• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Pengujian Sifat Mekanis Tanah

4.3.4 Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression

Dalam pengujian ini akan diperoleh hubungan antara nilai kuat tekan bebas tanah (qu) pada tanah asli dan tanah remoulded (buatan) serta nilai kuat tekan

bebas tanah (qu) pada tiap variasi tanah yang telah dicampur dengan bahan

stabilisasi abu vulkanik dan abu sekam padi denganwaktu pemeraman selama 14 hari. Selanjutnya dari hasil nilai qu diperoleh nilai Kohesi (cu) yaitu sebesar½qu.

0 2 4 6 8 10 12 14

Tanah Asli 25% ASP 2,5% AGV + 22,5% ASP 5% AGV + 20% ASP 7,5% AGV + 17,5% ASP 10% AGV + 15% ASP 12,5% AGV+ 12,5% ASP C B R %

75% Tanahl + % Abu Sekam Padi + % Abu Vulkanik

Nilai CBR(%)

Hasil pengujian Kuat Tekan Bebas yang dilakukan pada setiap variasi campuran ditunjukkan pada Tabel 4.8.Pada Tabel 4.9 ditunjukkan perbandingan nilai Kuat Tekan tanah (qu) antara tanah asli dengan tanah remoulded dan pada

Gambar 4.20 dan Gambar 4.21 ditunjukkan nilai kuat tekan tanah (qu) yang

diperoleh di setiap variasi campuran.

Tabel 4.8 Data Hasil Uji Kuat Tekan Bebas dengan Berbagai Variasi Penambahan Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi

Sampel qu(kg/cm²) cu (kg/cm²) Tanah Asli 1,38 0,69 T 75% + 25% AGV 2,23 1,11 T 75% + 25% ASP 0,63 0,31 T 75% + 2,5% ASP + 22,5% AGV 2,19 1,09 T 75% + 5% ASP + 20% AGV 2,10 1,05 T 75% + 7,5% ASP + 17,5% AGV 1,99 1,01 T 75% + 10% ASP + 15% AGV 1,88 0,94 T 75% + 12,5% ASP + 12,5% AGV 1,63 0,81 T 75% + 2,5% AGV + 22,5% ASP 0,57 0,28 T 75 % + 5% AGV + 20% ASP 0,64 0,32 T 75% + 7,5% AGV + 17,5% ASP 0,97 0,48 T 75% + 10% AGV + 15% ASP 1,24 0,62 T 75% + 12,5% + 12,5% ASP 1,63 0,81 Tanah Remoulded 0,58 0,29

Dari hasil pengujian diperoleh nilai kadar abu gunung vulkanik sebesar 25% sebagai kadar abu maksimal. Pada Tabel 4.9 menampilkan perbandingan antara kuat tekan tanah asli dan tanah remoulded.

Strain (%) Tanah Asli qu (kg/cm²) Tanah Remoulded qu (kg/cm²) 0,5 0,42 0,25 1 0,63 0,32 2 0.83 0,46 3 1,00 0,52 4 1,26 0,58 5 1,38 0,53 6 1,12 0,46 7 0,74 0,35

Gambar 4.19 Grafik Hubungan antara Nilai Kuat Tekan Tanah (qu) dengan

Regangan (Strain) yang Diberikan Pada Sampel Tanah Asli dan Remoulded

Pada Gambar 4.19 dapat dilihat nilai kuat tekan tanah pada tanah asli adalah sebesar 1,38 kg/cm², sedangkan pada tanahremoulded diperoleh sebesar 0,58 kg/cm². Terjadi penurunan yang cukup besar seperti terlihat pada Gambar 4.19. Penurunan ini diakibatkan oleh perlakuan berupa kerusakan struktur tanah yang diterima oleh tanah buatan (remoulded). Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 0,5 1 2 3 4 5 6 7 q u ( K g / cm 2) Strain (%) tanah asli tanah remoulded

adanya kerusakan struktural tanah tersebut disebut kesensitifan (sensitivity). Nilai sensitifitas inilah yang akan menentukan klasifikasi tanah menurut sensitifitasnya.

