• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

1. Bagi Pekerja

a. Membiasakan diri melakukan peregangan otot seperti menggerakkan anggota tubuh kepala, badan, tangan, dan kaki sebelum pekerjaan dimulai, di sela-sela pekerjaan, saat istirahat dan setelah bekerja dengan tujuan sirkulasi darah tetap lancar ke seluruh anggota tubuh

b. Melakukan peregangan otot sebanyak 2 kali masing-masing dalam 10 hitungan. Untuk peregangan bagian lengan dengan cara tarik tangan kanan dengan tangan kiri dibelakang kepala, untuk peregangan pada bagian leher dan kepala dengan cara putar kepala kekanan berlawanan arah jarum jam dan putar balik ke kiri. c. Menggunakan waktu istirahat untuk makan dan minum.

2. Bagi Perusahaan

a. Adanya program peregangan otot atau latihan peregangan otot yang dilakukan sebelum bekerja dan setelah secara rutin agar otot tidak kaku dan nyeri pada saat bekerja.

b. Perusahaan menyediakan makan siang atau memfasilitasi makan dan minum pekerja sesuai dengan beban pekerja

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelelahan

2.1.1 Defenisi Kelelahan

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Kata kelelahan (fatigue) menunjukkan keadaan yang berbeda–beda, tetapi semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh (Suma’mur P.K, 2009).

Kelelahan merupakan suatu perasaan yang bersifat subjektif. Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan (Budiono, dkk., 2003).

Kelelahan akibat kerja seringkali diartikan sebagai proses menurunnya efisiensi, performansi kerja dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan. Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan syaraf pusat terdapat sistem aktivitas atau bersifat simpatis dan inhibisi atau bersifat parasimpatis (Wignjosoebroto, 2003).

Defenisi kelelahan sangat beragam, untuk itu pada penelitian ini peneliti menyimpulkan bahwa kelelahan merupakan suatu perasaan yang subyektif yang dapat dirasakan seseorang disebabkan ketidakseimbangan tubuh untuk melakukan

suatu pekerjaan hingga seseorang mencapai pada titik yang lemah, lesu, letih dan lelah.

2.1.2 Penyebab Kelelahan

Menurut Suma’mur P.K (2009) yang dapat menyebabkan terjadinya kelelahan adalah keadaan monoton, beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental, keadaan lingkungan seperti iklim kerja, penerangan dan kebisingan, kondisi kejiwaan seperti tanggung jawab, kekhawatiran atau konflik, perasaan sakit, penyakit dan keadaan gizi.

Faktor-faktor yang memengaruhi kelelahan disebabkan oleh pekerjaan yang berlebihan, kekurangan waktu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, terjadinya konflik yang dimiliki peranan atau jabatan, dan tidak jelasnya deskripsi tugas yang harus dikerjakan. Penyebab dasar kelelahan yang berasal dari kondisi individu itu sendiri adalah stress dan kondisi emosi yang lebih banyak membutuhkan energi, depresi yang dapat melemahkan dan mendapatkan perhatian khusus, frekuensi tidur yang kurang, Chronic Fatigue Dysfungtion Syndrome yang dapat terjadi selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, penyakit medis, dan gizi yang berlebihan (Wignjosoebroto, 2003).

Menurut Kroemar & Grandjean dalam Tarwaka (2004) faktor-faktor yang menyebabkan kelelahan dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Teori kombinasi pengaruh penyebab kelelahan dan penyembuhan yang diperlukan untuk menyeimbanginya

Intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental

Problem fisik: tanggung jawab, kekhawatiran konflik

Lingkungan: iklim, penerangan, kebisingan

Kenyerian dan kondisi kesehatan

Circadian rhytm Nutrisi

Pemulihan/ penyegaran

Tingkat Kelelahan

2.1.3 Klasifikasi Kelelahan

Kelelahan dapat dibedakan berdasarkan: 1. Proses dalam otot yang terdiri dari :

a. Kelelahan otot, adalah suatu penurunan kapasitas otot dalam bekerja akibat kontraksi yang berulang. Kontraksi otot yang berlangsung lama mengakibatkan keadaan yang dikenal sebagai kelelahan otot. Otot yang lelah akan menunjukkan kurangnya kekuatan, bertambahnya waktu kontraksi dan relaksasi, berkurangnya koordinasi serta otot menjadi gemetar.

b. Kelelahan umum, adalah perasaan yang menyebar yang disertai adanya penurunan kesiagaan dan kelambanan pada setiap aktivitas. Kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi (Tarwaka, 2004).

