• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Efektifitas Penggunaan Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai CBR dan Penggunaan Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Efektifitas Penggunaan Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai CBR dan Penggunaan Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

- Pengujian Index Properties

SUMMARY TEST RESULT

Sample Kadar air

Berat spesifik

Atterberg limit

Lolos saringan No. 200

LL PL IP

Tanah asli 12,35% 2,6517 46,73% 20,42% 26,33% 49,16% Abu Gunung

Vulkanik - 2.6280 NP NP NP 13,80%

Abu Sekam

Padi - 2.5482 NP NP NP 8,56%

- Pengujian AtterbergLimit, Compaction, dan UCT

Sample

Atterberg limit Compaction UCT

LL PL IP γd maks

(gr/cm³) Wopt (%) Qu (kg/cm²) Cu (kg/cm²)

Tanah asli 46,73 20,42 26,33 1,31 21,25 1,38 0,69

Tanah remoulded - - - - - 0,58 0,29

TA 75% + 25% AGV 37,09 22,08 8,01 1.52 25,53 2,23 1,11

TA 75% + 25% ASP NP NP NP 0,93 43,16 0,63 0,31

TA 75% + 2,5% ASP + 22,5% AGV 35,18 25,75 9,43 1,49 26,22 2,19 1,09 TA 75% + 5% ASP + 20% AGV 35,08 25,99 9,08 1.45 28,34 2,10 1,05 TA 75% + 7,5% ASP + 17,5% AGV 34,75 26,24 8,51 1.43 29,96 1,99 1,01 TA 75% + 10% ASP + 15% AGV 33,95 26,20 7,75 1.41 30,17 1,88 0,94 TA 75% + 12,5% ASP + 12,5% AGV 33,25 26,30 6,95 1.40 32,29 1,63 0,81 TA 75% + 2,5% AGV + 22,5% ASP 30,11 24,80 5,31 1.21 39,17 0,57 0,28 TA 75% + 5% AGV + 20% ASP 30,87 24,90 5,96 1.23 38,62 0,64 0,32 TA 75% + 7,5% AGV + 17,5% ASP 31,55 25,40 6,15 1.27 36,21 0,97 0,48 TA 75% + 10% AGV + 15% ASP 31,85 25,31 6,54 1.28 34,26 1,24 0,62 TA 75% + 12,5% AGV + 12,5% ASP 33,25 26,30 6,96 1.40 32,29 1,63 0,81

- Pengujian CBR

Sample CBR (%)

Tanah asli 12,87

TA 75% + 25% AGV 15,48

TA 75% + 25% ASP 7,42

TA 75% + 2,5% ASP + 22,5% AGV 11,28

TA 75% + 5% ASP + 20% AGV 10,50

TA 75% + 7,5% ASP + 17,5% AGV 9,62

TA 75% + 10% ASP + 15% AGV 8,69

TA 75% + 12,5% ASP + 12,5% AGV 8,43

TA 75% + 2,5% AGV + 22,5% ASP 7,38

TA 75% + 5% AGV + 20% ASP 7,73

TA 75% + 7,5% AGV + 17,5% ASP 7,96

TA 75% + 10% AGV + 15% ASP 8,16

(3)

DAFTAR PUSTAKA

Das, B. M. 1991. Mekanika Tanah, Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis, Jilid I. Jakarta:

Erlangga.

Das, B. M. 1995. Mekanika Tanah, Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis, Jilid II. Jakarta: Erlangga.

Hardiyatmo, H. C. 1992. Mekanika Tanah I. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.

Hardiyatmo, H. C. 2002. Mekanika Tanah I, Edisi 3. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.

Craig, R.F. 1989. Mekanika Tanah. Jakarta: Erlangga.

Bowles, J. E. 1991. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Jakarta: Erlangga..

Fadilla, N. 2013.Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)Pada Stabilitas Tanah Lempung Dengan Campuran Semen dan Abu Sekam Padi. Program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.

Mu’minah, R. N. 2014. Pengaruh Abu Vulkanik Terhadap Parameter Kuat Geser Tanah Lempung. Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia.

Prabowo, I. 2013. Pengaruh Abu Vulkanik Sebagai Bahan Stabilisasi Tanah untuk Lapis Subgrade. Diploma Teknik Sipil Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Pranata, M. I. 2012. Studi dan Analisis Kuat Tekan Tanah Lempung Organik yang Distabilisasi dengan Abu Gunung Merapi. Jurnal Universitas Lampung.

Rostaman, T., Kasno, A., dan Anggria, L. 2011.Perbaikan Sifat Tanah dengan Dosis Abu Vulkanik Pada Tanah Oxisols. Badan Litbang Pertanian.

Soedarmo, G. D. dan Purnomo, S. J. E. 1997.Mekanika Tanah I, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Adha, I. 2011. Pemanfaatan Abu Sekam Padi Sebagai Pengganti Semen Pada Metoda Stabilisasi Tanah Semen. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung.

Budi, G. S. , dkk. 2002. Pengaruh Pencampuran Abu Sekam Padi dan Kapur Untuk Stabilisasi Tanah Ekspansif Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Kristen Petra.

Margaretha, I. 2015. Stabilisasi Tanah Lempung dengan Menggunakan Semen Portland Tipe I dan

Abu Vulkanik dengan Pengujian Kuat Tekan Bebas.Program Studi Teknik Sipil, Fakultas

(4)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Program Penelitian

Penelitianinidilakukanpada sampeltanahasli yang tidak berikanbahan stabilisasi dan padatanahyang diberikan bahan stabilisasi, berupa penambahanabu vulkanik dan abu sekam padidenganberbagaivariasi pencampuranyangtelahditentukan.

Tahap-tahap penelitianinimeliputipekerjaanpersiapan,pekerjaan uji laboratoriumdananalisishasilujilaboratorium.Skema programpenelitiandapat dilihat padaDiagram AlirPenelitian dalam Gambar3.1.

3.2 PekerjaanPersiapan

Pekerjaan persiapanyang dilakukanolehpeneliti dalam penelitian inimeliputi:

• Mencariliteratur yangberkaitandengantanah lempung yangdistabilisasi

denganabu vulkanik dan abu sekam padi,literaturmengenai pengujian nilai CBR dannilai kuat tekan bebas(unconfinedcompression test).

• Pengambilansampel tanah

Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Patumbak, Deli Serdang,SumateraUtara.Tanahyang diambiltermasuktanah lempungdengan kadar air rendah – sedang.

• Pengadaanabu vulkanik

Abu vulkanik yang dipakai adalah abu vulkanik hasil erupsi Gunung Sinabung.

(5)

Gamber 3.1 Diagram Alir Penelitian

• Pengadaanabu sekam padi

Mulai

Studi Literatur

Persiapan

Penyediaan

Tanah Abu Vulkanik (AGV) Abu Sekam Padi (ASP)

Pengujian Sifat Fisis (Index Properties) 1. Uji Kadar Air

2. Uji Berat Spesifik 3. Uji Atterberg

4. Uji Analisa Saringan

Pembuatan Benda Uji

1. Tanah asli (tanpa campuran abu vulkanik dan abu sekam padi) 2. Tanah asli 75% + AGV 25%

3. Tanah asli 75% + ASP 25% 4. Kombinasi Campuran

Tanah 75% + 2.5% ASP+22.5% AGV Tanah 75% + 2.5% AGV+22.5% ASP Tanah 75% + 5% ASP + 20% AGV Tanah 75% + 5% AGV + 20% ASP Tanah 75% + 7.5% ASP + 17.5% AGV Tanah 75% + 7.5% AGV+ 17.5% ASP Tanah 75% + 10% ASP + 15% AGV Tanah 75% + 10% AGV+ 15% ASP Tanah 75% + 12.5 %ASP + 12.5% AGV Tanah 75% + 12.5 %AGV + 12.5% ASP 5. Lakukan pemeraman 14 hari

Uji Compaction (65 Sampel), CBR (39 Sampel) dan UCT (14 Sampel)

Analisis Data

Pengolahan Data

Selesai

(6)

Abu sekam padi yang dipakai adalah hasil pembakaran batu bata Secanggang, Stabat.

3.3 Proses Pengambilan Sampling Tanah

Adapunpengambilan(proses)samplingtanahtidakterganggu(undisturbed)

yang diperolehdarilapangan

adalahdenganmenggunakanhandbordanuntuksampeltanah

terganggudiambildaritanahyangberada±30cmdarimukatanah.dengan

menggunakan cangkul.Halinidimaksudkan agar humus dan akar-akar tanaman yang ada dapat terangkat dan tidak terikut dalam tanah yang akan dipakai.

Adapun prosedur sampling yang dilakukan adalah:

• Menentukan lokasi tanahyang akandilakukan sampel, yaitudi PTPN II

Patumbak, Deli Serdang, Sumatera Utara.

• Melakukan pembersihan humus dan akar-akar tanaman yakni ± 30cmdari

muka tanah.

• Melakukan pengambilan sampel tanah yang akan digunakan. Untuk

pengujian tanah asli diambildari contoh tanahtidakterganggu(undisturbed)dan untuk pengujiantanah campuran

diambildaritanah terganggu (disturbed)dicampur dengan abu vulkanik dan abu sekam padi.

