TUGAS AKHIR
PENGUJIAN KUAT TEKAN BEBAS (UNCONFINED COMPRESSION TEST) PADA STABILITAS TANAH LEMPUNG DENGAN CAMPURAN
SEMEN DAN ABU CANGKANG SAWIT
Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat
untuk menjadi Sarjana
Disusun Oleh :
09 0404 040
HASOLOAN H P SINAGA
BIDANG STUDI GEOTEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
i ABSTRAK
Stabilisasi merupakan salah satu cara upaya yang dilakukan untuk perbaikan tanah (soil reinforcement). Berbagai bahan pencampur untuk stabilisasi telah banyak dilakukan, diantaranya dengan menggunakan bahan pencampur seperti semen, fly ash, bitumen, kapur, bahkan geogrid. Penggunaan bahan stabilisasi tanah ini diharapkan mampu menambah kekuatan / daya dukung tanah tersebut sehingga beban konstruksi yang berada diatasnya dapat dipikulnya.
Pada penelitian ini, dilakukan pengujian untuk mengetahui sifat-sifat fisik (index properties) dari tanah yang berasal dari Jalan Raya Medan Tenggara dan mengetahui perbandingan kuat daya dukung tanah yang dicampur dengan semen dan abu cangkang sawit. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengambilan sampel sebanyak 18 sampel tanah dan melakukan uji laboratorium untuk mengetahui nilai index properties dan engineering properties menggunakan uji UCT (Unconfined Compression Test).
Dari penelitian ini, diperoleh hasil uji Proctor Standart pada tanah asli memiliki kadar air 19,90%, berat jenis 2,65, berat isi 1,24 gr/cm³, batas cair 44,23 dan indeks plastisitas 29,85. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis CL (Clay – Low Plasticity) sedangkan berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis A-7-6.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kuat tekan bebas (qu) pada
tanah asli sebesar 2,88 kg/cm2. Pada variasi campuran 2% PC + 3% ACS, diperoleh nilai kuat tekan tanah (qu) maksimum sebesar 4,94 kg/cm2. Nilai kuat
tekan bebas tanah (qu) menurun hingga variasi campuran 2% PC + 5% ACS
sebesar 28,07%. Kemudian naik 53.08% pada variasi campuran 2% PC + 9% ACS, tetapi nilai kuat tekan bebasnya masih dibawah nilai kuat tekan bebas pada tanah asli dan kemudian menurun terus hingga variasi campuran 2% PC + 18% ACS sebesar 77,65% dengan nilai kuat tekan bebas tanah (qu) sebesar 0,58
kg/cm2.
ii KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
atas berkat dan karunia – Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir ini dengan baik.
Penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk melengkapi persyaratan dalam
menempuh ujian Sarjana Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Departemen Teknik
Sipil Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, Penulis menghadapi berbagai kendala,
tetapi karena bantuan dari berbagai pihak, penulisan Tugas Akhir ini dapat
terselesaikan. Pada kesempatan ini pula, Penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE., sebagai Dosen Pembimbing yang
telah sabar memberi bimbingan, arahan, saran, serta motivasi kepada
Penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT., dan Bapak Ir. Syahrizal, MT., sebagai
Dosen Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Ing-.Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Syahrizal, MT., sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil
iii
5. Ibu Ika Puji Hastuti, ST, MT., sebagai Kepala Laboratorium Mekanika
Tanah Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera
Utara.
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan
memberikan pengajaran kepada Penulis selama menempuh masa studi di
Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
8. Kedua orang tua saya, Bapak K. Sinaga dan Ibu S.M. Siboro yang
dengan penuh, kesabaran, dan ketabahan dalam merawat, mendidik,
mendoakan serta berjuang dengan keras untuk selalu memenuhi
kebutuhan hidupku hingga berhasil mendapatkan kesempatan untuk
menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Semoga Tuhan Yang Maha
Kuasa selalu melimpahkan berkat bagi beliau.
9. Kepada kakak dan adik-adikku, yang selalu mendukung dan memberi
semangat serta doa demi kelancaran kuliahku, Cinta Sinaga, S.Pd, Franky
Sinaga dan Devi Sinaga.