Gambar 4.20 Grafik Kuat Tekan dengan Berbagai Variasi Penambahan Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi

����������� = qu �����������

qu ��������� =

1,38

0,58= 2,37

Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini, memiliki rasio kesensitifian sebesar 2,37; dimana tergolong ke dalam tanah sentifitas sedang. Artinya, kerusakan struktural yang dialami tanah tidak berpengaruh besar terhadap perubahan kuat tekan maupun kuat geser tanah.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 25% AGV 2,5% ASP + 22,5% AGV 5% ASP + 20% AGV 7,5% ASP + 17,5% AGV 10% ASP + 15% AGV 12,5% ASP + 12,5% AGV

Nilai qu kg/cm

2

Gambar 4.21 Grafik Kuat Tekan dengan Berbagai Variasi Penambahan Abu Sekam Padi dan Abu Vulkanik

Berdasarkan Gambar 4.20 dan Gambar 4.21 tersebut didapat nilai Kuat Tekan tanah asli(qu) sebesar 1,38 kg/cm². Kemudian dengan adanya penambahan

abu gunung vulkanik nilai Kuat Tekan semakin meningkat tetapi hanya dengan variasi campuran 25% abu vulkanik, pada variasi campuran tersebutlah nilai Kuat Tekan tanah yang paling maksimum yaitu sebesar 2,23 kg/cm². Selanjutnya terjadi penurunan nilai Kuat Tekan pada penambahan sekam padi.

Dengan demikian, semakin banyak penambahan abu vulkanik dan abu sekam padi akan mengakibatkan semakin kecil nilai Kuat Tekantanah. Hal ini dikarenakan penambahan kadar abu sekam padiyang terlalu banyak pada tanah akan memperkecil lekatan antara butiran tanah dan air, sehingga tanah menjadi mudah pecah ketika diberi tekanan vertikal.

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 25% ASP 2,5% AGV + 22,5% ASP 5% AGV + 20% ASP 7,5% AGV + 17,5% ASP 10% AGV + 15% ASP 12,5% AGV + 12,5% ASP

Nilai qu kg/cm

2

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh bahan stabilisator abu gunung vulkanik dan abu sekam padi terhadap tanah lempung dengan kadar campuran yang telah ditetapkan dan masa pemeraman (curing time) selama 14 hari, dapat disimpulkan bahwa :

1. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah termasuk dalam jenis CL (Clay

- Low Plasticity) dan berdasarkan klasifikasi AASHTO tanah tersebut

termasuk dalam jenis A-7-6.

2. Didapat bahwa nilai kadar air tanah asli sebesar 12,35%, nilai berat spesifik tanah asli yaitu sebesar 2,65 sedangkan nilai berat spesifik abu vulkanik 2,62 dan abu sekam padi 2,54.

3. Dari uji atterberg pada tanah asli diperoleh nilai batas cair sebesar 46,73% dan indeks plastisitas sebesar 26,33%. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan diketahui bahwa dengan penambahan tanah 75% + 2,5% abu gunung vulkanik + 22,5% abu sekam padi, memiliki indeks plastisitas yang paling rendah yakni 5,31% dan nilai batas cair sebesar 30,11%.

4. Dari hasil uji proctor standard menghasilkan nilai kadar air optimum pada tanah asli sebesar 21,25% dan berat isi kering maksimum sebesar 1,31 gr/cm³, sedangkan nilai berat isi kering yang paling maksimum dari semua campuran yaitu pada variasi campuran tanah 75% dan 25% abu gunung

vulkanik dimana sebesar 1,52 gr/cm³ dan kadar air optimumnya yaitu 25,53% dengan waktu pemeraman selama 14 hari.

5. Dari uji CBR laboratorium yang dilakukan pada tanah asli diperoleh nilai CBR 12,87%, sedangkan nilai CBR yang optimal didapat pada campuran tanah 75% + 2,5% abu sekam padi + 22,5% abu gunung vulkanik dengan nilai CBR 11,28%.

6. Dari uji unconfined compression test yang dilakukan pada tanah asli diperoleh nilai kuat tekan tanah (qu) sebesar 1,38 kg/cm², sedangkan pada tanah remoulded diperoleh nilai kuat tekan tanah (qu) sebesar 0,58 kg/cm². 7. Dari hasil penelitian yang dilakukan penambahan tanah 75% + 25% abu

gunung vulkanik memiliki nilai kuat tekan tanah (qu) yang paling besar yakni 2,23 kg/cm².

