TUGAS AKHIR
PENGUJIAN KUAT TEKAN BEBAS (UNCONFINED COMPRESSION TEST) PADA STABILITAS TANAH LEMPUNG DENGAN CAMPURAN
SEMEN DAN ABU SEKAM PADI
Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat untuk menjadi Sarjana
Disusun Oleh :
Nita Fadilla 090404006
BIDANG STUDI GEOTEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
Pada proses pelaksanaan suatu konstruksi bangunan maupun jalan raya, upaya perbaikan tanah sudah umum dilakukan Salah satunya dengan melakukan stabilisasi tanah. Bahan stabilisator yang banyak digunakan diantaranya adalah semen, abu sekam padi, fly ash, bitumen, kapur, bahkan geogrid. Penggunaan
bahan stabilisasi tanah ini bertujuan untuk menambah kekuatan dan daya dukung tanah sehingga dapat memikul beban konstruksi yang ada di atasnya.
Penelitian ini dimulai dengan melakukan pengambilan sampel tanah lempung dan pengujian di laboratorium guna mengetahui nilai index properties
dan engineering properties menggunakan uji Kuat Tekan Bebas ( Unconfined Compression Test). Sampel tanah terdiri dari 13 (tiga belas) variasi campuran
semen dan abu sekam padi. Dengan kadar semen sebanyak 2 % dan variasi kadar abu sekam padi dari 3%-15%.
Dari penelitian ini diperoleh bahwa sampel tanah memiliki kadar air 19.90 %, berat jenis 2,65, batas cair 44,23 dan indeks plastisitas 29,85. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis CL (Clay – Low Plasticity) sedangkan berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis A-7-6.
Dari uji Kuat Tekan Bebas pada sampel tanah asli diperoleh nilai kuat tekan tanah sebesar 2,88 kg/cm². Setelah tanah distabilisasi dengan berbagai variasi abu sekam padi diperoleh kesimpulan bahwa material abu sekam padi hanya efektif berfungsi pada variasi campuran 2% PC + 3% ASP dan 2% PC + 4% ASP yaitu dengan nilai kuat tekan bebas sebesar 3,82 kg/cm² dan 3,64 kg/cm².Semakin banyak kadar abu sekam padi yang digunakan, daya dukung akan terus mengalami penurunan.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah
memberikan karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat dan salam keatas Baginda Rasullah
Muhammad SAW yang telah memberi keteladanan dalam menjalankan setiap
aktifitas sehari-hari, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulisan Tugas Akhir yang berjudul “ Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) pada Stabilitas Tanah Lempung dengan Campuran Semen dan Abu Sekam Padi”ini dimaksudkan untuk melengkapi
persyaratan dalam menempuh ujian Sarjana Teknik Sipil pada Fakultas Teknik
Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis menghadapi berbagai kendala,
tetapi karena bantuan dari berbagai pihak, penulisan Tugas Akhir ini dapat
terselesaikan. Pada kesempatan ini pula, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, M.Sc., sebagai Dosen Pembimbing yang
telah sabar memberi bimbingan, arahan, saran, serta motivasi kepada
Penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT., dan Bapak Ir. Syahrizal, MT., sebagai
Dosen Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Syahrizal, MT., sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Ika Puji Hastuti, ST, MT., sebagai KepalaLaboratoriumMekanika
Tanah Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera
Utara.
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan
memberikan pengajaran kepada Penulis selama menempuh masa studi di
Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
8. Teristimewa keluarga saya, Ayahanda H. Jhoni Armaini dan Ibunda
Hj.Sufla Jamil serta abang dan kakak saya Dika Syahriza SE dan Reni
Syahfitri.Terima kasih atas segala pengorbanan, cinta, kasih sayang dan
doa yang tiada batas.
9. Muhammad Reza sebagai orang yang disayangi yang selalu memberi
dukungan, doa, semangat kepada Penulis.
10.Teman seperjuangan Atina Rezki, ada senang dan susah dilalui bersama
dalam menyelesaikan tugas akhir ini, sehingga dapat bersama-sama
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
11.Buat sahabat-sahabat angkatan 2009, Nora Usrina, Sarra Rahmadani,
Gustina Arifin, Sri W.Sebayang, Putri Nurul, Hannawiyah Harahap, Lia
Kartika, Merni Damalia, Gustara Iqbal, Khairun Nazli, Hisbulloh Nst, M.
tidak dapat disebutkan seluruhnya terimakasih atas semangat dan
bantuannya selama ini.
12.Teman – teman geoteknik 2009, Hasoloan P. Sinaga, Erin A. Sebayang,
Manna G. Sihotang, Elisa D.J. Purba, Agrifa Sianipar, terima kasih atas
segala bantuannya selama ini.
13.Asisten Lab. Mekanika Tanah USU yang turut membantu dan
memberikan izin, M. Rizki Ridho, Iqbal dan Adik-adik 2011 asisten Lab.
Mekanika Tanah USU, serta Adik-adik angkatan 2012 yang membantu
eksperimen Wahyu, Muis dan Embas terimakasih atas kerjasamanya.
14.Asisten Lab. Beton USU yang telah memberikan bantuan dan izin
peminjaman tempat sementara kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan pengujian Tugas Akhir penulis. Terima kasih atas
kerjasamanya.
15.Dan segenap pihak yang belum penulis sebut disini atas jasa-jasanya
dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga
Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
Bapak dan Ibu Staf Pengajar serta rekan – rekan mahasiswa demi penyempurnaan
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas
Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca
Medan, Januari 2014
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Umum ... 1
1.2 Latar Belakang ... 3
1.3 Tujuan ... 5
1.4 Pembatasan Masalah ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Tinjauan Umum ... 7
2.1.1 Tanah ... 7
2.1.2 PemeriksaanSifat-sifat Fisik Tanah ... 8
2.1.2.1 Kadar air ... 8
2.1.2.2 Derajat Kejenuhan ... 9
2.1.2.3 Angka Pori ... 9
2.1.2.4 Porositas ... 9
2.1.2.6 Berat Volume Kering ... 10
2.1.2.7 Berat Volume Butiran Padat ... 10
2.1.2.8 Berat Jenis ... 10
2.1.2.9 Atterberg Limit ... 12
2.1.2.10 Klasifikasi Tanah ... 15
2.1.2.10.1 Klasifikasi Unified ... 15
2.1.2.10.2 Klasifikasi AASHTO ... 18
2.1.3 Sifat-sifat Mekanis Tanah ... 18
2.1.3.1 Pemadatan Tanah ... 18
2.1.3.2 Uji Kuat Tekan Bebas ... 21
2.1.3.3 Sensitifitas Tanah Lempung ... 23
2.2 Bahan-bahan Penelitian ... 25
2.2.1 Tanah Lempung ... 25
2.2.2 Struktur Mineral Lempung ... 25
2.2.3 Interaski Air dan Mineral dalam Fenomena Tanah Lempung ... 30
2.2.4 Semen ... 32
2.2.4.1 Bahan-bahan Pembuatan Semen ... 33
2.2.4.2 Jenis-jenis Semen ... 34
2.2.5 Abu Sekam Padi ... 38
2.2.6 Komposisi Kimia Abu Sekam Padi ... 40
2.3 Stabilisasi Tanah ... 41
2.3.1 Stabilisasi Tanah dengan Semen ... 42
2.3.2 Proses Kimia pada Stabilisasi
Tanah dengan Semen ... 43
2.4 Stabilisasi dengan Semen dan Abu Sekam Padi ... 44
2.5 Penelitian yang pernah dilakukan ... 45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 48
3.1 Program Penelitian ... 48
3.2 Pekerjaan Persiapan ... 50
3.3 Proses Pengambilan Sampel ... 50
3.4 Pelaksanaan Uji Laboratorium ... 51
3.4.1 Uji Sifat Fisik Tanah ... 51
3.4.2 Uji Sifat Mekanis Tanah ... 52
3.4.2.1 Uji Pemadatan ... 52
3.4.2.2 Uji Kuat Tekan Bebas ... 53
3.5 Analisis Data Laboratorium...53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54
4.1 Hasil Penelitian ... 54
4.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah ... 54
4.2.1 Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli ... 54
4.2.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah dengan Bahan Stabilisator ... 57
4.3 Pengujian Sifat Mekanis Tanah ... 61
4.3.2 Pengujian Pemadatan Tanah dengan
