• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

1. Kepala Dinas Kesehatan

Disarankan bagi kepala dinas kesehatan agar membuat pelatihan manajerial bagi seluruh kepala puskesmas yang berada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir.

2. Pemerintah Daerah

Disarankan bagi pemerintah daerah agar menyediakan rumah dinas dalam menunjang pelayanan Puskesmas.

3. Kepala Puskesmas

Disarankan bagi kepala Puskesmas untuk meningkatkan peran kepemimpinannya melalui komunikasi yang intens dan ramah, memeriksa dan mengawasi laporan hasil kegiatan serta menanyakan kendala yang dihadapi serta lebih dalam memberikan penghargaan bagi staf yang produktif dalam bekerja.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepemimpinan

2.1.1 Pengertian Kepemimpinan

Menurut Siagian (1992), kepemimpinan adalah sikap pikiran dan semangat kejiwaan untuk memimpin, mendorong dan mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung kepada kewibawaan, dan juga pimpinan itu dalam menciptakan motivasi dalam diri setiap orang bawahan, kolega, maupun atasan pimpinan itu sendiri.

Menurut Almasdi (2006), seorang pemimpin dituntut memiliki pengetahuan tentang manajemen secara umum disamping memiliki jiwa kepemimpinan agar mampu menjadi pemimpin yang profesional. Pemimpin yang profesional adalah pemimpin yang mengutamakan tercapainya tujuan organisasi dengan tidak merugikan dan mengabaikan kepentingan orang lain, berpikiran dan bekerja yang benar sesuai dengan peraturan yang berlaku, disenangi lingkungan dan bertanggung jawab. Pemimpin yang profesional harus mampu menciptakan rasa bangga antara pemimpin dan seluruh personelnya serta rasa memiliki akan seluruh aset organisasi termasuk citra organisasi.

1. Persepsi sosial (social perception)

Persepsi sosial adalah kecakapan dalam melihat dan memahami perasaan, sikap dan kebutuhan anggota kelompok.

2. Kemampuan berpikir abstrak (ability in abstract thinking)

Kemampuan berabstraksi yang sebenarnya merupakan salah satu segi dari struktur inteligensi, dibutuhkan oleh seorang pemimpin untuk menafsirkan kecenderungan-kecenderungan kegiatan di dalam kelompok dan keadaan umum diluar kelompok dalam hubungannya dengan tujuan kelompok.

3. Keseimbangan emosional (emotional stability)

Seorang pemimpin lebih banyak memiliki alam perasaan yang seimbang daripada mereka yang bukan pemimpin. Pada diri seorang pemimpin harus terdapat suatu kematangan emosional yang berdasarkan kesadaran yang mendalam akan kebutuhan-kebutuhan, keinginan-keinginan, cita-cita dan alam perasaan, serta pengintegrasian semuanya itu ke dalam suatu kepribadian yang harmonis (Effendi,1992).

2.1.2 Fungsi Kepemimpinan

Menurut Kartono (1998), fungsi kepemimpinan adalah memandu, menuntun, membimbing, memberi atau membangunkan motivasi-motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik; memberikan supervisi/ pengawasan yang efisien, dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju, sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan.

10

Menurut Rivai (2008), fungsi pokok kepemimpinan secara operasional dapat dibedakan menjadi lima fungsi pokok, yaitu:

1. Fungsi Instruktif

Pemimpin sebagai pihak komunikator menentukan apa, bagaimana, dan dimana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dikerjakan secara efektif yang bersifat komunikasi satu arah.

2. Fungsi Konsultatif

Fungsi konsultatif dimaksudkan untuk untuk memperoleh masukan berupa umpan balik untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Hal ini dimaksudkan agar keputusan pimpinan mendapat dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya sehingga kepemimpinan berlangsung efektif.

3. Fungsi Partisipasi

Dalam pelaksanaan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya baik dalam kepesertaan mengambil keputusan maupun dalam pelaksanaannya.

4. Fungsi Delegasi

Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pemimpin. Fungsi ini pada dasarnya adalah kepercayaan.

5. Fungsi Pengendalian

Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.

