• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

1. Bagi Pekerja

a. Membiasakan diri melakukan peregangan otot seperti menggerakkan anggota tubuh yang sakit guna mengurangi rasa lelah akibat kegiatan kerja minimal dua jam kerja.

2. Bagi perusahaan

Pihak perusahaan disarankan meninjau kembali kegiatan kerja bagian tulangan dalam upaya mengurangi pengerjaan fisik yang dilakukan pekerja.

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelelahan Kerja

2.1.1 Pengertian Kelelahan Kerja

Kata lelah (fatique) menunjukkan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat pada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja. Kelelahan merupakan suatu mekanisme tubuh (Suma’mur, 2009). Kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.

Kelelahan adalah ungkapan perasaan yang tidak enak secara umum, suatu perasaan yang kurang menyenangkan, perasaan resah dan capai yang menguras seluruh minat dan tenaga (Anoraga, 2009). Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada hilangnya efesiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004).

Kelelahan adalah suatu perasaan yang kurang menyenangkan hingga berpengaruh pada menurunnya kekuatan bergerak dan akhirnya berpengaruh kepada menurunnya prestasi yang dicapai oleh individu yang mengalami kelelahan (Ryna Parlyna dan Arif Marsal, 2013).

Dari banyak defenisi kelelahan diatas, secara garis besar dapat dikatakan bahwa kelelahan kerja merupakan suatu pola yang timbul dari suatu keadaan, yang secara umum terjadi pada setiap individu yang sudah tidak sanggup lagi melakukan aktivitasnya (Sutalaksana, 2005).

2.1.2 Jenis Kelelahan Kerja

Kelelahan kerja dapat dibedakan berdasarkan: 1) Proses dalam otot yang terdiri dari :

a) Kelelahan otot, adalah suatu penurunan kapasitas otot dalam bekerja akibat kontraksi yang berulang. Kontraksi otot yang berlangsung lama mengakibatkan keadaan yang dikenal sebagai kelelahan otot. Otot yang lelah akan menunjukkan kurangnya kekuatan, bertambahnya waktu kontraksi dan relaksasi, berkurangnya koordinasi serta otot menjadi gemetar.

b) Kelelahan umum, adalah perasaan yang menyebar yang disertai adanya penurunan kesiagaan dan kelambanan pada setiap aktivitas. Kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi (Tarwaka, 2004).

2) Penyebab Terjadinya Kelelahan yang terdiri dari:

a) Kelelahan Fisiologis, adalah kelelahan yang timbul karena adanya perubahan-perubahan faal dalam tubuh. Dari segi fisiologis, tubuh manusia dapat dianggap sebagai mesin yang mengkonsumsi bahan bakar dan memberikan output yang berupa tenaga yang berguna untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari.

b) Kelelahan psikologis, adalah kelelahan yang dapat dikatakan kelelahan palsu yang timbul dalam perasaan pekerja. Kelelahan ini dapat dilihat

dari perubahan tingkah laku atau pendapat-pendapatnya yang sudah tidak konsisten lagi, serta labilnya jiwa dengan adanya perubahan pada kondisi lingkungan atau kondisi tubuhnya. Beberapa sebab kelelahan ini diantaranya: kurangnya minat dalam pekerjaan, berbagai penyakit, monotoni, keadaan lingkungan, adanya hukum atau nilai moral yang mengikat yang dirasakan tidak cocok baginya, serta sebab-sebab fisikologis lain seperti tanggung jawab, kekhawatiran, dan konflik-konflik. Pengaruh-pengaruh ini seakan-akan terkumpul didalam tubuh (benak) dan menimbulkan rasa lelah.

3) Waktu terjadinya kelelahan kerja yang tediri dari:

a) Kelelahan akut, terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh secara berlebihan.

b) Kelelahan kronis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh sejumlah faktor yang berlangsung secara terus-menerus dan terakumulasi untuk jangka waktu yang panjang. Gejala-gejala yang tampak jelas akibat lelah kronis ini dapat dicirikan seperti :

1. Meningkatnya emosi dan rasa jengkel sehingga orang menjadi kurang toleran terhadap orang lain.

2. Munculnya sikap apatis terhadap pekerjaan.

2.1.3 Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan

Grandjean (1991) menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi, dan untuk memelihara atau mempertahankan kesehatan dan efesiensi, proses penyegaran harus dilakukan diluar tekanan (cancel out the stres). Penyegaran terjadi terutama sewaktur tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran. Faktor-faktor penyebab kelelahan antara lain: intensitas lamanya kerja fisik dan mental, lingkungan (iklim, penerangan, kebisingan, getaran dll), circadian rhythm, problem psikis (tanggung jawab, kekhawatiran, konflik dll), kenyerian dan kondisi kesehatan, dan nutrisi (Tarwaka, 2004).