Pada pengujian kuattekan tanah(unconfined compression test) sampel

(7)

3.4

Pelaksanaan Pengujian

Pengujian yang dilakukan dibagi menjadi 2 bagian yaitu pengujian untuk tanah dan pengujian untuk abu vulkanik dan abu sekam padi, adapun pengujian-pengujian tersebut adalah sebagai berikut :

3.4.1 Tanah

3.4.1.1 Tanah Asli

Adapun pengujian untuk tanah asli meliputi : - Uji Kadar Air

- Uji Berat Spesifik

- Uji Batas-batas Atterberg - Uji Analisa Saringan - Uji Pemadatan

- Uji Kuat Tekan Bebas

3.4.1.2 Tanah yang Telah Distabilisasi

Adapun pengujian untuk tanah yang telah dicampur dengan abu vulkanik dan abu sekam padi meliputi :

- Uji Batas-batas Atterberg - Uji Pemadatan

- Uji Nilai CBR

(8)

3.4.2 Abu Vulkanik

Untuk pengujian abu vulkanik yaitu terdiri dari : - Uji Berat Spesifik

- Uji Analisa Saringan - Uji Batas-batas Atterberg

3.4.3 Abu Sekam Padi

Untuk pengujian abu vulkanik yaitu terdiri dari : - Uji Berat Spesifik

- Uji Analisa Saringan - Uji Batas-batas Atterberg

3.5 AnalisisData Laboratorium

Setelahseluruhdata-datayangdiperolehbaikdaripengujiansifatfisikdansifat mekaniskemudiandilakukanpengumpulandatasertapemilahandatayangdiperoleh.S etelah data dikumpulkan kemudian dilakukan analisa data hasil pengujian laboratorium dan kemudian dievaluasi.

(9)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Pendahuluan

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil pengujian dan pembahasan penelitian uji cbr tanah lempung dan uji kuat tekan dengan campuran abu sekam padi sebesar 2.5%, 5%, 7.5%, 10%, 12.5%, 22,5%, dan 25% dan variasi penambahan abu Gunung Sinabung sebesar 2.5%, 5%, 7.5%, 10%, 12.5%, 22,5% dan 25% dengan lama waktu pemeraman (curing time)14 hari. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dengan sampel tanah yang diperoleh dari PTPN II Patumbak,Deli Serdang, Sumatera Utara. Sampel abu gunung vulkanik yang diperoleh dari Gunung Sinabung dan sampel abu sekam padi yang diperoleh dari Stabat.

4.2

Pengujian Sifat Fisik Tanah

4.2.1 Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli

Adapun hasil uji sifat fisik tanah asli ditunjukkan pada Tabel 4.1 berikut. Hasil-hasil pengujian sifat fisik tanah ini meliputi :

• Kadar Air

• Berat Jenis

Batas-batas Atterberg

(10)

Tabel 4.1 Data Uji Sifat Fisik Tanah

No. Pengujian Hasil

1. Kadar Air (Water Content) 12,35 %

2. Berat Spesifik (Specific Gravity) 2,65

3. Batas Cair (Liquid Limit) 46,73 %

4. Batas Plastis (Plastic Limit) 20,42 %

5. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

26,33 %

6. Persen Lolos Saringan no. 200 49,16 %

7. Kadar Air Optimum 21,25 %

8. Berat Isi Kering Maksimum 1,31 gr/cm3

Dari data di atas, berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO dimana diperoleh data berupa persentase tanah lolos ayakan no. 200 sebesar 49,16% dan nilai batas cair (liquid limit) sebesar 46,73% maka sampel tanah memenuhi persyaratan minimal lolos ayakan no. 200 sebesar 36%, memiliki batas cair (liquid limit)≥ 41 dan indeks plastisitas (plasticity index)> 11, sehingga tanah sampel dapat diklasifikasikan dalam jenis tanah A-7-6.

(11)

Gambar 4.1 Plot Grafik Klasifikasi USCS

Gambar 4.2 Grafik Analisa Saringan Tanah Asli

Cu = D60 D10

= 0,172

0,0025 = 68,8

Cc = D230 D60x D10 =

(0,015)2

(12)

Gambar 4.3 Grafik Batas Cair (Liquid Limit), Atterberg Limit

4.2.2 Pengujian Sifat Fisik Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi

Adapun hasil uji sifat fisik tanah asli ditunjukkan pada Tabel 4.2 berikut. Hasil-hasil pengujian sifat fisik tanah ini meliputi :

• Kadar Air

• Berat Jenis

Batas-batas Atterberg

• Uji Analisa Butiran

Tabel 4.2 Data Uji Sifat Fisik Abu Vulkanik

No. Pengujian Hasil

1. Berat Spesifik (Specific Gravity) 2,62

2. Batas Cair (Liquid Limit) Non Plastis

3. Batas Plastis (Plastic Limit) Non Plastis

4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Non Plastis

(13)

Dari data di atas, berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO dimana diperoleh data berupa persentase tanah lolos ayakan no. 200 sebesar 13,40% sedangkan nilai batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit), dan indeks plastisitas (plasticity index)merupakan non plastis.

Gambar 4.4 Grafik Analisa Saringan Abu Gunung Vulkanik

Cu = D60 D10

= 0,168 0,024= 7

Cc = D230 D60x D10

= (0,1)2

0,168x0,024= 2,480

Tabel 4.3 Data Uji Sifat Fisik Abu Sekam Padi

No. Pengujian Hasil

1. Berat Spesifik (Specific Gravity) 2,54

2. Batas Cair (Liquid Limit) Non Plastis

3. Batas Plastis (Plastic Limit) Non Plastis

4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Non Plastis

(14)

Dari data di atas, berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO dimana diperoleh data berupa persentase tanah lolos ayakan no. 200 sebesar 8,56% sedangkan nilai batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit), dan indeks plastisitas (plasticity index)merupakan non plastis.

Gambar 4.5 Grafik Analisa SaringanAbu Sekam Padi

Cu = D60 D10 =

0,455

0,0086= 5,29

Cc = D 2

30 D60x D10 =

(0,21)2

0,455x0,086= 1,127

4.2.3 Pengujian Sifat Fisik Tanah dengan Bahan Stabilisator

(15)

plastisitas (IP) dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.10 dan Gambar 4.11.

Tabel 4.4 Data Hasil Uji Atterberg Limit

Sampel Batas - Batas Atterberg

LL PL PI

Tanah Asli 46,73 20,42 26,33

T 75% + 25% AGV 37,09 22,08 8,01

T 75% + 25% ASP NP NP NP

T 75% + 2,5% ASP + 22,5% AGV 35,18 25,75 9,43

T 75% + 5% ASP + 20% AGV 35,08 25,99 9,08

T 75% + 7,5% ASP + 17,5% AGV 34,75 26,24 8,51

T 75% + 10% ASP + 15% AGV 33,95 26,20 7,75

T 75% + 12,5% ASP + 12,5% AGV

33,25 26,30 6,95

T 75% + 2,5% AGV + 22,5% ASP 30,11 24,80 5,31

T 75 % + 5% AGV + 20% ASP 30,87 24,90 5,96

T 75% + 7,5% AGV + 17,5% ASP 31,55 25,40 6,15

T 75% + 10% AGV + 15% ASP 31,85 25,31 6,54

T 75% + 12,5% + 12,5% ASP 33,25 26,30 6,95

4.2.3.1 Batas Cair (Liquid Limit)

(16)

batas cair terendah pada penambahan 2,5% abu vulkanik dan abu sekam padi 22,5% sebesar 30,11%. Hal tersebut disebabkan akibat tanah mengalami proses sementasi oleh abu sekam padi dan abu vulkanik sehingga tanah menjadi butiran yang lebih besar yang menjadikan gaya tarik menarik antar partikel dalam tanah menurun.

