waldo E. Nelson, 2012).

Tujuan tingkat skrining kedua meliputi lima area resiko kesehatan sebagai berikut:

1. Riwayat keluarga, yaitu riwayat keluarge penyakit kardiovaskular positif, kadar kolesterol total orangtua naik (atau riwayat tidak diketahui), riwayat keluarga diabetes mellitus positif, atau riwayat keluarga obesitas orang tua positif

2. Tekanan darah, yaitu kenaikan tekanan darah dengan menggunakan metode dan kriteria Second Task Force on Blood Pressure Control in

Children.

3. Kadar kolesterol total, yaitu kenaikan lebih daripada 5,2 mmol/L atau 200 mg/dL

4. Tambahan kenaikan tahunan dalam IMT besar, yaitu kenaikan melebihi dua unit IMT tahun sebelumnya

5. Prihatin mengenai berat badan, yaitu penilaian keprihatinan, emosional dan psikologik perseorangan, yang terkait dengan kelebihan berat atau persepsi kelebihan berat (Waldo E. Nelson, 2012).

Jika satu atau lebih dari lima area tersebut positif, maka penderita harus mendapat evaluasi medik yang teliti untuk memikirkan keadaan patologis medik primer seperti terdaftar pada diagnosa banding (Waldo E. Nelson,2012).

2.2.7 Diagnosa Banding Obesitas

Anak dengan obesitas yang ditentukan dengan IMT persentl ke 95 atau lebih dan atau 30 atau lebih menurut umur harus mendapat evaluasi medik yang teliti untuk gangguan yang mungkin mempunyai hubungan medis primer dengan obesitas. Kebanyakan dari gangguan ini jarang. Mereka biasanya dibedakan dari obesitas anak dengan tinggi badan yang pendek, umur tulang terlambat dan perkembangan tanda-tanda kelamin sekunder terlambat. Diagnosa banding pada tabel 2.3 berkaitan dengan kurang dari 1% dari semua kasus obesitas masa anak. (Waldo E. Nelson,2012)

Tabel 2.3 Diagnosa Banding Obesitas Penyebab Endokrin

Cushing Sindrom Hipertiroidisme Hiperinsulinemia

Defisiensi Hormon Pertumbuhan Disfungsi Hipotalamus

Sindrom Prader-Willi

Sindrom Stein-Leventhal (ovarium polikistik) Pseudohipoparatiroidisme tipe 1 Sindrom Genetik Sindrom Turner Sindrom Laurence-Moon_Biedl Sindrom Alstrom-Hallgren Sindrom lain Sindrom Cohen Sindrom Carpenter

2.2.8 Komplikasi obesitas

Bayi dan anak gemuk mempunyai resiko cukup tinggi untuk menjadi orang dewasa gemuk. Kenaikan resiko ini dihubungkan dengan keparahan obesitas anak yang lebih besar, interval waktu menurun sampai umur dewasa dan jumlah anggota keluarga yang gemuk lebih besar. Ada hubungan antara obesitas masa anak dan faktor resiko kardiovasular. Pada penelitian Muscatine, anak gemuk mempunyai kadar lipoprotein kolesterol densitas-tinggi sangat lebih rendah, kadar trigliserida lebih tinggi dan tekanan darah sitolik lebih tinggi, walaupun tidak ada perbedaan dengan kisaran normal untuk kolesterol total, kolesterol lipoprotein densitas rendah, apolipoprotein A1, apolipoprotein B, atau tekanan darah sistolik (Waldo E. Nelson,2012).

Obesitas pada masa kanak-kanak memberikan dampak jangka pendek dan jangka panjang terhadap kesehatan. Dampak yang segera terjadi diantaranya:

1. Anak obese cenderung memiliki faktor resiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit kardiovaskular, seperti peningkatan kolesterol darah dan tekanan darah. Pada sampel di populasi usia 15-17 tahun, 70% remaja

obese setidaknya memiliki satu faktor resiko penyakit kardiovaskular.

2. Remaja obese lebih beresiko jatuh dalam keadaan prediabetes, suatu kondisi yang menunjukkan risiko tinggi penyakit diabetes mellitus.

3. Anak dan remaja obese memiliki risiko lebih tinggi untuk masalah tulang dan persendian, sleep apnea, masalah sosial dan psikologi seperti stigmatisasi dan kepercayaan diri yang rendah (Nancy F. Krebs, MD, MS, Laura E. Primak, RD, CNSD, CSP, 2008).

Dampak jangka panjang obesitan diantaranya :

1. Anak dan remaja obese sangat mungkin menjadi dewasa obese dan oleh karena itu, menjadi lebih beresiko untuk menderita masalah kesehatan seperti penyakit jantung, diabetes melitus tipe 2, stroke, beberapa jenis kanker dan osteoarthritis.

2. Overweight dan obesitas berkaitan dengan peningkatan resiko berbagai

tiroid, ovarium, serviks, prostat, dan lainnya (Nancy F. Krebs, MD, MS, Laura E. Primak, RD, CNSD, CSP, 2008).