2. Penyebab terjadinya kelelahan yang terdiri dari:

a. Kelelahan fisiologis, adalah kelelahan yang timbul karena adanya perubahan-perubahan faal dalam tubuh. Dari segi fisiologis, tubuh manusia dapat dianggap sebagai mesin yang mengkonsumsi bahan bakar dan memberikan output yang berupa tenaga yang berguna untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari.

b. Kelelahan psikologis, adalah kelelahan yang dapat dikatakan kelelahan palsu yang timbul dalam perasaan pekerja. Kelelahan ini dapat dilihat dari perubahan tingkah laku atau pendapat-pendapatnya yang sudah tidak konsisten lagi, serta labilnya jiwa dengan adanya perubahan pada kondisi lingkungan atau kondisi

tubuhnya. Beberapa sebab kelelahan ini diantaranya: kurangnya minat dalam pekerjaan, berbagai penyakit, monotoni, keadaan lingkungan, adanya hukum atau nilai moral yang mengikat yang dirasakan tidak cocok baginya, serta sebab-sebab fisikologis lain seperti tanggung jawab, kekhawatiran, dan konflik-konflik. Pengaruh-pengaruh ini seakan-akan terkumpul didalam tubuh (benak) dan menimbulkan rasa lelah.

3. Waktu terjadinya kelelahan yang tediri dari:

a. Kelelahan akut, terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh secara berlebihan.

b. Kelelahan kronis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh sejumlah faktor yang berlangsung secara terus-menerus dan terakumulasi untuk jangka waktu yang panjang. Gejala-gejala yang tampak jelas akibat lelah kronis ini dapat dicirikan seperti; meningkatnya emosi dan rasa jengkel sehingga orang menjadi kurang toleran terhadap orang lain, munculnya sikap apatis terhadap pekerjaan, depresi yang berat, dan lain-lain (Wignjosoebroto, 2003).

Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum (AM Sugeng Budiono, 2003).

1. Kelelahan Otot (Muscular Fatigue)

Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologi, dan gejala yang ditunjukan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik, namun juga pada makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti: melemahnya kemampuan

pekerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja, sehingga dapat memengaruhi produktivitas kerjanya. Gejala kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar atau external signs (AM Sugeng Budiono, 2003).

Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot yaitu teori kimia dan teori saraf pusat terjadinya kelelahan. Pada teori kimia secara umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot. Sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan saraf adalah penyebab sekunder. Sedangkan pada teori saraf pusat menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses.

Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya rangsangan saraf melalui saraf sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel saraf menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi tersebut akan menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat. Dengan demikian semakin lambat gerakan seseorang akan menunjukkan semakin lelah kondisi otot seseorang (Tarwaka, 2004).

2. Kelelahan Umum (General Fatigue)

Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala

kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa “ngantuk” (AM Sugeng Budiono, 2003).

Kelelahan umum biasanya ditandai berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan dirumah, sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi (Tarwaka, 2004).

2.1.4 Gejala Kelelahan

Menurut Sumakmur P.K (2009) gejala atau tanda-tanda yang berhubungan dengan kelelahan dapat dilihat pada tabel 2.1 :

Tabel 2.1 Gejala atau perasaan atau tanda yang berhubungan dengan kelelahan

Perasaan berat di kepala Menjadi lelah seluruh badan

Kaki merasa berat Menguap

Merasa kacau pikiran Mengantuk

Merasa berat pada mata Kaku dan canggung dalam gerakan Tidak seimbang dalam berdiri Mau berbaring

Merasa susah berfikir Lelah berbicara

Gugup Tidak dapat berkonsentrasi

Tidak dapat memfokuskan perhatian terhadap sesuatu

Tidak dapat tekun dalam melakukan pekerjaan

Kurang kepercayaan diri Cemas terhadap sesuatu Tidak dapat mengontrol sikap Cenderung untuk lupa

Sakit kepala Kekakuan di bahu

Merasa nyeri di punggung Merasa pernafasan tertekan

Merasa haus Suara serak

Merasa pening Spasme kelopak mata

Tremor pada anggota badan Merasa kurang sehat

Sumber: Suma’mur P.K.,2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta: CV Sagung Seto. Hal 39-360.