2.1.3 Peranan Kepemimpinan

Menurut Siagian (2009), peranan kepemimpinan dalam suatu organisasi dapat dikategorikan menjadi tiga bentuk, yaitu:

1. Peranan yang Bersifat Interpersonal

Peran interpersonal menampakkan diri dalam tiga bentuk yaitu:

a. Selaku simbol keberadaan organisasi yang peranannya dimainkan dalam berbagai kegiatan yang sifatnya legal dan seremonial.

b. Selaku pemimpin yang bertanggung jawab untuk memotivasi dan memberikan arahan kepada para bawahan.

c. Peran selaku penghubung dimana seorang manajer harus mampu menciptakan jaringan yang luas dengan memberikan perhatian khusus kepada mereka yang mampu berbuat sesuatu bagi organisasi dan juga berbagai pihak yang memiliki informasi yang diperlukan oleh organisasi. 2. Peranan yang Bersifat Informasional

Peran pemimpin yang bersifat informasional mengambil tiga bentuk,yaitu: a. Peran pemantau arus informasi yang terjadi dari dan ke dalam organisasi.

Peran memantau tidak sekedar mengetahui arus keluar masuknya informasi, akan tetapi juga mampu mengambil langkah-langkah agar informasi bermutulah yang diterima.

12

b. Peran sebagai pembagi atau diseminator informasi, peran ini menuntut pemahaman yang mendalam tentang makna informasi yang diterimanya. c. Peran sebagai juru bicara organisasi.

3. Peran Pengambilan Keputusan

Peran pengambilan keputusan terditi dari empat bentuk, yaitu:

a. Selaku entrepreneur, ialah peran yang dimainkan melalui pertemuan-pertemuan untuk merumuskan dan menetapkan strategi pembuatan proyek. b. Peredam gangguan, ialah kesediaan memikul tanggung jawab untuk mengambil tindakan korektif apabila organisasi menghadapi gangguan serius yang apabila tidak ditangani akan berdampak negatif kepada organisasi.

c. Pembagi sumber dana dan daya. d. Perunding bagi organisasi.

Semakin tinggi jabatan maka akan semakin banyak berinteraksi dengan pihak diluar organisasi.

Menurut Siagian (2003), Peranan seorang pemimpin tidak terbatas hanya pada koordinasi. Salah satu peranan kepemimpinan yang teramat penting dalam proses pengelolaan suatu organisasi adalah mengintegrasikan berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh berbagai satuan kerja dalam organisasi demi terjaminnya kesatuan gerak. Integrasi demikian hanya mungkin terwujud apabila pemimpin mampu menjalankan komunikasi yang efektif.

Menurut Siagian (2003), berkomunikasi berarti mengalihkan suatu pesan dari satu pihak kepada pihak lain. Proses komunikasi dapat dikatakan efektif

apabila pesan yang ingin disampaikan oleh sumber pesan diterima dan diartikan oleh sasaran komunikasi dalam bentuk, jiwa dan semangat yang persis sama seperti yang diinginkan dan dimaksudkan oleh sumber pesan tersebut.

Selanjutnya menurut Siagian (2009), perananan kepemimpinan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya antara lain: pengambilan keputusan, actuating atau penggerakan atau arahan, motivator, pimpinan, perencanaan dan pengawasan. Ada beberapa sebab yang membuat orang bisa meraih kedudukan sebagai pemimpin, yaitu sebagai berikut;

1. Pemimpin diangkat karena memiliki sikap mental terkendali terpuji dan sedikit menonjol dalam lingkungannya serta disepakati untuk dikaderkan oleh lingkungan itu sendiri, baik dari pihak atasan maupun dari pihak bawahan serta dari pihak setingkat.

2. Pemimpin diangkat karena tarikan dari atas saja tanpa mempedulikan partisipasi dari lingkungan.

3. Pemimpin yang diangkat karena berhasil menciptakan suatu prestasi atau karya besar yang sangat berpengaruh bagi keberhasilan organisasi.

4. Pemimpin yang diangkat hanya karena faktor usia dan masa kerja semata. 5. Pemimpin yang dipilih dengan suara bulat dan diminta kesediannya untuk

mengemukakan syarat-syarat yang menarik, seperti gaji yang besar, fasilitas yang lengkap serta pemberian wewenang seperlunya.

Menurut Notoatmodjo (2007), pengakuan berupa penghargaan pimpinan organisasi terhadap karyawan merupakan dorongan semangat kerja. Dorongan

14

Menurut Hatmoko (2006), peranan dokter sebagai provider di puskesmas dikelompokkan menjadi:

1. Dokter Kepala Puskesmas Sebagai Seorang Dokter

Tanggung jawab seorang dokter kepala puskesmas tidak hanya mengobati orang sakit namun juga memelihara dan meningkatkan kesehatan dari masyarakat di dalam wilayah kerjanya. Disamping itu dokter berfungsi juga sebagai seorang pemimpin dan seorang manajer. Oleh karenanya dalam kegiatan pemeriksaan dan pengobatan penderita sehari-hari pada waktu tertentu, dimana dokter Puskesmas sedang melakukan tugas-tugas manajemen puskesmas dan tugas kemasyarakatannya, dokter dapat mendelegasikan wewenangnya kepada seorang perawat dan seorang Bidan.