Tabel 2.4 Komplikasi obesitas masa anak yang dilaporkan

Kardiovaskuler

Tekanan darah Naik Kolesterol naik Trigliserid serum naik LDL naik

HDL turun Hiperinsulinisme Kolelitiasis

Penyakit Blount dan epifisis kaput femoris terlepas Pseudotumor serebri

Paru-paru

Sindrom Pickwickian Kelainan uji fungsi paru

Komorbiditas yang bersifat non kardiovaskular dan non malignan yang berhubungan dengan obesitas pada anak termasuk:

1. Sleep Apnea

2. Masalah ortopedik, yaitu tibia vara, gune valgum, flat kneecap

pressure/pain, flat foot, spondilolysthesis, scoliosis dan osteoarthritis

3. Masalah kulit, yaitu infeksi jamur dan acanthosis nigricans 4. Hepatic steatosis, reflus gastro-esofagus, sirosis hepatis

5. hipertensi intracranial yang bersifat benign (pseudotumor cerebri) dapat menyebabkan kebutaan

6. masalah psikologis dan kepribadian yang meliputi low self esteem, depresi, dan ansietas (Victor Grech, 2007).

2.3 Anatomi kaki

Terdapat tiga kelompok tulang pada kaki, yaitu:

 Delapan buah tulang tarsal (ossa tarsalia), yang memberi bentuk pada bagian mata kaki

 Metatarsal (ossa metatarsalia I-V), yang merupakan tulang dari metatarsus  Palanges (phalanges), yang membentuk bagian jari kaki, setiap jari kaki terdiri dari tiga buah tulang palanges kecuali ibu jari kaki yang hanya terdiri dari dua buah tulang palanges.

Gambar 2.1 Tulang Kaki

2.3.1 Ossa Tarsalia

Ossa tarsalia terdiri atas os calcaneus, os talus, os naviculare, os cuboideum, dan tiga buah ossa cuneiforme. Hanya os talus yang bersendi dengan tibia dan fibula pada articulation talucruralis (sendi pergelangan kaki).

2.3.1.1 Os Calcaneus

Os calcaneus adalah tulang terbesar dari kaki dan membentuk tumit yang menonjol. Tulang ini ke atas bersendi dengan talus dan di depan dengan os cuboideum. Calcaneus mempunyai enam facies (permukaan) gambar 2.2.

Facies anterior kecil dan membentuk facies articularis yang bersendi

dengan os cuboideum.

Facies posterior membentuk tonjolan tumit dan merupakan tempat

pelekatan dari tendon calcaneus (tendon Achilles).

Facies superior didominasi oleh dua facies articulares untuk talus, yang

dipisahkan oleh alur kasar, yaitu sulcus calcanei.

Facies inferior mempunyai tuberculum anterior pada garis tengah, dan

tuberculum mediale yang besar serta tuberculum laterale yang lebih kecil pada pertemuan antara facies inferior dan facies posterior.

Facies medialis mempunyai sebuah tonjolan yang besar berbentuk kerang,

disebut sustentaculum tali, yang membantu menyokong os talus.

Facies lateralis hampir rata. Pada bagian anteriornya terdapat peninggian

kecil yang disebut tuberculum perineum, yang memisahkan tendo-tendo dari m. peroneus longus dan m. peroneus brevis.

2.3.1.2 Os Talus

Os talus bersendi di atas dengan tibia dan fibula, di bawah dengan os calcaneus, dan di depan dengan os naviculare. Tulang ini mempunyai caput, collum, dan corpus. Dapat dilihat pada gambar 2.2.

2.3.1.3 Os Naviculare

Tuberositas ossis navicularis dapat dilihat dan dipalpasi pada pinggir medial kaki lebih kurang 1 inci di depan dan bawah malleolus medialis; serta memberikan tempat perlekatan untuk bagian utama tendo m. tibialis posterior. Dapat dilihat pada gambar 2.2.

2.3.1.4 Os Cuboideum

Terdapat alur yang dalam pada aspek inferiornya sebagai tempat untuk tendo m. peroneus longus. Dapat dilihat pada gambar 2.2.

2.3.1.5 Os Cuneiforme

Ketiga tulang-tulang kecil berbentuk baji ini bersendi di proksimal dengan os naviculare dan di distal dengan ketiga ossa metatarsalia yang pertama. Bentuk bajinya berperan penting dalam membentuk dan mempertahankan lengkung transversal kaki.

Gambar 2.2 Ossa calcaneus, talus, naviculare, dan cuboideum

2.3.2 Ossa Metatarsal dan Phalanges

Ossa metatarsalis dan phalanges menyerupai ossa metacarpalia dan phalanges pada tangan, dan masing-masing mempunyai caput di distal, corpus dan basis di proksimal. Kelima ossa metatarsalia diberi nomor dari sisi medial ke lateral.

Ossa metatarsal pertama besar dan kuat dan berperan penting dalam menyokong berat badan. Pada aspek inferior caput terdapat alur dari ossa sesamoidea medial dan lateral yang terdapat di dalam tendo dari m. fleksor hallucis brevis.

Ossa metatarsal kelima mempunyai tuberculum yang menonjol pada basisnya, yang dengan mudah dapat diraba sepanjang pinggir lateral kaki. Tuberculum ini merupakan tempat perlekatan tendo dari m. peroneus brevis.

Masing-masing jari kaki mempunyai tiga phalanges, kecuali ibu jari kaki yang hanya mempunyai dua phalanges. Gambar 2.1.

2.4 Tulang-Tulang Arcus

Pemeriksaan pada kaki yang berartikulasi atau foto lateral kaki, akan dapat dilihat tulang-tulang yang membentuk arcus pedis.

Arcus Longitudinalis Medialis. Arcus ini dibentuk oleh calcaneus, talus,

os naviculare, ketiga os cuneiform dan ketiga os metatarsalia yang pertama.

Arcus Longitudinalis Lateralis. Arcus ini dibentuk oleh calcaneus,

cuboideum, dan ossa metatarsalia keempat dan kelima.

Arcus Transversus. Arcus ini dibentuk oleh basis metatarsi dan os

Dokumen terkait