Selain itu pada kelelahan kronis perasaan lesu tampak sebagai suatu gejala penting. Gejala-gejala psikis pada penderita kelelahan kronis adalah perbuatan penderita yang antisosial sehingga tidak cocok dan menimbulkan sengketa dengan orang-orang sekitar; pada penderita terjadi depresi, berkurangnya tenaga fisik dan juga energi mental kejiwaan serta hilangnya inisiatif. Gejala psikis demikian sering disertai kelainan psikosomatis seperti sakit kepala yang tanpa adanya penyebab organis, vertigo, gangguan pencernaan, sukar atau tidak dapat tidur, dan lain-lain.

2.1.5 Akibat Kelelahan

Konsekuensi akibat kelelahan dalam hal ini menyebabkan tingkat absentisme akan meningkat terutama mangkir kerja pada waktu jangka pendek disebabkan kebutuhan istirahat lebih banyak atau meningkatnya angka sakit (Suma’mur P.K., 2009).

Kelelahan yang terus menerus terjadi setiap hari akan berakibat terjadinya kelelahan kronis. Perasaan lelah tidak saja terjadi sesudah bekerja pada sore hari, tetapi juga selama bekerja, bahkan sebelum bekerja. Perasaan lesu tampak sebagai suatu gejala. Gejala psikis ditandai dengan perbuatan anti sosial dan perasaan tidak cocok dengan sekitar, sering depresi, kurangnya tenaga serta kehilangan inisiatif. Gejala psikis ini sering disertai kelainan psikolatis seperti sakit kepala, vertigo, gangguan pencernaan, tidak dapat tidur dan sebagainya. Kelelahan kronis demikian disebut kelelahan klinis. Kelelahan klinis terutama terjadi pada mereka yang mengalami konflik mental atau kesulitan psikologis. Selain itu sikap negatif terhadap kerja, dan perasaan terhadap atasan atau lingkungan kerja

memungkinkan faktor penting dalam sebab ataupun akibat (Suma’mur P.K., 2009).

2.1.6 Pengukuran Kelelahan

Metode pengukuran kelelahan sangat banyak ragamnya dan merupakan suatu perasaan subyektif yang sulit diukur sehingga di perlukan pendekatan secara multidisiplin. Adapun parameter yang digunakan untuk mengukur kelelahan adalah : Waktu Reaksi Seluruh Tubuh atau Whole Body Reaction Test (WBRT), Uji ketuk Jari (Finger Taping Test), Uji Flicker Fusion, Uji Critical Fusion, Uji Bourdon Wiersma, Skala Kelelahan IFRC (Industrial Fatique Rating Comite), Ekskresi Katikolamin, dan Stroop Test (Suma’mur P.K., 2009).

Menurut Tarwaka (2004) pengukuran kelelahan dapat diukur dengan berbagai cara, yaitu :

1. Kualitas dan kuantitas hasil kerja

Pada metode kualitas dan kuantitas ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor. Kuantitas kerja dapat dilihat pada prestasi kerja yang dinyatakan dalam banyaknya produksi persatuan waktu. Sedangkan kualitas kerja didapat dengan menilai kualitas pekerjaan seperti jumlah yang ditolak, kesalahan, kerusakan material, dan sebagainya.