10. Seluruh rekan-rekan seperjuangan stambuk 2009: Sahala, Wahyu,
Frengky, Jostar, Agrifa, Tero, Suparta, Udak, Suparta, ucup, rido, Edwin,
Bram, Ance, dll yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya yang
telah memberi waktu dan tenaga dalam membantu pengambilan sampel
iv
11. Kepada Atina dan Nita rekan seperjuangan yang telah bersama-sama
melaksanakan praktikum untuk Tugas akhir bersama.
12. Teman – teman geoteknik 2009, Hasoloan P. Sinaga, Erin A. Sebayang,
Manna G. Sihotang, Elisa D.J. Purba, Agrifa Sianipar, terima kasih atas
segala bantuannya selama ini.
13. Asisten Lab. Mekanika Tanah USU yang turut membantu dan
memberikan izin, M. Rizki Ridho, Iqbal dan Adik-adik 2011 asisten
Lab. Mekanika Tanah USU, serta Adik-adik angkatan 2012 yang
membantu eksperimen Wahyu, Muis dan Embas terimakasih atas
kerjasamanya.
14. Asisten Lab. Beton USU yang telah memberikan bantuan dan izin
peminjaman tempat sementara kepada penulis, M. Reza sehingga
penulis dapat menyelesaikan pengujian Tugas Akhir penulis. Terima
kasih atas kerjasamanya.
15. Adik-adik stambuk 2012, yang namanya tidak dapat disebutkan satu
persatu yang telah membantu dalam pengerjaan Tugas Akhir ini.
16. Kepada teman sepelayanan di Pemuda/I dan Remaja GKPI Immanuel
yang turut memberikan dukungan doa dan semangat dalam pengerjaan
Tugas Akhir ini.
17. Dan segenap pihak yang belum penulis sebut disini atas jasa-jasanya
dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga
v
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
Bapak dan Ibu Staf Pengajar serta rekan – rekan mahasiswa demi penyempurnaan
Tugas Akhir ini.
Akhir kata, Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat
yang sebesar–besarnya bagi kita semua. Amin.
Medan, Januari 2014
09 0404 040
vi DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR... ii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Umum ………... 1
1.2 Latar Belakang ………... 2
1.3 Tujuan ... 4
1.4 Batasan Masalah... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Tinjauan Umum………... 6
2.1.1 Tanah ………... 6
2.1.2Sifat-sifat Fisik Tanah………... 7
2.1.2.1 Kadar air …………... 7
2.1.2.2 Porositas …………... 8
2.1.2.3 Angka Pori………... 8
2.1.2.4 Berat Volume Basah... 8
2.1.2.5 Berat Volume Kering... 8
vii
2.1.2.7 Berat Jenis…..……... 9
2.1.2.8 Derajat Kejenuhan... 10
2.1.2.9 Batas-batas Atterberg ... 10
2.1.2.10 Klasifikasi Tanah…... 14
2.1.3 Sifat-sifat Mekanis Tanah………..………... 17
2.1.3.1 Pemadatan Tanah ……... 17
2.1.3.2 Pengujian Kuat Tekan bebas ... 19
2.1.3.3 Sensitifitas Tanah Lempung……….. 21
2.2 Bahan-bahan Penelitian... 25
2.2.1 Tanah Lempung………... 25
2.2.2 Struktur Mineral Penyusun Lempung ……… 27
2.2.3 Interaksi Air dan Mineral dalam Fenomena Tanah Lempung ……… 33
2.2.4 Semen………... 34
2.2.4.1 Bahan-bahan Pembuatan Semen... 35
2.2.4.2 Jenis-jenis Semen ... 36
2.2.5 Abu Cangkang sawit ……….. 40
2.2.5.1 Limbah Pengolahan Kelapa Sawit ……… 40
2.2.5.2 Pemanfaatan Abu Cangkang Sawit…………..………. 43
2.3 Stabilisasi Tanah... 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 45
3.1 Program Penelitian... 45
viii
3.3 Proses Sampling ……..…... 47
3.4 Pekerjaan Laboratorium... 48
3.4.1. Uji Sifat Fisik Tanah………... 48
3.4.2. Uji Sifat Mekanis Tanah ………... 48
3.4.2.1. Uji Proctor Standar..…………..…..……... 48
3.4.2.2. Uji Kuat Tekan Bebas ... 49
3.5 Analisis Data Laboratorium... 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 51
4.1 Pendahuluan ... 51
4.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah………... 51