Gambar 4.6 Grafik Hubungan antara Nilai Batas Cair (LL) dengan Variasi Campuran Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Tanah Asli T 75% + 25% AGV

T 75% + 2,5% ASP + 22,5% AGV

T 75% + 5% ASP + 20%

AGV

T 75% + 7,5% ASP + 17,5% AGV

T 75% + 10% ASP +

15% AGV

T 75% + 12,5% ASP +

12,5% AGV N il a i B a ta s C a ir %

Nilai Batas Cair

Nilai Batas Cair

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Tanah Asli T 75% + 25% ASP

T 75% + 2,5% AGV +

22,5% ASP

T 75 % + 5% AGV + 20%

ASP

T 75% + 7,5% AGV +

17,5% ASP

T 75% + 10% AGV +

15% ASP

T 75% + 12,5% AGV +

12,5% ASP N il a i B a ta s C a ir %

Nilai Batas Cair

(17)

Gambar 4.7 Grafik Hubungan antara Nilai Batas Cair (LL) dengan Variasi Campuran Abu Sekam Padidan Abu Vulkanik

4.2.3.2 Batas Plastis (Plastic Limit)

Gambar 4.8 Grafik Hubungan antara Nilai Batas Plastis (PL) dengan Variasi Campuran Abu Sekam Padi dan Abu Vulkanik

Gambar 4.9 Grafik Hubungan antara Nilai Batas Plastis (PL) dengan Variasi Campuran Abu Sekam Padi dan Abu Vulkanik

Pada Gambar 4.8 dan Gambar 4.9 menunjukkan terjadinya peningkatan nilai batas plastis akibat penambahan bahan stabilisasi.Nilai batas plastis meningkat seiring dengan pertambahan abu vulkanik yang ditambahkan. Untuk tanah asli

0 5 10 15 20 25 30

Tanah Asli T 75% + 25% AGV

T 75% + 2,5% ASP

+ 22,5% AGV

T 75% + 5% ASP + 20% AGV

T 75% + 7,5% ASP

+ 17,5% AGV

T 75% + 10% ASP +

15% AGV

T 75% + 12,5% ASP + 12,5% AGV N il a i B a ta s P la st a s %

Nilai Batas Plastis

Nilai Batas Plastis

0 5 10 15 20 25 30

Tanah Asli T 75% + 25% ASP

T 75% + 2,5% AGV

+ 22,5% ASP

T 75 % + 5% AGV + 20% ASP

T 75% + 7,5% AGV

+ 17,5% ASP

T 75% + 10% AGV + 15% ASP

T 75% + 12,5% AGV + 12,5% ASP N il a i B a ta s P la st is %

Nilai Batas Plastis

(18)

batas plastisnya yaitu 20,42% dan terus meningkat sampai variasi campuran 12,5% AGV + 12,5% ASP nilai batas plastis mencapai 26,30%.

4.2.3.3 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Gambar 4.10 Grafik Hubungan antara Nilai Indeks Plastisitas (IP) dengan Variasi Campuran Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi

Gambar 4.11 Grafik Hubungan antara Nilai Indeks Plastisitas (IP) dengan Variasi Campuran Abu Sekam Padi dan Abu Vulkanik

Gambar 4.10 dan Gambar 4.11 memperlihatkan bahwa dengan penambahan bahan stabilisasi maka nilai indeks plastisitas akan menurun. Penurunan nilai

0 5 10 15 20 25 30

Tanah Asli T 75% + 25% AGV

T 75% + 2,5% ASP

+ 22,5% AGV

T 75% + 5% ASP + 20% AGV

T 75% + 7,5% ASP

+ 17,5% AGV

T 75% + 10% ASP + 15%

AGV

T 75% + 12,5% ASP + 12,5% AGV N il a i In d e k s P la st is %

Nilai Indeks Plastis

Nilai Batas Indeks Plastis

0 5 10 15 20 25 30

Tanah Asli T 75% + 25% ASP

T 75% + 2,5% AGV

+ 22,5% ASP

T 75 % + 5% AGV + 20% ASP

T 75% + 7,5% AGV

+ 17,5% ASP

T 75% + 10% AGV

+ 15% ASP

T 75% + 12,5% AGV + 12,5% ASP N il a i In d e k s P la st is %

Nilai Batas Indeks Plastis

(19)

indeks plastisitas tersebut dapat mengurangi potensi pengembangan dan penyusutan dari tanah.Proses ini memperkuat ikatan antara partikel-partikel tanah, sehingga terbentuk butiran yang lebih keras dan stabil. Terisinya pori-pori tanah memperkecil terjadinya rembesan pada campuran tanah dan abu vulkanik tersebut yang berdampak pada berkurangnya potensi kembang susut.

Ditambah dengan bahan stabilisasi berupa abu sekam padi.Silika dan alumina dari abu sekam padi bercampur dengan air membentuk pasta yang mengikat partikel lempung dan menutupi pori-pori tanah menurunkan sifat plastisitasnya.

Dari Gambar 4.10 dan Gambar 4.11 dapat dilihat penurunan indeks plastisitas dari tanah asli yang awalnya dengan nilainya sebesar 8,01% kemudian turun sampai menjadi 5,31% pada penambahan 2,5% abu vulkanik dan 22,5% abu sekam padi.

4.3 Pengujian Sifat Mekanis Tanah

4.3.1 Pengujian Pemadatan Tanah Asli (Compaction)

Dalam pengujian ini diperoleh hubungan antara kadar air optimum dan berat isi kering maksimum. Peneliti menggunakan metode pengujian dengan uji pemadatanProctor Standart. Dimana alat dan bahan yang digunakan di antaranya:

Mould cetakan Ø 10,2 cm, diameter dalam Ø 10,16 cm. • Berat penumbuk 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30 cm.

• Sampel tanah lolos saringan no 4.

(20)

Tabel 4.5 Data Uji Pemadatan Tanah Asli

Gambar 4.12 Kurva Kepadatan Tanah Asli

4.3.2 Pengujian Pemadatan Tanah (Compaction) dengan Bahan Stabilisator

Hasil pengujian sifat mekanis tanah yang telah dicampur dengan bahan stabilisator berupa abu vulkanik dan abu sekam padi ditunjukkan pada Tabel 4.6 dan hubungan antara nilai berat isi kering dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.13 dan Gambar 4.14 serta hubungan kadar air optimum dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.15 dan Gambar 4.16.

0 0,5 1 1,5 2

14 γd

(g

r/

cm

3)

No Hasil pengujian Nilai

1 Kadar air optimum 21,25%

2 Berat isi kering maksimum 1,31 gr/cm3

ZAVL

(21)

Tabel 4.6 Data Hasil Uji Pemadatan Tanah dengan Bahan Stabilisator

Sampel γd maks

(gr/cm³)

wopt

(%)

Tanah Asli 1,31 21,25

T 75% + 25% AGV 1,52 25,53

T 75% + 25% ASP 0,93 43,16

T 75% + 2,5% ASP + 22,5% AGV 1,49 26,22

T 75% + 5% ASP + 20% AGV 1,45 28,34

T 75% + 7,5% ASP + 17,5% AGV 1,43 29,96

T 75% + 10% ASP + 15% AGV 1,41 30,17

T 75% + 12,5% ASP + 12,5% AGV 1,40 32,29

T 75% + 2,5% AGV + 22,5% ASP 1,21 39,17

T 75 % + 5% AGV + 20% ASP 1,23 38,62

T 75% + 7,5% AGV + 17,5% ASP 1,27 36,21

T 75% + 10% AGV + 15% ASP 1,28 34,26

T 75% + 12,5% + 12,5% ASP 1,40 32,29

4.3.2.1 Berat Isi Kering Maksimum (γd maks)

(22)

berat isi kering ini terjadi karena bahan stabilisator mengisi rongga pori pada tanah, yang pada kondisi tanah asli, rongga pori tersebut diisi oleh air dan udara. Akibat adanya bahan stabilisator dalam rongga tanah ini, persentase air yang dikandung tanah menjadi berkurang. Peningkatan jumlah partikel padat pada tanah berdampak pada peningkatan berat isi keringnya dibandingkan dengan kondisi tanah asli.Sedangkan penurunan berat isi kering tanah ini terjadi karena pencampuran dengan abu sekam padi. Jumlah bahan stabilisator yang semakin bertambah terhadap berat tanah asli yang tetap akan membuat kemampuan mengikatnya berkurang sehingga akan memperkecil lekatan antar butiran pada tanah dan air sehingga tanah pun jadi mudah pecah.

Gambar 4.13Grafik Hubungan antara Berat Isi Kering Maksimum (Γd Maks) Tanah dengan Variasi Campuran Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi

1,2 1,25 1,3 1,35 1,4 1,45 1,5 1,55

Tanah Asli T 75% + 25% AGV

T 75% + 2,5% ASP

+ 22,5% AGV

T 75% + 5% ASP + 20% AGV

T 75% + 7,5% ASP

+ 17,5% AGV

T 75% + 10% ASP +

15% AGV

T 75% + 12,5% ASP + 12,5% AGV N il a i B e ra t Is i K e ri n g g r/ cm ³

Nilai Berat Isi Kering

(23)

Gambar 4.14Grafik Hubungan antara Berat Isi Kering Maksimum (Γd Maks) Tanah dengan Variasi Campuran Abu Sekam Padi dan Abu Vulkanik

4.3.2.2 Kadar Air Optimum (wopt )

Hasil kadar air optimum dari percobaan yang dilakukan diketahui bahwa nilai kadar air optimum tanah asli yaitu 21,25% dan selanjutnya mengalami penurunan. Gambar 4.15 menunjukkan nilai kadar air optimum paling kecil pada saat penambahan 25% abu vulkanik yakni sebesar 25,53% dan mengalami peningkatan ketika penambahan kadar abu sekam padiselanjutnya. Kadar air optimum dari percobaan ini mengalami kenaikan seiring penambahan persentase bahan stabilisator sampai pada penambahan efektifnya yaitu 25% abu sekam padi. Kenaikan kadar air optimum ini disebabkan karena bahan stabilisator abu sekam padi mengakibatkan berkurangnya daya ikat dari campuran sehingga menyebabkan campuran membutuhkan kadar air yang lebih banyak untuk saling berikatan. 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6

