• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

F. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan dalam penelitian ini adalah kuisioner. Kuisioner yang digunakan pada penelitian ini antara lain :

1. Kuesioner Data Pribadi

Kuesioner ini berisi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, status perkawinan, riwayar keluarga, faktor pencetus, onset usia penyakit, jenis antipsikotik, keteraturan dalam minum obat.

2. Kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS)

Morisky Medication Adherence Scale (MMAS) adalah salah satu alat untuk mendeteksi ketidakpatuhan pasien dalam minum obat. Kuesioner dijawab dengan jawaban iya atau tidak pada nomor 1 hingga 7, pada nomor 8 jawaban berupa spektrum sering hingga tidak pernah. Kuisioner ini terdiri atas 8 pertanyaan terkait perilaku pasien terhadap pengobatannya. MMAS memiliki sensitifitas sebesar 93% dan spesifisitas sebesar 53% pada sebuah studi kepatuhan minum obat anti hipertensi (Donald E. Morisky, 2008). Sebuah penelitian yang pernah dilakukan di negara palestina membuktikan bahwa kuisioner ini dapat digunakan untuk pasien skizofrenia. Hasil penelitian tersebut adalah lebih dari 70% pasien skizofrenia mengalami ketidakpatuhan minum obat (Sweileh WM, 2012). Pada sebuah penelitian validitas dan reliabilitas dari MMAS pada pasien hipertensi didapatkan validitas p = 0.5 dan reliabilitas sebesar 0,83 (Donald E. Morisky, 2008).

Pengukuran Morisky scale 8-items, untuk pertanyaan 1 sampai 7, kecuali nomor 8 jika menjawab tidak pernah/ jarang ( tidak sekalipun dalam satu minggu) bernilai 0, terkadang (tiga atau empat kali dalam satu minggu, biasanya ( lima atau enam kali dalam satu minggu) dan setiap saat bernilai 1. Pasien dengan skor total lebih dari dua dikatakan kepatuhan rendah, jika skor 1 atau 2 dikatakan sedang dan jika skor 0 dikatakan responden memiliki kepatuhan yang tinggi (Morisky,et al,.2008)

3. Kuesioner Positive and Negative Syndrome Scale ( PANSS )

Positive and Negative Syndrom Scale (PANSS) adalah instrumen yang telah diakui memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi untuk menilai gejala positif dan negatif skizofrenia. PANSS terdiri dari 33 butir pertanyaan yang masing-masing dinilai dalam skala 7 poin. Tujuh butir dikelompokkan dalam skala positif, tujuh butir dikelompokkan dalam skala negatif, enam belas butir menilai psikopatologi umum dan terdapat tiga butir tambahan yang menilai adanya resiko agresi. Skor PANSS masing-masing item sebagai berikut : 1 = tidak ada, 2 = minimal, 3 = ringan, 4 = sedang, 5 = agak berat, 6 = berat , 7 = sangat berat. Total semua skor masing-masing item dijumlah dengan hasil sebagai berikut : Sakit ringan = kurang lebih 61, sakit sedang = kurang lebih 78, terlihat nyata sakit = kurang lebih 96, sakit berat = kurang lebih 118, sakit sangat berat = kurang lebih 147.

G. Jadwal Penelitian

Pelaksanaan penelitia dibagi menjadi 3 tahap, yaitu : 1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap ini peneliti mengajukan judul penelitian, melakukan bimbingan dan konsultasi dalam penyusunan proposal sampai dengan ujian proposal penelitian, kemudian peneliti mempersiapkan instrumen penelitian berupa kuesioner data pribadi sampel, kuesioner kepatuhan minum obat Morisky Medication Adherence Scale (MMAS) dan kuisioner Positive and Negative Syndrom Scale (PANSS)

2. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan pengambilan data dilakukan di beberapa Puskesmas Yogyakarta. Responden diberikan penjelasan secara langsung mengenai penelitian ini dan diminta kesediaannya untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian ini dengan menandatangani informed consent. Responden diminta untuk mengisi data kuesioner identitas pribadi, kuesioner kepatuhan minum obat Morisky Medication Adherence Scale (MMAS) dan

kuisioner Positive and Negative Syndrom Scale (PANSS) peneliti mendampingi responden selama mengisi kuesioner sampai semua kuesioner selesai diisi oleh responden dan telah diberikan kembali ke peneliti. Pengisian kuesioner juga dapat dilakukan dengan cara mewawancarai responden.