Bahan Stabilisator ... 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69
5.1 Kesimpulan ... 69
5.2 Saran ... 71
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hal
2.1 Diagram Fase Tanah 7
2.2 Batas-batas Atterberg 12
2.3 Alat Uji Batas Cair 13
2.4 Klasifikasi Tanah Sistem Unified 17
2.5 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO 18
2.6 Hubungan antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah 20
2.7 Skema Uji Tekan Bebas 21
2.8 Kuat Tekan Tanah Asli dan Tanah Remoulded 23
2.9 Struktur Atom Mineral Lempung 27
2.10 Struktur Kaolinite 28
2.11 Struktur Montmorillonite 29
2.12 Struktur Illite 30
2.13 Sifat Dipolar Molekul Air 31
2.14 Interaksi Molekul Air dengan Partikel Lempung 32
3.1. Diagram Alir Penelitian 49
4.1 Plot Grafik Klasifikasi USCS 56
4.2 Grafik Analisa Saringan 56
4.3 Grafik Batas Cair ( Liquid Limit) , Atterberg Limit 57
4.4 Grafik Hubungan Antara Nilai LL dengan Variasi Campuran
4.5 Grafik Hubungan Antara Nilai PL dengan Variasi Campuran
PC dan ASP dengan Waktu Pemeraman selama 7 hari 59
4.6 Grafik Hubungan Antara Nilai IP dengan Variasi Campuran
PC dan ASP dengan Waktu Pemeraman selama 7 hari 60
4.7 Kurva Kepadatan Tanah 61
4.8 Grafik Hubungan Antara Berat Isi Kering Maksimum Tanah
dengan Variasi Campuran dengan Waktu Pemeraman selama 7 Hari 63
4.9 Grafik Hubungan antara Kadar Air Optimum Tanah
dengan Variasi Campuran dengam Waktu Pemeraman selama 7 hari 64
4.10 Grafik Hubungan antara Nilai Kuat Tekan Tanah dengan Regangan
yang diberikan pada sampel Tanah Asli dan Tanah Remoulded 66
4.11 Grafik Hubungan antara Nilai Kuat Tekan Tanah dengan
DAFTAR TABEL
No. Judul Hal
2.1 Berat Jenis Tanah 11
2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah 11
2.3 Indeks Plastisitas Tanah 14
2.4 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Nilai Kuat Tekan Bebas 22
2.5 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sensitivity 24
2.6 Hasil Analisis Sekam Padi 39
2.7 Komposisi Kimiawi Abu Sekam Padi 41
4.1 Data Uji Sifat Fisik Tanah 55
4.2 Data Hasil Uji Atterberg Limit 57
4.3 Data Uji Pemadatan Tanah 61
4.4 Data Hasil Uji Pemadatan Tanah dengan Bahan Stabilisator 62
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran-1, Data Uji Laboratorium, Kadar Air dan Berat Jenis
Lampiran-2, Data Uji Laboratorium, Analisa Saringan
Lampiran-3, Data Uji Laboratorium, Compaction Test
Lampiran-4, Data Uji Laboratorium, Atterberg Limit
Lampiran-5, Data Uji Laboratorium, Unconfined Compression Test
ABSTRAK
Pada proses pelaksanaan suatu konstruksi bangunan maupun jalan raya, upaya perbaikan tanah sudah umum dilakukan Salah satunya dengan melakukan stabilisasi tanah. Bahan stabilisator yang banyak digunakan diantaranya adalah semen, abu sekam padi, fly ash, bitumen, kapur, bahkan geogrid. Penggunaan
bahan stabilisasi tanah ini bertujuan untuk menambah kekuatan dan daya dukung tanah sehingga dapat memikul beban konstruksi yang ada di atasnya.
Penelitian ini dimulai dengan melakukan pengambilan sampel tanah lempung dan pengujian di laboratorium guna mengetahui nilai index properties
dan engineering properties menggunakan uji Kuat Tekan Bebas ( Unconfined Compression Test). Sampel tanah terdiri dari 13 (tiga belas) variasi campuran
semen dan abu sekam padi. Dengan kadar semen sebanyak 2 % dan variasi kadar abu sekam padi dari 3%-15%.
Dari penelitian ini diperoleh bahwa sampel tanah memiliki kadar air 19.90 %, berat jenis 2,65, batas cair 44,23 dan indeks plastisitas 29,85. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis CL (Clay – Low Plasticity) sedangkan berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis A-7-6.
Dari uji Kuat Tekan Bebas pada sampel tanah asli diperoleh nilai kuat tekan tanah sebesar 2,88 kg/cm². Setelah tanah distabilisasi dengan berbagai variasi abu sekam padi diperoleh kesimpulan bahwa material abu sekam padi hanya efektif berfungsi pada variasi campuran 2% PC + 3% ASP dan 2% PC + 4% ASP yaitu dengan nilai kuat tekan bebas sebesar 3,82 kg/cm² dan 3,64 kg/cm².Semakin banyak kadar abu sekam padi yang digunakan, daya dukung akan terus mengalami penurunan.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Umum
Pengertian tanah secara umum dapat didefinisikan sebagai bahan material
yang terdiri dari butiran (agregat) berupa mineral padat yang tidak terikat secara
kimiawi satu sama lain . Tanah juga terdiri dari partikel-partikel padat itu sendiri
serta zat cair dan gas yang mengisi rongga-rongga kosong yang berada diantara
partikel-partikel padat tersebut.
Tanah pada umumnya dapat dibagi menjadi empat kelas yaitu kerikil
(gravel), pasir (sand), lanau (silt), dan lempung (clay), berdasarkan ukuran
partikel yang paling dominan dari tanah tersebut (Das, 1994). Pada uji
laboratorium yang akan dilakukan, jenis tanah yang akan diuji dan hasilnya
dituliskan dalam tugas akhir ini adalah jenis tanah lempung (clay).
Das (1994) menerangkan bahwa tanah lempung sebagian besar terdiri
dari partikel mikroskopis dan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas
bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan
pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung
(clay mineral), dan mineral-mineral yang sangat halus lain.
Tanah lempung sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis
pada kadar air sedang. Namun pada kadar air yang lebih tinggi lempung
akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. Kohesif menunjukan
kenyataan bahwa partikel-pertikel itu melekat satu sama lainnya sedangkan
tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi
retakan-retakan atau terpecah-pecah.
Stabilisasi tanah adalah suatu usaha yang dipakai untuk memperbaiki
bahkan mengubah sifat tanah dasar dengan tujuan agar tanah dasar tersebut
dapat meningkat mutu dan kemampuan daya dukungnya sehingga aman
terhadap konstruksi bangunan yang akan didirikan di atasnya. Jenis-jenis
stabilisasi dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :
1. Mekanis
Jenis stabilisasi ini dilakukan dengan cara pemadatan (compaction)
Pemadatan dapat dilakukan dengan berbagai jenis peralatan mekanis seperti :
mesin gilas (roller), benda berat yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis,
tekstur,pembekuan, pemanasan ,dan sebagainya.
2. Fisis
Stabilisasi secara fisis dilakukan melalui perbaikan gradasi tanah dengan
menambah butiran tanah pada fraksi tertentu yang dianggap kurang, guna
mencapai gradasi yang rapat. Hal ini bertujuan agar tanah dasar tersebut dapat
memenuhi spesifikasi yang telah disyaratkan.
3. Kimiawi (Modification by Admixture)
Yang dimaksud dengan stabilisasi secara kimiawi ialah cara
menambahkan bahan kimia pada tanah dasar yang akan ditingkatkan mutunya.
Bahan kimia ini antara lain terdiri dari adalah Portland cement (PC), lime,
bitumen, kapur, abu sekam padi, fly ash dan lain-lain.
Pada penelitian ini akan dilakukan proeses stabilisasi tanah lempung
Penambahan campuran semen dan abu sekam padi pada tanah lempung
diharapkan dapat memperbaiki sifat-sifat fisik maupun mekanis dari sampel
tanah sehingga dapat memenuhi persyaratan teknis. Pemilihan semen dan kapur
sebagai bahan tambahan stabilisasi karena semen dan abu sekam padi relatif
mudah diperoleh di kota Medan.
.
1.2 Latar Belakang
Seluruh bangunan sipil berkaitan erat dengan tanah, karena tanah dapat
digunakan sebagai bahan bangunan dan sebagai tempat bangunan dapat berdiri.