Menurut Siswanto yang dikutip dari Ambar (2006), faktor penyebab kelelahan kerja berkaitan dengan:

a) Pengorganisasian kerja yang tidak menjamin istirahat dan rekreasi, variasi kerja dan intensitas pembebanan fisik yang tidak serasi dengan pekerjaan, b) Faktor Psikologis, misalnya rasa tanggungjawab dan khawatir yang

berlebihan, serta konflik yang kronis/ menahun.

c) Lingkungan kerja yang tidak menjamin kenyamanan kerja serta tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan pekerja.

d) Status kesehatan (penyakit) dan status gizi.

e) Monoton(pekerjaan/ lingkungan kerja yang membosankan).

Kelelahan yang disebabkan oleh kerja statis berbeda dengan kerja dinamis. Pada kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimum otot hanya dapat bekerja dalam satu menit, sedangkan pada pengerahan tenaga

<20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama. Tetapi pengerahan tenaga otot statis sebesar 15-20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pembebanan berlangsung sepanjang hari, lebih lanjut Suma’mur (2009) juga mengatakan bahwa kerja otot statis merupakan kerja berat, kemudian mereka membandingkan antara kerja otot statis dan kerja otot dinamis. Pada kondisi yang hampir sama, kerja otot statis mempunyai konsumsi energi yang lebih tinggi, denyut nadi meningkat dan diperlukan waktu istirahat yang lebih lama.

2.1.4 Proses Terjadinya Kelelahan Kerja

Kelelahan terjadi karena berkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan

peredaran darah, di mana produk-produk sisa ini bersifat membatasi kelangsungan aktivasi otot. Ataupun mungkin bisa dikatakan bahwa produk sisa ini mempengaruhi serat-serat syaraf dan sistem syaraf pusat sehingga menyebabkan orang menjadi lambat bekerja jika sudah lelah.

Makanan yang mengandung glikogen, mengalir dalam tubuh melalui peredaran darah. Setiap kontraksi dari otot akan selalu diikuti oleh reaksi kimia (oksida glukosa) yang merubah glikogen menjadi tenaga, panas dan asam laktat (produk sisa). Dalam tubuh dikenal fase pemulihan, yaitu suatu proses untuk merubah asam laktat menjadi glikogen kembali dengan adanya oksigen dari pernafasan, sehingga memungkinkan otot-otot bisa bergerak secara kontiniu. Ini berarti keseimbangan kerja bisa dicapai dengan baik apabila kerja fisiknya tidak terlalu berat. Pada dasarnya kelelahan ini timbul karena terakumulasinya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah yang disebabkan tidak seimbangnya antara kerja dengan proses pemulihan.

Secara lebih jelas proses terjadinya kelelahan fisik adalah sebagai berikut : 1. Oksidasi glukosa dalam otot menimbulakan CO2, saerolatic, phospati, dan

sebagainya, dimana zat-zat tersebut terikat dalam darah yang kemudian dikeluarkan waktu bernafas. Kelelahan terjadi apabila pembentukan zat-zat tersebut tidak seimbang dengan proses pengeluarannya sehingga timbul penimbunan dalam jaringan otot yang mengganggu kegiatan otot selanjutnya.

2. Karbohidrat yang didapat dari makanan diubah menjadi glukosa dan disimpan di hati dalam bentuk glikogen. Setiap 1 cm3 darah normal akan membawa 1 mm glukosa, berarti setiap sirkulasi darah hanya membawa 0,1% dari sejumlah glikogen yang ada dalam hati. Oleh Karena itu, dengan adanya aktivitas bekerja persediaan glikogen dalam hati akan menipis. Kelelahan akan timbul apabila konsentrasi glikogen dalam hati hanya tersisa 0,7%.

Untuk kelelahan fisiologis, para ahli meyakini bahwa keadaan dan perasaan kelelahan yang timbul karena adanya reaksi fungsional dari pusat kesadaran (Cortex cerebri) atas pengaruh dua sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat ini terdapat dalam thalamus, dan bersifat menurunkan kemampuan manusia untuk bereaksi. Sedangkan sistem penggerak terdapat dalam formatio retikolaris yang bersifat dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari peralatan-peralatan tubuh ke arah reaksi. Dengan demikian, keadaan seseorang pada suatu saat tergantung pada hasil kerja kedua sistem antagonis tersebut.