4.2.1. Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli………... 51
4.2.2. Pengujian Sifat Fisik Tanah dengan Bahan Stablilisator…….. 54
4.3 Pengujian Sifat Mekanis Tanah………... 58
4.3.1. Pengujian Pemadatan Tanah….……... 58
4.3.2. Pengujian Pemadatan Tanah dengan Bahan Stabilisator... 59
4.3.3. Pengujian Kuat Tekan Bebas……..………. 61
Bab V KESIMPULAN DAN SARAN ... 65
5.1 Kesimpulan ... 65
5.2 Saran ... 66
ix DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hal
2.1 Diagram Fase Tanah 6
2.2 Batas-Batas Atterberg 11
2.3 Alat Uji Batas Cair 12
2.4 Hubungan antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah 19
2.5 Skema Uji Tekan Bebas 20
2.6 Kuat Tekan Bebas Tanah Asli dan Remoulded 22
2.7 Struktur Atom Mineral Lempung 29
2.8 Struktur Kaolinite 30
2.9 Struktur Montmorillonite 31
2.10 Struktur Illite 32
2.11 Pengolahan Kelapa Sawit 42
3.1 Diagram Alir Penelitian 46
4.1 Plot grafik klasifikasi USCS 53
4.2 Grafik analisa saringan 53
4.3 Grafik Batas Cair ( Liquid Limit) , Atterberg Limit 54
4.4 Grafik hubungan antara nilai batas cair (LL) dengan variasi
campuran PC dan AAT dengan waktu pemeraman selama 7 hari. 55
4.5 Grafik hubungan antara nilai batas plastis (PL) dengan variasi
campuran PC dan AAT dengan waktu pemeraman selama 7 hari 56
x
campuran PC dan AAT dengan waktu pemeraman selama 7 hari. 57
4.7 Kurva kepadatan tanah 58
4.8 Grafik hubungan antara berat isi kering maksimum ( γd maks
tanah dan variasi campuran dengan waktu pemeraman selama )
7 hari. 60
4.9 Grafik hubungan antara kadar air optimum tanah ( wopt
dan variasi campuran dengan waktu pemeraman selama 7 hari. 60
)
4.10 Grafik hubungan antara nilai kuat tekan tanah (qu
regangan (strain) yang diberikan pada sampel tanah asli ) dengan
dan tanah remoulded. 61
4.11 Grafik hubungan antara nilai kuat tekan tanah (qu
xi DAFTAR TABEL
No. Judul Hal
2.1 Berat Jenis Tanah 9
2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah 10
2.3 Indeks Plastisitas Tanah 14
2.4 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO 15
2.5 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem UNIFIED 16
2.6 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Nilai Kuat Tekan Bebas 20
2.7 Klasifikasi Tanah berdasarkan Sensitivity 23
2.8 Kisaran Kapasitas Tukar Kation 33
2.9 Komposisi Kimia Abu Cangkang Sawit 40
2.10 Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia
Tahun 2001-2010 dari Direktorat Jendral Perkebunan 41
4.1 Data Uji Sifat Fisik Tanah 52
4.2 Data Hasil Uji Atterberg Limit 54
4.3 Data Uji Pemadatan Tanah 58
4.4 Data Hasil Uji Compaction 59
i ABSTRAK
Stabilisasi merupakan salah satu cara upaya yang dilakukan untuk perbaikan tanah (soil reinforcement). Berbagai bahan pencampur untuk stabilisasi telah banyak dilakukan, diantaranya dengan menggunakan bahan pencampur seperti semen, fly ash, bitumen, kapur, bahkan geogrid. Penggunaan bahan stabilisasi tanah ini diharapkan mampu menambah kekuatan / daya dukung tanah tersebut sehingga beban konstruksi yang berada diatasnya dapat dipikulnya.
Pada penelitian ini, dilakukan pengujian untuk mengetahui sifat-sifat fisik (index properties) dari tanah yang berasal dari Jalan Raya Medan Tenggara dan mengetahui perbandingan kuat daya dukung tanah yang dicampur dengan semen dan abu cangkang sawit. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengambilan sampel sebanyak 18 sampel tanah dan melakukan uji laboratorium untuk mengetahui nilai index properties dan engineering properties menggunakan uji UCT (Unconfined Compression Test).