Seperti diketahui, dalam setiap pelaksanaan pembangunan, penyelidikan terhadap
tanah adalah langkah awal yang harus dilakukan, guna mengetahui apakah tanah
di lokasi pembangunan telah memenuhi persyaratan perencanaan yaitu stabilitas,
deformasi dan kepadatan.
Tanah berperan sebagai pondasi pendukung suatu bangunan, serta
berfungsi sebagai sarana pengembangan lahan dan pembangunan. Maka dari itu
perlu pemahaman yang mendalam mengenai masalah stabilitas tanah dan
mekanika tanah untuk mempermudah pekerjaan Teknik Sipil.
Terdapat beberapa masalah yang harus dihadapi oleh seorang insinyur
sipil di lapangan, dimana sering dihadapkan pada kenyataan bahwa lokasi
memiliki karakteristik tanah yang kurang baik, sehingga untuk menambah
kekuatan dan memperbaiki daya dukungnya perlu dilakukan upaya stabilisasi
pada tanah di lokasi tesebut. Sebagai contoh pada tanah lunak terdapat dua
masalah penurunan yang besar. Sifat tanah lunak yang lain, yang juga kurang
menguntungkan adalah mempunyai kadar air yang tinggi.
Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan upaya perbaikan tanah melalui
usaha stabilisasi tanah. Dalam pengujian ini metoda stabilisasi yang digunakan
adalah stabilisisasi secara kimiawi. Yaitu pencampuran antara semen dan abu
sekam padi. Semen banyak dipakai dikarenakan semen merupakan material bahan
yang terbilang relatif terjangkau dan sangat mudah untuk diperoleh.
Namun semen juga memiliki kekurangan yaitu rentan terhadap keretakan
pada suhu yang tinggi, getas dan korosif. Selain itu juga, proses produksi semen
juga menghasilkan limbah emisi karbon yang sangat tinggi sehingga sangat tidak
ramah terhadap lingkungan.
Untuk mengatasi kekurangan dan memanfaatkan kelebihan semen,
diperlukan bahan pencampur alternatif sebagai pengganti semen. Salah satu bahan
pengganti tersebut adalah campuran abu sekam padi dan semen. Alasan dari
pemilihan abu sekam padi adalah abu sekam padi merupakan salah satu limbah
pertanian yang tersedia dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga dapat dengan
mudah dicari dan dimanfaatkan sebagai alternatif pengganti semen dalam proses
stabilisasi ini.
Dalam menentukan kekuatan geser tanah akibat proses stabilisasi
dilakukan beberapa uji laboratorium, jenis pengujian yang sering dikenal antara
lain uji kuat tekan bebas (unconfined compression test) , uji CBR dan uji Triaksial.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan uji kuat tekan bebas sebagai pengujian
1.3 Tujuan
Penulisan tugas akhir ini memiliki tujuan yaitu :
1. Mengetahui sifat fisik (index properties) dari tanah asli.
2. Untuk mencari kadar optimum abu sekam padi untuk campuran (abu sekam
padi dan semen) dalam proses stabilisasi tanah lempung sehingga diperoleh
kuat tekan maksimum.
1.4 Pembatasan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang dan tujuan di atas, rumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu seberapa besar kekuatan geser yang dihasilkan
dari proses stabilisasi tanah lempung yang telah dicampur dengan bahan
stabilisator yakni semen dan abu sekam padi pada berbagai variasi campuran
melalui pengujian kuat tekan bebas.
Dalam tugas akhir ini dibuat pembatasan masalah untuk mempermudah
analisa dalam pelaksaan penelitian. Batasan-batasan masalah tersebut mencakup :
1. Tanah yang dipakai dalam pengujian adalah tanah lempung yang berasal
dari Jl. Raya Medan Tenggara, Medan, Sumatera Utara.
2. Bahan pencampur yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan
stablisasi yaitu Semen Portland Tipe I, tanah lempung (clay), dan abu
sekam padi dengan tiga belas variasi kadar yang berbeda yaitu
2%(PC)+3%(AS) , 2%(PC)+4%(AS), 2%(PC)+5%(AS), 2%(PC)+6%(AS)
, 2%(PC)+7%(AS), 2%(PC)+8%(AS), 2%(PC)+9%(AS) ,
2%(PC)+10%(AS), 2%(PC)+11%(AS), 2%(PC)+12%(AS) ,
3. Pengujian untuk sifat-sifat mekanis dilakukan dengan uji kuat tekan bebas
(Unconfined Compression Test) dan uji Proctor Standard.
4. Dalam pengujian dilakukan 13 jenis variasi pencampuran dengan
melakukan pencarian mengenai variasi kadar optimum pencampuran abu
sekam padi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Tanah
Tanah merupakan komposisi dari dua atau tiga fase yang berbeda. Jika
tanah dalam keadaan kering maka terdiri dari dua fase yaitu partikel padat dan
pori-pori udara. Tanah yang jenuh seluruhnya juga terdiri dari dua fase yaitu
partikel padat dan air pori. Jika tanah dalam keadaan jenuh sebagian maka terdiri
dari tiga fase yaitu partikel padat, pori-pori udara dan air pori. Untuk memperjelas
komponen-komponen tanah tersebut maka digambarkan diagram fase seperti
terlihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Diagram Fase Tanah
Pada Gambar 2.1 (a)dapat dilihat bahawa suatu elemen tanah memiliki berat total
yang disimbolkan dengan (�) dan juga memilki volume yang disimbolkan
dan volumenya. Berikut persamaan yang dapat dilihat untuk memeperjelas
gambar di atas :
� =��+��+�� (2.1)
�� = 0 sehingga persamaan (2.1) menjadi
�= ��+�� (2.2)
dan
� =��+��+�� (2.3)
�� = ��+�� (2.4)
dimana :
�� = berat butiran padat
�� = berat air
�� = volume butiran padat
�� = volume air
�� = volume udara
2.1.2 Pemeriksaan Sifat-sifat Fisik Tanah 2.1.2.1 Kadar Air (Water Content)
Kadar air tanah (�%) adalah perbandingan antara berat air (��) dengan
berat butiran (��) . Besar dari nilai kadar air tanah dinyatakan dalam satuan
persen. Persamaan kadar air tanah (�%) dinyatakan dalam persamaan berikut :
� (%) = ��
2.1.2.2 Derajat Kejenuhan (S)
Derajat Kejenuhan (�) dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara
volume air (��) dengan volume total rongga pori tanah (��). Bila tanah dalam
keadaan jenuh nilai derajat kejenuhannya = 1 (100%), dan untuk tanah kering
nilai derajat kejenuhannya = 0.Kejenuhan suatu tanah (�) dapat dinyatakan dalam
persamaan berikut :
� (%) = ���
� � 100 (2.6)
2.1.2.3 Angka Pori (Void Ratio)
Angka Pori (�) adalah perbandingan antara volume rongga (��) dengan
volume butiran (��) dalam tanah tersebut yang dinyatakan dalam satuan desimal.
Angka Pori tanah (�) dapat dinyatakan dalam persamaan :
�= ��
�� (2.7)
2.1.2.4 Porositas (Porocity)
Porositas (�) adalah perbandingan antara volume pori (��) dengan volume
total tanah (�) dalam tanah tersebut yang dinyatakan dalam satuan persen maupun
dalam bentuk desimal. Porositas tanah (�) dapat dinyatakan dalam persamaan :
�= ��� � 100 (2.8)
Hubungan antara angka pori dengan porositas dapat dilihat pada persamaan
berikut:
� = �
1−� (2.9)
� = �
2.1.2.5 Berat Volume Basah (Wet Volume Weight)
Berat Volume (��) adalah perbandingan antara berat butiran tanah
termasuk air dan udara (�) dengan volume total tanah (�). Berat Volume Tanah
(��) dinyatakan dalam persamaan berikut :
�� = �
� (2.11)
2.1.2.6 Berat Volume Kering (Dry Volume Weight)
Berat Volume Kering (��) adalah perbandingan antara berat butiran tanah
(��) dengan volume total tanah (�). Berat Volume Tanah (��) dapat dinyatakan
dalam persamaan berikut :
�� = ��� (2.12)
2.1.2.7 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)
Berat Volume Butiran Padat (��) adalah perbandingan antara berat butiran
tanah (��) dengan volume butiran tanah padat (��). Berat Volume Butiran Padat
(��) dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:
�� = ���
� (2.13)
2.1.2.8 Berat Jenis (Specific Gravity)
Berat Jenis Tanah (��) dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara
berat volume butiran tanah (��) dengan berat volume air (��) dengan isi yang
sama pada temperatur tertentu. Nilai suatu Berat jenis tanah tidak memiliki satuan
�� = ��
�� (2.14)
Adapun batas-batas besaran Berat Jenis Tanah dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah (Hardiyatmo, 1992)
Macam Tanah Berat Jenis
Kerikil 2,65 - 2,68
Pasir 2,65 - 2,68
Lanau tak organik 2,62 - 2,68
Lempung organik 2,58 - 2,65
Lempung tak organik 2,68 - 2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25 - 1,80
Batas-batas nilai dari Derajat Kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah (Hardiyatmo, 1992)
Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan
Tanah kering 0
Tanah agak lembab > 0 - 0,25
Tanah lembab 0,26 - 0,50
Tanah sangat lembab 0,51 - 0,75
Tanah basah 0,76 - 0,99
2.1.2.9 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)
Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar air tertentu disebut
konsistensi. Batas-batas konsistensi tanah berbutir halus tersebut adalah
batas cair, batas plastis, batas susut.