2. Dokter Kepala Puskesmas Sebagai Seorang Manajer a. Organisasi dan tatalaksana

Puskesmas mempunyai wilayah satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan yang langsung bertanggung jawab dalam bidang teknis kesehatan maupun administratif kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota. Jenis dan jumlah tenaga Puskesmas yang sebenarnya tidak perlu sama untuk tiap puskesmas, tetapi disesuaikan dengan jumlah penduduk dan luas daerah yang dicakup serta keadaan geografis dan sarana transportasi di wilayah kerjanya.

b. Bimbingan teknis dan supervisi

Selain pertemuan berkala dengan staf puskesmas yang dilakukan di puskesmas, kepala puskesmas perlu juga datang untuk melihat dan memberi

bimbingan kepada staf Puskesmas secara berkala di tempat mereka bekerja di puskesmas, puskesmas perawatan, puskesmas pembantu, di lapangan maupun di rumah penduduk dalam rangka kunjungan rumah. Hal ini penting sekali dilakukan secara teratur untuk memelihara disiplin kerja staf Puskesmas dalam melaksanakan tugas.

c. Hubungan kerja antar instansi tingat Kecamatan

Camat meerupakan koordinator dari semua instansi / dinas di tingkat kecamatan, Kepala puskesmas bertanggung jawab secara teknis kesehatan dan administratif kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Hubungan dengan camat adalah hubungan koordinasi, namun demikian tanggung jawab secara moril dokter kepala puskesmas terhadap camat tetap ada.

d. Dokter Puskesmas sebagai penggerak pembangunan di wilayah kerjanya Disamping hubungan langsung antara dokter kepala puskesmas dan staf dengan anggota masyarakat sebagai pengunjung puskesmas dalam rangka pemeriksaan, pengobatan dan penyuluhan kesehatan, perlu pula dilakukan hubungan kerja sama dengan masyarakat dalam rangka membantu masyarakat agar dapat menolong diri mereka sendiri dalam bidang kesehatan. Khususnya dengan pemuka masyarakat dalam rangka memperbaiki nasib mereka, baik dalam ruang lingkup kesehatan maupun dalam hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan sesuai kebutuhan masyarakat. Dokter Kepala Puskesmas beserta segenap staf bekerja sama

16

masyarakat untuk mengenal masalahnya dan menentukan prioritas masalah yang perlu ditanggulangi sesuai kemampuan swadaya mereka sendiri.

Menurut Effendi (1992), dalam melaksanakan fungsinya sebagai pemimpin berbagai peranan dipegang olehnya , antara lain sebagai:

1. Pemimpin eksekutif (executive leader)

Fungsinya adalah “menerjemahkan” kebijaksanaan menjadi suatu kegiatan. Dia mempin dan mengawasi tingkah laku orang-orang yang menjadi bawahannya serta membuat keputusan dan memerintahkannya untuk dilaksanakan.

2. Pemimpin sebagai penengah

Dalam masyarakat modern tanggung jawab keadilan terletak ditangan para pemimpin dengan keahliannya yang khas yang ditunjuk secara khusus dan disebut sebagai pengadilan.

3. Pemimpin sebagai penganjur

Penganjur adalah jenis pemimpin yang memberi inspirasi kepada orang lain. Pemimpin berfungsi sebagai propagandis, sebagai juru bicara, atau sebagai “pengarah opini”(mobilizer of opinion) yang biasanya bergerak dalam bidang komunikasi atau publistik yang perlu menguasai ilmu komunikasi.

4. Pemimpin sebagai ahli

Pemimpin disebut sebagai ahli jika dia lebih terpelajar dari orang-orang lainnya. Kepemimpinannya hanya berdasarkan fakta, dan hanya pada bidang dimana terdapat fakta. Termasuk dalam kategori ini adalah guru, dosen,

dokter dan sebagainya. Alasan bagi eksistensinya adalah, bahwa “ia tahu dan orang lain tidak tahu” dan ia mempunyai wewenang.

