• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.2. Saran

1. Diperlukan penelitian yang lebih lanjut dan diteliti juga jenis rokok dan faktor resiko dan kesannya terhadap penghisap dan penderita kanker paru untuk mendapatkan hasil yang lebih kuat.

2. Memberikan penjelasan kepada semua orang mengenai keburukan menghisap rokok dan asap rokok bagi diri sendiri dan orang sekitarnya serta bagaimana ia bisa menjadi kanker paru. Sosialisasinya dapat dilakukan melalui media maupun elektronik.

29

3. Meningkatkan pelayanan kesehatan supaya dapat mendiagnosis kanker paru pada stadium dini supaya dapat menberi terapi dengan segera dan memperbaiki prognosis penyakit kanker paru.

4. Pencatatan rekam medis sebaiknya ditulis dengan lengkap supaya para peneliti dapat menggunakan rekam medis dengan baik pada penelitiannya.

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kanker Paru 2.1.1. Definisi

Kanker paru merupakan penyebab utama mortalitas yang diakibatkan oleh kanker, baik pada pria maupun wanita yang ada di dunia. Prevalensi kanker paru menempati urutan kedua setelah kanker prostat pada pria dan kanker payudara pada wanita. Belakangan ini kanker paru telah melebihi penyakit jantung sebagai penyebab utama mortalitas oleh akibat merokok. Kebanyakan kanker paru di diagnosa pada stadium lanjut sehingga memperburuk prognosisnya (Huq, 2010).

2.1.2. Etiologi

Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker paru sangat berhubungan dengan merokok. Terdapat hubungan antara rata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari dengan tingginya insiden kanker paru. Belakangan, dari laporan beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok pasif pun akan berisiko terkena kanker paru. Diperkirakan 25% kanker paru dari bukan perokok adalah berasal dari perokok pasif (Amin, 2006). Efek rokok bukan saja mengakibatkan kanker paru, tapi dapat juga menimbulkan kanker pada organ lain seperti mulut, laring dan esophagus. Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat karsinogen terhadap organ tubuh. Menurut Amin (2006), etiologi lain dari kanker paru yang pernah dilaporkan adalah :

a. Berhubungan dengan zat karsinogen seperti asbestos, radiasi ion pada pekerja tambang uranium, radon, arsen, kromium, nikel, polisikilik hidrokarbon, vinil klorida.

b. Polusi udara yang banyak terjadi di daerah perkotaan.

c. Genetik, dimana terjadi mutasi dari beberapa gen yang berperan dalam kanker paru yaitu proto oncogen, tumor suppressor gene, gene encoding enzyme.

6

d. Diet yang rendah konsumsi betakarotene, selenium dan vitamin A pernah dilaporkan menyebabkan tingginya risiko kanker paru.

2.1.3 Faktor risiko

Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik dan lain-lain (Amin, 2006). Dibawah ini akan diuraikan mengenai faktor risiko penyebab terjadinya kanker paru :

a. Merokok

Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling penting, yaitu 85% dari seluruh kasus (Wilson, 2005). Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang dihisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok dan lamanya berhenti merokok (Stoppler, 2010).

b. Perokok pasif

Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif atau menghisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali (Wilson, 2005). Diduga ada 3.000 kematian akibat kanker paru tiap tahun di Amerika Serikat terjadi pada perokok pasif (Stoppler, 2010).

c. Polusi udara

Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih

7

sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren (Wilson, 2005).

d. Paparan zat karsinogen

Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru (Amin, 2006). Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga merokok.

e. Diet

Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap betakarotene, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru (Amin, 2006).

f. Genetik

Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras dan myc) dan non-aktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53, dan CDKN2) (Wilson, 2005).

8

g. Penyakit paru

Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan (Stoppler, 2010).

2.1.4 Klasifikasi kanker paru

Kanker paru terbagi kepada kanker primer dan kanker sekunder seperti di Gambar 2.1. Kanker primer adalah kanker yang berasal dari saluran nafas dan paru, yaitu dari saluran bronkus yang merupakan saluran udara besar yang masuk ke paru-paru dan sel alveoli di dalam paru-paru. Kanker sekunder pula adalah kanker paru yang disebabkan oleh metastase atau penyebaran dari organ yang lain seperti, payudara, usus besar, prostat, ginjal, tiroid, lambung, leher rahim, rektum, buah zakar, tulang dan kulit.