Dari penelitian ini, diperoleh hasil uji Proctor Standart pada tanah asli memiliki kadar air 19,90%, berat jenis 2,65, berat isi 1,24 gr/cm³, batas cair 44,23 dan indeks plastisitas 29,85. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis CL (Clay – Low Plasticity) sedangkan berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis A-7-6.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kuat tekan bebas (qu) pada
tanah asli sebesar 2,88 kg/cm2. Pada variasi campuran 2% PC + 3% ACS, diperoleh nilai kuat tekan tanah (qu) maksimum sebesar 4,94 kg/cm2. Nilai kuat
tekan bebas tanah (qu) menurun hingga variasi campuran 2% PC + 5% ACS
sebesar 28,07%. Kemudian naik 53.08% pada variasi campuran 2% PC + 9% ACS, tetapi nilai kuat tekan bebasnya masih dibawah nilai kuat tekan bebas pada tanah asli dan kemudian menurun terus hingga variasi campuran 2% PC + 18% ACS sebesar 77,65% dengan nilai kuat tekan bebas tanah (qu) sebesar 0,58
kg/cm2.
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Umum
Dalam pengertian teknik secara umum, Tanah merupakan material yang
terdiri dari agregat (butiran) mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara
kimia) satu sama lain dan terdiri dari bahan-bahan organik yang telah melapuk
(yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi
ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut. Tanah terdiri dari
butiran-butiran tanah itu sendiri serta ruang pori yang berisi air dan udara.
Berdasarkan ukuran butiran, tanah diklasifikasikan menjadi empat kelas
yaitu kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt), dan lempung (clay). Pada
penelitian tugas akhir ini digunakan tanah dari kelas tanah lempung (clay).
Lempung merupakan partikel yang berukuran kurang dari 0,002 mm. Jika
ditinjau dari segi mineral (bukan ukurannya), yang disebut dengan tanah lempung
atau mineral lempung adalah tanah yang tersusun dari partikel-partikel mineral
tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis (Das, 1998).
Stabilisasi tanah dapat terdiri dari salah satu kegiatan berikut :
1. Mekanik
Stabilisasi mekanik dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis
peralatan mekanis seperti : mesin gilas (roller), benda berat yang dijatuhkan,
2
2. Fisis
Stabilisasi dengan fisis antara lain dengan perbaikan gradasi tanah dengan
menambahkan butiran tanah yang dibutuhkan untuk mencapai gradasi yang baik
(weel graded) dari keadaan sebelumnya (poor graded).
3. Kimiawi
Stabilisasi kimiawi ini dilakukan dengan cara menambahkan
stabilizing agents pada tanah dasar yang akan ditingkatkan mutunya. Stabilizing
agents ini antara lain adalah semen, kapur, fly ash dan lain-lain.
Pada kesempatan ini, penulis akan melakukan penelitian dengan
melakukan stabilisasi tanah lempung dengan menggunakan campuran semen dan
abu cangkang sawit dengan tujuan peningkatan daya dukung tanah lempung
dengan cara memperbaiki sifat-sifat fisik maupun mekanis dari contoh tanah yang
kurang baik sehingga memenuhi persyaratan teknis.
Pada penelitian ini, sampel yang digunakan adalah sampel tanah dari Jalan
Raya Medan Tenggara, Sumatera Utara dengan bahan stabilisasi menggunakan
semen dan abu cangkang sawit yang diambil dari Pabrik Gula Sei Semayang, Jl.
Medan-Binjai Km.12,5, Sumatera Utara.
1.2 Latar Belakang
Tanah selalu memiliki peranan yang penting disetiap lokasi pekerjaan
konstruksi. Hal ini dikarenakan tanah adalah struktur bawah (pondasi) yang
mendukung semua beban bangunan yang akan didirikan di atasnya. Akan tetapi,
sering dijumpai beberapa kasus dimana lokasi memiliki daya dukung tanah yang
3
tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki sifat-sifat
fisik maupun sifat-sifat mekanis dari contoh tanah yang kurang baik tersebut
sehingga kekuatan dan daya dukung tanah tersebut menjadi lebih baik dan
memenuhi persyaratan teknis untuk dapat membangun sebuah konstruksi diatas
tanah tersebut. Dalam hal ini, dilakukan upaya perbaikan tanah dengan cara
distabilisasi.