5. Pemimpin sebagai diskusi

Pemimpin diskusi adalah pemimpin yang memenuhi kepemimpinan demokratis. Diskusi yang bebas adalah satu-satunya proses dimana kelompok secara keseluruhan ikut berperan dan dimana semua anggota kelompok sama-sama diwakili dalam membuat suatu keputusan. Melalui diskusi pemimpin dapat menampilkan bakat-bakat kreatif dari anggota-anggota kelompok, membantu mereka memecahkan persoalan dan mencapai keputusan yang mereka buat.

2.1.4 Teori Kepemimpinan

1. Teori ciri-ciri/ Teori Trait

Teori trait menyatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan dibuat, sebab individu yang lahir telah membawa ciri-ciri tertentu. Kepemimpinan adalah suatu fungsi dari kualitas seseorang dari suatu individu, bukan dari situasi, teknologi ataupun dukungan masyarakat. Ciri-ciri tersebut antara lain: pengetahuan yang luas, kemampuan bertumbuh, daya ingat yang kuat, kemampuan berkomunikasi, kemampuan mengajar, rasionalitas, objektivitas, kemampuan menentukan skala prioritas secara tajam, menjadi pendengar yang baik, fleksibilitas, sikap tegas, sikap antisipatif, sikap proaktif dan visionaris. Teori trait dalam kepemimpinan lebih bersifat deskriptif tetapi analitis dan prediktif rendah.

18

2. Teori Kelompok

Teori kelompok dikembangkan atas dasar ilmu Psikologi Sosial yang menyatakan bahwa untuk pencapaian tujuan-tujuan kelompok harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dan bawahannya. Pemimpin yang selalu memperhatikan dan memperhitungkan bawahannya, mempunyai dampak yang positif pada sikap, kepuasan dan pelaksanaan kerja.

3. Teori situasional (Contingency)

Tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang sama efektifnya menghadapi semua situasi organisasional dan perilaku bawahan. Menghadapi setiap bawahan perlu menggunakan gaya yang berbeda-beda. Fred Fiedler mengajukan sebuah model dasar situasional bagi efektivitas kepemimpinan, yang dikenal dengan congtingency model of leadership effectiveness. Situasi tersebut digambarkan dalam tiga dimensi yaitu:

a. Hubungan pimpinan anggota b. Tingkat dalam struktur tugas

c. Posisi kekuasaan pemimpin yang didapatkan melalui wewenang formal. 4. Teori Path-Goal

Teori kepemimpinan dikembangkan dengan menggunakan kerangka dasar teori motivasi. Teori Path-Goal menganalisa pengaruh (dampak) kepemimpinan (terutama perilaku kepemimpinan) terhadap motivasi kepuasan dan pelaksanaan kerja bawahan. Teori ini memuat empat tipe perilaku pemimpin, yaitu:

a. Kepemimpinan direktif (directive leadership), yaitu pemimpin memberikan perintah dan bawahan tahu apa yang diharapkan dari mereka. b. Kepemimpinan suportif (supportive leadership), yaitu pemimpin yang

selalu bersedia sebagai teman, mudah didekati dan menunjukkan diri sebagai orang sejati bagi bawahan.

c. Kepemimpinan partisipatif (participative leadership), yaitu pemimpin meminta dan mempergunakan saran-saran dari bawahan. Namun masih membuat keputusan.

d. Kepemimpinan berorientasi prestasi (achievement oriented leadership), yaitu pemimpin mengajukan tantangan-tantangan dengan tujuan yang menarik bagi bawahan, merangsang bawahan untuk mencapai tujuan dan melaksanakannya dengan baik (Sulaiman, 2011).

2.1.5 Pendekatan dalam Kepemimpinan

Menurut Rivai (2008), untuk lebih memahami pengertian kepemimpinan yang beragam, perlu digunakan beberapa pendekatan untuk lebih mudah dalam memahaminya. Pendekatan tersebut antara lain:

1. Pendekatan Sifat pada Kepemimpinan

Keberhasilan kepemimpinan organisasi memiliki empat sifat umum, yaitu: a. Kecerdasan; pada umumnya pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan

yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin.

b. Kedewasaan; Pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil serta perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial.

20

c. Motivasi diri dan dorongan berprestasi; pemimpin cenderung mempunyai motivasi yang kuat untuk berprestasi.

d. Sikap hubungan kemanusiaan; pemimpin yang berhasilmau mengakui harga diri dan kehormatan bawahan.