Kanker paru primer terbagi kepada karsinoma bronkogenik, yaitu kanker paru yang berawal dari bronkus dan karsinoma sel alveolar, yaitu kanker paru yang berasal dari sel alveoli. Karsinoma bronkogenik adalah kanker paru yang lebih sering berlaku, yaitu mencakup 90% dari keseluruhan kasus kanker paru primer, ia terbagi lagi kepada karsinoma sel kecil atau karsinoma sel gandum atau small cell lung carcinoma (SCLC), dan non-small cell lung carsinom (NSCLC). SCLC mencakup 20% kasus kanker paru bronkogenik dan merupakan tipe yang paling agresif dan bisa bermetastase ke bagian tubuh yang lain. NSCLC adalah tipe yang lebih sering dan mencakupi 80% kasus kanker paru bronkogenik, ia terbagi lagi kepada adenokarsinoma, tipe yang paling sering yaitu mencakup 50% kasus NSCLC, karsinoma sel skuamosa atau karsinoma epidermoid, mencakup 30% kasus NSCLC, dan karsinoma sel besar, tipe yang kurang sering terjadi (Johnson, Blot dan Carbone, 2008 ).

9

Gambar 2.1. Klasifikasi Kanker Paru

2.1.5. Gejala Klinis

Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah menunjukkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. Menurut Amin (2006), gejala-gejala kanker paru dapat bersifat:

a. Lokal ( tumor tumbuh setempat ):

1) Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis 2) Hemoptisis

3) Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas 4) Kadang terdapat kavitas seperti abses paru

10

b. Invasi lokal 1) Nyeri dada

2) Dispnea karena efusi pleura

3) Invasi ke perikardium terjadi tamponade atau aritima 4) Sindrom vena cava superior

5) Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)

6) Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent

7) Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis servikalis

c. Gejala Penyakit Metastasis

1) Pada otak, tulang, hati, adrenal

2) Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis) d. Sindrom Paraneoplastik : terdapat pada 10% kanker paru, dengan gejala:

1) Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam 2) Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi 3) Hipertrofi osteoartropati

4) Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer 5) Neuromiopati

6) Endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalsemia) 7) Dermatologik : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh 8) Renal : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH) e. Asimtomatik dengan kelainan radiologis

1) Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/ COPD yang terdeteksi secara radiologis

2) Kelainan berupa nodul soliter

2.1.6 Diagnosis a) Anamnesis

Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan kunci untuk diagnosis tepat. Keluhan dan gejala klinis permulaan merupakan tanda awal penyakit kanker paru. Batuk disertai dahak yang banyak dan kadang-kadang

11

bercampur darah, sesak nafas dengan suara pernafasan nyaring (wheezing), nyeri dada, lemah, berat badan menurun dan anoreksia merupakan keadaan yang mendukung. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan pada pasien tersangka kanker paru adalah faktor usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, dan terpapar zat karsinogen yang dapat menyebabkan nodul soliter paru (Huq, 2010).

b) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan kelainan-kelainan berupa perubahan bentuk dinding toraks dan trakea, pembesaran kelenjar getah bening dan tanda-tanda obstruksi parsial, infiltrat dan pleuritis dengan cairan pleura (Huq, 2010).

c) Pemeriksaan laboratorium (Huq, 2010)

Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk :

a) Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru. Kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau pemeriksaan analisis gas.

b) Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada organ-organ lainnya.

c) Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada jaringan tubuh baik oleh karena tumor primernya maupun oleh karena metastasis.

d) Radiologi

Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan yang paling utama dipergunakan untuk mendiagnosa kanker paru. Kanker paru memiliki gambaran radiologi yang bervariasi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan keganasan tumor dengan melihat ukuran tumor, kelenjar getah bening dan metastasis ke organ lain (Johnson, Blot dan Carbone, 2008).

Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan dengan metode tomografi komputer. Pada pemeriksaan tomografi komputer dapat dilihat hubungan kanker

12

paru dengan dinding toraks, bronkus dan pembuluh darah secara jelas. Keuntungan tomografi komputer tidak hanya memperlihatkan bronkus, tetapi juga struktur di sekitar lesi serta invasi tumor ke dinding toraks.Tomografi komputer juga mempunyai resolusi yang lebih tinggi, dapat mendeteksi lesi kecil dan tumor yang tersembunyi oleh struktur normal yang berdekatan (Johnson, Blot dan Carbone, 2008).

e) Sitologi

Sitologi merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang mempunyai nilai diagnostik yang tinggi dengan komplikasi yang rendah. Pemeriksaan dilakukan dengan mempelajari sel pada jaringan. Pemeriksaan sitologi dapat menunjukkan gambaran perubahan sel, baik pada stadium prakanker maupun kanker. Selain itu dapat juga menunjukkan proses dan sebab peradangan (Johnson, Blot dan Carbone, 2008).