Bahan pencampur kimiawi yang sangat sering digunakan dalam penelitian
adalah semen. Semen banyak digunakan karena semen merupakan material yang
relatif terjangkau dan sangat mudah untuk diperoleh. Disamping itu, stabilisasi
tanah dengan menggunakan bahan pencampur material semen sudah sangat sering
digunakan dalam proses stabilisasi (Bowles, 1993). Akan tetapi, semen juga
memiliki kekurangan, yaitu rentan terhadap keretakan pada suhu yang tinggi,
getas dan korosif. Selain itu, proses produksi semen juga menghasilkan limbah
emisi karbon yang sangat tinggi sehingga tidak ramah terhadap lingkungan.
Untuk mengatasi kekurangan dan memanfaatkan kelebihan semen,
diperlukan penambahan bahan pencampur alternatif. Salah satunya adalah dengan
campuran abu cangkang sawit dan semen.
Abu cangkang sawit merupakan hasil limbah padat pabrik pengolahan
kelapa sawit yang kurang termanfaatkan hingga saat ini. Seiring dengan
perkembangan industri sawit yang terus meningkat, berdampak pada limbah
padat yang dihasilkan. Limbah ini adalah sisa produksi sawit kasar tandan kosong,
sabut dan cangkang (batok) sawit. Limbah padat berupa cangkang digunakan
sebagai bahan bakar ketel (boiler) untuk menghasilkan energi mekanik dan panas.
4
berupa abu cangkang dengan jumlah yang terus meningkat sepanjang tahun yang
sampai sekarang masih kurang termanfaatkan (Endriani, 2012).
Perlu adanya upaya dalam memanfaatkan limbah tersebut dengan
cara melakukan penelitian di laboratorium. Penelitian yang dilakukan adalah
metode stabilisasi. Dalam pengujian laboratorium, dilakukan beberapa cara dalam
menentukan besar kekuatan geser tanah akibat dilakukannya proses stabilisasi
diantaranya uji kuat tekan tanah (UCT), uji CBR atau dapat menggunakan uji
Triaxial. Dalam penelitian ini penulis menggunakan uji kuat tekan tanah (UCT)
sebagai pengujian untuk menentukan besar kekuatan geser tanah.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah:
1. Mengetahui sifat fisik (index properties) dari tanah asli.
2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan campuran semen dan abu
cangkang sawit pada tanah lempung (clay) terhadap nilai kuat tekan tanah
dengan lamanya waktu pemeraman, yaitu pada umur 7 hari.
1.4 Batasan Masalah
Batasan-batasan masalah pada Tugas Akhir ini adalah:
1. Tanah yang dipakai dalam pengujian adalah tanah lempung yang berasal
dari Jl. Raya Medan Tenggara, Medan, Sumatera Utara.
2. Diambil sebanyak 18 (empat belas) sampel tanah, dimana 1 (satu) dipakai
5
sampel remoulded (buatan), 16 (enam belas) digunakan untuk sampel
dengan campuran semen–abu cangkang sawit.
3. Pengujian sifat fisik terhadap sampel tanah dilakukan di laboratorium
meliputi pemeriksaan kadar air, berat isi tanah, berat jenis tanah, analisa
saringan serta pengujian Atterberg mencakup pemeriksaan batas cair dan
batas plastis.
4. Bahan pencampur yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan
kimiawi yaitu semen portland, tanah lempung (clay), dan abu cangkang
sawit dengan 16 (delapan) variasi kadar yang berbeda, yaitu
2%(PC)+3%(ACS), 2%(PC)+4%(ACS), 2%(PC)+5%(ACS),
2%(PC)+6%(ACS), 2%(PC)+7%(ACS), 2%(PC)+8%(ACS),
2%(PC)+9%(ACS), 2%(PC)+10%(ACS), 2%(PC)+11%(ACS),
2%(PC)+12%(ACS), 2%(PC)+13%(ACS), 2%(PC)+14%(ACS),
2%(PC)+15%(ACS), 2%(PC)+16%(ACS), 2%(PC)+17%(ACS),
2%(PC)+18%(ACS).
