• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan elusidasi struktur terhadap senyawa alkaloid hasil isolasi yang diperoleh serta melakukan uji efek farmakologinya.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. (1997). Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan. Yogyakarta: Penerbit Andi. Halaman 10, 15-16.

Anonim. (2010). Eleutherine palmifolia (L.) Merr. http://www.biologie.uni-ulm.de

Arung, et al. (2009). Evaluation of Medicinal Plants From Central Kalimantan

for Antimalanogenesis. J Nat Med 63:473-480.

Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Cetakan Pertama. Padang : Andalas University Press. Halaman 1, 21-23. Depkes. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta. Halaman 744.

Depkes. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta. Halaman 1002.

Depkes. (1985). Tanaman Obat Indonesia. Jilid II. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Halaman 47.

Depkes. (1986). Sediaan Galenik. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Halaman 10-12.

Depkes. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Halaman 536, 540, 549-553.

Depkes. (1995). Materia Medika, Indonesia. Jilid VI. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Halaman 300.

Dineshkumar, et al. (2010). Antidiabetic and Hypolipidemic Effects of

Mahanimbine (Carbazole Alkaloid) From Murraya koenigii (Rutaceae) Leaves. International Journal of Phytomedicine 2:22-30.

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Halaman 1, 10-11.

Galingging, R. Y. (2007). Potensi Plasma Nutfah Tanaman Obat Sebagai Sumber Biofarmaka di Kalimantan Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 10, No. 1 Halaman 82.

Galingging, R. Y. (2009). Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia) Sebagai Tanaman Obat Multifungsi. Warta Penelitian dan Pengembangan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 15, No. 3.

Gritter, R.J., Bobbit, J.M. dan Schwarting, A.E. (1991). Pengantar Kromatografi. Terbitan Kedua. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB. Halaman 115, 160-169.

Harbone, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung : Penerbit ITB. Halaman 13, 234-236.

Hernani dan Djauhariya, E. (2004). Gulma Berkhasiat Obat. Jakarta : Penebar Swadaya. Halaman 1-3.

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I. Cetakan ke-I. Diterjemahkan oleh Badan Litbang Kehutanan. Jakarta : Yayasan Sarana Wana Jaya. Halaman 551-552.

Hostettmann, K., Hostettmann, M. dan Marston, A. (1995). Cara Kromatografi

Preparatif. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata. Bandung :

Penerbit ITB. Halaman 9-11, 33.

Krismawati, A. dan Sabran, M. (2006). Pengelolaan Sumber Daya Genetik

Tanaman Obat Spesifik Kalimantan Tengah. Dalam Buletin Plasmah

Nuftah Vol. 12 No. 1. Halaman 20.

Noerdin, D. (1986). Elusidasi Struktur Senyawa Organik Dengan Cara

Spektroskopi Ultralembayung Dan Inframerah. Bandung : Penerbit

Angkasa. Halaman 1-2.

Ogata, Y. (1995). Indeks Tumbuh Tumbuhan Obat Di Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Eisei Indonesia. Halaman 286.

Pavia, D. L., Lampman, G. M., and Kriz, G. S. (1988). Introduction to Organic

Laboratory Techniques. Third Edition. New York : Saunders College

Publishing. Pages 700-701.

Putra, S. (2007). Alkaloid : Senyawa Organik Terbanyak di Alam.

Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi VI. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB. Halaman 281.

http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/biokimia

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Halaman 226-228, 323, 353.

Sastrohamidjojo, H. (1985). Spektroskopi. Yogyakarta : Penerbit Liberty. Halaman 71.

Sastrohamidjojo, H. (1991). Kromatografi. Yogyakarta : Penerbit Liberty. Halaman 28, 34-35.

Sastrohamidjojo, H. (1996). Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta : Penerbit UGM. Halaman 205-206.

Silverstein, R.M.,Bassler, G.C and Morrill, T.C. (1986). Penyidikan Spektrometrik

Senyawa Organik. Terjemahan Hartomo, A.J dan Purba, A.V. EdisiIV.

Jakarta : Erlangga. Halaman 308.

Stahl, E. (1985). Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Penerjemah Padmawinata, K dan Sudiro, I. Bandung : ITB. Halaman 6, 16-17.

Tjay, T. H. dan Rahardja, K. (2002). Obat- Obat Penting. Edisi Kelima. Cetakan Kedua. Jakarta : PT Gramedia. Halaman 480-281.

Tjitrosoepomo, G. (2000). Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. Cetakan IV. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Halaman 425-426.