Pemeriksaan sputum adalah salah satu teknik pemeriksaan yang dipakai untuk mendapatkan bahan sitologik. Pemeriksaan sputum adalah pemeriksaanyang paling sederhana dan murah untuk mendeteksi kanker paru stadium preinvasif maupun invasif. Pemeriksaan ini akan memberi hasil yang baik terutama untuk kanker paru yang letaknya sentral. Pemeriksaan ini juga sering digunakan untuk skrining terhadap kanker paru pada golongan risiko tinggi (Johnson, Blot dan Carbone, 2008).

f) Bronkoskopi

Setiap pasien yang dicurigai menderita tumor bronkus merupakan indikasi untuk bronkoskopi. Dengan menggunakan bronkoskop fiber optik, perubahan mikroskopik mukosa bronkus dapat dilihat berupa nodul atau gumpalan daging. Bronkoskopi akan lebih mudah dilakukan pada tumor yang letaknya di sentral. Tumor yang letaknya di perifer sulit dicapai oleh ujung bronkoskop (Huq, 2010).

13

g) Biopsi Transtorakal

Biopsi aspirasi jarum halus transtorakal banyak digunakan untuk mendiagnosis tumor pada paru terutama yang terletak di perifer. Dalam hal ini diperlukan peranan radiologi untuk menentukan ukuran dan letak, juga menuntun jarum mencapai massa tumor. Penentuan letak tumor bertujuan untuk memilih titik insersi jarum di dinding kulit toraks yang berdekatan dengan tumor (Kopper dan Timar, 2005).

h) Torakoskopi

Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna pemeriksaan histopatologik untuk kanker paru. Torakoskopi adalah pemeriksaan dengan alattorakoskop yang ditusukkan dari kulit dada ke dalam rongga dada untuk melihat dan mengambil sebagian jaringan paru yang tampak (Kopper dan Timar, 2005).

Pengambilan jaringan dapat juga dilakukan secara langsung ke dalam paru dengan menusukkan jarum yang lebih panjang dari jarum suntik biasa kemudian dilakukan pengisapan jaringan tumor yang ada (Kopper dan Timar, 2005).

2.1.7. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan kanker paru adalah kuratif, paliatif dan suportif. Terdapat perbedaan fundamental dari NSCLC dengan SCLC, sehingga pengobatannya harus dibedakan.

Pengobatan NSCLC meliputi terapi bedah yang merupakan pilihan pertama pada stadium I atau II pada pasien yang adekuat sisa cadangan parenkim parunya. Survival pasien pada stadium I mendekati 60%, pada stadium II 26-37%. Pada stadium III A masih ada kontroversi mengenai keberhasilan operasi bila kelenjar mediastinum ipsilateral atau dinding torak terdapat metastasis. Pada stadium IIIb dan IV tidak dioperasi, tetapi dilakukan Combined Modality Therapy yaitu gabungan radiasi, kemoterapi dengan operasi (Amin, 2006).

Untuk jenis SCLC, dibagi dua, yaitu limited-stage disease yang diobati dengan tujuan kuratif ( yaitu kombinasi kemoterapi dan radiasi ) dan angka

14

keberhasilan terapi sebesar 20% serta extensive-stage disease yang diobati dengan kemoterapi dan angka respon terapi inisial sebesar 60-70% dan angka respon terapi komplit sebesar 20-30%. Angka median-survival time untuk limited-stage adalah 18 bulan dan untuk extensive-stage disease adalah 9 bulan (Amin, 2006).

2.1.8. Pencegahan

Menurut CDC (2010), pencegahan dari kanker paru ada empat,yaitu : a. Berhenti Merokok

Dengan berhenti merokok, akan menurunkan risiko terjadinya kanker paru dibandingkan dengan tidak berhenti merokok sama sekali. Semakin lama seseorang berhenti merokok, maka akan semakin baik kesehatannya dibanding mereka yang merokok. Bagaimanapun, risiko bagi mereka yang berhenti merokok tetap lebih besar dibandingkan mereka yang tidak pernah merokok.

b. Menghindari menghisap rokok orang lain (secondhand smoke). c. Membuat lingkungan kerja dan rumah aman dari gas radon d. Mengkonsumsi buah dan sayuran yang banyak

e. Mengkonsumsi buah dan sayuran yang banyak akan membantu melindungi dari kanker paru.