5. Pengujian untuk Engineering properties dilakukan dengan uji kuat tekan
bebas (Unconfined Compression Test) dan uji Proctor Standard.
6. Waktu pemeraman (Curing time) yang diperlukan agar campuran merata
dilakukan selama 7 hari (Ariyani dan Wahyuni. 2007).
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Tanah
Tanah adalah material yang selalu berkaitan dengan konstruksi. Oleh
karena itu, tanah sangat besar pengaruhnya terhadap perencanaan seluruh
konstruksi dan sangat perlu diperhatikan dalam perencanaan konstruksi. Karena
itu, dalam perencanaan suatu konstruksi harus dilakukan penyelidikan terhadap
karakteristik dan kekuatan tanah terutama sifat-sifat tanah yang mempengaruhi
kekuatan dukungan tanah dalam menahan beban konstruksi yang ada di atasnya
atau disebut juga dengan daya dukung.
Menurut Terzaghi, “tanah terdiri dari butiran-butiran hasil pelapukan
massa batuan massive, dimana ukuran tiap butirnya dapat sebesar kerikil, pasir,
lanau, lempung dan kontak antar butir tidak tersementasi termasuk bahan
organik”. Tanah terdiri dari tiga fase elemen, yaitu butiran padat (solid), air dan
udara, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.1.
7
Gambar 2.1 memperlihatkan elemen tanah yang mempunyai volume V dan
berat total W. Berikut hubungan volume-berat:
�= ��+�� =�� +�� +�� (2.1)
�� = ��+�� (2.2)
Dengan:
�� = volume butiran padat
�� = volume air
Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari contoh tanah dapat dinyatakan dengan:
� =�� +�� (2.3)
Dengan:
�� = berat butiran padat
�� = berat air
2.1.2 Sifat-sifat Fisik Tanah 2.1.2.1 Kadar Air (Water Content)
Kadar air tanah dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air
(��) dengan berat butiran (��) dalam tanah. Kadar air tanah dapat dinyatakan
dalam persamaan :
� (%) = ���
� � 100 (2.4)
�� = volume udara
8 2.1.2.2 Porositas (Porocity)
Porositas (�) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume rongga
(��) dengan volume total (�) dalam tanah. Porositas tanah (�) dapat dinyatakan
dalam persamaan :
� = ��
� � 100 (2.5)
2.1.2.3 Angka Pori (Void Ratio)
Angka Pori (�) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume rongga
(��) dengan volume butiran (��) dalam tanah. Angka pori (�) dapat dinyatakan
dalam persamaan:
� = ���
� (2.6)
2.1.2.4 Berat Volume Basah (Wet Volume Weight)
Berat Volume Basah (��) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat
butiran tanah termasuk air dan udara (�) dengan volume total tanah (�). Berat
Volume Tanah (��) dapat dinyatakan dalam persamaan :
��= �� (2.7)
2.1.2.5 Berat Volume Kering (Dry Volume Weight)
Berat Volume Kering (��) didefinisikan sebagai perbandingan antara
berat butiran tanah (��) dengan volume total tanah (�). Berat Volume Tanah (��)
dapat dinyatakan dalam persamaan :
�� = ��
9 2.1.2.6 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)
Volume Butiran Padat (��) didefinisikan sebagai perbandingan antara
berat butiran tanah (��) dengan volume butiran tanah padat (��). Berat Volume
Butiran Padat (��) dapat dinyatakan dalam persamaan :
�� = ���
� (2.9)
2.1.2.7 Berat Jenis (Specific Gravity)
Berat Jenis Tanah (��) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat
volume butiran tanah (��) dengan berat volume air (��) dengan isi yang sama
pada temperatur tertentu. Berat jenis tanah (��) dapat dinyatakan dalam
persamaan :
�� = ��
�� (2.10)
Berikut adalah penilaian serta batas-batas besaran Berat Jenis Tanah dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah (Hardiyatmo, 2002)
Macam Tanah Berat Jenis
Kerikil 2,65 - 2,68
Pasir 2,65 - 2,68
Lanau tak organik 2,62 - 2,68
Lempung organik 2,58 - 2,65
Lempung tak organik 2,68 - 2,75
Humus 1,37
10 2.1.2.8 Derajat Kejenuhan (S)
Derajat Kejenuhan (�) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume
air (��) dengan volume total rongga pori tanah (��). Bila tanah dalam keadaan
jenuh, maka � = 1. Derajat kejenuhan suatu tanah (�) dapat dinyatakan dalam
persamaan :
� (%) = ��
�� � 100 (2.11)
Batas-batas nilai dari Derajat Kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah
Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan
Tanah kering 0
Tanah agak lembab > 0 - 0,25
Tanah lembab 0,26 - 0,50
Tanah sangat lembab 0,51 - 0,75
Tanah basah 0,76 - 0,99
Tanah jenuh 1
2.1.2.9 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)
Suatu hal yang penting pada tanah berbutir halus adalah sifat
plastisitasnya. Plastisitas disebabkan oleh adanya partikel mineral lempung dalam
tanah yang dapat digambarkan sebagai kemampuan tanah dalam menyesuaikan
perubahan bentuk pada volume yang konstan tanpa adanya retak ataupun remuk.