Trease, G.E., and Evans, W.C. (1983). Pharmacognosy. Twelfth Edition. London : Bailliere Tindall. Pages 537-544.

Waller, G. R. dan Nowacki E. K. (1978). Alkaloid Biology And Metabolism In

Plants. New York : Plenum Press. Page 9.

World Health Organization. (1992). Quality Control Methods For Medicinal

Plant Material. WHO/PHARM/92.559. Switzerland : Geneva. Pages

25-28.

Zweig, G. dan Sherma, J. (1987). CRC Handbook of Chromatography : General

Data and Principles. Volume II. Baton Rough : CRC Press, Inc. Page

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.)

Lampiran 2. Gambar Tumbuhan dan Umbi Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.)

Gambar 1. Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.)

Lampiran 4. Gambar Mikroskopik Serbuk Simplisia Umbi Bawang Sabrang (Eleutherinae bulbus) 1 1 2 3 4 Keterangan :

1. Kristal Ca-oksalat bentuk jarum 2. Parenkim

3. Penebalan dinding sel xylem tangga atau skalarifom 4. Butir amilum

Lampiran 5. Perhitungan Kadar Air Serbuk Simplisia Umbi Bawang Sabrang

Persen kadar air simplisia =

No. Berat sampel (g) Volume awal (ml) Volume akhir (ml)

1. 5,006 1,45 1,85 2. 5,009 1,85 2,25 3. 5,013 2,25 2,80 % Kadar air = 1. Kadar air = = 7,990% 2. Kadar air = = 7,986% 3. Kadar air = = 10,971%

Lampiran 6. Perhitungan Kadar Sari Larut dalam Air Serbuk Simplisia Umbi

Bawang Sabrang

Persen kadar sari larut dalam air =

No. Berat sampel (g) Berat sari (g)

1. 5,007 0,085

2. 5,000 0,063

3. 5,001 0,093

1. Kadar sari larut dalam air = = 8,488%

2. Kadar sari larut dalam air = = 6,300%

3. Kadar sari larut dalam air = = 9,298%

Lampiran 7. Perhitungan Kadar Sari Larut dalam Etanol Serbuk Simplisia Umbi

Bawang Sabrang

Persen kadar sari larut dalam etanol =

No. Berat sampel (g) Berat sari (g)

1. 5,037 0,100

2. 5,000 0,105

3. 5,012 0,085

1. Kadar sari larut dalam etanol = = 9,926%

2. Kadar sari larut dalam etanol = = 10,500%

3. Kadar sari larut dalam etanol = = 8,480%

Lampiran 8. Perhitungan Kadar Abu Total Serbuk Simplisia Umbi Bawang

Sabrang

Persen kadar abu total =

No. Berat sampel (g) Berat abu (g)

1. 2,0016 0,0859

2. 2,0012 0,0883

3. 2,0015 0,0906

1. Kadar abu total = = 4,2916%

2. Kadar abu total = = 4,4123%

3. Kadar abu total = = 4,2566%

Lampiran 9. Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam Serbuk Simplisia

Umbi Bawang Sabrang

Persen kadar abu tidak larut dalam asam=

No. Berat sampel (g) Berat abu (g)

1. 2,0016 0,0181

2. 2,0012 0,0146

3. 2,0015 0,0175

1. Kadar abu tidak larut dalam asam = = 0,9043%

2. Kadar abu tidak larut dalam asam = = 0,7296%

3. Kadar abu tidak larut dalam asam = = 0,8743%

% Rata-rata kadar abu tidak larut dalam asam = = 0,84%

Lampiran 10. Bagan Ekstraksi Serbuk Simplisia Umbi Bawang Sabrang

(Eleutherinae bulbus).

dimasukkan ke dalam wadah

ditambahkan etanol 80% sampai serbuk terendam sempurna

dibiarkan selama 120 jam terlindung dari cahaya, sambil sesekali diaduk

disaring

dimaserasi kembali selama 48 jam (diulangi hingga hampir tidak berwarna)

disaring

diuapkan dengan penguap vakum putar pada suhu 40ºC

Serbuk simplisia Maserat Ampas Ampas Maserat Ekstrak kental - Skrining Fitokimia - PK Air

- PK Sari Larut dalam Air - PK Sari Larut dalam Etanol - PK Abu

Lampiran 11. Bagan Isolasi Senyawa Alkaloid dari Ekstrak Etanol dengan

Metode Pengocokan Asam Basa

Ekstrak etanol + HCl 2 N pH 2-3 dan disaring Residu Filtrat + NH4OH pH 9-10 disari dengan CHCl3 dan dipisahkan