8. Dari hasil penelitian didapat nilai kuat tekan tanah (qu) yang optimal pada variasi campuran tanah 75% + 2,5% abu sekam padi + 22,5% abu gunung vulkanik yaitu sebesar 2,19 kg/cm².

9. Berdasarkan pengujian atterberg, abu gunung vulkanik dan abu sekam padi memiliki sifat non-Plastis. Hal ini dapat dilihat juga dari hasil semua pengujian setelah dicampurkan abu tersebut ke tanah lempung, karakter fisis dan kuat dukung tanah menjadi lebih baik.

10. Setelah diperoleh variasi campuran yang paling optimum, selanjutnya terjadi penurunan dalam nilai kuat tekan. Hal ini dikarenakan terlalu besarnya penambahan kadar abu sekam padi pada tanah, sehingga mengakibatkan lekatan antara butiran tanah dan air semakin kecil, sehingga tanah menjadi mudah pecah ketika diberi tekanan vertikal.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh bahan stabilisator semen dan abu gunung vulkanik terhadap tanah lempung, penulis memberikan saran bahwa:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan variasi lama pemeraman yang berbeda sehingga dapat dilakukan perbandingan nilai antar variasi untuk setiap bahan pencampur.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai nilai ekonomis penggunaan abu gunung vulkanik dan abu sekam padi sebagai bahan stabilisator

(stabilizing agents) pada tanah lempung jika dikombinasikan dengan bahan

pencampur semen.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pengaruh penambahan abu gunung vulkanik dan abu sekam padi pada jenis tanah yang lain.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum

2.1.1 Tanah

Tanah dapat didefenisikan sebagai akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan. (Craig, 1989)

Tanah sebagai material yang terdiri dari agregrat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995).

Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai bahan padat (baik berupa mineral maupun organik) yang terletak di permukaan bumi, terus mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor bahan induk, iklim, organisme, topografi, dan waktu. Tanah umumnya dapat disebut sebagai kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt), atau lempung (clay), tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan pada tanah tersebut. Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu udara, air, dan bahan padat. Udara dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang di antara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau

udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh sebagian (partially saturated).

Tanah terdiri dari 3 (tiga) fase elemen yaitu: butiran padat (solid), air dan udara. Ketiga fase elemen tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2.1 .Dalam tanah yang jenuh juga terdapat dua bagian, yaitu bagian padat atau butiran dan air pori. Bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase, seperti ditunjukkan Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Elemen Tanah Dalam Keadaan Asli dan Tiga Fase Elemen Tanah

Dalam hal ini:

V = Isi (Volume) (cm3)

Va = Isi udara (Volume of air) (cm3)

Vw = Isi air (Volume of water) (cm3)

Vs = Isi butir-butir padat (Volume of solid) (cm3)

W = Berat (Weight) (gr)

Wa = Berat udara (Weight of air) (gr)

Ww = Berat air (Weight of water) (gr)

Ws = Berat butir-butir padat (Weight of solid) (gr)

Dari Gambar 2.1 diatas maka dapat diperoleh persamaan-persamaan untuk menghitung volume (V) dan berat tanah (W) sebagai berikut:

V = Vs + Vv = Vs + Vw + Va (2.1)

Jika diasumsikan bahwa udara tidak memiliki berat, maka berat total contoh tanah (W) dapat dinyatakan dengan:

W = Ws + Ww (2.2)

2.1.2 Sifat-Sifat Fisik Tanah

2.1.2.1 Kadar Air (Water Content)

Kadar air (W) merupakan perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat butiran padat (Ws) dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen.

W(%) = Ww

Ws x 100 (2.3)

Dimana:

Ww = Berat air (gr)

Ws = Berat butiran (gr)

2.1.2.2 Angka Pori (Void Ratio)

Angka pori (e) merupakan perbandingan antara volume rongga (Vv) dengan volume butiran (Vs), biasanya dinyatakan dalam desimal.

e = Vv Vs (2.4) Dimana: e = angka pori Vv = volume rongga (cm3) Vs = volume butiran (cm3) 2.1.2.3 Porositas (Porocity)

Porositas (n) merupakan perbandingan antara volume rongga (Vv) dengan volume total (V). Nilai n dapat dinyatakan dalam persen atau desimal.

n = Vv

V (2.5)

Dimana:

n = porositas

V = volume total (cm3)

2.1.2.4 Berat Volume Basah (Unit Weight)

Berat volume lembab atau basah (γb) merupakan perbandingan antara berat butiran tanah termasuk air dan udara(W) dengan volume tanah (V).