Tanah Asli T 75% + 25% ASP

T 75% + 2,5% AGV

+ 22,5% ASP

T 75 % + 5% AGV + 20% ASP

T 75% + 7,5% AGV

+ 17,5% ASP

T 75% + 10% AGV +

15% ASP

T 75% + 12,5% + 12,5% ASP N il a i B e ra t Is i K e ri n g g r/ cm ³

Nilai Berat Isi Kering

(24)

Gambar 4.15Grafik Hubungan antara Kadar Air Optimum Tanah (Wopt ) dengan

Variasi Campuran Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi

Gambar 4.16Grafik Hubungan antara Kadar Air Optimum Tanah (Wopt ) dengan

Variasi Campuran Abu Sekam Padi dan Abu Vulkanik

0 5 10 15 20 25 30 35

Tanah Asli T 75% + 25% AGV

T 75% + 2,5% ASP

+ 22,5% AGV

T 75% + 5% ASP + 20% AGV

T 75% + 7,5% ASP

+ 17,5% AGV

T 75% + 10% ASP + 15%

AGV

T 75% + 12,5% ASP + 12,5% AGV N il a i K a d a r A ir O p ti m u m %

Nilai Kadar Air Optimum

Nilai Kadar Air Optimum

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Tanah Asli T 75% + 25% ASP

T 75% + 2,5% AGV

+ 22,5% ASP

T 75 % + 5% AGV +

20% ASP

T 75% + 7,5% AGV

+ 17,5% ASP

T 75% + 10% AGV

+ 15% ASP

T 75% + 12,5% + 12,5% ASP N il a i K a d a r A ir O p ti m u m %

Nilai Kadar Air Optimum

(25)

4.3.3 Pengujian CBR (California Bearing Ratio)

Pengaruh pencampuran abu vulkanik dan abu sekam padi pada tanah lempung terhadap kekuatan tanah lempung dapat dilihat dari hasil pengujian CBR dalam kondisi tidak terendam (unsoaked),dengan tiap variasi tanah yang telah dicampur dengan bahan stabilisasiabu vulkanik dan abu sekam padi dengan waktu pemeraman selama 14 hari.

Pengujian ini dilakukan dalam kondisi tidak terendam (unsoaked) karena relatif lebih cepat. Pada umumnya nilai CBR tidak terendam (unsoaked)lebih tinggi dari CBR terendam (soaked), namun soaked merupakan kondisi yang sering dialami di lapangan sehingga di dalam perhitungan konstruksi bangunan, harga CBR soaked yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan karena dalam kenyataannya air selalu mempengaruhi konstruksi bangunan. CBR rendaman (soaked) digunakan untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli di lapangan pada keadaan jenuh air dan tanah mengalami pengembangan maksimum.

Ikatan antar butir merupakan kemampuan saling mengunci antar butiran, dan adanya rekatan yang merekatkan permukaan butiran tersebut, semakinkuat ikatan antar butir akan menghasilkan nilai CBR semakin tinggi dan begitu pula sebaliknya. Uji CBR yang dilakukan pada penelitian ini dimaksudkan untuk melihat apakah penambahan persentase additive akan memberikan pengaruhterhadap nilai CBR.

(26)

Tabel 4.7 Data Hasil CBR dengan Berbagai Variasi Penambahan Abu Sekam Padi dan Abu Vulkanik

Sampel γd maks

(gr/cm³)

Wopt

(%)

CBR

(%)

Tanah Asli 1,31 21,25 12,87

T 75% + 25% AGV 1,52 25,53 15,48

T 75% + 25% ASP 0,93 43,16 7,42

T 75% + 2,5% ASP + 22,5% AGV 1,49 26,22 11,28

T 75% + 5% ASP + 20% AGV 1,45 28,34 10,50

T 75% + 7,5% ASP + 17,5% AGV 1,43 29,96 9,62

T 75% + 10% ASP + 15% AGV 1,41 30,17 8,69

T 75% + 12,5% ASP + 12,5% AGV 1,40 32,29 8,43

T 75% + 2,5% AGV + 22,5% ASP 1,21 39,17 7,38

T 75 % + 5% AGV + 20% ASP 1,23 38,62 7,73

T 75% + 7,5% AGV + 17,5% ASP 1,27 36,21 7,96

T 75% + 10% AGV + 15% ASP 1,28 34,26 8,16

T 75% + 12,5% + 12,5% ASP 1,40 32,29 8,43

Gambar 4.17Grafik Hubungan Nilai CBR dengan Variasi Persentase Penambahan Campuran Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi

0 5 10 15 20

Tanah Asli 25% AGV 2,5% ASP + 22,5% AGV

5% ASP + 20% AGV

7,5% ASP + 17,5% AGV

10% ASP + 15% AGV

12,5% ASP + 12,5% AGV

C

B

R

%

75% Tanah + % Abu Vulkanik + % Abu Sekam Padi

Nilai CBR (%)

(27)

Gambar 4.18 Grafik Hubungan Nilai CBR dengan Variasi Persentase Penambahan Campuran Abu Sekam Padi dan Abu Vulkanik

Pada Gambar 4.17 dan Gambar 4.18 memperlihatkan pengaruh terhadap variasi penambahan campuran abu vulkanik dan abu sekam padi terhadap nilai CBR.Terlihat bahwa pertambahan persentase campuran abu vulkanik menyebabkan nilai CBR bertambah dan pada persentase penambahan abu sekam padi selanjutnya mengalami penurunan.Pencampuran abu vulkanik pada 25% merupakan pencampuran efektif yang dapat meningkatkan ikatan atara butiran tanah dan abu vulkanik sehingga menyebabkan kekuatan tanah lempung juga meningkat.

4.3.4 Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

Dalam pengujian ini akan diperoleh hubungan antara nilai kuat tekan bebas tanah (qu) pada tanah asli dan tanah remoulded (buatan) serta nilai kuat tekan

bebas tanah (qu) pada tiap variasi tanah yang telah dicampur dengan bahan

stabilisasi abu vulkanik dan abu sekam padi denganwaktu pemeraman selama 14 hari. Selanjutnya dari hasil nilai qu diperoleh nilai Kohesi (cu) yaitu sebesar½qu.

0 2 4 6 8 10 12 14

Tanah Asli 25% ASP 2,5% AGV + 22,5% ASP

5% AGV + 20% ASP

7,5% AGV + 17,5% ASP

10% AGV + 15% ASP 12,5% AGV+ 12,5% ASP C B R %

75% Tanahl + % Abu Sekam Padi + % Abu Vulkanik

Nilai CBR(%)

(28)

Hasil pengujian Kuat Tekan Bebas yang dilakukan pada setiap variasi campuran ditunjukkan pada Tabel 4.8.Pada Tabel 4.9 ditunjukkan perbandingan nilai Kuat Tekan tanah (qu) antara tanah asli dengan tanah remoulded dan pada Gambar 4.20 dan Gambar 4.21 ditunjukkan nilai kuat tekan tanah (qu) yang

diperoleh di setiap variasi campuran.

Tabel 4.8 Data Hasil Uji Kuat Tekan Bebas dengan Berbagai Variasi Penambahan Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi

Sampel qu(kg/cm²) cu (kg/cm²)

Tanah Asli 1,38 0,69

T 75% + 25% AGV 2,23 1,11

T 75% + 25% ASP 0,63 0,31

T 75% + 2,5% ASP + 22,5% AGV 2,19 1,09

T 75% + 5% ASP + 20% AGV 2,10 1,05

T 75% + 7,5% ASP + 17,5% AGV 1,99 1,01

T 75% + 10% ASP + 15% AGV 1,88 0,94

T 75% + 12,5% ASP + 12,5% AGV 1,63 0,81

T 75% + 2,5% AGV + 22,5% ASP 0,57 0,28

T 75 % + 5% AGV + 20% ASP 0,64 0,32

T 75% + 7,5% AGV + 17,5% ASP 0,97 0,48

T 75% + 10% AGV + 15% ASP 1,24 0,62

T 75% + 12,5% + 12,5% ASP 1,63 0,81

Tanah Remoulded 0,58 0,29

Dari hasil pengujian diperoleh nilai kadar abu gunung vulkanik sebesar 25% sebagai kadar abu maksimal. Pada Tabel 4.9 menampilkan perbandingan antara kuat tekan tanah asli dan tanah remoulded.

(29)

Strain (%) Tanah Asli qu (kg/cm²)

Tanah Remoulded qu (kg/cm²)

0,5 0,42 0,25

1 0,63 0,32

2 0.83 0,46

3 1,00 0,52

4 1,26 0,58

5 1,38 0,53

6 1,12 0,46

7 0,74 0,35

Gambar 4.19 Grafik Hubungan antara Nilai Kuat Tekan Tanah (qu) dengan Regangan (Strain) yang Diberikan Pada Sampel Tanah Asli dan Remoulded

Pada Gambar 4.19 dapat dilihat nilai kuat tekan tanah pada tanah asli adalah sebesar 1,38 kg/cm², sedangkan pada tanahremoulded diperoleh sebesar 0,58 kg/cm². Terjadi penurunan yang cukup besar seperti terlihat pada Gambar 4.19. Penurunan ini diakibatkan oleh perlakuan berupa kerusakan struktur tanah yang diterima oleh tanah buatan (remoulded). Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6

0,5 1 2 3 4 5 6 7

(30)
[image:30.595.112.512.166.396.2]

adanya kerusakan struktural tanah tersebut disebut kesensitifan (sensitivity). Nilai sensitifitas inilah yang akan menentukan klasifikasi tanah menurut sensitifitasnya.