2. Perasaan kelelahan secara subyektif (Subjective feelings of fatigue)

Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan kuesioner untuk mengukur tingkat kelelahan subyektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari :

a. 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan, meliputi: perasaan berat di kepala, lelah di seluruh badan, berat di kaki, menguap, pikiran kacau, mengantuk, ada beban pada mata, gerakan canggung dan kaku, berdiri tidak stabil, ingin berbaring.

b. 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi: susah berfikir, lelah untuk bicara, gugup, tidak berkonsentrasi, sulit untuk memusatkan perhatian, mudah lupa, kepercayaan diri berkurang, merasa cemas, sulit mengontrol sikap, tidak tekun dalam pekerjaan.

c. 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik: sakit di kepala, kaku di bahu, nyeri di punggung, sesak nafas, haus, suara serak, merasa pening, spasme di kelopak mata, tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat.

3. Alat ukur perasaan kelelahan kerja (KAUPK2)

KAUPK2 (Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja) merupakan parameter untuk mengukur perasaan kelelahan sebagai gejala subyektif yang dialami pekerja dengan perasaan yang tidak menyenangkan. Keluhan yang dialami pekerja setiap harinya membuat mereka mengalami kelelahan kronis. a. Pengukuran gelombang listrik pada otak

Pengukuran gelombang listrik pada otak dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa Electroenchepalography (EEG).

b. Uji psiko-motor (Psychomotor Test)

Pengukuran ini dilakukan dengan cara melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motorik dengan menggunakan alat digital reaction timer untuk mengukur waktu reaksi.

2.1.7 Cara Mengatasi Kelelahan

Untuk menghindari rasa lelah diperlukan adanya keseimbangan antara masukan sumber datangnya kelelahan tersebut (faktor penyebab kelelahan) dengan jumlah keluaran yang diperoleh lewat proses pemulihan (recovery). Proses pemulihan dapat dilakukan dengan cara memberikan waktu istirahat yang cukup atau dengan cara memperpendek jam kerja harian yang nantinya akan menghasilkan kenaikan output per jam, sebaliknya dengan memperpanjang jam kerja harian akan memperlambat kecepatan (tempo) kerja yang akhirnya berakibat pada penurunan prestasi kerja perjamnya (Wignjosoebroto, 2003).

Menurut Suma’mur (2009) kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan saraf pusat, terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling mengimbangi tetapi terkadang salah satu dari padanya lebih dominan sesuai dengan keperluan. Sistem aktivasi bersifat simpatis, sedangkan inhibisi adalah parasimpatis. Agar tenaga kerja berada dalam keserasian dan keseimbangan, kedua sistem tersebut harus berada pada kondisi yang memberikan stabilitasi kepada tubuh.

2.2 Produktivitas

2.2.1 Defenisi Produktivitas

Produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang-barang dan jasa) dengan masuknya yang sebenarnya. Produktivitas adalah ukuran efisiensi produktif. Suatu perbandingan antara hasil keluaran (output) dan masukan (input). Masukan sering dibatasi dengan masukan pekerja, sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan fisik bentuk dan nilai (Muchdarsyah, 2008).

Secara teknis produktivitas merupakan perbandingan antara keluaran (output) terhadap masukan (input) yang dapat diukur dengan melakukan penilaian yang bersifat parsial, misalnya keluaran dalam bentuk hasil pelaksanaan kerja per unit waktu terhadap masukan yang diperuntukkan bagi intervensi kesehatan dan biasanya menunjukkan hasil yang positif (Suma’mur P.K, 2009).

Secara lebih sederhana, produktivitas adalah perbandingan antara jumlah yang dihasilkan dengan jumlah setiap sumber yang dipergunakan selama produksi berlangsung. Produktivitas merupakan aspek yang sangat penting dalam bekerja di dalam suatu perusahaan demi kelangsungan usaha dan hasil suatu perusahaan. Dengan adanya efisiensi terhadap produktivitas dalam bekerja maka penyelesaian tugas dapat dilakukan dengan efektif sehingga hasil yang diharapkan atau tingkat keluaran dapat tercapai bahkan bisa meningkat jika sumber daya manusia dan ruang lingkup suatu perusahaan mendukung agar tingkat produksinya menjadi lebih baik. Produktivitas juga tercapai jika adanya keseimbangan antara pekerjaan dengan kapasitas kerja atau kemampuan seseorang dalam bekerja disertai dengan faktor-faktor pendukungnya.