γb = W

V (2.6)

Dimana:

γb = Berat volume basah (gr/cm3)

W = berat butiran tanah (gr)

V = volume total tanah (cm3)

dengan

W = Ww + Ws + Wv ( Wv = berat udara = 0 ).

Bila ruang udara terisi oleh air seluruhnya (Va = 0), maka tanah menjadi jenuh.

2.1.2.5 Berat Volume Kering (Dry Unit Weight)

Berat volume kering (γd) merupakan perbandingan antara berat butiran (Ws) dengan volume total (V) tanah.

γd = Ws

V (2.7)

Dimana:

Ws = berat butiran tanah (gr)

V = volume total tanah (cm3)

2.1.2.6 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)

Berat volume butiran padat (γs) merupakan perbandingan antara berat butiran tanah (Ws) dengan volume butiran tanah padat (Vs).

γs = Ws

Vs (2.8)

Dimana:

γs = berat volume padat (gr/cm3)

Ws = berat butiran tanah (gr)

Vs = volume total padat (cm3)

2.1.2.7 Berat Jenis (Specific Gravity)

Berat jenis tanah (Gs) merupakan perbandingan antara berat volume butiran padat (γs) dengan berat volume air (γw) pada temperature 4º.Nilai suatu berat jenis tanah tidak bersatuan (tidak berdimensi).

Gs = γγs

w

(2.9)

Dimana:

Gs = berat jenis

γw = berat volume air (gr/cm3)

Nilai-nilai berat jenis dari berbagai jenis tanah dapat dilihat dalam Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

2.1.2.8 Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan (S) merupakan perbandingan volume air (Vw) dengan volume total rongga pori tanah (Vv), biasanya dinyatakan dalam persen.

S(%) = Vw

Vv x100 (2.10)

Macam Tanah Berat Jenis

Kerikil 2,65 – 2,68

Pasir 2,65 – 2,68

Lanau tak organic 2,62 – 2,68

Lempung organic 2, 58 – 2,65

Lempung tak organic 2,68 – 2,75

Humus 1,37

Dimana:

S = derajat kejenuhan

Vw = volume air (cm3)

Vv = volume total rongga pori tanah (cm3)

Bila tanah dalam keadaan jenuh air, maka S=1. Derajat kejenuhan dan kondisi tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan

Tanah kering 0

Tanah agak lembab > 0 – 0,25

Tanah lembab 0,26 – 0,50

Tanah sangat lembab 0,51 – 0,75

Tanah basah 0,76 – 0,99

2.1.3 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)

Batas-batas Atterberg digunakan untukmengklasifikasikan jenis

tanahuntuk mengetahuiengineering

propertiesdanengineeringbehaviortanahberbutirhalus.Pada tanahberbutir halushalyang palingpenting adalahsifatplastisitasnya.Plastisitas disebabkanolehadanyapartikelminerallempungdalam

tanahyangdapatdidefinisikan

sebagaikemampuantanahdalammenyesuaikanperubahanbentuk padavolumeyang konstan tanpa adanya retak ataupunremuk.

Tanah yang berbutir halus biasanya memiliki sifat plastis.Sifat plastis tersebut merupakan kemampuan tanah menyesuaikan perubahan bentuk tanah setelah bercampur dengan air pada volume yang tetap. Tanah tersebut akan berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat tergantung jumlah air yang bercampur pada tanah tersebut. Batas-batas Atterberg terbagi dalam tiga batas berdasarkan kadar airnya yaitu batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit) dan batas susut (shrinkage limit).

Atterberg (1911) memberikan carauntuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya. Batas-batastersebut adalah batas cair, batasplastis dan batas susut. Batas- batas Atterberg dapatdigambarkan seperti dalamGambar 2.2 .