2. Pendekatan Tingkah Laku pada Kepemimpinan

Dalam pendekatan tingkah laku, para ahli menyebutkan ada dua aspek utama dalam kepemimpinan yaitu fungsi kepemimpinan dan gaya kepemimpinan. 3. Pendekatan Kontingensi dalam Kepemimpinan

Pendekatan Kontingensi disebut juga pendekatan situasional, sebagai teknik manajemen yang paling baik dalam memberikan kontribusi untuk pencapaian sasaran organisasi. Ada beberapa pandangan kepemimpinan situasional menurut para ahli, diantaranya yaitu:

a. Teori yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard; menguraikan bagaimana pemimpin harus menyesuaikan gaya kepemimpinan mereka sebagai respon pada keinginan untuk berhasil dalam pekerjaannya, pengalaman kemampuan dan kemauan bawahan mereka yang terus berubah.

b. Teori yang dikembangkan oleh Fiedler; mengemukakan bahwa cukup sulit bagi seorang manajer untuk mengubah gaya manajemennya dan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan budaya organisasinya, seorang manajer cenderung tidak fleksibel dan mengubah gaya manajerial tidak efisien dan tidak ada gunanya. Karena tidak ada satu gaya yang cocok

untuk segala situasi maka Fiedler menyatakan untuk mengubah lingkungan organisasi tersebut agar cocok dengan manajer.

c. Teori yang dikembangkan oleh Martin G. Evans dan RJ. House; mengemukakan bahwa manajer yang berorientasi pada karyawan akan menawarkan tidak hanya gaji yang tinggi dan promosi, tetapi juga dukungan, dorongan rasa aman dan rasa hormat. Teori ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang efektif dalam memotivasi karyawan adalah tergantung pada imbalan yang paling mereka inginkan.

4. Pendekatan Tingkah laku dari Kouzes-Posner: Keterlibatan Dinamis

Kouzes-Posner mengatakan beberapa kebiasaan dan tingkah laku pemimpin yaitu:

a. Menentang proses untuk mencari kesempatan dan percobaan mengambil resiko.

b. Memberi inspirasi visi bersama untuk menggambarkan masa depan dan membantu orang lain.

c. Memungkinkan orang lain bertindak untuk mempererat kerja sama dan memperkuat orang lain.

d. Membuat model pemecahan melalui contoh untuk merencanakan keberhasilan.

e. Memberi semangat melalui pengakuan kontribusi individu dan merayakan prestasi kerja.

22

2.2 Motivasi Kerja

2.2.1 Pengertian motivasi

Motivasi berasal dari perkataan motif (motive) yang artinya adalah rangsangan, dorongan atau pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang sehingga orang tersebut memperlihatkan perilaku tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan dan ataupun pembangkit tenaga pada seseorang dan ataupun sekelompok masyarakat tersebut mau berbuat dan bekerjasama secara optimal melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapaitujuan yang telah ditetapkan (Azwar,1996).

Motivasi adalah alat pendorong yang menyebabkan seseorang merasa terpanggil dengan senang hati untuk melakukan suatu kegiatan (dalam hal ini kita maksudkan adalah motivasi dalam arti positif, yaitu untuk dapat memberikan sesuatu yang terbaik dalam pekerjaan). Motivasi bagi seseorang merupakan modal utama untuk berprestasi sebab akan memberikan dorongan bagi seseorang untuk melakukan sesuatu (Salim, 1996).

Motivasi kerja dapat memberi energi yang menggerakkan segala potensi yang ada, menciptakan keinginan yang tinggi dan luhur, serta meningkatkan kebersamaan (Sastrohadiwiryo, 2003).

2.2.2 Komponen-Komponen Motivasi Kerja

Menurut Danim (2004), motivasi yang diberikan dibagi menjadi 4 bagian yaitu:

1. Motivasi positif adalah proses pemberian motivasi atau usaha membangkitkan

motif, dimana hal itu diarahkan pada usaha untuk mempengaruhi orang lain agar dia bekerja secara baik dan antusias dengan cara memberikan

keuntungan tertentu kepadanya. Misalnya dengan imbalan, informasi tentang pekerjaan, jabatan dan pemberian kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.

2. Motivasi negatif adalah motivasi yang bersumber dari rasa takut, misalnya jika dia tidak bekerja akan muncul rasa takut untuk dikeluarkan, takut tidak diberi gaji dan takut dijahui olehrekan kerja.

3. Motivasi dari dalam timbul pada diri pekerja waktu dia menjalankan tugas-tugas atau pekerjaan dan bersumber dari dalam diri pekerja itu sendiri. Motivasi dari dalam diri individu, karena memang individu itu mempunyai kesadaran untuk berbuat.