Masalah pada tanah yang penting untuk diperhatikan adalah pengaruh
penambahan kadar air terhadap sifat-sifat mekanis tanahnya, seperti contoh jika
kita mencampurkan suatu sampel tanah dengan air hingga mencapai keadaan cair,
maka lama kelamaan campuran tersebut akan mengering sedikit demi sedikit
sehingga sampel tanah akan melalui beberapa keadaan tertentu dari keadaan cair
sampai keadaan padat . Batas-batas konsistensi dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg
Penjelasan mengenai batas-batas konsistensi dapat dijabarkan sebagai
berikut :
a. Batas Cair (Liquid Limit)
Batas cair adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair
dan keadaan plastis. Batas cair ditentukan melaui pengujian Casagrande
(1948). Tanah yang sudah dicampur dengan air diletakkan pada mangkuk
Casagrande yang kemudian sampel tanah dibelah dengan membuat alur di
dilakukan pemukulan dengan cara engkol dinaikkan dan sampai mangkuk
menyentuh dasar sampel, sambil dilakukan perhitungan ketukan sampai tanah
yang dibelah tadi berhimpit. Pemukulan dilakukan pada kadar air yang berbeda
dan banyaknya jumlah pukulan dihitung untuk masing-masing kadar air.
Dengan demikian dapat dibuat grafik hubungan antara kadar air dengan jumlah
pukulan, sehingga diperoleh kadar air pada pukulan tertentu.Untuk lebih
jelasnya, alat uji batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Alat Uji Batas Cair
b. Batas plastis (Plastic Limit)
Batas plastis (plastic limit) adalah kadar air pada batas bawah daerah
plastis atau kadar air minimum dimana tanah dapat digulung-gulung sampai
diameter 3,1 mm (1/8 inchi). Penentuan kadar air ini dilakukan dengan cara
mencapai 3,1 mm. Apabilaa tanah mulai retak atau pecah pada saat diameternya
mencapai 3,1 mm, maka kadar air tanah itu adalah batas plastis.
Indeks plastisitas adalah selisih antara batas cair dan batas plastis. Adapun
rumusan dalam menghitung besaran nilai indeks plastisitas adalah sesuai dengan
persamaan 2.14, seperti yang ditunjukkan pada rumusan dibawah ini:
PI = LL - PL (2.15)
Klasifikasi jenis tanah berdasarkan besar indeks plastisitasnya ditunjukkan
pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah (Hardiyatmo, 1992)
PI Sifat Macam tanah Kohesi
0 Non – Plastis Pasir Non - Kohesif
< 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian
7 - 17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif
> 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif
c. Batas Susut (Shrinkage Limit)
Batas susut adalah kadar air atau batas dimana tanah yang dalam\ keadaan
jenuh dan sudah kering tidak akan mengalami penyusutan lagi meskipun
dikeringkan secara terus menerus. Batas susut juga dapat diartikan batas dimana
meskipun tanah benar-benar telah kehilangan kadar airnya, tidak akan
menyebabkan penyusutan volume tanah. Batas.susut dapat dinyatakan dalam
persamaan
��= �(�1−�2� )
2 −
(�1−�2)��
dengan :
�1 = berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)
�2 = berat tanah kering oven (gr)
�1 = volume tanah basah dalam cawan (��3)
�2 = volume tanah kering oven (��3)
�� = berat jenis air
2.1.2.10 Klasifikasi Tanah
Kebanyakan klasifikasi tanah menggunakan indeks tipe pengujian yang
sangat sederhana untuk menentukan karakteristik tanahnya. Karakteristik tersebut
digunakan untuk menentukan kelompok klasifikasinya. Umumnya klasifikasi
tanah didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh dari analisa saringan dan
plastisitasnya. Sekarang, terdapat dua sistem klasifikasi yang dapat digunakan
yaitu Unified Soil Classification System dan AASHTO.
2.1.2.10.1 Sistem Klasifikasi Unified
Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das, 1994), tanah
dikelompokkan menjadi :
1. Tanah butir kasar (coarse-grained-soil) yaitu tanah kerikil dan
pasir dimana kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan
no.200. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G
atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S
adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.
dari 50 % berat total contoh tanah lolos ayakan no.200. Simbol
dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau
(silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan O untuk
lanau organik dan lempung organik. Simbol PT digunakan untuk
tanah gambut (peat), muck, dan tanah-tanah lain dengan kadar organik
yang tinggi. Tanah berbutir kasar ditandai dengan simbol kelompok
seperti : GW, GP, GM, GC, SW, SP, SM dan SC. Untuk
klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut
ini :
1. Persentase butiran yang lolos ayakan no.200 (fraksi halus).
2. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan no.40.
3. Koefisien keseragaman (Uniformity coefficient, Cu ) dan koefisien
gradasi (gradation coefficient, Cc ) untuk tanah dimana 0-12% lolos
ayakan no.200.
4. Batas cair (LL) dan Indeks Plastisitas (PI) bagian tanah yang lolos
2.1.2.10.2 Sistem Klasifikasi AASHTO
Sistem AASHTO (American Association of State Highway
Transportation Official) berguna untuk menentukan kualitas tanah guna
perencanaan timbunan jalan, subbase dan subgrade. Sistem AASHTO
membagi tanah ke dalam 7 kelompok, A-1 sampai dengan A-7. Penentuan
klasifikasi ini terlebih dahulu membutuhkanmembutuhkan data-data sebagai
berikut :
1. Analisis ukuran butiran.
2. Batas cair dan batas plastis dan Ip yang dihitung.
3. Batas susut.
Gambar 2.5. Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO
2.1.3 Pengujian Sifat-sifat Mekanis Tanah 2.1.3.1 Pemadatan Tanah (Compaction)
Pemadatan adalah suatu proses dimana udara pada pori-pori tanah
dikeluarkan dengan salah satu cara mekanis atau suatu proses
berkurangnya volume tanah akibat adanya energi mekanis, pengaruh
Untuk setiap daya pemadatan tertentu kepadatan yang tercapai
tergantung pada banyaknya air didalam tanah tersebut yang disebut kadar air.
Tingkat pemadatan tanah diukur dari berat volume kering tanah yang
dipadatkan. Air dalam pori tanah berfungsi sebagai unsur pembasah
(pelumas) tanah, sehingga butiran tanah tersebut lebih mudah bergerak atau
bergeser satu sama lain dan membentuk kedudukan yang lebih padat atau
rapat.
Peristiwa bertambahnya berat volume kering oleh beban dinamis disebut
dengan pemadatan. Pemadatan tanah dapat dimaksudkan untuk mempertinggi
kuat geser tanah, mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas), mengurangi
permeabilitas serta dapat mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan
kadar air dan lainnya.
Pada tanah granuler dipandang paling mudah penanganannya untuk
pekerjaan di lapangan. Material ini mampu memberikan kuat geser yang tinggi
dengan sedikit perubahan volume sesudah dipadatkan.
Pada tanah lanau yang dipadatkan umumnya akan stabil dan mampu
memberikan kuat geser yang cukup dan sedikit kecenderungan mengalami
perubahan volume. Namun tanah lanau sangat sulit dipadatkan bila dalam
keadaan basah karena permeabilitasnya rendah.
Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan
memberikan kuat geser yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut
tergantung dari jenis kandungan mineralnya. Lempung padat mempunyai
permeabilitas yang rendah dan tanah ini tidak dapat dipadatkan dengan baik
Derajat kepadatan tanah diukur dari berat volume keringnya. Hubungan
berat volume kering (��) dengan berat volume basah (��) dan kadar air (%)
dinyatakan dalam persamaan :
�� =1�+�� (2.16)
Di lapangan biasanya dengan cara menggilas menggunakan peralatan
mekanis seperti roller, sedangkan di laboratorium dengan cara memukul. Dalam
pengujian di laboratorium alat pemadatan berupa silinder mould yang mempunyai
volume 9,44 x 10−4�3. Tanah dipadatkan di dalam mould dengan menggunakan
penumbuk dengan berat 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30,5 cm. Tanah dipadatkan
dalam 3 lapisan (standart proctor) dan 5 lapisan (modified proctor) dengan
pukulan sebanyak 25 kali pukulan.
Proses ini dilakukan sebanyak lima kali pada sampel tanah dengan kadar
air tanah yang terus dinaikkan pada setiap proses. Dengan menggambarkan
hubungan antara kepadatan kering maksimum dengan kadar air, akan dihasilkan
kurv seperti terlihat pada Gambar 2.6.
2.1.3.2 Uji Kuat Tekan Bebas ( Unconfined Compression Test )
Pada material tanah, parameter yang perlu ditinjau adalah kekuatan geser
tanahnya. Pengetahuan mengenai kekuatan geser diperlukan untuk menyelesaikan
masalah-masalahyang berkaitan dengan stabilisasi tanah.
Salah satu pengujian yang digunakan untuk mengetahui parameter kuat
geser tanah adalah uji kuat tekan bebas.Yang dimaksud dengan kekuatan tekan
bebas adalah besarnya beban aksial persatuan luas pada saat benda uji mengalami
keruntuhan atau pada saat regangan aksial mencapai 20 %. Percobaan kuat tekan
bebas di laboratorium dilakukan pada sampel tanah dalam keadaan asli maupun
buatan (remoulded).
Cara pengujian kuat tekan bebas ini memiliki perbedaan dengan uji
triaksial, dimana pada uji kuat tekan bebas tidak ada tegangan sel yaitu �3 = 0.
Gambar skematik dari prinsip pembebanan dalam percobaan ini dapat dilihat pada
Gambar 2.7.
Pembebanan pada sampel tanah berasal dari tekanan aksial satu arah
(�1) yang diangsur-angsur bertambah sampai benda uji mengalami keruntuhan.
Hubungan konsistensi dengan kuat tekan bebas dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Nilai Kuat Tekan Bebas (Das, 1994)
Tekanan aksial yang bekerja pada tanah dapat dituliskan kedalam persamaan
berikut :
�= �
� (2.17)
dengan :
P = gaya beban yang bekerja
A = Luas penampang tanah
Kuat geser tanah dari tekanan aksial yang ada dapat dituliskan ke dalam
persamaan berikut :
�� = �1+2�3= �21 = �2� (2.18)
dengan :
�� = kekuatan geser undrained (undrained shear strength)
�3 = 0
2.1.3.3 Sensitifitas Tanah Lempung
Uji tekan bebas ini dilakukan pada sampel tanah asli (undisturbed) dan
sampel tanah tidak asli (remoulded) lalu diukur kemampuan masing-masing
sampel terhadap kuat tekan bebas. Dari nilai kuat tekan maksimum yang dapat
diterima pada masing-masing sampel dapat diperoleh nilai sensitifitas tanah. Nilai
sensitifitas berguna untuk mengukur bagaimana perilaku tanah jika mengalami
gangguan yang diberikan dari luar.
Pada tanah-tanah lempung yang terdeposisi (terendapkan) secara alamiah
dapat diamati bahwa kekuatan tekanan tak tersekap berkurang banyak, bila tanah
tersebut diujiulang lagi setelah tanah tersebut menderita kerusakan struktural
(remoulded) tanpa adanya perubahan dari kadar air, sebagaimana ditunjukkan
pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Kuat Tekan Tanah Asli dan Tanah Remoulded
Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural
tanah tersebut disebut kesensitifan (sensitivity). Tingkat kesensitifan dapat
ditentukan sebagai rasio (perbandingan) antara kekuatan tanah yang masih asli
kekuatan tanah tersebut diuji dengan cara tekanan tak tersekap. Jadi, sensitifitas
diperoleh (acquired sensitivity) dinyatakan dalam persamaan:
�
�=
����������������� (2.19)dengan :
St = kesensitifan
Ada beberapa jenis tanah lempung tertentu yang akibat kerusakan tersebut
dapat tiba-tiba berubah menjadi cair. Tanah-tanah seperti itu sebagian besar
dijumpai di daerah Amerika Utara dan daerah semenanjung Skandinavia yang
dulunya tertutup es. Tanah-tanah lempung seperti ini biasa dinamai sebagai quick
clays.
Karena beberapa jenis lempung mempunyai sifat sensitif terhadap
gangguan yang berbeda-beda, maka perlu diadakan pengelompokan yang
berhubungan dengan sifat sensitifnya. Klasifikasi secara umum dapat dilihat pada
Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sensitivity (Hardiyatmo, 1992)
Sifat Nilai Sensitivity
< 2 Insensitive
2 – 4 Moderately Sensitive
4 – 8 Sensitive
8 – 16 Very Sensitive
16 - 32 Slightly Quick
32– 64 Medium Quick
2.2 Bahan-bahan Penelitian 2.2.1 Tanah Lempung
Beberapa definisi tanah lempung dari beberapa ahli antara lain:
1. Das (1988) mendefinisikan bahwa tanah lempung merupakan tanah
dengan ukuran mikrokronis sampai dengan sub-mikrokronis yang berasal
dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung
sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air
sedang. Pada keadaan air lebih tinggi lempung bersifat lengket (kohesif)
dan sangat lunak.
2. Terzaghi (1987) mendefinisikan bahwa tanah lempung merupakan tanah
dengan ukuran mikrokonis sampai dengan submikrokonis yang berasal
dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung
sangat keras dalam keadaan kering, dan tak mudahterkelupas hanya
dengan jari tangan. Permeabilitas lempung sangat rendah, bersifat plastis
pada kadar air sedang. Sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi tanah
lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.
3. Bowles (1986) mendefinisikan bahwa tanah lempung sebagai deposit
yang mempunyai partikel yang berukuran kecil atau sama dengan 0,002
mm dalam jumlah lebih dari 50 %.
2.2.2 Struktur Mineral Lempung
Tanah lempung sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada
kadar air sedang. Namun pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat
keadaan basah tanah memiliki kemampuan gaya tarik-menarik yang besar di
antara partikel-partikel tanahnya sehingga melekat satu sama lain.
Mineral lempung merupakan pelapukan akibat reaksi kimia yang
menghasilkan susunan kelompok partikel berukuran koloid dengan diameter
butiran lebih kecil dari 0,002 mm. H oltz & Kovacs (1981) m e n e r a n g k a n
satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari Silica Tetrahedra dan
Alumina Oktahedra.
Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk struktur lembaran.
Jenis-jenis mineral lempung tergantung dari kombinasi susunan satuan struktur
dasar atau tumpukan lembaran serta macam ikatan antara masing-masing
lembaran.
Silika Tetrahedra pada dasarnya merupakan kombinasi dari satuan
Silika Tetrahedra yang terdiri dari satu atom silicon yang dikelilingi pada
sudutnya oleh empat buah atom Oksigen. Kombinasi dari unit-unit silica
tetrahedra tersebut membentuk lembaran silika (silica sheet).
Sedangkan Aluminium Oktahedra merupakan kombinasi dari satuan
yang terdiri dari satu atom Alumina yang dikelilingi oleh atom Hidroksil pada
keenam sisinya.Kombinasi dari unit-unit alimunium oktahedra membentuk
lembaran gibbsite (gibbsite sheet).
