• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

B. Mutu Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Menurut A.F. Al-Assaf (2009) menyatakan bahwa mutu dapat berarti suatu cara sederhana untuk meraih tujuan yang diinginkan dengan cara yang paling efisien dan efektif dengan penekanan untuk memuaskan pelanggan. Mutu juga merupakan sebuah produk atau layanan yang memadai, mudah dijangkau dan aman sehingga harus terus menerus dievaluasi dan ditingkatkan.

Dalam Depkes (2004) menyebutkan peningkatan mutu adalah proses suatu kinerja atau mutu baru yang lebih tinggi dari sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi indikator kunci dalam pelayanan tersebut.

Sehingga sebuah mutu dapat diukur. Sesuai pernyataan A.F. Al-Assaf (2009) suatu sistem biasanya terdiri atas tiga komponen : input (stuktur) dapat diukur. Input meliputi kualitas petugas, suplai, perlengkapan, dan sumber daya fisik. Mutu dalam menjalankan proses juga dapat diukur, seperti prosedur diagnosis, terapeutik dan perawatan pasien. Hal yang sama juga berlaku bagi

outcome atau hasil dari suatu sistem, misalnya : angka kesakitan dan kematian, kepuasan pasien dan pegawai. Oleh karena itu komponen sistem yaitu input,

proses dan outcome memiliki karakteristik mutu tertentu yang dapat diukur dan penting dalam mengukur mutu pada suatu sistem.

Adapun dalam Depkes (2004) kerangka konseptual dan langkah-langkah penerapan peningkatan mutu baik dengan pendekatan struktur, proses dan hasil ialah sebagai berikut :

1. Pendekatan struktur adalah berfokus pada sistem yang dipersiapkan dalam organisasi dan manajemen termasuk komitmen dimana, prosedur, kebijakan, sarana, dan prasarana fasilitas diberikannya pelayanan.

2. Pendekatan proses adalah semua metode dengan cara bagaimana pelayanan dilaksanakan.

3. Pendekatan hasil adalah pelaksanaan kegiatan perlu di perjelas karena menyangkut manusia seberapa besar tingkat komitmen dan akuntabilitas seseorang untuk melakukan kegiatan agar dapat menghasilkan pelayanan yang bermutu tinggi.

Dengan demikian mutu pelayanan kesehatan adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan dalam setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, kelompok dan masyarakat (Saifuddin, 2002).

Standar penting karena merupakan alat untuk menerjemahkan mutu ke dalam istilah operasional dan menjaga setiap orang dalam sistem (pasien, penyedia layanan, tenaga pendukung, pimpinan) agar dapat mempertanggungjawabkan perannya masing-masing. Standar, indikator, dan

batas merupakan elemen yang membuat suatu sistem jaminan mutu bekerja dalam suatu cara yang terukur, objektif, dan kualitatif (A.F. Al-Assaf, 2009).

Menurut Sarwono (2002) peningkatan mutu pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak dituliskan dengan memantau program kesehatan Ibu, dewasa ini digunakan indikator cakupan, yaitu cakupan layanan antenatal (K1 untuk akses dan K4 untuk kelengkapan layanan antenatal), cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dan cakupan kunjungan noenatus/nifas. Untuk itu, sejak awal tahun 1990-an telah digunakan alat pemantau berupa Pemantauan Wilayah Setempat-Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA), yang mengikuti jejak program imunisasi.

Walau demikian, disadari bahwa indikator cakupan tersebut belum cukup memberikan gambaran untuk menilai kemajuan uapaya menurunkan AKI. Mengingat bahwa mengukur AKI, sebagai indikator dampak, secara berkala dalam waktu kurang dari 5-10 tahun tidak raslistis, maka para pakar dunia menganjurkan pemakaian indikator praksis atau indikator outcome. Indikator tersebut antara lain:

• Cakupan penanganan kasus obstetri

• Case faladity rate kasus obstetri yang ditangani • Jumlah kematian absolut

• Penyebaran fasilitas pelayanan obstetri yang mampu PONEK dan PONED • Persentase bedah sesar terhadap seluruh persalinan di suatu wilayah.

Indikator gabungan tersebut akan lebih banyak digunakan, agar pemantauan dan evaluasi terhadap upaya penurunan AKI lebih tajam.

Adapun tujuan pelayanan kesehatan ibu dan anak :

1. Menurunkan kematian (mortality) dan kejadian sakit (morbility) dikalangan ibu. Kegiatan ini ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu selama kehamilan, bersalin, nifas, dan menyusui.