2.2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Produktivitas

Pada dasarnya produktivitas dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu beban kerja, kapasitas kerja, dan beban tambahan akibat lingkungan kerja. Beban kerja berhubungan dengan beban fisik, mental maupun sosial yang memengaruhi tenaga kerja. Kapasitas kerja berkaitan dengan kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan pada waktu tertentu sedangkan beban tambahan akibat lingkungan kerja meliputi faktor fisik, kimia, dan faktor pada pekerja sendiri yang meliputi faktor biologi, fisiologis, dan psikologis. Banyak faktor yang memengaruhi produktivitas baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap lingkungan pekerjaannya. Menurut Hariandja (2002), faktor–faktor yang memengaruhi produktivitas adalah: a. kemampuan; kecakapan yang dimiliki berdasarkan pengetahuan, lingkungan

kerja yang menyenangkan menambah kemampuan pekerja.

b. sikap; yang menyangkut perangai pekerja yang banyak dihubungkan dengan moral dan semangat kerja.

c. situasi dan keadaan lingkungan; faktor ini menyangkut fasilitas dan keadaan dimana semua pekerja dapat bekerja dengan tenang serta sistem kompensasi yang ada.

d. motivasi; tiap pekerja perlu diberikan dorongan dalam usaha meningkatkan produktivitas.

e. upah; upah atau gaji minimum yang tidak sesuai dengan peraturan pemerintah dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja.

Menurut Muchdarsyah Sinungun (2005) tinggi rendahnya produktivitas seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain; manusia, modal, metode (proses), lingkungan organisasi (internal), lingkungan produksi, lingkungan negara (eksternal), lingkungan internal maupun regional dan umpan balik.

Menurut Suma’mur P.K. (2009) selain faktor kesehatan, ada beberapa faktor yang juga memengaruhi tingkat produktivitas yaitu motivasi kerja, latar belakang pendidikan, keterampilan tenaga kerja, profesionalitas, pengalaman, kompetensi kerja, tingkat kesejahteraan, jaminan kontiniutas kerja, jaminan sosial, adanya apresiasi, hubungan kerja dan hubungan industrial, citra perusahaan, serta lingkungan sosial budaya. Untuk itu, kesehatan bukanlah faktor utama yang menentukan produktivitas, namun tanpa kesehatan tidak mungkin produktivitas yang baik dapat diwujudkan.

2.2.3 Pengukuran Produktivitas

Menurut Yuniasih dan Suwanto (2008) bahwa produktivitas dapat diukur dengan dua standar utama yaitu produktivitas fisik dan produktivitas nilai. Produktivitas fisik dapat diukur dari aspek kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan, sedangkan produktivitas nilai dapat diukur atas dasar nilai-nilai kemampuan sikap, perilaku, disiplin, motivasi, kerjasama dan komitmen terhadap pekerjaannya.

Pengukuran produktivitas merupakan suatu alat manajemen yang penting di semua tingkatan ekonomi. Pada perusahaan pengukuran produktivitas terutama digunakan sebagai sarana manajemen untuk menganalisa dan mendorong efisiensi produksi. Manfaat lain yang diperoleh dari pengukuran produktivitas terlihat pada

penempatan perusahaan yang tetap seperti dalam menentukan target atau sasaran tujuan yang nyata dan pertukaran informasi antara pekerja dan manajemen secara periodik terhadap masalah-masalah yang saling berkaitan (Muchdarsyah Sinungan, 2003).

Menurut (Muchdarsyah Sinungan, 2003) terdapat beberapa hal yang memengaruhi kelayakan produktivitas pekerja yang kemudian dijadikan indikator dalam pengukuran produktivitas, yaitu:

1. Kondisi Organisasi

Kondisi organisasi adalah pertimbangan-pertimbangan rasional dalam lingkungan kerja yang ditimbulkan oleh pekerjaan-pekerjaan dalam pengorganisasian baik secara emosi maupun bawah sadar yang kemudian berpengaruh pada tingkah laku pekerja.