Gambar 2.2 Batas-Batas Atterberg

1. Batas cair (Liquid Limit)

Batas Cair (LL) adalah kadar air tanah yang untuk nilai-nilai diatasnya, tanah akan berprilaku sebagai cairan kental (batas antara keadaan cair dan keadaan plastis), yaitu batas atas dari daerah plastis. Batascairditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan menggunakan cawan yang telah dibentuk dapat dilihat pada gambar 2.3 sedemikian rupa yang telah

berisisampeltanah yang telah dibelah olehgroovingtooldandilakukandenganpemukulansampeldenganjumlahdua sampel

dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan

agar mendapatkan persamaan sehingga didapatkan

nilaikadarairpada25kalipukulan.Batascairmemilikibatasnilaiantara0–

1000,akantetapikebanyakantanahmemilikinilaibatascairkurangdari100 (Holtz danKovacs, 1981).Pengujian dilaksanakan dengan menempatkan segumpal tanah dalam sebuah mangkok dan membuat alur dengan ukuran standar pada tanah tersebut. Kemudian mangkok dijatuhkan ke atas permukaan yang keras dengan

ketinggian 10 mm. Batas cair ditetapkan sebagai kadar air apabila alur bertaut selebar 12,7 mm (1

2��) pada 25 pukulan. Alat uji batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.

Alat pengujian untuk batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut:

2. Batas Plastis (Plastic Limit)

Batasplastis(plasticlimit)merupakankadarairtanah padakedudukanantara daerahplastisdansemipadat,yaitupersentasekadarairdi

manatanahdengandiametersilinder3,2 mmmulaimengalamiretak-retakketika digulung.Tanah dianggap dalam keadaan plastis apabila dapat dibentuk atau diolah menjadi bentuk baru tanpa retak-retak.Kadar air terendah dimana tanah dianggap dalam keadaan plastis disebut batas plastis (PL) dari tanah itu.Batas plastis ditentukan dengan menggulung segumpal tanah menjadi sebuah batangan. Apabila batangan tersebut mulai retak-retak pada diameter 3,18 mm (1

8��), kadar airnya adalah batas plastis (ASTM D-424).

3. Batas Susut (Shrinkage Limit)

Batas susut (shrinkage limit) merupakan kadar air tanah pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat dinyatakan dalam berikut:

SL = �(m1−m2)

m2(v1−v2)γw

m2 �x 100 % (2.11)

m1 = berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)

m2 = berat tanah kering oven (gr)

v1 = volume tanah basah dalam cawan (cm3)

v2 = volume tanah kering oven (cm3)

γw = berat jenis air (gr/cm3)

4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks Plastisitas merupakan interval kadar air, yaitu tanah masih bersifat plastis. Indeks Plastisitas(plasticityindex) adalahselisih batas cairdan batas plastis.Adapunrumusandalammenghitung besarannilaiindeksplastisitasadalah sesuai dengan Persamaan2.12 , sepertiyangditunjukkan pada rumusan dibawah.

IP=LL -PL (2.12)

Dimana:

PI = indeks plastisitas

LL = batas cair

PL = batas plastis

Indeksplastisitasmerupakanintervalkadarair dimanatanahmasih bersifat plastis. Karenaitu, indeks plastisitas menunjukkan sifat keplastisitasan tanahtersebut.Jikatanahmempunyaiintervalkadarairdaerahplastisyang kecil, maka keadaaninidisebutdengantanahkurus,kebalikannya jikatanah mempunyai interval

kadar air daerah plastisyang besar disebuttanahgemuk.

Klasifikasi jenis tanah berdasarkan indeks plastisitasnya dilihat pada Tabel 2.3:

Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

5. Indeks Kecairan (Liquid Indeks)

Kadar Air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair, dapat didefinisikan oleh Indeks Kecairan (Liquidity Index). Indeks Kecairan merupakan perbandingan antara selisih kadar air asli dengan batas plastis terhadap indeks plastisitasnya. Berikut persamaannya:

�� =� = ��−��−�� =��−�� (2.13)

Dimana :

LI = Liquidity Index (%) WN = Kadar air asli (%)

PI Tingkat Plastisitas Jenis Tanah Kohesi

0 Non – Plastis Pasir Non – Kohesif

< 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian

7 – 17 Plastisitas Sedang Lempung Berlanau Kohesif

Gambar 2.5 Hubungan Antara WP, WL dan WN Dalam Menghitung LI atau IL (Bowles, 1991)

6. Dapat dilihat bahwa jika WN= LL, maka Indeks Kecairan akan sama 7.

8.