Pada sebuah lembaran silika, setiap atom silikon yang bermuatan positif
dan bervalensi empat daihubungkan dengan empat atom oksigen yang bermuatan
negatif dengan valensi total delapan. Tetapi setiap atom oksigen pada dasar
tetrahedral itu dihubungkan dengan dua atom silikon lainnya. Ini berarti bahwa
valensi (negatif) sebesar satu dan harus diseimbangkan. Bila lembaran silika itu
ditumpuk di atas lembaran oktahedra, atom-atom oksigen tersebut akan
menggantikan posisi ion hidroksil pada oktahedra untuk memenuhi keseimbangan
muatan mereka.
( a ) ( b) ( c )
(d) (e)
Gambar 2.9. Struktur Atom Mineral Lempung ( a ) silica tetrahedra ; ( b ) silica sheet ;
( c ) aluminium oktahedra ; ( d ) lembaran oktahedra (gibbsite) ;
( e ) lembaran silika - gibbsite ( Das, 1994)
Jika ditinjau dari mineraloginya, lempung terdiri dari berbagai mineral
penyusun, antara lain mineral lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite
group) dan mineral-mineral lain yang mempunyai ukuran sesuai dengan batasan
a. Kaolinite.
Merupakan bagian dasar dari struktur ini adalah lembaran tunggal silika
tetrahedral yang digabung dengan satu lembaran alumina oktahedran (gibbsite)
membentuk satu unit dasar dengan tebal kira-kira 7,2 Å (1 Å=10-10 m) seperti
yang terlihat pada Gambar 2.9. hubungan antar unit dasar ditentukan oleh ikatan
hidrogen dan gaya bervalensi sekunder. Mineral kaolinite berwujud seperti
lempengan-lempengan tipis, masing-masing dengan diameter 1000 Å sampai
20000 Å dan ketebalan dari 100 Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit
massa ± 15 m2/gr.
Gambar 2.10. Struktur Kaolinite ( Das, 1988)
b. Montmorillonite disebut juga mineral dua banding satu (2:1) karena satuan
susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedral
mengapit satu lempeng alumina oktahedral ditengahnya. Struktur kisinya
tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng SiO2. Karena struktur
inilah Montmorillonite dapat mengembang dan mengkerut menurut sumbu C dan
mempunyai daya adsorbsi air dan kation lebih tinggi. Tebal satuan unit adalah
dikutip (Das, 1988). Hubungan antara satuan unit diikat oleh ikatan gaya Van der
Walls, diantara ujung-ujung atas dari lembaran silika itu sangat lemah, maka
lapisan air (n.H2O) dengan kation yang dapat bertukar dengan mudah menyusup
dan memperlemah ikatan antar satuan susunan kristal mengakibatkan antar
lapisan terpisah. Ukuran unit massa sangat besar, dapat menyerap air dengan
sangat kuat, mudah mengalami proses pengembangan.
Gambar 2.11. Struktur Montmorillonite ( Das, 1994)
c. Illite.Mineral illite mempunyai hubungan dengan mika biasa, sehingga
dinamakan pula hidrat-mika. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal, tebal
dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya ada
pada :
• Pengikatan antar unit kristal terdapat pada kalium (K) yang berfungsi sebagai
penyeimbang muatan, sekaligus sebagai pengikat.
Terdapat ± 20 % pergantian silikon (Si) oleh aluminium (Al) pada lempeng
tetrahedral.
• Struktur mineralnya tidak mengembang sebagaimana montmorillonite
Gambar 2.12. Struktur Illite ( Das, 1994)
Substitusi dari kation-kation yang berbeda pada lembaran oktahedral akan
mengakibatkan mineral lempung yang berbeda pula. Apabila ion-ion yang
disubstitusikan mempunyai ukuran yang sama disebut ishomorphous. Bila sebuah
anion dari lembaran oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi
oleh aluminium maka mineral tersebut disebut gibbsite dan bila magnesium
disubstitusikan kedalam lembaran aluminiumdan mengisi seluruh posisi kation,
maka mineral tersebut disebut brucite.
2.2.3 Interaksi Air dan Mineral dalam Fenomena Tanah Lempung
Tanah lempung mengandung muatan elektro negatif pada permukaannya.
Muatan elektro negatif ini mengakibatkan kemungkinan terjadinya reaksi
pertukaran kation., yang mana muatan ini merupakan hasil satu atau lebih dari
beberapa reaksi yang berbeda.
Pada mineral lempung yang kering, muatan negatif yang terdapat
di permukaannya dinetralkan oleh kation-kation lain yang mengelilingi
partikel tersebut secara exchange able cation akibat adanya perbedaan kekuatan
muatan dan gaya tarik- menarik elektrostatik Van der Waals. Akibat
dapat saling mendesak dan bertukar posisi.
Kemampuan dari kation-kation tersebut untuk mendesak dapat dilihat dari
besarnya potensi mendesak sesuai urutan berikut:
Al3+>Ca2+>Mg2+≥NH4+>K+>H+>Na+Li+
Dari reaksi di atas disimpulkan Kation Li+ tidak dapat mendesak kation lain
yang berada dikirinya.
Molekul air merupakan molekul dipolar karena atom Hidrogen tidak
tersusun simetris disekitar atom oksigen, melainkan membentuk sudut ikatan
105o akibatnya molekul-molekul air berperilaku seperti batang-batang kecil
yang mempunyai muatan positif disatu sisi dan muatan negatif disisi lain.Sifat
dipolar tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13 Sifat Dipolar Molekul Air (Das, 1994)
Interaksi antara molekul-molekul air dengan partikel lempung dapat
melalui tiga proses yaitu :
1. Kutub positif molekul dipolar air akan saling menarik dengan muatan
negatif permukaan partikel lempung.
2. Molekul air diikat oleh partikel lempung melalui ikatan Hidrogen
(Hidrogen air ditarik oksigen atau hidroksil lain yang ada pada
Proses ketiga, penarikan molekul air oleh muatan negatif permukaan empung
secara berantai melalui kation yang mengapung dalam larutan air. Faktor paling
dominan adalah proses ikatan hidrogen.
Jumlah molekul air yang berinteraksi dengan permukaan lempung akan
sangat dipengaruhi oleh jenis mineral yang ada yaitu pada nilai luasan permukaan
spesifiknya (specific surface). Besarnya molekul air yang ditarik untuk
membentuk lapisan Rangkap (Diffuse Double Layer). dipengaruhi oleh luas
permukaan lempung. Kemampuan mineral lempung menarik molekul air atau
menunjukkan kapasitas perilaku plastis tanah lempung, terlihat pada Gambar
2.14.
Gambar 2.14 Interaksi molekul air dengan partikel lempung (Das, 1994)
2.2.4 Semen
Semen berasal dari bahasa latin “cementum”, dimana kata ini mula-mula
dipakai oleh bangsa Roma yang berarti bahan atau ramuan pengikat. Dengan kata
lain semen dapat didefinisikan adalah suatu bahan perekat yang berbentuk serbuk
halus, bila ditambahkan air akan terjadi reaksi hidrasi sehingga dapat mengeras
Pada mulanya semen digunakan orang-orang Mesir Kuno untuk
membangun piramida yaitu sejak abad ke-5 dimana batu batanya satu sama lain
terikat kuat dan tahan terhadap cuaca selama berabad-abad. Bahan pengikat ini
ditemukan sejak manusia mengenal api karena mereka membuat api di gua-gua
dan bila api kena atap gua maka akan rontok berbentuk serbuk. Serbuk ini bila
kena hujan menjadi keras dan mengikat batu-batuan disekitarnya dan dikenal
orang sebagai batu masonry.
2.2.4.1 Bahan-bahan Pembuatan Semen
Bahan mentah yang digunakan dalam pembuatan semen adalah batu
kapur, pasir silica, tanah liat dan pasir besi. Total kebutuhan bahan mentah yang
digunakan untuk memproduksi semen yaitu :
1. Batu Kapur digunakan ± 81 %
Batu kapur merupakan sumber utama oksida yang mempunyai rumus
CaCO3 (Calcium Carbonat). Pada umumnya tercampur MgCO3 dan
MgSO4. Batu kapur yang baik dalam pengunaaan pembuatan semen
memiliki kadar air ± 5 %.
2. Pasir Silika digunakan ± 9 %
Pasir Silika memiliki rumus SiO2 (Silicon Dioksida). Pada umumnya pasir
silika terdapat bersama oksida logam lainnya, semakin murni kadar SiO2
maka semakin berwarna merah atau coklat, disamping itu semakin mudah
menggumpal karena kadar airnya tinggi. Pasir silika yang baik untuk
3. Tanah Liat digunakan sebanyak ± 9%
Rumus kimia tanah liat yang digunakan pada produksi semen adalah
SiO2Al2O3.2H2O . Tanah liat yang baik untuk digunakan memiliki kadar
air ±20%, kadar air SiO2 tidak terlalu tinggi ±46%.