Apabila sistem penggerak lebih kuat dari sistem penghambat, maka keadaan orang tersebut ada dalam keadaan segar untuk bekerja. Sebaliknya, apabila sistem penghambat lebih kuat dari sistem penggerak maka orang akan mengalami kelelahan. Itulah sebabnya, seseorang yang sedang lelah dapat melakukan aktivitas secara tiba-tiba apabila mengalami suatu peristiwa yang tidak terduga (ketegangan emosi). Demikian juga kerja yang monoton bisa menimbulkan kelelahan walaupun beban kerjanya tidak seberapa. Hal ini disebabkan karena sistem penghambat lebih kuat daripada sistem penggerak (Sutalaksana, 2005).

Dalam bukunya “Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja dan produktivitas”, Tarwaka (2004) menyebutkan bahwa sampai saat ini masih ada dua teori tentang kelelahan otot yaitu teori klinis dan teori syaraf pusat terjadinya kelelahan. Pada teori kimia secara umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatkan sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya efesiensi otot, sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan syaraf adalah penyebab sekunder. Sedangkan pada teori syaraf pusat menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses. Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya ransangan syaraf melalui syaraf sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Ransangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel syaraf menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi tersebut akna menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan

gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat. Dengan demikian semakin lambat gerakan seseorang akan menunjukkan semakin lelah kondisi otot seseorang.

2.1.5 Gejala-gejala Kelelahan Kerja

Kelelahan dapat kita ketahui dari gejala-gejala atau perasaan-perasaan yang sering timbul seperti :

1. Perasaan berat di kepala, menjadi lelah seluruh tubuh, kaki terasa berat, menguap, pikiran kacau, mengantuk, mata berat, kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri dan merasa ingin berbaring.

2. Merasa susah berfikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak dapat berkonsentrasi, tidak mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cenderung untuk lupa, kurang kepercayaan, cemas terhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap dan tidak tekun dalam pekerjaan.

3. Merasa sakit kepala, kekakuan bahu, merasa nyeri di punggung, pernafasan merasa tertekan, suara serak, merasa pening, spasme dari kelopak mata, tremor pada anggota badan dan kurang sehat badan.

Gejala-gejala yang termasuk kelompok 1 menunjukkan pelemahan kegiatan, kelompok 2 menunjukkan pelemahan motivasi dan kelompok 3 menunjukkan kelelahan fisik sebagai akibat dari keadaan umum yang melelahkan. Kelelahan yang terus menerus terjadi setiap hari akan berakibat terjadinya kelelahan yang kronis. Perasaan lelah tidak saja terjadi sesudah bekerja pada sore hari, tetapi juga selama bekerja, bahkan kadang-kadang sebelumnya. Perasaan lesu tampak sebagai suatu gejala. Gejala-gejala psikis ditandai dengan

perbuatan-perbuatan anti sosial dan perasaan tidak cocok dengan sekitarnya, sering depresi, kurangnya tenaga serta kehilangan inisiatif. Tanda-tanda psikis ini sering disertai kelainan-kelainan psikolatis seperti sakit kepala, vertigo, gangguan pencernaan,tidak dapat tidur dan lain-lain. Kelelahan kronis demikian disebut kelelahan klinis. Hal ini menyebabkan tingkat absentisme akan meningkat terutama mangkir kerja pada waktu jangka pendek disebabkan kebutuhan istirahat lebih banyak atau meningkatnya angka sakit. Kelelahan klinis terutama terjadi pada mereka yang mengalami konflik-konflik mental atau kesulitan-kesulitan psikologis. Sikap negatif terhadap kerja, perasaan terhadap atasan atau lingkungan kerja memungkinkan faktor penting dalam sebab ataupun akibat (Suma’mur, 2009).

Konsekuensi kelelahan kerja menurut Randalf Schuler (1999) yang dikutip dalam penelitian Yusdarli antara lain:

1) Pekerja yang mengalami kelelahan kerja akan berprestasi lebih buruk lagi daripada pekerja yang masih “penuh semangat”.

2) Memburuknya hubungan si pekerja dengan pekerja lain.

3) Dapat mendorong terciptanya tingkah laku yang menyebabkan menurunnya kualitas hidup rumah tangga seseorang.

Menurut International Labour Organitation (ILO) kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh faktor kelelahan. Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah kesalahan kerja. Menurunnya kinerja sama artinya dengan menurunnya produktivitas kerja (Depkes RI, 1990).

Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Grandjean (1993) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok sebagai berikut; kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan, uji psiko-motor (psychomotor test), uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test), perasaan kelelahan secara subjektif (subjective feelings of fatique), dan uji mental dengan bourdon wiersman test (Tarwaka, 2004).