Lapisan kloroform Lapisan air

+ HCl 2 N sama banyak dan dipisahkan

Lapisan kloroform Lapisan asam

+ NH4OH pH 9-10 disari dengan CHCl3

dan dipisahkan

Lapisan air Lapisan kloroform

Dipekatkan dengan penguap vakum putar

bertekanan rendah

Lampiran 12. Bagan Isolasi Senyawa Alkaloid dari Ekstrak Alkaloid Kasar

di- KLT di- KLT preparatif - FD= silika gel GF254 - FD= silika gel GF254

- FG= kloroform-metanol-amonia, - FG= toluen-etilasetat (9:1) toluen-etilasetat, benzen-etilasetat

dengan beberapa perbandingan

diuji kemurnian

dengan KLT satu arah dan dua arah

dikarakterisasi dengan spektrofotometer UV dan IR

Ekstrak Alkaloid kasar

Kromatogram Isolat

Isolat murni

Lampiran 13. Kromatogram Hasil KLT Ekstrak Alkaloid Kasar Umbi Bawang

Sabrang (Eleutherinae bulbus).

Keterangan: Fase diam silika gel GF254, penampak bercak Bouchardat, tp= titik penotolan, bp= batas pengembangan, a= visual, b= setelah disemprot, mm= merah muda, jl= jingga lemah, k= kuning, ul= ungu lemah, kl= kuning lemah, u= ungu, j= jingga.

Lampiran 13. (lanjutan)

Keterangan : Fase diam silika gel GF254, penampak bercak Bouchardat, tp= titik penotolan, bp= batas pengembangan, a= visual, b= setelah disemprot, mm= merah muda, jl= jingga lemah, k= kuning, ul= ungu lemah, kl= kuning lemah, u= ungu, j= jingga.

Lampiran 13. (lanjutan)

Keterangan : Fase diam silika gel GF254, penampak bercak Bouchardat, tp= titik penotolan, bp= batas pengembangan, a= visual, b= setelah disemprot, hl= hijau lemah, mm= merah muda, jc= jingga coklat, k= kuning, cl= coklat lemah, u= ungu, kl= kuning lemah, kc= kuning coklat, ub= ungu biru, ul= ungu lemah, j= jingga.

Lampiran 14. Kromatogram Hasil KLT Preparatif Ekstrak Alkaloid Kasar

Umbi Bawang Sabrang (Eleutherinae bulbus)

Keterangan : Fase diam silika gel GF254, fase gerak toluen-etilasetat (9:1), penampak bercak Bouchardat, tp= titik penotolan, bp= batas pengembangan, j= jingga, A= bagian yang disemprot, B= bagian yang dikerok.

Lampiran 15. Kromatogram Hasil KLT Satu Arah Isolat A

Keterangan : Fase diam silika gel GF254, fase gerak a= n-heksan-etilasetat (9:1), b= toluen-etilasetat (9:1), c= kloroform-metanol-amonia (85:15:1), penampak bercak Bouchardat, tp= titik penotolan, bp= batas pengembangan, j= jingga.

Lampiran 16. Kromatogram Hasil KLT Satu Arah Isolat B

Keterangan : Fase diam silika gel GF254, fase gerak a= n-heksan-etilasetat (9:1), b= toluen-etilasetat (9:1), c= kloroform-metanol-amonia (85:15:1), penampak bercak Bouchardat, tp= titik penotolan, bp= batas pengembangan, j= jingga.

Lampiran 17. Kromatogram Hasil KLT Dua Arah Isolat A

Keterangan : Fase diam silika gel GF254, fase gerak I= kloroform-metanol-amonia (85:15:1), fase gerak II= toluen-etilasetat (9:1), penampak bercak Bouchardat, tp= titik penotolan, bp= batas pengembangan, j= jingga.

Lampiran 18. Kromatogram Hasil KLT Dua Arah Isolat B

Keterangan : Fase diam silika gel GF254, fase gerak I= kloroform-metanol-amonia (85:15:1), fase gerak II= toluen-etilasetat (9:1), penampak bercak Bouchardat, tp= titik penotolan, bp= batas pengembangan, j= jingga.

Lampiran 19. Gambar Spektrum Ultraviolet Isolat A

Lampiran 20. Gambar Spektrum Ultraviolet Isolat B

Dokumen terkait