4. Pasir besi digunakan sebanyak ± 1%
Pasir besi memiliki rumus kimia Fe2O3 (Ferri Oksida) yang pada
umumnya selalu tercampur dengan SiO2 dan TiO2 sebagai impuritiesnya.
Fe2O3 berfungsi sebagai penghantar panas dalam proses pembuatan terak
semen. Kadar yang baik dalam pembuatan semen yaitu Fe2O3 ±75% - 80%
. Pada penggilingan akhir digunakan gypsum sebanyak 3 % - 5 % total
pembuatan semen.
2.2.4.2 Jenis-jenis Semen
Umumnya jenis semen yang dikenal saat ini antara lain sebagai berikut :
1. Semen Portland (Portland Cement)
Semen Portland merupakan semen hidrolis yang dihasilkan dengan jalan
menghaluskan terak yang mengandung senyawa-senyawa kalsium silikat dan
biasanya juga mengandung satu atau lebih senyawa-senyawa kalsium sulfat yang
ditambahkan pada pengggilingan akhir. Semen Portland adalah semen yang
diperoleh dengan menghaluskan terak yang terutama terdiri dari silikat-silikat,
Tipe-tipe semen Portland ada lima, diantaranya :
a. Tipe I (Ordinary Portland Cement)
Semen Portland tipe ini digunakan untuk segala macam konstruksi apabila
tidak diperlukan sifat-sifat khusus, misalnya tahan terhadap sulfat, panas hiderasi
dan sebagainya. Semen ini mengandung 5 % MgO dan 2,5-3% SO3.
b. Tipe II (Moderate Heat Portland Cement)
Semen Portland tipe ini digunakan untuk bahan konstruksi yang memerlukan
sifat khusus tahan terhadap sulfat dan panas hiderasi yang sedang. Biasanya
digunakan untuk daerah pelabuhan dan bangunan sekitar pantai. Semen ini
mengandung 20% SiO2, 6% Al2O3, 6% Fe2O3 , 6%MgO , dan 8% C3A.
c. Tipe III (High Early Strength Portland Cement)
Semen ini merupakan semen yang digunakan biasanya dalam
keadaan-keadaan darurat dan musim dingin. Digunakan juga pada pembuatan beton tekan.
Semen ini memiliki kadungan C3S yang lebih tinggi dibandingkan Semen
Portland tipe I dan II sehingga proses pengerasan terjadi lebih cepat dan cepat
mengeluarkan kalor. Semen ini tersusun dari 3,5-45 Al2O3, 6% Fe2O3, 35% C3S,
6% MgO, 40% C2S dan 15% C3A.
d. Tipe IV (Low Heat Portland Cement)
Semen tipe ini digunakan pada bangunan dengan tingkat panas hiderasi yang
rendah misalnya pada bangunan beton yang besar dan tebal. Baik sekali untuk
C3A lebih rendah sehingga kalor yang dilepas lebih rendah. Semen ini tersusun
dari 6,5% MgO, 2,3% SO3, dan 7% C3A.
e. Tipe V (Super Sulphated Cement)
Semen yang sangat tahan terhadap pengaruh sulphat misalnya pada tempat
pengeboran lepas pantai, pelabuhan dan terowongan. Komposisi komponen
utamanya adalah slag tanur tinggi dan kandungan aluminanya yang tinggi. Semen
ini tersusun dari 5% terak Portland Cement, 6% MgO, 2,3% SO2 dan 5% C3A.
2. Semen Putih
Portland cement yang memiliki warna keabu-abuan. Warna ini disebabkan
oleh kandungan oksida silika pada Portland Cement tersebut. Jika kandungan
oksida silica tersebut dikurangi 0,4% maka warna semen Portland berubah
menjadi warna putih.
3. Semen Masonry
Semen Masonry dibuat dengan menggiling campuran terak semen Portland
dengan batu kapur, batu pasir atau slag dengan perbandingan 1:1 .
4. Semen Sumur Minyak (Oil Well Cement)
Semen ini digunakan pada temperatur dan tekanan tinggi, sering dijumpai
pada penggunaan pengeboran minyak atau digunakan untuk pengeboran air tanah
untuk memperlambat pengerasan semen seperti lignin, asam borat, casein dan
gula.
5. Semen Alami (Natural Cement)
Semen ini dihasilkan dari kerang batu kapur yang mengandung tanah liat
seperti komposisi semen di alam. Material ini dibakar sampai suhu pelelehannya
hingga menghasilkan terak. Kemudian terak tersebut digiling menjadi semen
halus. Dalam pemakaiannya dicampur dengan semen Portland.
6. Semen Alumina Tinggi (High Alumina Cement)
Semen yang memiliki kandungan alumina tinggi, dimana perbandingan antara
kapur dan alumina adalah sama. Semen ini dibuat dengan mencampur kapur,
silika dan oksida silika yang dibakar hingga meleleh dan kemudian hasilnya
didinginkan lalu digiling hingga halus. Ciri dari semen ini memiliki ketahanan
terhadap air yang mengandung sulfat dan air laut cukup tinggi.
7. Semen Pozzolona
Semen ini mengandung senyawa silika dan alumina dimana bahan pozzolona
sendiri tidak memiliki sifat seperti semen, akan tetapi bentuk halusnya dan dengan
adanya air, senyawa-senyawa tersebut membentuk kalsium aluminat hidrat yang
8. Semen Trass
Semen yang dihasilkan dengan menggiling campuran antara 60% - 80% trass
atau tanah yang berasal dari debu gunung berapi yang serupa dengan pozzolona
dengan menambah CaSO4.
9. Semen Slag (Slag Cement)
Semen slag ini dikenal 2 macam tipe, yaitu :
• Eisen Portland Cement
Semen yang dihasilkan dari penggilingan campuran 60% terak Portland dan
40% butir-butir slag tanur tinggi.
• High Often Cement
Semen yang dihasilkan dari penggilingan campuran yang mengandung 15% -
19% terak Portland Cement dan 41% - 85 % butir-butir slag dengan
penambahan CaSO4.
2.2.5 Abu Sekam Padi
Padi merupakan produk utama pertanian di negara agraris termasuk
Indonesia, hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa beras merupakan hasil olahan
dari padi yang merupakan bahan makanan pokok. Tumbuhan padi adalah
tumbuhan yang tergolong tanaman air, namun sebagai tanaman air bukan berarti
tanaman padi itu hanya bisa tumbuh di tanah yang terus - menerus digenangi air,
baik penggenangan itu terjadi secara alamiah, ditanah rawa-rawa, maupun
Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi yang merupakan hasil
samping saat proses penggilingan padi dilakukan. Sekitar 20% dari bobot padi
adalah sekam padi dan kurang lebih 15% dari komposisi sekam padi adalah abu
sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar (Hara, 1986).
Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri
dari dua bentuk daun yaitu sekam kelopak dan sekam mahkota, dimana pada
proses penggilingan padi, sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan
sisa atau limbah penggilingan. Dari penggilingan padi akan menghasilkan sekitar
25% sekam, 8% dedak, 2% bekatul dan 65% beras. Sekam tersusun dari jaringan
serat-serat selulosa yang mengandung banyak silika dalam bentuk serabut-serabut
yang sangat keras.
Sekam padi menduduki 7% dari produksi total padi yang biasanya hanya
ditimbun dekat penggilingan padi sebagai limbah sehingga mencemari
lingkungan, kadang-kadang juga dibakar. Sekam padi juga dapat digunakan
sebagai pupuk, bahan tambahan untuk media tumbuh tanaman sayuran secara
hidroponik. Hasil analisis sekam padi dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Hasil Analisis Sekam Padi (Houston, 1972)
Kandungan Air 9,02 %
Protein Kasar 3,27 %
Lemak 1,18 %
Karbohidrat 33,71 %
Serat Kasar 35,68 %
Sekam padi tidak dapat digunakan sebagai material pengganti tanpa
mengalami proses pembakaran. Dua faktor yang perlu diperhatikan pada proses
pembakaran yaitu kadar abu dan unsur kimia dalam abu. Kadar abu menjadi
penting sebab hal ini menunjukkan atau menentukan berapa jumlah sekam yang
harus dibakar agar menghasilkan abu sesuai kebutuhan.