Gambar 2.4 Hubungan Antara WP, WL dan WN Dalam Menghitung LI atau IL (Bowles, 1991)

Dapat dilihat bahwa jika WN= LL, maka Indeks Kecairan akan sama dengan 1. Sedangkan, jika WN = PL, Indeks Kecairan akan sama dengan nol. Jadi, untuk lapisan tanah asli yang dalam kedudukan plastis, nilai LL>WN >PL. Nilai Indeks Kecairan akan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli dengan WN>LL akan mempunyai LI> 1.

2.1.4Gradasi Ukuran Butiran

Sifat-sifat jenis tanah tertentu banyak tergantung pada ukurannya. Besarnya butiran juga merupakan dasar untuk klasifikasi atau pemberian nama pada macam tanah.

Besar butiran tanah biasanya digambarkan dalam grafik yaitu merupakan grafik lengkung (Grading Curve) atau grafik lengkung pembagi butir (Partial

Size Distribution Cueve). Suatu tanah yang mempunyai kurva distribusi ukuran

butir yang hampir vertikal (semua partikel dengan ukuran yang hampir sama) disebut tanah yang uniform (Uniformly Graded). Apabila kurva membentang

pada daerah yang agak besar, tanah disebut bergradasi baik.Berikut ini adalah gambar alat yang digunakan untuk pengujian analisa saringan (Sieve Analysis).

Gambar 2.5 Ayakan Untuk Pengujian Sieve Analysis (Das, 1998)

Gradasi (Distribusi) Ukuran Butiran adalah penentuan persentase berat butiran pada satu unit saringan dengan ukuran diameter lubang tertentu.

Karakteristik pengelompokkan tanah :

1. Tanah berbutir Kasar : Kerikil dan Pasir 2. Tanah berbutir Halus : Lanau dan Lempung Karakteristik tanah berdasarkan distribusi partikelnya:

Cu (uniformity coefficient) adalah koefiseien keseragaman dimana menunjukkan kemiringan kurva dan menunjukkan sifat seragam (uniform) tanah. Cu makin kecil, kurva makin curam, dan butir makin seragam. Sebaliknya Cu makin besar, kurva landai. Ukuran Cu minimal 1, yang berarti semua butiran berukuran sama. Koefisien keseragaman dapat dilihat pada Persamaan 2.14 berikut :

Cu =D60

D10 Cu = D60

D10 (2.14)

Dimana :

D10 = Diameter yang bersesuaian dengan 10% lolos ayakan D60 = Diameter yang bersesuaian dengan 60% lolos ayakan

Cc (curvature coefficient) adalah koefiseien gradasi - Tanah bergradasi sgt baik bila Cu >15 .

- Tanah yang memiliki gradasi yang baik mempunyai nilai Cu > 4 (untuk tanah kerikil), Cu > 6 (untuk pasir), dan

- Cc antara 1 – 3 (untuk kerikil dan pasir).

Koefisien gradasi dapat dilihat pada Persamaan 2.15 berikut :

Cc = D230

D60xD10Cc = D230

D60x D10 (2.15)

Dimana :

D10 = Diameter yang bersesuaian dengan 10% lolos ayakan D30 = Diameter yang bersesuaian dengan 30% lolos ayakan D60 = Diameter yang bersesuaian dengan 60% lolos ayakan

2.1.5 Sistem Klasifikasi Tanah

2.1.5.1 Klasifikasi Berdasarkan Tekstur / Ukuran Butir Tanah

Sistem klasifikasi tanah digunakan untuk mengelompokkan tanah-tanah sesuai dengan perilaku umum dari tanah pada kondisi fisis tertentu.Seperti diketahui bahwa di alam ini tanah terdiri dari susunan butir-butir antara lain: pasir, lumpur, dan lempung yang persentasenya berlainan. Klasifikasi tekstur ini dikembangkan oleh departemen pertanian Amerika Serikat (U.S. Departement of Agriculture) dan deskripsi batas-batas susunan butir tanah di bawah sistem U.S.D.A. Kemudian dikembangkan lebih lanjut dan digunakan untuk pekerjaan jalan raya yang lebih dikenal dengan klasifikasi tanah berdasarkan persentase susunan butir tanah oleh U.S. Public Roads Administration.