3. Tahap Penyelesaian

Pengolahan data diawali dengan menghitung hasil skor dari kuesioner-kuesioner yang telah diisi oleh responden, selanjutnya data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis menggunakan program dari komputer yaitu SPSS (Statistical Product and Service Solution) dengan menggunakan Deskriptif Statistik dan uji korelasi Pearson.

Pembahasan hasil dari penelitian dilakukan setelah melakukan analisis data, kemudian dilakukan revisi dan presentasi dengan Pembimbing dan Penguji.

H. Uji Validitas dan Reabilitas

Penelitian ini tidak dilakukan uji Reabilitas karena kuesioner yang digunakan pada penelitia sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan di negara palestina membuktikan bahwa kuisioner ini dapat digunakan untuk pasien skizofrenia. Hasil penelitian tersebut adalah lebih dari 70% pasien skizofrenia mengalami ketidakpatuhan minum obat (Sweileh WM, 2012). Pada sebuah penelitian validitas dan reliabilitas dari MMAS pada pasien hipertensi didapatkan validitas p = 0.5 dan reliabilitas sebesar 0,83 (Donald E. Morisky, 2008). Sedangkan PANSS untuk dapat dipakai pada pasien skizofrenia Indonesia telah diuji reliabilitas, validitas, sensitivitas oleh A.Kusumawardhani tim dari FK-UI pada tahun 1994. Reliabilitas internal diuji dengan rumus koefisien alfa dari Cronbach terhadap 140 pasien skizofrenia. Untuk gejala positif didapatkan alfa 0,725, untuk gejala negatif 0,838, untuk gejala psikoptologi 0,684. Hasil terjemahan PANSS ke dalam bahasa Indonesia sesuai dengan PANSS yang ada dalam bahasa Inggris ( Kusumawardhani,1994).

I. Analisis data

Analisis data dilakukan melalui tahap-tahap berikut : 1. Editing

Editing dilakukan dengan cara memeriksa kelengkapan data yang sudah diperoleh dari responden dan kesesuaian data. Tahap ini dilakukan segera setelah peneliti menerima data kuesioner yang telah diisi oleh responden, sehingga apabila ada kesalahan dapat segera dikoreksi.

2. Coding

Kegiatan tahap ini adalah memberikan kode berupa angka pada masing-masing item pertanyaan supaya lebih munudah lalu dimasukkan dalam bentuk tabel kerja untuk diolah lebih lanjut.

3. Analiting

Data yang telah terkumpul diolah dan dianalisis oleh analisis Univariate Analisa univariate adalah analisa yang digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi responden serta untuk menganalisa karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin, tempat tinggal dan pendidikan.

4. Analisis Bivariate

Analisa Bivariateadalah analisa dengan cara melihat hubungan antara variabel secara deskriptif dan diduga memiliki pengaruh. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan uji Paired T Test dengan tingkat

signifikasi (α) 0,005 atau P < 0,05

5. Etik penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tetap mempertimbangkan etika penelitian sebagai bentuk perlindungan terhadap responden yang menjadi subjek dalam penelitian ini. Etika penelitian pada penelitian ini menggunakan prinsip etik penelitian sebagai berikut :

a. Right to self determination (hak untuk tidak menjadi responden)

Subjek penelitian harus dilakukan secara manusiawi dan memiliki hak untuk memutuskan apakah bersedia menjadi subjek penelitian atau tidak, tanpa adanya hukuman apapun.

b. Informed Consent

Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap mengenai tujuan penelitian yang akan dilaksanakan dan memiliki hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden.

c. Right in fair treatment ( hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil) Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama, maupun sesudah keikusertaannya dalam penelitia tanpa adanya diskriminasi apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dropped out sebagai responden.

d. Right to privacy ( hak dijaga kerahasiaannya)

Subjek memiliki hak untuk meminta bahwa data yang diperoleh dari subjek harus dirahasiakan. Subjek penelitian ini dilindungi hak-haknya dengan diberikan informed consent dan diberi penjelasan selengkap mungkin mengenai penelitian yang akan dilakukan. Persetujuan dari komite etik bidang penelitian FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta juga diupayakan untuk memastikan bahwa penelitian ini tidak melannggar kode etik penelitian.