Gambar 4.20 Grafik Kuat Tekan dengan Berbagai Variasi Penambahan Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi

����������� = qu �����������

qu ��������� =

1,38

0,58= 2,37

Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini, memiliki rasio kesensitifian sebesar 2,37; dimana tergolong ke dalam tanah sentifitas sedang. Artinya, kerusakan struktural yang dialami tanah tidak berpengaruh besar terhadap perubahan kuat tekan maupun kuat geser tanah.

0 0,5 1 1,5 2 2,5

25% AGV 2,5% ASP + 22,5% AGV

5% ASP + 20% AGV

7,5% ASP + 17,5% AGV

10% ASP + 15% AGV

12,5% ASP + 12,5% AGV

Nilai qu kg/cm

2
(31)
[image:31.595.113.512.83.315.2]

Gambar 4.21 Grafik Kuat Tekan dengan Berbagai Variasi Penambahan Abu Sekam Padi dan Abu Vulkanik

Berdasarkan Gambar 4.20 dan Gambar 4.21 tersebut didapat nilai Kuat Tekan tanah asli(qu) sebesar 1,38 kg/cm². Kemudian dengan adanya penambahan abu gunung vulkanik nilai Kuat Tekan semakin meningkat tetapi hanya dengan variasi campuran 25% abu vulkanik, pada variasi campuran tersebutlah nilai Kuat Tekan tanah yang paling maksimum yaitu sebesar 2,23 kg/cm². Selanjutnya terjadi penurunan nilai Kuat Tekan pada penambahan sekam padi.

Dengan demikian, semakin banyak penambahan abu vulkanik dan abu sekam padi akan mengakibatkan semakin kecil nilai Kuat Tekantanah. Hal ini dikarenakan penambahan kadar abu sekam padiyang terlalu banyak pada tanah akan memperkecil lekatan antara butiran tanah dan air, sehingga tanah menjadi mudah pecah ketika diberi tekanan vertikal.

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8

25% ASP 2,5% AGV + 22,5% ASP

5% AGV + 20% ASP

7,5% AGV + 17,5% ASP

10% AGV + 15% ASP

12,5% AGV + 12,5% ASP

Nilai qu kg/cm

2
(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh bahan stabilisator abu gunung vulkanik dan abu sekam padi terhadap tanah lempung dengan kadar campuran yang telah ditetapkan dan masa pemeraman (curing time) selama 14 hari, dapat disimpulkan bahwa :

1. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah termasuk dalam jenis CL (Clay

- Low Plasticity) dan berdasarkan klasifikasi AASHTO tanah tersebut

termasuk dalam jenis A-7-6.

2. Didapat bahwa nilai kadar air tanah asli sebesar 12,35%, nilai berat spesifik tanah asli yaitu sebesar 2,65 sedangkan nilai berat spesifik abu vulkanik 2,62 dan abu sekam padi 2,54.

3. Dari uji atterberg pada tanah asli diperoleh nilai batas cair sebesar 46,73% dan indeks plastisitas sebesar 26,33%. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan diketahui bahwa dengan penambahan tanah 75% + 2,5% abu gunung vulkanik + 22,5% abu sekam padi, memiliki indeks plastisitas yang paling rendah yakni 5,31% dan nilai batas cair sebesar 30,11%.

(33)

vulkanik dimana sebesar 1,52 gr/cm³ dan kadar air optimumnya yaitu 25,53% dengan waktu pemeraman selama 14 hari.

5. Dari uji CBR laboratorium yang dilakukan pada tanah asli diperoleh nilai CBR 12,87%, sedangkan nilai CBR yang optimal didapat pada campuran tanah 75% + 2,5% abu sekam padi + 22,5% abu gunung vulkanik dengan nilai CBR 11,28%.

6. Dari uji unconfined compression test yang dilakukan pada tanah asli diperoleh nilai kuat tekan tanah (qu) sebesar 1,38 kg/cm², sedangkan pada tanah remoulded diperoleh nilai kuat tekan tanah (qu) sebesar 0,58 kg/cm². 7. Dari hasil penelitian yang dilakukan penambahan tanah 75% + 25% abu

gunung vulkanik memiliki nilai kuat tekan tanah (qu) yang paling besar yakni 2,23 kg/cm².

8. Dari hasil penelitian didapat nilai kuat tekan tanah (qu) yang optimal pada variasi campuran tanah 75% + 2,5% abu sekam padi + 22,5% abu gunung vulkanik yaitu sebesar 2,19 kg/cm².

9. Berdasarkan pengujian atterberg, abu gunung vulkanik dan abu sekam padi memiliki sifat non-Plastis. Hal ini dapat dilihat juga dari hasil semua pengujian setelah dicampurkan abu tersebut ke tanah lempung, karakter fisis dan kuat dukung tanah menjadi lebih baik.

(34)

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh bahan stabilisator semen dan abu gunung vulkanik terhadap tanah lempung, penulis memberikan saran bahwa:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan variasi lama pemeraman yang berbeda sehingga dapat dilakukan perbandingan nilai antar variasi untuk setiap bahan pencampur.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai nilai ekonomis penggunaan abu gunung vulkanik dan abu sekam padi sebagai bahan stabilisator

(stabilizing agents) pada tanah lempung jika dikombinasikan dengan bahan

pencampur semen.

(35)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum

2.1.1 Tanah

Tanah dapat didefenisikan sebagai akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan. (Craig, 1989)

Tanah sebagai material yang terdiri dari agregrat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995).

(36)

udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh sebagian (partially saturated).

Tanah terdiri dari 3 (tiga) fase elemen yaitu: butiran padat (solid), air dan udara. Ketiga fase elemen tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2.1 .Dalam tanah yang jenuh juga terdapat dua bagian, yaitu bagian padat atau butiran dan air pori. Bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase, seperti ditunjukkan Gambar 2.1.

[image:36.595.88.551.323.505.2]

Gambar 2.1 Elemen Tanah Dalam Keadaan Asli dan Tiga Fase Elemen Tanah

Dalam hal ini:

V = Isi (Volume) (cm3)

Va = Isi udara (Volume of air) (cm3)

Vw = Isi air (Volume of water) (cm3)

(37)

Vs = Isi butir-butir padat (Volume of solid) (cm3)

W = Berat (Weight) (gr)

Wa = Berat udara (Weight of air) (gr)

Ww = Berat air (Weight of water) (gr)

Ws = Berat butir-butir padat (Weight of solid) (gr)

Dari Gambar 2.1 diatas maka dapat diperoleh persamaan-persamaan untuk menghitung volume (V) dan berat tanah (W) sebagai berikut:

V = Vs + Vv = Vs + Vw + Va (2.1)

Jika diasumsikan bahwa udara tidak memiliki berat, maka berat total contoh tanah (W) dapat dinyatakan dengan:

W = Ws + Ww (2.2)

2.1.2 Sifat-Sifat Fisik Tanah

2.1.2.1 Kadar Air (Water Content)

Kadar air (W) merupakan perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat

butiran padat (Ws) dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen.

W(%) = Ww

Ws x 100

(2.3)

Dimana:

(38)

Ww = Berat air (gr)

Ws = Berat butiran (gr)

2.1.2.2 Angka Pori (Void Ratio)

Angka pori (e) merupakan perbandingan antara volume rongga (Vv)

dengan volume butiran (Vs), biasanya dinyatakan dalam desimal.

e = Vv

Vs (2.4)

Dimana:

e = angka pori

Vv = volume rongga (cm3)

Vs = volume butiran (cm3)

2.1.2.3 Porositas (Porocity)

Porositas (n) merupakan perbandingan antara volume rongga (Vv) dengan

volume total (V). Nilai n dapat dinyatakan dalam persen atau desimal.

n = Vv

V (2.5)

Dimana:

n = porositas

(39)

V = volume total (cm3)

2.1.2.4 Berat Volume Basah (Unit Weight)

Berat volume lembab atau basah (γb) merupakan perbandingan antara berat butiran tanah termasuk air dan udara(W) dengan volume tanah (V).

γb = W

V (2.6)

Dimana:

γb = Berat volume basah (gr/cm 3

)

W = berat butiran tanah (gr)

V = volume total tanah (cm3)

dengan

W = Ww + Ws + Wv ( Wv = berat udara = 0 ).

Bila ruang udara terisi oleh air seluruhnya (Va = 0), maka tanah menjadi jenuh.

2.1.2.5 Berat Volume Kering (Dry Unit Weight)

Berat volume kering (γd) merupakan perbandingan antara berat butiran

(Ws) dengan volume total (V) tanah.