Sejumlah sistem klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian tersebut terbagi menjadi tiga sistem klasifikasi yaitu :

1. Klasifikasi tanah berdasar tekstur/ukuran butir 2. Klasifikasi tanah sistem USCS

3. Klasifikasi tanah sistem AASHTO

Gambar 2.6 Diagram Klasifikasi Tekstur

2.1.5.2 Klasifikasi Sistem Kesatuan Tanah (Unified Soil Classification System)

Sistem klasifikasi berdasarkan hasil-hasil percobaan laboratorium yang paling banyak dipakai secara meluas adalah sistem klasifikasi kesatuan tanah.Percobaan laboratorium yang dipakai adalah analisis ukuran butir dan batas-batas Atterberg.Semua tanah diberi dua huruf penunjuk berdasarkan hasil-hasil percobaan ini.

Ada dua golongan besar tanah-tanah yang berbutir kasar, < 50% melalui ayakan No.200 dan tanah-tanah berbutir halus > 50% melalui ayakan No.200.Sistem ini pada awalnya dikembangkan untuk pembangunan lapangan terbang, diuraikan oleh Casagrande (1948). Ia telah dipakai sejak tahun 1942 , tetapi diubah sedikit pada tahun 1952 agar dapat terpakai pada konstruksi bendungan dan konstruksi-konstruksi lainnya. Simbol-simbol yang digunakan untuk mengklasifikasikan tanah dengan sistem unified ini adalah sebagai berikut:

Huruf pertama: Huruf kedua:

G = kerikil (Gravel) W = bergradasi baik (Well

graded)

S = pasir (Sand) P = bergradasi buruk (Poor graded)

W & P dari lengkung gradasi

M = kelanauan (Muddy)

C = kelempungan (Clayey)

dari diagram plastisitas

M = lanau (Mud) L = batas cair rendah (Low LL)

C = lempung (Clay) H = bataas cair tinggi (High LL)

2.1.5.3Sistem Klasifikasi AASHTO

Klasifikasi tanah sistem AASHTO (American Association of State

Highway Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public Road Administration Classification System. Kemudian sistem ini mengalami

beberapa perbaikan, sampai saat ini versi yang berlaku adalah yang diajukan oleh

Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research Board pada tahun 1945. Sistem ini mengklasifikasikan

tanah kedalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai A-7. Tanah yang diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir yang 35% atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no. 200. Sedangkan tanah A-4 sampai A-7 adalah tanah yang lebih dari 35% butirannya lolos ayakan no. 200.

Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan data-data sebagai berikut :

1. Analisis ukuran butiran.

2. Batas cair dan batas plastis dan IP yang dihitung. 3. Batas susut.

Khususuntuk tanah-tanah yang mengandung bahan butir halus diidentifikasikan lebih lanjut dengan indeks kelompoknya.Bagan pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat seperti pada Tabel 2.5.

2.1.6Sifat-Sifat Mekanis Tanah

2.1.6.1 Pemadatan Tanah (Compaction)

Pemadatan (compaction) merupakan proses naiknya kerapatan tanah dengan memperkecil jarak antar partikel sehingga terjadi reduksi volume udara: tidak terjadi perubahan volume air yang cukup berarti pada tanah ini. Pada dasarnya pemadatan merupakan usaha mempertinggi kepadatan tanah dengan pemakaian energi mekanis untuk menghasilkan pemampatan partikel. Energi pemadatan di lapangan dapat diperoleh dari mesin gilas, alat-alat pemadatan getaran dan dari benda-benda berat yang dijatuhkan. Di dalam laboratorium digunakan alat-alat pemadatan tanah untuk percobaan. Derajat kepadatan yang dapat dicapai tergantung tiga faktor yang saling berhubungan, yaitu kadar air selama pemadatan, volume dan jenis tanah dan jenis beban pemadat yang digunakan (Krebs dan Walker, dalam Budi Satrio 1998).

Ada 2 macam percobaan di laboratorium yang biasa dipakai untuk menentukan kadar air optimum (Optimum Moisture Content = O.M.C) dan berat isi kering maksimum (Maximum Dry Density= γd). Percobaan-percobaan tersebut

Dokumen terkait