4. Motivasi dari luar adalah motivasi yang muncul sebagai akibat adanya

pengaruh yang ada diluar pekerjaan dan dari luar diri pekerja itu sendiri. Motivasi dari luar biasanya dikaitkan dengan imbalan.

Menurut Siagian (1992), suatu motivasi mempunyai tiga komponen utama yaitu:

a. Kebutuhan

Kebutuhan timbul dalam diri seseorang apabila ia merasa adanya kekurangan dalam dirinya. Dalam pengertian homeostatik, kebutuhan timbul atau diciptakan apabila dirasakan adanya ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki dengan apa yang menurut persepsi yang bersangkutan seyogyanya dimilikinya, baik dalam arti fisiologi maupun psikologis.

24

b. Dorongan

Dorongan merupakan usaha pemenuhan kebutuhan secara terarah, berorientasi pada tindakan tertentu yang secara sadar dilakukan oleh seseorang. Dorongan dapat bersumber dari dalam diri seseorang dan dapat pula bersumber dari luar diri orang tersebut. Dorongan yang berorientasi pada tindakan itulah yang sesungguhnya menjadi inti motivasi sebab apabila tidak ada tindakan, situasi ketidakseimbangan yang dihadapi oleh seseorang tidak akan pernah teratasi.

c. Tujuan

Tujuan adalah segala sesuatu yang menghilangkan kebutuhan dan mengurangi dorongan. Dengan perkataan lain, mencapai tujuan berarti mengembalikan keseimbangan dalam diri seseorang, baik bersifat fisiologis maupun yang bersifat psikologis. Berarti tercapainya tujuan akan mengurangi atau menghilangkan dorongan tertentu untuk berbuat sesuatu.

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Kerja

Menurut Siagian (1992), ditinjau dari segi perilaku orang berorganisasi maka ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi kerja, yaitu;

1. Kondisi kerja yang baik.

Kondisi kerja yang baik menyangkut segi fisik dari lingkungan kerja, yakni; bangunan yang aman, ruangan kerja yang nyaman, ventilasi yang cukup, tersedia peralatan kerja yang memadai, tersedia tempat istirahat dan tempat beribadah.

2. Perasaan diikutsertakan

Keikutsertaan merupakan hal yang amat penting dalam rangka menumbuhkan rasa tanggung jawab yang semakin besar dalam pelaksanaan tugas.

3. Cara pendisplinan yang manusiawi

Anggota organisasi yang tidak berhasil melaksanakan tugas kewajiban dengan baik akan dikenakan tindakan disiplin. Akan tetapi mereka mengharapkan pengambilan tindakan disiplin dilakukan secara manusiawi dalam arti, antara lain:

a. Dilakukan secara obyektif dalam arti jelas ditunjukkan kesalahan yang telah diperbuat atau perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku.

b. Hukuman yang dikenakan setimpal dengan kesalahan yang diperbuat. c. Teknik pendisplinan tidak merendahkan martabat seseorang dimata

koleganya.

d. Tindakan disiplin yang bersifat mendidik, dan

e. Tindakan disiplin yang tidak dilakukan secara emosional. 4. Pemberian penghargaan atas pelaksanaan tugas dengan baik

Pemberian penghargaan dapat meningkatkan semangat bagi anggota organisasi atas kinerja yang diberikannya.

5. Kesetiaan pimpinan kepada para karyawan

Dalam menunjukkan kesetiaan seorang pimpinan kepada bawahannya dapat dilakukan dengan cara:

26

b. Menghadiri upacara penting dalam keluarga karyawan

c. Membela bawahan terhadap pihak lain, meskipun secara intern bawahan mendapat teguran.

6. Promosi dan perkembangan bersama organisasi

Memberikan gambaran yang jelas kepada para anggota organisasi tentang jenjang karier yang dapat dinaiki oleh para karyawan tersebut apabila mereka mampu membuktikan prestasi kerja yang memuaskan adalah pemicu semangat dan kemauan anggota organisasi dalam bekerja.

7. Pengertian yang simpatik terhadap masalah-masalah pribadi bawahan

Apabila anggota organisasi mengalami masalah yang rumit dalam kehidupan pribadinya maka akan berdampak juga terhadap kehidupan organisasionalnya. Oleh karena itu, peran pemimpin yang mau mendengar dan bersimpatik atas masalah anggota organisasinya membuat mereka merasa menjadi anggota keluarga besar organisasi tersebut.

Dokumen terkait