2. Meningkatkan derajat kesehatan anak, melalui pemantauan status gizi dan pencegahan sedini mungkin berbagai penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi dasar sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Tujuan ini di tingkat Puskesmas harus dijabarkan lagi sesuai dengan masalah kesehatan masyarakat dan faktor resiko yang berkembang di Wilayahnya (Munijaya, 2004).

Untuk dapat mempercepat tercapainya penurunan AKI dan AKP setiap Rumah Sakit Pemeritah maupun Swasta, telah dicanangkan gagasan untuk meningkatkan mutu pelayanan terhadap ibu dan bayinya melalui Rumah Sakit Sayang Ibu dan Rumah Sakit Sayang Bayi. Dengan konsep ini diharapkan dapat meningkatkan aktifitas semua unsur dalam masyarakat yang peduli terhadap kesehatan ibu dan bayinya.

1. Peran Pemerintah dalam Meningkatkan Mutu Kesehatan Ibu dan Anak pada masyarakat.

a. Mendekatkan fasilitas kesehatan tingkat Puskesmas dan Puskesmas pembantu di tengah masyarakat sehingga memudahkan masyarakat memanfaatkannya.

b. Menempatkan bidan di desa dengan kemampuan fasilitas dan tugas khusus.

c. Meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dengan mengadakan Rumah Sakit Sayang Ibu dan Rumah Sakit Sayang Anak.

d. Tingkat keterampilan dan fasilitas pelayanan kesehatan dimana Rumah Sakit Umum pusat pada setiap propinsi, sebagai pusat rujukan

konfrehensif dan Rumah Sakit kabupaten ditambah 4 dokter spesialis pokok yaitu spesialis bedah anak, penyakit dalam, obstetri dan ginekologi.

e. Tingkat puskesmas dipimpin oleh seorang atau lebih dokter, kemampuan dalam memberikan pelayanan Obstetrik dan Neonatus Esensial komprehensif.

f. Penempatan bidan di desa, direncanakan dapat menggantikan ”dukun” dan dapat melakukan pertolongan persalinan dengan resiko rendah dengan mempergunakan “patograf WHO” yang jumlahnya sekitar 95% dari semua persalinan.

g. Meningkatkan partisipasi masyarakat dengan tatap muka melalui posyandu dan meningkatkan gerakan sayang ibu melalui masyarakat.

2. Peran Bidan dalam Menurunkan Angka Kematian Ibu dan Anak : a. Pengawasan hamil meliputi :

• Identifikasi kehamilan resiko rendah, meragukan atau tinggi. • Hamil dengan resiko rendah dapat ditolong di tempat dengan

mempergunakan patograf WHO.

• Hamil meragukan perlu konsultasi ke pukesmas atau dokter spesialis.

• Kehamilan dengan resiko tinggi harus dirujuk sehingga

b. Pertolongan persalinan dengan resiko rendah meliputi • Primigravida, sudah masuk PAP minggu ke – 36. • Umur reproduksi ideal 20 – 34 tahun

• Kehamilan berlangsung tanpa komplikasi • Hasil pemeriksaan fisik dalam batas normal

c. Pertolongan persalinan dengan mempergunakan partograf WHO : • Mengurangi infeksi dengan membatasi pemeriksaan dalam. • Mempercepat rujukan sehingga terhindar dari persalinan lama. • Mempercepat rujukan sehingga mencapai pusat rujukan saat

keadaan optimal.

• Pengawasan pasca partum memadai dengan konsep “roming in”. • Pengawasan laktasi sampai menyusui bayi berumur 2 tahun. d. Meningkatkan penerimaan gerakan Keluarga Berencana (KB)

• Cakupan pelayanan KB baru mencapai 65-67%. • Hamil tanpa KB 40-45%.

• Mempergunakan KB interval masih 25%.

• Kehamilan umur kurang dari 20 tahun yaitu 14%. • Kehamilan umur diatas 35 tahun yaitu 34,5% • Kehamilan diatas 4 kali yaitu 25%

e. Pendidikan dukun beranak

Peran dukun beranak masih belum dapat diadakan karena penduduk masih percayakan akan kemampuannya. Dengan demikian jalan yang ditempuh adalah bekerja sama dengan dukun dan memberikan pendidikan tentang berbagai aspek kelainan kehamilan, persalinan,

f. Meningkatkan rujukan

Keterlambatan melakukan rujukan merupakan salah satu faktor penting sebagai penyebab tingginya AKI dan AKP, dengan demikian kelancaran rujukan dapat menurunkan AKI dan AKP secara lokal, regional, dan tingkat nasional. Oleh karena itu fasilitas rujukan per-lu ditingkatkan (Manuaba, 2005)

Dokumen terkait