42

1. Gambaran Umum dan Karakteristik Responden Penelitian

Penelitian tentang Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan Gejala Klinis Pasien Skizofrenia telah dilaksanakan di beberapa puskesmas Yogyakarta pada tanggal 16-30 Mei 2016. Jumlah responden penelitian yang didapatkan sebesar 106 orang. Akan tetapi hanya 69 orang yang memenuhi kriteria inklusi penelitian ini.

Tabel.2 Jumlah pasien skizofrenia di 10 Puskesmas Provinsi DIY Nama Puskesmas Jumlah Pasien

Wates 8 orang

Bambanglipura 11 orang

Godean Sleman 10 orang

Gondomanan 9 orang Gendangsari 9 orang Kraton 11 orang Srandakan 9 orang Temon 13 orang Tempel 12 orang Playen 12 orang

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sebanyak 69 responden untuk dilakukan penelitian. Responden yang dipilih sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi pada penelitian ini.

Penelitian ini dilakukan dengan cara pengumpulan data yang dibantu oleh beberapa kader kesehatan di beberapa puskesmas provinsi yogyakarta. Responden dan keluarga terdekat responden diberikan

formulir inform consent atau surat persetujuan untuk mengikuti penelitian ini. Selanjutnya pihak responden dan keluarga dilakukan wawancara dengan tim penilai mengenai kepatuhan minum obat responden dan gejala-gejala yang masih sering dialami oleh responden.

Tabel 3. Karakteristik Pasien Skizofrenia di 8 Puskesmas Provinsi DIY Karakteristik Responden Jumlah Persentase

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja Pernikahan Sudah menikah Belum menikah Umur < 20 thn 20-40 thn 40-60 thn Riwayat Pendidikan Tidak tamat sekolah Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Diploma Sarjana Lama Sakit < 1 tahun 1-5tahun 5-10 tahun 10 tahun Riwayat Keluarga Ada Tidak ada 44 25 22 47 32 37 1 32 36 5 11 19 30 1 3 4 7 23 35 22 47 63,76% 36,24% 31,88% 68,12% 46,37% 53,63% 1,44% 46,37% 52,19% 7.24% 15,94% 27,53% 43,47% 1.44% 95,62% 5,79% 10,14% 33,33% 50,72% 31,88% 68,11%

Berdasarkan tabel 3. bahwa jumlah pasien skizofrenia sebanyak 69 (100%) orang dan lebih banyak pada laki-laki yaitu sejumlah 44 (63,76%) orang dibandingkan jumlah pasien skizofrenia pada perempuan sejumlah 25 (36,24%) orang.

1. Kepatuhan Minum Obat Pasien Skizofrenia

Kategori kepatuhan minum obat pasien skizofrenia didapat dari hasil hitung jumlah skor yang diperoleh dari masing-masing responden. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4. Gambaran Tingkat Kepatuhan Minum Obat Pasien Skizofrenia Tingkat Kepatuhan Minum Obat Jumlah Persentase Patuh Rendah Patuh Sedang Patuh Tinggi 36 orang 32 orang 1 orang 52,17% 46,37%% 1,44%

2. Gejala Klinis Pasien Skizofrenia berdasarkan PANSS

Tabel 5. Distribusi Gejala Klinis Pasien Skizofrenia berdasarkan PANSS Tingkat keparahan gejala Jumlah Persentase

Sakit ringan 24 orang 34,78%

Sakit sedang 22 orang 31,88%

Terlihat nyata sakit 10 orang 14,49%

Sakit berat 9 orang 13,04%

Sakit sangat berat 4 orang 5,79%

Berdasarkan tabel 5. Distribusi gejala klinis pasien skizofrenia berdasarkan skor PANSS didapatkan jumlah pasien dengan gejala ringan paling besar yaitu sebanyak 24 (34,78%) orang dibandingkan derajat gejala lainnya.