2. Kelelahan yang dipaksakan

Kelelahan dapat mengurangi aktivitas yang akhirnya mengakibatkan ketidakmampuan meneruskan pekerjaan secara maksimal. Jika didorong keinginan yang kuat seseorang akan dapat bekerja cukup lama tanpa merasa letih, padahal sebenarnya mereka merasakan kelelahan pikiran.

3. Kejenuhan

Perasaan jenuh ini berkaitan dengan kecerdasan individu, tingkat keterampilan keahlian, kepandaian, dan usia. Beberapa dampak dari kejenuhan antara lain: stress, depresi, malas bekerja, dan canggung meneruskan pekerjaan.

4. Peristiwa Kerja

Peristiwa-peristiwa kerja yang di maksud adalah situasi yang tidak terkontrol yang dapat menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan.

5. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja biasanya diakibatkan oleh sebab-sebab yang beragam dan saling berhubungan yaitu sebab intrinsik, antara lain: kondisi tubuh, usia, pengalaman, dan psikologis serta sebab ekstrinsik berkaitan dengan lingkungan kerja, antara lain: alat yang digunakan, jenis pekerjaan, dan tempat kerja.

Dapat disimpulkan bahwa seseorang sudah bekerja dengan produktif apabila sudah menunjukkan output kerja yang sudah mencapai ketentuan minimal hingga maksimal. Ketentuan ini berdasarkan hasil besaran keluaran yang dihasilkan secara normal dan diselesaikan dalam jangka waktu yang sesuai dan layak di dalam suatu perusahaan.

2.3 Pemanen Kelapa Sawit

Hasil panen utama dari tanaman kelapa sawit adalah buah kelapa sawit yang disebut tandan buah segar (TBS). Tanaman kelapa sawit mulai berbunga dan membentuk buah pada umur 2-3 tahun. Panen harus dilakukan pada saat kematangan buah optimum, agar diperoleh tingkat kandungan minyak dalam daging buah yang maksimum dan dengan mutu yang baik. Tandan buah dinyatakan matang jika brondolannya telah lepas atau jatuh secara alami dari tandannya (Mangoensoekarjo , 2003).

Panen dilakukan 6 hari dalam seminggu, 1 hari untuk pemeliharaan alat. Tingkat produksi dipengaruhi kualitas tanaman, kesuburan tanah, keadaan iklim, umur tanaman, pemeliharaan tanaman dan serangan hama penyakit. Panen memerlukan teknik tertentu agar mendapatkan hasil panen yang berkualitas. Cara yang tepat akan memengaruhi kuantitas produksi, sedangkan waktu yang tepat akan memengaruhi kualitas produksi, kegiatan panen kelapa sawit meliputi : 1. Persiapan panen.

Persiapan panen merupakan pekerjaan yang mutlak dilakukan untuk memutuskan tanaman belum menghasilkan (TBM) menjadi tanaman menghasilkan (TM). Persiapan panen yang baik akan menjamin tercapainya target produksi dengan biaya yang seminimal mungkin, kegiatan persiapan tediri dari kesiapan kondisi areal, penyediaan tenaga panen, pembagian seksi potong buah, penyediaan alat- alat kerja. Kegiatan persiapan panen kelapa sawit yang dilakukan adalah :

a. tanaman kelapa sawit mencapai ketinggian 8 meter 60% pohon telah menghasilkan tandan matang panen

b. berat TBS rata-rata ≥ 22,15 kg c. membuat jalan pikul

d. membuat tempat pengumpulan hasil (TPH).

e. menyiapkan peralatan panen diantaranya egrek yang terbuat dari fiber (2 batang), kampak, tojok, keranjang atau karung goni, gancu, ember, dan angkong.

2. Cara pelaksanaan panen

Proses kerja memanen kelapa sawit meliputi pekerja memotong tandan buah segar (TBS), memungut brondolan, menumpukkan pelepah daun yang di potong secara teratur dengan cara ditelungkupkan dan mengangkut dari pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik. Pelaksanaan panen dan pengangkutan ke pabrik tidak dilakukan secara sembarangan, tetapi perlu dilakukan dengan baik sehingga diperoleh buah dengan rendemen minyak yang tinggi dengan kualitas minyak yang baik.

3. Rotasi dan sistem panen

Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai

Dokumen terkait