1) Kualitas dan kuantitas hasil kerja dilakukan

Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja(waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti; target produksi; faktor sosial; dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal

factor.

2) Uji psiko-motor (psychomotor test)

Dapat dilakukan dengan cara melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor dengan menggunakan alat digital reaction timer untuk mengukur waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting

suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot.

3) Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)

Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, disamping untuk mengukur kelelahan juga dapat menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja. 4) Perasaan kelelahan secara subjektif (subsjective feelings of fatique)

Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatique Research Committee

(IFRC) jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi tiga puluh daftar pertanyaan yang terdiri dari :

a) 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan yaitu perasaan berat dikepala, lelah seluruh badan, berat dikaki, menguap, pikiran kacau, mengantuk, ada beban pada mata, gerakan canggung dan kaku, berdiri yidak stabil dan ingin berbaring.

b) 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi yaitu sudah berfikir, lelah untuk berbicara, gugup, tidak berkonsentrasi, sulit untuk memusatkan perhatian, mudah lupa, kepercayaan diri berkurang, merasa cemas, sulit mengontrol sikap, dan tidak tekun dalam pekerjaan.

c) 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik yaitu sakit di kepala, kaku dibahu, nyeri di punggung, sesak nafas, haus, suara serak, merasa pening, spasme dikelopak mata,tremor pada anggota badan, dan merasa kurang sehat.

5) Uji mental dengan Bourdon Wiersman test

pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan dalam menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersman test merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan konsentrasi.

6) Alat Ukur perasaan kelelahan kerja (KAUPK2).

Menurut Setyawati KAUPK2 (Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja) merupakan parameter untuk mengukur perasaan kelelahan kerja sebagai gejala subjektif yang dialami pekerja dengan perasaan yang tidak menyenangkan. Keluhan-keluhan yang dialami pekerja sehari-hari membuat mereka mengalami kelelahan kronis.(Hotmatua, 2009)

Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa kelelahan biasanya terjadi pada akhir jam kerja yang disebabkan oleh karena beberapa faktor, seperti monotoni, kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai dengan antropometri pemakainya, stasiun kerja yang tidak ergonomik, sikap paksa dan pengaturan waktu kerja-istirahat yang tidak tepat.

2.1.7 Cara Mengatasi Kelelahan

Kelelahan dapat dikurangi bahkan ditiadakan dengan pendekatan berbagai cara yang ditujukan kepada aneka hal yang bersifat umum dan pengolahan kondisi

pekerjaan dan lingkungan kerja ditempat kerja. Misalnya banyak hal dapat dicapai dengan menerapkan jam kerja dan waktu istirahat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pengaturan cutiempat kerja. Misalnya banyak hal dapat dicapai dengan menerapkan jam kerja dan waktu istirahat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pengaturan cuti yang tepat, penyelanggaraan tempat istirahat yang memperhatikan kesegaran fisik dan keharmonisan mental psikologis, pemamfaatan masa libur dan peluang untuk rekreasi, dan lain-lain. Penerapan ergonomi yang bertalian dengan perlengkapan dan peralatan kerja, cara kerja serta pengelolahan lingkungan kerja yang memenuhi persyaratan fisiologis dan psikologis kerja merupakan upaya yang sangat membantu mencegah timbulnya kelelahan. Demikian pula sangat besar peran dari pengorganisasian proses produksi yang tepat. (Suma’mur, 2009)

Tarwaka (2004) menyebutkan bahwa agar dapat menangani kelelahan dengan tepat, maka kita harus mengetahui apa yang menjadi penyebab terjadinya kelelahan. Sebagai contoh :

penyebab kelelahan; 1. Aktivitas kerja fisik 2. Aktivitas kerja mental 3. Stasiun kerja tidak ergonomis 4. Sikap paksa 5. Kerja statis 6. Kerja bersifat monotoni 7. Lingkungan kerja ekstrim 8. Psikologis 9. Kebutuhan kalori kurang 10. Waktu kerja-istirahat tidak tepat.

Cara mengatasi; 1.sesuaikan kapasitas kerja fisik 2. Sesuaikan kapasitas kerja mental 3. Redesain stasiun kerja ergonomis 4. Sikap kerja alamiah 5. Kerja lebih dinamis 6. Kerja lebih bervariasi 7. Redesain lingkungan kerja 8. Reorganisasi kerja 9. Kebutuhan kalori seimbang 10. Istirahat setiap dua jam kerja dengan sedikit kudapan.

Selain hal tersebut manajemen pengendalian berupa tindakan preventif melalui pendekatan inovatif dan partisipatoris, tindakan kuratif, tindakan rehabilitatis dan jaminan masa tua masih sangat dibutuhkan.