3. Analisis Uji Statistik Korelasi

Tabel 6. Analisis Uji Statistik Korelasi

Gejala Klinis Nilai p Korelasi

Tingkat kepatuhan minum obat

Ringan Sedang Terlihat Nyata Sakit Berat Sangat Berat Patuh Rendah 12 (33,3) 10 (27,8) 5 (13,9) 5 (13,9) 4 (11,1) 0,141 -1,31 Patuh Sedang 11 (34,4) 12 (37,5) 5 (15,6) 4 (12,5) 0 Patuh Tinggi 1 (100) 0 0 0 0 Total 24(34,8) 22 (31,9) 10 (14,5) 9 (13,0) 4 (5,8)

Analisis uji statistik korelasi antara kedua variabel penelitian ini menggunakan skala pengukuran ordinal dan ordinal dianalisis dengan menggunakan uji analisis korelasi Spearman. Berdasarkan hasil uji analisis korelasi yang terdapat pada Tabel 6. menunjukan bahwa nilai korelasi 0,141 ( P>0,05) yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kepatuhan minum obat dengan gejala klinis pasien skizofrenia.

B. Pembahasan

Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui karakteristik responden secara keseluruhan dan ada tidaknya hubungan antara kepatuhan minum obat dengan gejala klinis skizofrenia.

1. Karakteristik Responden

Berdasarkan pada tabel .3 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan bermakna antara jumlah responden laki-laki dan perempuan. Didapatkan jumlah responden laki-laki sebesar 44 (63,76%) orang dibandingkan perempuan sebesar 25 (36,24%) orang. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Cordosa et.al, (2005) mengemukakan kenapa perempuan lebih sedikit beresiko mengalami gangguan jiwa dibandingkan laki-laki karena perempuan lebih bisa menerima situasi kehidupan dibandingkan laki-laki. Berdasarkan karakteristik responden juga didapatkan bahwa lebih banyak responden yang tidak bekerja yaitu sejumlah 47 (68,12%) orang dibandingkan responden yang bekerja yaitu sejumlah 22 (31,88%) orang. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Erlina et.al,

(2010) yang menyebutkan bahwa orang yang tidak bekerja kemungkinan mempunyai risiko 6,2 kali lebih besar menderita skizofrenia dibandingkan orang yang bekerja. Fakhrul et.al, (2014) menambahkan bahwa selain motivasi diri yang kurang karena adanya gejala negatif, stima dan diskriminasi terhadap pasien skizofrenia menghalangi mereka untuk berintegritas ke dalam masyarakat karena sering mendapat ejekan, isolasi sosial dan ekonomi.

Tingkat pendidikan responden penelitian ini bervariasi yaitu dari tidak bersekolah hingga tingkat sarjana. Pasien skizofrenia pada penelitian ini sebagian besar memiliki riwayat pendidikan terakhir SMA yaitu sebanyak 30 (43,47%) orang. Menurut Magdalena (2009) rendahnya

tingkat pendidikan dapat disebabkan karena faktor ekonomi dari orangtua pasien, dan timbulnya gejala saat remaja. Pasien yang mengalami gangguan akibatnya tidak dapat menyelesaikan pendidikannya dengan baik.

2. Kepatuhan Minum Obat Pasien Skizofrenia

Berdasarkan tabel.4 Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 69 responden yang diteliti jumlah pasien dengan kepatuhan rendah sejumlah 36 orang, kepatuhan sedang sejumlah 32 orang dan kepatuhan tinggi hanya 1 orang. Hal ini sesuai dengan penelitian Baiq (2014) yang mengatakan bahwa sebagian besar pasien skizofrenia tidak patuh terhadap pengobatan. Selain itu Niven (2002) menambahkan bahwa alasan sebagian besar pasien yang tidak patuh terhadap pengobatan karena jumlah obat yang diminum, adanya efek samping obat serta tidak adanya pengawasan oleh keluarga pasien.

3. Gambaran Gejala Klinis Pasien Skizofrenia berdasarkan Skor PANSS

Berdasarkan tabel .5 diketahui bahwa proporsi jumlah responden paling banyak adalah responden yang memiliki gejala ringan sebesar 24 orang.