γd = Ws

V (2.7)

Dimana:

(40)

Ws = berat butiran tanah (gr)

V = volume total tanah (cm3)

2.1.2.6 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)

Berat volume butiran padat (γs) merupakan perbandingan antara berat

butiran tanah (Ws) dengan volume butiran tanah padat (Vs).

γs = Ws

Vs (2.8)

Dimana:

γs = berat volume padat (gr/cm3)

Ws = berat butiran tanah (gr)

Vs = volume total padat (cm3)

2.1.2.7 Berat Jenis (Specific Gravity)

Berat jenis tanah (Gs) merupakan perbandingan antara berat volume

butiran padat (γs) dengan berat volume air (γw) pada temperature 4º.Nilai suatu berat jenis tanah tidak bersatuan (tidak berdimensi).

Gs = γγs

w

(2.9)

Dimana:

Gs = berat jenis

(41)

γw = berat volume air (gr/cm3)

[image:41.595.82.539.225.537.2]

Nilai-nilai berat jenis dari berbagai jenis tanah dapat dilihat dalam Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

2.1.2.8 Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan (S) merupakan perbandingan volume air (Vw) dengan

volume total rongga pori tanah (Vv), biasanya dinyatakan dalam persen.

S(%) = Vw

Vv x100 (2.10)

Macam Tanah Berat Jenis

Kerikil 2,65 – 2,68

Pasir 2,65 – 2,68

Lanau tak organic 2,62 – 2,68

Lempung organic 2, 58 – 2,65

Lempung tak organic 2,68 – 2,75

Humus 1,37

(42)

Dimana:

S = derajat kejenuhan

Vw = volume air (cm3)

Vv = volume total rongga pori tanah (cm3)

[image:42.595.101.525.377.647.2]

Bila tanah dalam keadaan jenuh air, maka S=1. Derajat kejenuhan dan kondisi tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan

Tanah kering 0

Tanah agak lembab > 0 – 0,25

Tanah lembab 0,26 – 0,50

Tanah sangat lembab 0,51 – 0,75

Tanah basah 0,76 – 0,99

(43)

2.1.3 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)

Batas-batas Atterberg digunakan untukmengklasifikasikan jenis

tanahuntuk mengetahuiengineering

propertiesdanengineeringbehaviortanahberbutirhalus.Pada tanahberbutir halushalyang palingpenting adalahsifatplastisitasnya.Plastisitas disebabkanolehadanyapartikelminerallempungdalam

tanahyangdapatdidefinisikan

sebagaikemampuantanahdalammenyesuaikanperubahanbentuk padavolumeyang konstan tanpa adanya retak ataupunremuk.

Tanah yang berbutir halus biasanya memiliki sifat plastis.Sifat plastis tersebut merupakan kemampuan tanah menyesuaikan perubahan bentuk tanah setelah bercampur dengan air pada volume yang tetap. Tanah tersebut akan berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat tergantung jumlah air yang bercampur pada tanah tersebut. Batas-batas Atterberg terbagi dalam tiga batas berdasarkan kadar airnya yaitu batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit) dan batas susut (shrinkage limit).

(44)
[image:44.595.133.536.90.241.2]

Gambar 2.2 Batas-Batas Atterberg

1. Batas cair (Liquid Limit)

Batas Cair (LL) adalah kadar air tanah yang untuk nilai-nilai diatasnya, tanah akan berprilaku sebagai cairan kental (batas antara keadaan cair dan keadaan plastis), yaitu batas atas dari daerah plastis. Batascairditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan menggunakan cawan yang telah dibentuk dapat dilihat pada gambar 2.3 sedemikian rupa yang telah

berisisampeltanah yang telah dibelah olehgroovingtooldandilakukandenganpemukulansampeldenganjumlahdua sampel

dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan

agar mendapatkan persamaan sehingga didapatkan

nilaikadarairpada25kalipukulan.Batascairmemilikibatasnilaiantara0–

(45)

ketinggian 10 mm. Batas cair ditetapkan sebagai kadar air apabila alur bertaut

selebar 12,7 mm (1

2��) pada 25 pukulan. Alat uji batas cair dapat dilihat pada

Gambar 2.3 di bawah ini.

[image:45.595.163.459.207.684.2]

Alat pengujian untuk batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut:

(46)

2. Batas Plastis (Plastic Limit)

Batasplastis(plasticlimit)merupakankadarairtanah padakedudukanantara daerahplastisdansemipadat,yaitupersentasekadarairdi

manatanahdengandiametersilinder3,2 mmmulaimengalamiretak-retakketika digulung.Tanah dianggap dalam keadaan plastis apabila dapat dibentuk atau diolah menjadi bentuk baru tanpa retak-retak.Kadar air terendah dimana tanah dianggap dalam keadaan plastis disebut batas plastis (PL) dari tanah itu.Batas plastis ditentukan dengan menggulung segumpal tanah menjadi sebuah batangan.

Apabila batangan tersebut mulai retak-retak pada diameter 3,18 mm (1

8��), kadar

airnya adalah batas plastis (ASTM D-424). 3. Batas Susut (Shrinkage Limit)

Batas susut (shrinkage limit) merupakan kadar air tanah pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat dinyatakan dalam berikut:

SL = �(m1−m2)

m2 −

(v1−v2)γw

m2 �x 100 % (2.11)

(47)

m1 = berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)

m2 = berat tanah kering oven (gr)

v1 = volume tanah basah dalam cawan (cm3)

v2 = volume tanah kering oven (cm3)

γw = berat jenis air (gr/cm3)

4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks Plastisitas merupakan interval kadar air, yaitu tanah masih bersifat plastis. Indeks Plastisitas(plasticityindex) adalahselisih batas cairdan batas plastis.Adapunrumusandalammenghitung besarannilaiindeksplastisitasadalah sesuai dengan Persamaan2.12 , sepertiyangditunjukkan pada rumusan dibawah.

IP=LL -PL (2.12)

Dimana:

PI = indeks plastisitas

LL = batas cair

PL = batas plastis

(48)

kadar air daerah plastisyang besar disebuttanahgemuk.

[image:48.595.91.531.235.431.2]

Klasifikasi jenis tanah berdasarkan indeks plastisitasnya dilihat pada Tabel 2.3:

Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

5. Indeks Kecairan (Liquid Indeks)

Kadar Air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair, dapat didefinisikan oleh Indeks Kecairan (Liquidity Index). Indeks Kecairan merupakan perbandingan antara selisih kadar air asli dengan batas plastis terhadap indeks plastisitasnya. Berikut persamaannya:

�� =� = ��−�� ��−�� =

��−��

�� (2.13)

Dimana :

LI = Liquidity Index (%)

WN = Kadar air asli (%)

PI Tingkat Plastisitas Jenis Tanah Kohesi

0 Non – Plastis Pasir Non – Kohesif

< 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian

7 – 17 Plastisitas Sedang Lempung Berlanau Kohesif

(49)
[image:49.595.107.519.89.222.2]

Gambar 2.5 Hubungan Antara WP, WL dan WN Dalam Menghitung LI atau IL (Bowles, 1991)

6. Dapat dilihat bahwa jika WN= LL, maka Indeks Kecairan akan sama

7. 8.

Gambar 2.4 Hubungan Antara WP, WL dan WN Dalam Menghitung LI atau IL (Bowles, 1991)

Dapat dilihat bahwa jika WN= LL, maka Indeks Kecairan akan sama dengan

1. Sedangkan, jika WN = PL, Indeks Kecairan akan sama dengan nol. Jadi, untuk

lapisan tanah asli yang dalam kedudukan plastis, nilai LL>WN >PL. Nilai Indeks Kecairan akan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli dengan WN>LL akan mempunyai LI> 1.

2.1.4Gradasi Ukuran Butiran

Sifat-sifat jenis tanah tertentu banyak tergantung pada ukurannya. Besarnya butiran juga merupakan dasar untuk klasifikasi atau pemberian nama pada macam tanah.

Besar butiran tanah biasanya digambarkan dalam grafik yaitu merupakan grafik lengkung (Grading Curve) atau grafik lengkung pembagi butir (Partial

Size Distribution Cueve). Suatu tanah yang mempunyai kurva distribusi ukuran

(50)
[image:50.595.202.453.166.477.2]

pada daerah yang agak besar, tanah disebut bergradasi baik.Berikut ini adalah gambar alat yang digunakan untuk pengujian analisa saringan (Sieve Analysis).

Gambar 2.5 Ayakan Untuk Pengujian Sieve Analysis (Das, 1998)

Gradasi (Distribusi) Ukuran Butiran adalah penentuan persentase berat butiran pada satu unit saringan dengan ukuran diameter lubang tertentu.