2.2 Produktivitas kerja 2.2.1 Pengertian Produktivitas

Secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang-barang atau jasa) dengan masuknya yang sebenarnya. Misalnya saja, “produktivitas adalah ukuran efesiensi produktif. Suatu perbandingan antara hasil keluaran dan masuk atau output : input. Masukan sering dibatasi dengan masukan tenaga kerja, sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan fisik bentuk dan nilai.

Menurut L. Greenberg yang dikutip oleh Sinungan (2005), produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut, produktivitas juga diartikan sebagai:

a) Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil.

b) Perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan dalam satuan-satuan (unit) tertentu.

Aigner (dalam Hidayat,1993), mengatakan bahwa filsafat mengenai produktivitas sudah ada sejak awal peradaban manusia, karena makna produktivitas adalah keinginan dan upaya manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan disegala bidang.

Produktivitas pada dasarnya merupakan sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan

hari ini dikerjakan untuk kebaikan hari esok (Sutomo, 1991 dikutip dari Dewan Produktivitas Nasional Indonesia). Pengertian lain dari produktivitas adalah suatu konsep universal yang menciptakan lebih banyak barang dan jasa bagi kebutuhan manusia, dengan menggunakan sumber daya yang terbatas. Untuk mencapai tingkat produktivitas yang optimal, maka perlu dilakukan pendekatan multidisipliner yang melibatkan semua usaha, kecakapan, keahlian, modal, teknologi, manajemen, informasi dan sumber-sumber daya lain secara terpadu untuk melakukan perbaikan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia.

Dari beberapa pengertian produktivitas diatas dapatlah dikelompokkan manjadi tiga yaitu : (Sinungan, 2005)

a) Rumus tradisional bagi keseluruhan produktivitas tidak lain adalah dari pada yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang dipergunakan (input).

b) Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik daripada kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.

c) Produktivitas merupakan interaksi terpadu secara serasi dari tiga faktor esensial yaitu : investasi, termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi serta riset, manajemen dan tenaga kerja.

Produktivitas yang dapat dikatakan meningkat apabila:

a) Jumlah produksi/keluaran meningkat dengan jumlah masukan/sumber daya yang sama.

b) Jumlah produksi/keluaran sama atau meningkat dengan jumlah masukan/sumber daya yang lebih kecil.

c) Produksi/keluaran meningkat diperoleh dengan penambahan sumber daya yang relatif kecil.

Produktivitas adalah suatu pendekatan interdisipliner untuk menentukan tujuan yang efektif, pembuatan rencana, aplikasi penggunaan cara yang produktivitas untuk menggunakan sumber-sumber secara efesien, dan tetap menjaga adanya kualitas yang tinggi. Produktivitas mengikutsertakan pendaya gunaan secara terpadu sumber daya manusia dan keterampilan, barang modal teknologi, manajemen, informasi, energi dan sumber-sumber lain menuju kepada pengembangan dan peningkatan standar hidup untuk seluruh masyarakat. (sinungan, 2005)

Dewasa ini, produktivitas individu mendapat perhatian cukup besar. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa sebenarnya produktivitas manapun bersumber dari individu yang melakukan kegiatan. Namun individu yang dimaksud adalah individu sebagai tenaga kerja yang memiliki kualitas kerja yang memadai.

2.2.2 Produktivitas Kerja

Dalam bidang industri, produktivitas mempunyai arti ukuran yang relatif nilai atau ukuran yang ditampilkan oleh daya produksi, yaitu sebagai campuran dari produksi dan aktivitas; sebagai ukuran yaitu seberapa baik kita menggunakan sumber daya dalam mencapai hasil yang diinginkan (Ravianto, 1991). Selanjutnya Webster (dalam Yatman dan Abidin, 1991) memberikan batasan tentang produktivitas, yaitu:

a) Keseluruhan fisik dibagi unit dari usaha produktif.

b) Tingkat keefektifan manajer industri dalam pengggunaan aktivitas untuk produksi.

c) Keefektifan dalam menggunakan tenaga kerja dan peralatan.

Dalam setiap kegiatan produksi, seluruh sumber daya mempunyai peran yang menentukan tingkat produktivitas, maka sumber daya tersebut perlu dikelola dan diatur dengan baik.

Menurut Tohardi yang dikutip oleh Sutrisno (2012) bahwa produktivas kerja merupakan sikap mental. Sikap mental yang selalu mencari perbaikan terhadap apa yang telah ada. Suatu keyakinan bahwa seseorang dapat melakukan

Dokumen terkait