4. Analisis Uji Korelasi Kepatuhan Minum Obat dengan Gejala Klinis Pasien Skizofrenia

Berdasarkan tabel .6 penelitian ini didapatkan nilai p > 0,05 yaitu sebesar 0,141 yang menunjukan tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara kepatuhan minum obat pasien dan gejala klinis dari skor PANSS. Hal ini didukung oleh penelitian Linden et.al, (2011) yang melaporkan tidak ada hubungan antara keparahan gejala dan kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia karena terdapat faktor lain seperti kurangnya dukungan keluarga yang dapat mempengaruhi gejala pasien. (Rettern et.al, 2005 dalam Journal Kyoko.et.al, 2013) menambahkan bahwa secara statistik tidak didapatkan hubungan kepatuhan minum obat dengan gejala positif pasien skizofrenia.

Penelitian Irene et.al, (2015) mengatakan bahwa sebagian besar pasien dari gejala ringan hingga gejala sangat berat yang tidak patuh terhadap pengobatan dikarenakan efek samping obat, biaya pengobatan, dosis obat dan cara pemberian obat dan dari hasil penelitiannya pasien yang minum obat teratur serta mendapat dukungan baik dari keluarga, hal ini membawa dampak bagi pasien sehingga prevalensi kekambuhan dari pasien berkurang selama 1 tahun pasien tidak menunjukan gejala kekambuhan saat dirawat keluarga di rumah. Yudi et.al, (2015) menambahkan bahwa faktor dukungan keluarga yang sangat buruk dapat menyebabkan mayoritas pasien skizofrenia mengalami kekambuhan. Selain itu pasien skizofrenia akan memiliki peluang 6 kali untuk

mengalami kekambuhan dibandingkan dengan keluarga yang memiliki dukungan yang baik.

Selain itu penelitian Surya (2013) menambahkan bahwa perilaku minum obat bagi penderita skizofrenia tergantung pada tingkat kesadaran

(insight) dari penderita, misalnya penderita menyangkal atau sadar bahwa dirinya sakit. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Gokhan et.al,

(2014) menunjukan bahwa kepatuhan terhadap pengobatan tidak berkorelasi dengan keparahan penyakit skizofrenia maka dari itu program pengobatan berbasis komunitas dan psikoedukasi dari pasien rawat jalan harus dilakukan untuk menjaga kepatuhan terhadap pengobatan.

Penelitian Surya (2013) menambahkan bahwa ekspresi emosi keluarga yang rendah menyebabkan frekuensi kekambuhan gejala penderita skizofrenia berkurang. Pasien skizofrenia yang tinggal dalam lingkungan keluarga dengan ekspresi emosi yang kuat secara signifikan lebih sering mengalami kekambuhan dibandingkan dengan yang tinggal dalam lingkungan keluarga dengan ekspresi emosi yang rendah. Apabila keluarga memperlihatkan emosi yang diekspresikan secara berlebih, misalnya klien sering diomeli atau dikekang dengan aturan yang berlebihan, kemungkinan peningkatan gejala akan bertambah besar.

Hubungan yang tidak bermakna antara kepatuhan minum obat dan gejala klinis skizofrenia kemungkinan disebabkan bahwa adanya faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi penurunan ataupun peningkatan gejala pasien yaitu dukungan keluarga, ekspresi emosi keluarga, terapi non

farmakologi. Penelitian Wayan et.al, (2013) menyatakan bahwa selain dari terapi farmakologis yakni yang berkaitan dengan kepatuhan minum obat, terapi okupasi menggambar dapat berpengaruh terhadap perubahan gejala halusinasi skizofrenia.

Penelitian Jimmi (2010) mengatakan bahwa terapi musik klasik pun bisa mengurangi gejala pasien skizofrenia. Ini bisa terjadi disebabkan karena adanya pengaruh musik klasik, yang meningkatkan endorfin sehingga katekolamin menurun dan gejala klnik menjadi berkurang. Musik klasik yang diperdengarkan membuat pasien menjadi lebih tenang, komunikasi menjadi lebih baik, dan hubungan dengan orang lain menjadi lebih hangat.