2.2.6 Komposisi Kimia Abu Sekam padi
Selama proses pembakaran sekam padi menjadi abu mengakibatkan
hilangnya zat-zat organik yang lain dan menyisakan zat-zat yang mengandung
silika. Pada proses pembakaran akibat panas yang terjadi akan menghasilkan
perubahan struktur silika yang berpengaruh pada dua hal yaitu tingkat aktivitas
pozolan dan kehalusan butiran abu.
Secara umum faktor suhu, waktu dan lingkungan pembakaran harus
dipertimbangkan dalam proses pembakaran sekam padi untuk menghasilkan abu
yang mempunyai tingkat reaktivitas maksimal. Secara tipikal komposisi kimia
abu sekam padi meliputi SiO2, K2O, Fe2O3, CaO, MgO, Cl, P2O5, Na2O3, SO3 dan
sedikit unsur lainnya.Komposisi kimia dari abu sekam padi dapat dilihat pada
Tabel 2.7 Komposisi Kimiawi Abu Sekam Padi (Houston, 1972)
2.3 Stabilisasi Tanah
Stabilisasi tanah adalah usaha untuk memperbaiki daya dukung (mutu)
tanah yang tidak baik dan meningkatkan daya dukung (mutu) tanah yang sudah
tergolong baik. Tujuan dari stabilisasi tanah adalah untuk meningkatkan
kemampuan daya dukung tanah dalam menahan beban serta untuk meningkatkan
kestabilan tanah.
Usaha stabilisasi tanah dapat dilakukan dengan pemadatan, mencampur
dengan tanah lain, serta menambahkan bahan pencampur kimiawi. Stabilisator
yang sering digunakan yakni semen, kapur, abu sekam padi, abu cangkak sawit,
abu ampas tebu, fly ash, bitumen dan bahan-bahan lainnya.
Kelebihan stabilisasi dengan menggunakan bahan tambahan (admixtures)
adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan kekuatan tanah
b. Mengurangi deformasi
c. Menjaga stabilitas volume
d. Mengurangi permeabilitas
e. Meningkatkan durabilitas
Penelitian ini menggunakan bahan stabilisator berupa Semen Portland dan
abu sekam padi.
2.3.1 Stabilisasi Tanah dengan Semen
Stabilisasi tanah dengan semen diartikan sebagai pencampuran antara
tanah yang telah dihancurkan, semen dan air, yang kemudian dipadatkan sehingga
menghasilkan suatu material baru disebut Tanah – Semen dimana kekuatan,
diharapkan dapat sesuai dengan keb utuhan, baik untuk perkerasan jalan, pondasi
bangunan dan jalan, aliran sungai dan lain-lain
Semen banyak digunakan untuk stabilisasi tanah di berbagai Negara.
Adanya air, kalsium silikat, aluminat pada semen akan membentuk senyawa
hidrat yang akan menghasilkan susunan/ ikatan yang kuat dan keras yang
menyelimuti dan mengikat material yang dicampur.
Alasan lain pemakaian semen adalah semen merupakan bahan yang
terbilang relatif murah dan mudah didapatkan. Berbagai penelitian dan pekerjaan
distabilisasi dengan semen , kecuali pada tanah dengan kadar organik tinggi dan
berplastisitas sangat tinggi.
Penggunaan kadar semen 2% dari berat kering tanah sudah dapat
menghasilkan perubahan sifat tanahnya, sedangkan penggunaan semen lebih dari
2 % dapat menghasilkan perubahan sifat tanah yang sangat signifikan. Disisi lain
semen juga mempunyai kekurangan seperti rentan terhadap keretakan pada suhu
yang tinggi, getas dan korosif. Selain itu, produksi semen menghasilkan emisi
karbon yang sangat tinggi sehingga produksi semen tidak ramah
lingkungan.Untuk mengatasi kelemahan dan memanfaatkan kelebihan semen,
diperlukan bahan campuran alternatif sebagai pengganti semen.
2.3.2 Proses Kimia pada Stabilisasi Tanah dengan Semen
Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan semen adalah
sebagai berikut:
Absorbsi air dan reaksi pertukaran ion;
Partikel semen yang kering tersusun secara heterogen dan berisi
kristal-kristal 3CaO.SiO2, 4CaO.SiO4, 3CaO.Al2O3 dan bahan-bahan yang
pada berupa 4CaO.Al2O3Fe2O3. Bila semen ditambahkan pada tanah, ion
kalsium Ca+++ dilepaskan melalui hidrolisa dan pertukaran ion berlanjut pada
permukaan partikel-partikel lempung. Dengan reaksi ini partikel-partikel
lempung menggumpal sehingga mengakibatkan konsistensinya tanah menjadi
lebih baik.
Reaksi pembentukan kalsium silikat
yang berkaitan dengan kekuatan adalah hidrasi dari A-lite (3CaO.SiO2) dan
B-lite (2CaO.SiO2) terdiri dari kalsium silikat dan melalui hidrasi tadi hidrat-hidrat
seperti kalsium silikat dan aluminat terbentuk. Senyawa-senyawa ini berperan
dalam pembentukan atau pengerasan.
Reaksi pozzolan
Kalsium hidroksida yang dihasilkan pada waktu hidrasi akan membentuk
reaksi dengan tanah (reaksi pozzolan) yang bersifat memperkuat ikatan antara
partikel, karena ia berfungsi sebagai binder (pengikat).
2.4 Stabilisasi dengan Semen dan Abu Sekam Padi
Semen banyak digunakan untuk stabilisasi tanah di berbagai Negara.
Adanya air, kalsium silikat, aluminat pada semen akan membentuk senyawa
hidrat yang akan menghasilkan susunan/ ikatan yang kuat dan keras yang
menyelimuti dan mengikat material yang dicampur.
Alasan lain pemakaian semen adalah semen merupakan bahan yang
terbilang relatif murah dan mudah didapatkan. Berbagai penelitian dan pekerjaan
di lapangan menunjukkan bahwa hampir terhadap semua jenis tanah dapat
distabilisasi dengan semen , kecuali pada tanah dengan kadar organik tinggi dan
berplastisitas sangat tinggi.
Penggunaan kadar semen 2% dari berat kering tanah sudah dapat
menghasilkan perubahan sifat tanahnya, sedangkan penggunaan semen lebih dari
2 % dapat menghasilkan perubahan sifat tanah yang sangat signifikan.Selain itu,
stabilisasi tanah dengan menggunakan semen sudah sangat biasa dipakai dalam
Abu sekam padi merupakan bahan hasil sampingan produk pertanian,
sekam yang dibakar mempunyai sifat pozzolan yang mengandung unsur silikat
yang tinggi. Secara visual abu sekam padi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah berwarna abu-abu (grey colour-ash).
Abu sekam padi merupakan bahan hasil sampingan produk pertanian yang
cukup melimpah keberadaannya dan kurang termanfaatkan dengan baikAbu
sekam padi mempunyai sifat pozzolan yang mengandung unsur silikat yang tinggi
dan sangat reaktif. Dengan sendirinya abu sekam padi akan bereaksi secara kimia
dengan tanah yang lembab membentuk tanah yang tersementasi dan akan
meningkatkan daya dukung tanah. . Sehingga abu sekam padi dapat dimanfaatkan
sebagai bahan alternatif pengganti semen.
Penggunaan abu sekam padi sebagai bahan stabilisasi pada tanah lempung
dimungkinkan karena material ini banyak mengandung unsur silikat (SiO2) dan
aluminat (Al2O3), sehingga dikategorikan sebagai pozzolan.
2.5 Penelitian yang pernah dilakukan
Penggunaan abu sekam padi sebagai stabilisator dalam upaya peningkatan
daya dukung tanah merupakan bidang penelitian yang aktif . Banyak faktor yang
mempengaruhi proses stabilisasi semen dengan abu sekam padi yaitu kadar
semen, kadar air tanah, kadar abu sekam padi, sifat kimiawi tanah dan kandungan
kimiawi abu sekam padi serta masa peramnya.
Untuk kadar semen yang dipakai dalam peneltian ini adalah sebesar 2 %,
didasarkan dari penggunaan kadar semen 2% dari berat kering tanah sudah dapat