Karakteristik pengelompokkan tanah :

(51)

Cu (uniformity coefficient) adalah koefiseien keseragaman dimana

menunjukkan kemiringan kurva dan menunjukkan sifat seragam (uniform) tanah. Cu makin kecil, kurva makin curam, dan butir makin seragam. Sebaliknya Cu makin besar, kurva landai. Ukuran Cu minimal 1, yang berarti semua butiran berukuran sama. Koefisien keseragaman dapat dilihat pada Persamaan 2.14 berikut :

Cu =D60

D10

Cu = D60

D10 (2.14)

Dimana :

D10 = Diameter yang bersesuaian dengan 10% lolos ayakan D60 = Diameter yang bersesuaian dengan 60% lolos ayakan

Cc (curvature coefficient) adalah koefiseien gradasi

- Tanah bergradasi sgt baik bila Cu >15 .

- Tanah yang memiliki gradasi yang baik mempunyai nilai Cu > 4 (untuk tanah kerikil), Cu > 6 (untuk pasir), dan

- Cc antara 1 – 3 (untuk kerikil dan pasir).

Koefisien gradasi dapat dilihat pada Persamaan 2.15 berikut :

Cc = D230

D60xD10

Cc = D230

D60x D10

(2.15)

Dimana :

(52)

2.1.5 Sistem Klasifikasi Tanah

2.1.5.1 Klasifikasi Berdasarkan Tekstur / Ukuran Butir Tanah

Sistem klasifikasi tanah digunakan untuk mengelompokkan tanah-tanah sesuai dengan perilaku umum dari tanah pada kondisi fisis tertentu.Seperti diketahui bahwa di alam ini tanah terdiri dari susunan butir-butir antara lain: pasir, lumpur, dan lempung yang persentasenya berlainan. Klasifikasi tekstur ini dikembangkan oleh departemen pertanian Amerika Serikat (U.S. Departement of Agriculture) dan deskripsi batas-batas susunan butir tanah di bawah sistem U.S.D.A. Kemudian dikembangkan lebih lanjut dan digunakan untuk pekerjaan jalan raya yang lebih dikenal dengan klasifikasi tanah berdasarkan persentase susunan butir tanah oleh U.S. Public Roads Administration.

Sejumlah sistem klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian tersebut terbagi menjadi tiga sistem klasifikasi yaitu :

1. Klasifikasi tanah berdasar tekstur/ukuran butir 2. Klasifikasi tanah sistem USCS

3. Klasifikasi tanah sistem AASHTO

(53)
[image:53.595.154.475.134.454.2]

Gambar 2.6 Diagram Klasifikasi Tekstur

2.1.5.2 Klasifikasi Sistem Kesatuan Tanah (Unified Soil Classification System)

(54)

Ada dua golongan besar tanah-tanah yang berbutir kasar, < 50% melalui ayakan No.200 dan tanah-tanah berbutir halus > 50% melalui ayakan No.200.Sistem ini pada awalnya dikembangkan untuk pembangunan lapangan terbang, diuraikan oleh Casagrande (1948). Ia telah dipakai sejak tahun 1942 , tetapi diubah sedikit pada tahun 1952 agar dapat terpakai pada konstruksi bendungan dan konstruksi-konstruksi lainnya. Simbol-simbol yang digunakan untuk mengklasifikasikan tanah dengan sistem unified ini adalah sebagai berikut:

Huruf pertama: Huruf kedua:

G = kerikil (Gravel) W = bergradasi baik (Well

graded)

S = pasir (Sand) P = bergradasi buruk (Poor graded)

W & P dari lengkung gradasi

M = kelanauan (Muddy)

C = kelempungan (Clayey)

dari diagram plastisitas

M = lanau (Mud) L = batas cair rendah (Low LL)

C = lempung (Clay) H = bataas cair tinggi (High LL)

(55)
[image:55.595.115.526.124.623.2]
(56)
(57)

2.1.5.3Sistem Klasifikasi AASHTO

Klasifikasi tanah sistem AASHTO (American Association of State

Highway Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public

Road Administration Classification System. Kemudian sistem ini mengalami

beberapa perbaikan, sampai saat ini versi yang berlaku adalah yang diajukan oleh

Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road

of the Highway Research Board pada tahun 1945. Sistem ini mengklasifikasikan

tanah kedalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai A-7. Tanah yang diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir yang 35% atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no. 200. Sedangkan tanah A-4 sampai A-7 adalah tanah yang lebih dari 35% butirannya lolos ayakan no. 200.

Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan data-data sebagai berikut :

1. Analisis ukuran butiran.

2. Batas cair dan batas plastis dan IP yang dihitung. 3. Batas susut.

(58)
[image:58.595.139.513.108.360.2]
(59)

2.1.6Sifat-Sifat Mekanis Tanah

2.1.6.1 Pemadatan Tanah (Compaction)

Pemadatan (compaction) merupakan proses naiknya kerapatan tanah dengan memperkecil jarak antar partikel sehingga terjadi reduksi volume udara: tidak terjadi perubahan volume air yang cukup berarti pada tanah ini. Pada dasarnya pemadatan merupakan usaha mempertinggi kepadatan tanah dengan pemakaian energi mekanis untuk menghasilkan pemampatan partikel. Energi pemadatan di lapangan dapat diperoleh dari mesin gilas, alat-alat pemadatan getaran dan dari benda-benda berat yang dijatuhkan. Di dalam laboratorium digunakan alat-alat pemadatan tanah untuk percobaan. Derajat kepadatan yang dapat dicapai tergantung tiga faktor yang saling berhubungan, yaitu kadar air selama pemadatan, volume dan jenis tanah dan jenis beban pemadat yang digunakan (Krebs dan Walker, dalam Budi Satrio 1998).

(60)
[image:60.595.170.447.164.325.2]

Gambar 2.7 Hubungan Antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah

2.1.6.2 Pengujian California Bearing Ratio (CBR)

Daya dukung tanah dasar (subgrade) pada perencanaan perkerasan lentur dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio).CBR untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh California Division of Highways pada tahun 1928.Sedangkan metode CBR ini dipopulerkan oleh O. J. Porter. CBR adalah perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi contoh tanah sebesar 0,1”/0,2” denganbeban yang ditahan batu pecah standar padapenetrasi0,1”/0,2”.(Sukirman,1995)

(61)

dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas.

CBR lapangan (CBR inplace) digunakan untuk mendapatkan nilai CBR asli di lapangan, sesuai dengan tanah dasar saat itu. Umumnya digunakan untuk perencanaan tebal lapisan perkerasan yang lapisan tanah dasarnya tidak akan dipadatkan lagi, selain itu jenis CBR ini digunakan untuk mengontrol kepadatan yang diperoleh apakah sudah sesuai dengan yang diinginkan. CBR lapangan direndam (undisturbed soaked CBR) digunakan untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli di lapangan pada keadaan jenuh air dan tanah mengalami pengembangan (swelling) yang maksimum.

Ada dua macam pengukuran CBR yaitu :

1. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm (0,1”) terhadap penetrasistandard besarnya 70,37 kg/cm2(1000 psi).

Harga CBR % = (Beban 0.1”/ (3 x 1000)) x 100

2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm (0,2”)terhadap penetrasi standard yang besarnya 105,56 kg/cm2 (1500 psi)

Harga CBR % = (Beban 0.2”/ (3 x 1500)) x 100

CBR laboratorium dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :

(62)

Pada pengujian CBR laboratorium rendaman pelaksanaannya lebih sulit karena membutuhkan waktu dan biaya relatif lebih besar dibandingkan CBR laboratorium tanpa rendaman.

b. CBR laboratorium tanpa rendaman (Unsoaked Design CBR)

[image:62.595.217.425.355.559.2]

Sedang dari hasil pengujian CBR laboratorium tanpa rendaman sejauh ini selalu menghasilkan daya dukung tanah lebih besar dibandingkan dengan CBR laboratorium rendaman.Disini penulis akan menggunakan pengujian CBR tanpa rendaman.

Gambar 2.8 Alat Pemeriksa Nilai CBR di Laboratorium (Sumber : Soedarmo, Edy Purnomo, Mekanika Tanah I, 1997)

2.1.6.3 Pengujian Uji Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

(63)

bebas adalah beban aksial persatuan luas pada saat benda uji mengalami keruntuhan pada saat regangan axialnya mencapai 20%.Bilamaksudpengujianadalah untuk menentukanparameterkuatgeser tanah,pengujian ini hanya cocok untuk jenis tanah lempung jenuh, dimana padapembebanancepat,airtidaksempatmengalirkeluardaribendauji.

[image:63.595.208.414.309.520.2]

Berikut ini adalah gambar skematik dari prinsip pembebanan pada uji tekan bebas:

Gambar 2.9 Skema Uji Tekan Bebas

Teganganaksialyangditerapkandiatasbendaujiberangsur-angsurditambah sampaibendaujimengalamikeruntuhan.Padasaatkeruntuhannya,karenaσ3=0,maka:

τf = σ21= qu

2 = cu (2.16)

Dimana:

τf = kuat geser (kg/cm

2

(64)

σ1 = tegangan utama (kg/cm2)

qu = kuat tekan bebas tanah (kg/cm 2

)

cu = kohesi (kg/cm

2

[image:64.595.214.396.272.427.2]

)

Gambar 2.10 menunjukkan lingkaran Mohr untuk pengujian Unconfined

Compression Test (UCT).