Myra et.al, (2015) menambahkan bahwa dari hasil penelitiannya mengenai pengaruh olahraga jogging terhadap perbaikan gejala klinis skizofrenia, terdapat penurunan skor PANSS yang signifikan. Terapi skizofrenia yang mengkombinasikan antara obat haloperidol dan rajin melakukan olahraga jogging mempunyai pengaruh perbaikan gejala klinis yang lebih baik dibandingkan obat haloperidol dan kurang rajin melakukan olahraga jogging. perbaikan gejala Hasil paling signifikan terlihat pada pasien yang diberikan terapi olahraga dengan dosis berkisar 30 menit per sesi yang dilakukan seminggu 2 kali selama 8 minggu (Gold et al., 2005).

Terapi non farmakologis seperti terapi psikoreligius berpengaruh terhadap penurunan gejala seperti perilaku kekerasan pasien skizofrenia. Penelitian Dwi (2014) menunjukan bahwa terdapat perbedaan penurunan

perilaku kekerasan pada respon verbal pada pasien yang diberi terapi psikoreligius dan yang tidak diberi terapi psikoreligius. Selain itu ada perbedaan penurunan perilaku kekerasan pada respon emosi pada pasien yang diberi terapi psikoreligius dan yang tidak diberi terapi psikoreligius.

52

A. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, disimpulkan :

Tidak terdapat hubungan antara kepatuhan minum obat dengan gejala klinis skizofrenia

B. SARAN

Dengan mempertimbangkan hasil penelitian. Penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Sebaiknya penelitian dilakukan tidak hanya dalam satu waktu.

2. Untuk penelitian selanjutnya, dapat meneliti faktor lain yang dapat mempengaruhi gejala klinis skizofrenia selain dari kepatuhan minum obat. 3. Untuk penelitian selanjutnya, dapat menggunakan instrumen penilaian

53

angka.html, diperoleh tanggal 27 Maret 2015

Baiq.2014.Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan Tingkat Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia di Poliklinik RSJ Ghrasia DIY

Beena Jimmy , Jimmy Jose. (2011). Patient Medication Adherence: Measures in Daily Practice. US National Library of Medicine. May;26: 155–159. Benhard,R. (2007). Skizofrenia dan diagnosis banding. Jakarta:FK UI.

Bertram G Katzung,1998. Farmakologi Dasar dan Klinis. Edisi VI Jakarta: EGC 2.FKUI.

Bustillo,J.R.(2008). Schizophrenia. Diakses dari http://www.schizophrenia.com pada tanggal 24 maret 2015

Butar, B.O.D. (2011). Hubungan pengetahuan keluarga dengan tingkat kepatuhan pasien skizofrenia di rumah sakit daerah provinsi Sumatera

utara medan. Diakses dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32884/5/Chapte r20I.pd f (27 maret 2015).

Cordosa SC, Caraffa TW, Bandeira M, Siquera LA, Abrew SM, Fonseca JP: Factor’s Associated with Low Quality of Life in Schizofrenia. Rio de Jeneiro. 2005. Available from http://www.scielo.br/pdf/csp/v21n5/05.pdf Dwi,A (2014). Pengaruh terapi psikoreligi terhadap penurunan perilaku

kekerasan pada pasien skizofrenia di rumah sakit jiwa Surakarta.

Emsley, R., Chiliza, B., Asmal, L., & Harvey, B. H. (2013).The Nature Of Relapse In Schizophrenia. BioMed Central Psychiatry.

Erlina, Soewadi, Dibyo P. 2010. Determinan Terhadap Timbulnya Skizofrenia Pada Pasien Rawat jalan Di Rumah Sakit Jiwa Prof. HB Saanin Padang Sumatra Barat. FK UGM Yogyakarta.

Fakhruddin, T.(2012). Hubungan dukungan sosial dengan kepatuhan minum

obat penderita skizofrenia. Diakses dari

http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=download&sub=DownloadFile&act= vie w&typ=html&file=3634-H-2012.pdf&ftyp=4&id=58938 pada tanggal 26 maret2015.