2.1.9 Prognosis

Hal terpenting pada prognosis kanker paru adalah menentukan stadium penyakit. Pada kasus kanker paru jenis NSCLC yang dilakukan tindakan pembedahan, kemungkinan hidup 5 tahun adalah 30%. Pada karsinoma in situ, kemampuan hidup setelah dilakukan pembedahan adalah 70%, pada stadium I, sebesar 35-40% pada stadium II, sebesar 10-15% pada stadium III dan kurang dari 10% pada stadium IV. Kemungkinan hidup rata-rata tumor metastasis bervariasi dari 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Hal ini tergantung pada status penderita dan luasnya tumor. Sedangkan untuk kasus SCLC, kemungkinan hidup rata-rata adalah 1-2 tahun pasca pengobatan. Sedangkan ketahanan hidup SCLC tanpa terapi hanya 3-5 bulan (Wilson, 2005).

15

Angka harapan hidup 1 tahun untuk kanker paru sedikit meningkat dari 35 % pada tahun 1975-1979 menjadi 41% di tahun 2000-2003. Walaupun begitu, angka harapan hidup 5 tahun untuk semua stadium hanya 15%. Angka ketahanan sebesar 49% untuk kasus yang dideteksi ketika penyakit masih bersifat lokal, tetapi hanya 16% kanker paru yang didiagnosis pada stadium dini (American Cancer Society, 2010).

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kanker paru merupakan salah satu jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, sebanyak 17% insidensi terjadi pada pria (peringkat kedua setelah kanker prostat) dan 19% pada wanita (peringkat ketiga setelah kanker payudara dan kanker kolorektal) (Ancuceanu, R.V dan Victoria, 2004).

World Health Organisation (WHO) tahun 2007 melaporkan bahwa insidensi penyakit kanker di dunia mencapai 12 juta penduduk dengan PMR 13 %. Di negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris, kematian akibat kanker menduduki peringkat kedua setelah penyakit kardiovaskuler. Salah satu penyakit kanker yang menyebabkan kematian tertinggi di dunia adalah kanker paru. WHO World Report 2000 melaporkan, PMR kanker paru pada tahun 1999 di dunia 2,1%. Menurut WHO, Cause Specific Death Rate (CSDR) kanker trakea, bronkus, dan paru di dunia 13,2 per 100.000 penduduk dengan PMR 2,3% (WHO, 2007).

Menurut Departemen Kesehatan melalui pusat promosi kesehatan menyatakan Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok tertinggi. Berdasarkan data dari WHO, prevalensi merokok di kalangan orang dewasa meningkat ke 31,5% pada tahun 2001 dari 26,9 % pada tahun 1995. Pada tahun 2001, 62,2% dari pria dewasa merokok, dibandingkan dengan 53,4 % pada tahun 1995. Rata-rata umur mulai merokok yang semula 18,8 tahun pada tahun 1995 menurun ke 18,4 tahun pada tahun 2001. Prevalensi merokok pada pria meningkat cepat seiring dengan bertambahnya umur dari 0,7% (10-14 tahun), ke 24,2 % (15-19 tahun), melonjak ke 60,1 % (20-24 tahun). Remaja pria umur 15-19 tahun mengalami peningkatan konsumsi sebesar 65% antara 1995 dan 2001 lebih tinggi dari kelompok lain manapun (WHO, 2001).

Dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan prevalensi merokok dalam jangka waktu 5 tahun. Indonesia menempati urutan kelima di antara negara-negara

2

dengan tingkat agregat konsumsi tembakau tertinggi di dunia. Indonesia mengalami peningkatan tajam konsumsi tembakau dalam 30 tahun terakhir, dari 33 milyar batang per tahun di tahun 1970 ke 217 milyar batang di tahun 2000. Antara tahun 1970 dan 1980, konsumsi meningkat sebesar 159%. Faktor-faktor yang ikut berperan adalah iklim ekonomi yang positif dan mekanisasi produksi rokok di tahun 1974. Antara tahun 1990 dan 2000, peningkatan lebih jauh sebesar 54% terjadi dalam konsumsi tembakau walaupun terjadi krisis ekonomi (Depkes RI, 2004).

Berdasarkan data statistik dari Badan Kesehatan Dunia WHO (World Health Organization), menyebutkan 1 dari 10 kematian pada orang dewasa disebabkan karena merokok dimana rokok ini membunuh hampir lima juta orang setiap tahunnya. Jika hal ini berlanjut, maka bisa dipastikan bahwa 10 juta orang akan meninggal karena rokok pertahunnya pada tahun 2020, dengan 70% kasus terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Pada tahun 2005 terdapat 5,4 juta kematian akibat merokok atau rata-rata satu kematian setiap 6 detik. Bahkan pada tahun 2030 diperkirakan jumlah kematian mencapai angka 8 juta. Merokok juga merupakan jalur yang sangat berbahaya menuju hilangnya produktivitas dan hilangnya kesehatan. Menurut Tobacco Atlas yang diterbitkan oleh WHO, merokok adalah penyebab bagi hampir 90% kanker paru, 75% penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan juga menjadi 25% penyebab dari serangan jantung (Rasti, 2008).