Gambar 2.10 Keruntuhan Geser Kondisi Air Termampatkan qu Di Atas Sebagai

(65)
[image:65.595.102.517.123.385.2]

Tabel 2.6 Hubungan Konsistensi Dengan Kuat Tekan Bebas Tanah Lempung

Konsistensi qu (kN/m

2

)

Lempung keras > 400

Lempung sangat kaku 200 – 400

Lempung kaku 100 – 200

Lempung sedang 50 – 100

Lempung lunak 25 – 50

Lempung sangat lunak < 25

* Faktor konversi : 1 lb/in2 = 6.894,8 N/m2

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

Dalam praktek untuk mengusahakan agar kuat geser undrained yang diperoleh dari hasil uji tekan bebas mendekati sama dengan hasil uji triaksial pada kondisi keruntuhan, beberapa hal harus dipenuhi, antara lain (Holtz dan Kovacs, 1981):

1. Benda uji harus 100% jenuh, kalau tidak, akan terjadi desakan udara di dalam ruang pori yang menyebabkan angka pori (e) berkurang sehingga kekuatan benda uji bertambah.

(66)

3. Tanah harus terdiri dari butiran sangat halus. Hal ini berarti bahwa penentuan kuat geser tanah dari uji tekan bebas hanya cocok untuk tanah lempung.

4. Proses pengujian harus berlangsung dengan cepat sampai contoh tanah mencapai keruntuhan. Jika waktu yang dibutuhkan dalam pengujian terlalu lama, penguapan dan pengeringan benda uji akan menambah tekanan kekang dan dapat menghasilkan kuat geser yang lebih tinggi. Waktu yang cocok biasanya sekitar 5 sampai 15 menit.

2.2 Bahan-Bahan Penelitian

2.2.1 Tanah Lempung

2.2.1.1 Defenisi Lempung

Tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai dengan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral lempung (clay mineral), dan mineral-mineral sangat halus lain. Dari segi material (bukan ukurannya), yang disebut tanah lempung (mineral lempung) adalah tanah yang mempunyai partikel-partikel mineral tertentu yang “menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air” (Grim, 1953).

(67)

kasus partikel berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm masih digolongkan sebagai partikel lempung (ASTM-D-653). Sifat-sifat yang dimiliki lempung (Hardiyatmo, 1999) adalah sebagai berikut:

1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm 2. Permeabilitas rendah

3. Kenaikan air kapiler tinggi 4. Bersifat sangat kohesif

5. Kadar kembang susut yang tinggi 6. Proses konsolidasi lambat

2.2.1.2 Lempung dan Mineral Penyusunnya

Mineral lempung merupakansenyawasilikat yangkompleksyang terdiri darialuminium,magnesium danbesi.Duaunitdasardariminerallempungadalah silika tetrahedradan aluminium oktahedra. Setiap unittetrahedra terdiri dari empatatom oksigenyangmengelilingisatuatom silikondanunitoktahedraterdiri darienamgugusionhidroksil(OH)yangmengelilingiatomaluminium(Das, 2008).

Satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari silika tetrahedron dan aluminium octahedron.Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk struktur lembaran dan jenis-jenis mineral lempung tersebut tergantung dari komposisi susunan satuan struktur dasar atau tumpuan lembaran serta macam ikatan antara masing-masing lembaran.

(68)

Bilalembaransilikaituditumpukdiataslembaranoktahedra,atom-atomoksigen

tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil pada oktahedra untuk memenuhi keseimbangan muatan mereka.

(a) (b)

(c) (d)

[image:68.595.187.455.190.596.2]

(e)

Gambar 2.11StrukturAtomMineral Lempung (a )silicatetrahedra; (b)silica sheet ; ( c )aluminium oktahedra ; (d ) lembaran oktahedra (gibbsite) ; ( e )lembaran

(69)

Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral lempung (kaolinite, montmorillonite, dan illite group) dan mineral-mineral lain dengan ukuran sesuai dengan batasan yang ada (mika group, serpentinite group)

1. Kaolinite

Kaolinite adalahhasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonatpadatemperatursedang. Dimanakaolinitemurniumumnya berwarnaputih,putihkelabu,kekuning-kuningan ataukecoklat-coklatan. Mineralkaoliniteberwujudseperti lempengan-lempengantipisdengan

diameter1000Åsampai20000Ådanketebalandari100Åsampai1000 Å denganluasanspesifikperunit massa±15m2/gr.

Silikatetrahedramerupakanbagiandasar daristrukturkaoliniteyangdigabungdengansatu

(70)
[image:70.595.135.511.175.348.2]

(OH)8Al4Si4O10

Gambar struktur kaolinite dapat dilihat pada Gambar 2.12

Gambar 2.12 (a) Diagram skematik struktur kaolinite (Lambe, 1953)

(b) Struktur atom kaolinite (Grim, 1959)

2. Montmorillonite

(71)
[image:71.595.142.495.128.324.2]

Gambar 2.13 (a) Diagram skematik struktur montmorrilonite (Lambe, 1953)

(b) Struktur atom montmorrilonite (Grim, 1959)

Mineral montmorillonite memiliki rumus kimia sebagai berikut:

(OH)4Si8Al4O20 . nH2O

Dimana:

nH2O adalah banyaknya lembaran yang terabsorbsi air. Mineral montmorillonite

juga disebut mineral dua banding satu (2:1) karena satuan susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedra mengapit satu lempeng aluminium oktahedral ditengahnya.

(72)

lapisannya. Jadi, kristal montmorillonite sangat kecil, tapi pada waktu tertentu mempunyai gaya tarik yang kuat terhadap air. Tanah-tanah yangmengandung montmorillonite sangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air, yang selanjutnya tekanan pengembangannya dapat merusak struktur ringan dan perkerasan jalan raya.

3. Illite

Illite adalah bentuk mineral lempung yang terdiri dari mineral-mineral kelompok illite.Bentuk susunan dasarnya terdiri dari sebuah lembaran aluminium oktahedra yang terikat di antara dua lembaran silika tetrahedra.Dalam lembaran oktahedra, terdapat substitusi parsial aluminium oleh magnesium dan besi, dan dalam lembaran tetrahedra terdapat pula substitusi silikon oleh aluminium (Gambar 2.13).Lembaran-lembaran terikat besama-sama oleh ikatan lemah ion-ion kalium yang terdapat di antara lembaran-lembarannya. Ikatan-ikatan dengan ion kalium (K+) lebih lemah daripada ikatan hidrogen yang mengikat satuan kristal kaolinite, tapi lebih kuat daripada ikatan ionik yang membentuk kristal montmorillonite. Susunan Illite tidak mengembang oleh gerakan air di antara lembaran-lembarannya.

Mineral illite memiliki rumus kimia sebagai berikut:

(OH)4Ky(Si8-y . Aly)(Al4. Mg6 .Fe4 . Fe6)O20

(73)

 Kalium (K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai

penyeimbang muatan.

 Terdapat ± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium(Al) pada lempeng

tetrahedral.

[image:73.595.237.432.254.538.2]

 Struktur mineral illite tidak mengembang sebagaimana montmorillonite.

Gambar struktur kaolinite dapat dilihat pada Gambar 2.14

Gambar 2.14 Diagram Skematik Struktur Illite ( Lambe, 1953 )

2.2.1.3 Sifat Umum Lempung

Bowles (1984) menyatakan beberapa sifat umum mineral lempung antara lain:

1. Hidrasi.

(74)

molekul air yang disebut sebagai air terabsorbsi. Lapisan ini umumnya memiliki tebal dua molek

Gambar

Tabel 4.1 Data Uji Sifat Fisik Tanah
Gambar 4.1 Plot Grafik Klasifikasi USCS
Gambar 4.4 Grafik Analisa Saringan Abu Gunung Vulkanik
Gambar 4.5 Grafik Analisa SaringanAbu Sekam Padi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Cephalic tetanus adalah bentuk tetanus lokal yang lebih jarang terjadi dengan manifestasi klinis adalah trismus dan disfungsi satu atau lebih nervus cranialis dengan

Similarly, an unexpected slowdown in aggregate demand growth could occur, causing aggregate demand to rise more slowly than expected; for a time unanticipated inflation would

Banyaknya manfaat yang nyata termasuk perkembangan kognitif yang bagus untuk anak belum dapat memotivasi orang tua utamanya ibu untuk menyusui secara optimal bayi-bayi

Beberapa mikroba (seperti algae dan jamur) cukup besar untuk dapat dilihat dengan mata telanjang, namun kedua organisme masih dimasukkan dalam kajian mikrobiologi, hal ini

Mengenai kesesuaian kedua fungsi 'rersebut dengan status akimtan pubiik yang seharusnya independen, 58% dari kelompok pemakai dan 22% dari kelompok akuntan juga

[r]

[r]

Hasil penelitian menunjukkan ada beberapa konsonan yang mengalami interferensi bahasa Jawa yaitu bunyi konsonan hambat atau stop, ﺽ [ ɖ ] yang berdistribusi di awal kata,