Fenton WS, Blyler CR, Heinssen RK. Determinants of medication compliance in schizophrenia: empirical and clinical findings. Schizophrenia Bull. 197;23:637–651. Diakses 31 Maret 2015.

Gökhan Umut, Zeren Öztürk Altun, Birim S. Danışmant, İlker Küçükparlak, Nesrin Karamustafalıoğlu.2011.Relationship between treatment adherence, insight and violence among schizophrenia inpatients in a training hospital sample

Gold C., Heldal T.O., Dahle T., & Wigram T. (2005). Exercise Therapy for schizophrenia or schizophrenia – like illness (Review), Issue 2, Cochrane Library. Hawari, D. (2001).Pendekatan holistik pada gangguan jiwa: SKIZOFRENIA,

Jakarta:FK UI.

Hiroyo K,Yoshimichi S,Jorg. 2015. Adherence and Rehospitalization in patient with schizophrenia;evidence from Javanese claim data.

Ireine Kaunang, Esrom Kanine, Vanri Kallo. 2015.Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Prevalensi Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia yang berobat jalan di Ruang Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Prof. DR. V. L. Ratumbusyang Manado.

I Wayan,I Gusti,I Ketut.2013.Terapi Musik Klasik Terhadap Perubahan Gejala Perilaku Agresif Pasien Skizofrenia.

Jimmi Sebastian.2010.Pengaruh Musik Klasik sebagai Terapi Tambahan terhadap Perbaikan Gejala Klinis Pasien Skizofrenia.Universitas Hasanudin Makassar

Jose, B. J. (2011). Patient Medication Adherence: Measures in Daily Practice. US National Library of Medicine , 155–159.

Kane, J., Kissling, W., Lambert, T., & Parellada, E. (2010).Adhrence Rating Scale. Centre of Excellence for Relapse Prevention, 1-10.

Kandar.(2011).Analisis deskriptif penyebab kekambuhan klien Skizofrenia dirawat ulang di RSJD AGH Semarang. Bidang perawatan RSJD AGH Semarang. Kusuma,W.(2007). Kedaruratan psikiatrik dalam praktek.Jakarta:Preofessional

Books.

Kyoko H,Goran M,Kavi J,Teresa D,Ola G,Marc,D.2013.Medication Adherence in schizophrenia:factor influencing adherence and cosequences of non adherence. a siystemic literatur review.

Leucht S, Corves C,Arbter D,Engel R. R,Li C, Davis J. M., (2009).Second- generation versus first-generation antipsychotic drugs for schizophrenia: a meta-analysis. Lancet vol. 373, 31-41.

Linden M., Godemann F., Gaebel W., Kopke W., Muller P., Muller-Spahn F., et al. (2001) A prospective study of factors influencing adherence to a continuous neuroleptic treatment program in schizophrenia patients during 2 years. Schizophrenia Bull 27: 585–596 [PubMed]

Magdalena.2009.Tesis Evaluasi Rejimen Obat Pasien Schizophrenia Pada Unit Rawat Jalan dan Rawat Inap setelah Uji Coba Kebijakan INA-DRG di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta.FK UI Jakarta.

Maramis WF dan Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran jiwa. Edisi kedua.Surabaya: Universitas Airlangga, 2009. hal 251-279.

Maramis WF dan Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran jiwa.Edisi kedua.Surabaya: Universitas Airlangga, 2005. hal 215-340.

Marie T. Brown, MD and Jennifer K. Bussell, MD.(2011).Medication Adherence: WHO Cares?. US National Library of Medicine.86:304–314. Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3068890/ 31 Maret 2015. Maslim, R. (2001). Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic

Medication). Edisi ketiga. Jakarta.

Morisky D. E, Ang A, Marie K., Harry J W. (2008).Predictive Validity of a Medication Adherence Measure in an Outpatient Setting. the Journal of Clinical Hypertension, 348-354.

Myra, Wempy Thioritz, A. Jayalangkara Tanra.2015.Pengaruh Olahraga Jogging Sebagai Tambahan Terapi Terhadap Perbaikan Gejala Klinis Pasien Skizofrenia.FK Universitas Hasanudin Makassar.

National Institute of Mental Health. (2002). An Overview of Schizophrenia.

Dokumen terkait