Secara statistik, sekitar 90% kanker paru terjadi pada perokok aktif atau mereka yang baru berhenti. Terdapat korelasi linier antara frekuensi kanker paru dan jumlah bungkus per tahun merokok. Peningkatan risiko menjadi 60 kali lebih besar pada perokok berat (dua bungkus sehari selama 20 tahun) dibandingkan dengan perokok. Atas sebab yang belum sepenuhnya jelas, perempuan memperlihatkan kerentanan yang lebih tinggi terhadap karsinogen tembakau dibandingkan dengan laki-laki. Meskipun berhenti merokok menurunkan risiko terjadinya kanker paru seiring dengan waktu risiko tersebut tidak pernah kembali ke tingkat dasar (Kumar, Cotran dan Robbins, 2007).

3

Dunia kesehatan menyatakan bahwa merokok memberi dampak negatif yang luas bagi kesehatan dan ditengarai sebagai salah satu penyebab utama penyakit kanker paru, penyakit jantung koroner, impotensi bahkan gangguan kehamilan dan janin. Menurut data WHO satu juta manusia per tahun di dunia meninggal karena merokok dan 95% diantaranya oleh kanker paru-paru. Kematian karena kanker paru-paru bisa terjadi pada perokok pasif, yaitu janin dalam kandungan ibu perokok, anak-anak dari orang tua perokok dan orang dewasa bukan perokok yang berada dalam lingkungan perokok (Nugrobo, 2008). Dampak negatif konsumsi tembakau dan paparan terhadap asap tembakau yang telah terbukti adalah penyakit kanker paru, kanker mulut dan organ lainnya, penyakit jantung dan saluran pernapasan kronik. Rokok kretek mengandung tembakau sebanyak 60-70%. Ada selang waktu 20-25 tahun di antara mulai merokok hingga mulai timbul penyakit. Akibatnya, dampak negatif terjadi tanpa disadari (WHO dan DepKes RI, 2004).

Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM & PL di 5 rumah sakit provinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan angka kesakitan disebabkan oleh kanker paru sebesar 30% karena merokok (Depkes RI, 2004).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti bermaksud untuk

mengadakan penelitian di lapangan dengan berjudul “ Hubungan Merokok dengan

Terjadinya Kanker Paru di Departemen Pulmonologi FK USU/RSUP H.Adam

Malik Medan”.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah adanya hubungan merokok dengan terjadinya kanker paru?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum

4

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik penderita kanker paru berdasarkan pekerjaan, umur dan jenis kelamin.

2. Untuk melihat hubungan jumlah batang rokok yang dihisap perhari dengan risiko terjadinya kanker paru.

3. Untuk melihat hubungan lama merokok dengan risiko terjadinya kanker paru.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan pertimbangan dan ilmu pengetahuan dalam usaha pencegahan risiko terjadinya kanker paru.

2. Sebagai bahan edukasi kepada rakyat tentang kanker paru akibat merokok. 3. Sebagai satu bahan bukti untuk mencegah bermulanya perokok baru.

1) Masyarakat : Melahirkan masyarakat yang sehat tanpa resiko kanker

2) Institusi : Menjadikan penelitian ini sebagai satu sumber untuk memberikan pengajaran kepada mahasiswa tentang bahaya rokok dan resiko terjadinya kanker paru dan melahirkan satu generasi yang sehat.

ii

ABSTRAK

Kematian akibat kanker menduduki peringkat kedua setelah penyakit kardiovaskuler. Salah satu penyakit kanker yang menyebabkan kematian tertinggi di dunia adalah kanker paru. Karakteristik penderita karsinoma paru dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya jenis kelamin, usia, status sosial ekonomi, kebiasaan merokok. Mengetahui hubungan antara merokok dan kanker paru di RSUP Haji Adam Malik.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kasus kontrol (case control). Dalam hal ini, yang akan diteliti merupakan penyakit kanker paru di Departemen PULMONOLOGI FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan. Penelitian ini dilakukan selama bulan Juli – akhir September 2014.

Dari hasil penelitian diperoleh proporsi terbanyak kanker paru pada kelompok usia 50-59 tahun (52.9%), jenis kelamin laki-laki (94.1%), golongan yang sudah pensiun (38.2%). Penderita kanker paru yang masih berstatus perokok

Dokumen terkait