11
memungkinkan menjadi berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat. Konsistensi
suatu tanah bergantung pada gaya tarik antara partikel mineral lempungnya.
Atterberg (1911) memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir haslu dengan mempertimbangkan kandungan kadar
airnya. Batas-batas tersebut adalah batas cair, batas plastis dan batas susut. Hal ini
dapat dilihat dalam Gambar 2.2 .
Gambar 2.2. Batas-batas Atterberg
a. Batas Cair (Liquid Limit)
Batas cair (Liquid Limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air tanah pada
batas antara keadaan cair dan keadaan plastis yakni batas atas dari daerah plastis.
Batas cair ditentukan dari pengujian Casagrande (1948), yakni dengan
menggunakan cawan yang telah dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi
sampel tanah yang telah dibelah oleh grooving tool dan dilakukan dengan
pemukulan sampel dengan jumlah dua sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan
dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah
12
sehingga didapatkan nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Alat uji batas cair dapat
dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Alat Uji Batas Cair
b. Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas plastis (Plastic Limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air tanah
pada kedudukan antara daerah plastis dan semi padat, yaitu persentase kadar air di
mana tanah dengan diameter silinder 3,2 mm mulai mengalami retak-retak ketika
digulung.
c. Batas Susut (Shrinkage Limit)
Batas susut (Shrinkage Limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air tanah
pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di
13
tanahnya. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas
susut dapat dinyatakan dalam persamaan:
��= �(�1−�2)
�2 −
(�1−�2)��
�2 � � 100 % (2.12)
Dengan:
�1 = berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)
�2 = berat tanah kering oven (gr)
�1 = volume tanah basah dalam cawan (��3)
�2 = volume tanah kering oven (��3)
�� = berat jenis air
d. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks Plastisitas (Plasticity Index) adalah selisih batas cair dan batas
plastis. Adapun rumusan dalam menghitung besaran nilai indeks plastisitas adalah
sesuai dengan persamaan 2.13 , seperti yang ditunjukkan pada rumusan dibawah.
PI = LL - PL (2.13)
Indeks plastisitas akan merupakan interval kadar air di mana tanah masih
bersifat plastis. Karena itu, indeks plastisitas menunjukkan sifat keplastisitasan
tanah tersebut. Jika tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis yang kecil,
maka keadaan ini disebut dengan tanah kurus, kebalikannya jika tanah
14
Tabulasi klasifikasi jenis tanah jika dilakukan peninjauan dari besaran
Indeks Plastisitasnya dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah
PI Tingkat Plastisitas Jenis tanah Kohesi
0 Non - Plastis Pasir Non - Kohesif
< 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian
7 - 17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif
> 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif
2.1.2.10 Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah yang ada mempunyai beberapa versi, hal ini
disebabkan karena tanah memiliki sifat-sifat yang bervariasi. Adapun
beberapa metode klasifikasi tanah yang ada antara lain:
A. Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO
Sistem klasifikasi tanah sistem AASHTO pada mulanya
dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public Road Administration
Classification System. Sistem ini mengklasifikasikan tanah kedalam delapan kelompok, A-1 sampai A-7. Setelah diadakan beberapa kali perbaikan,
sistem ini dipakai oleh The American Association of State Highway Officials
(AASHTO) dalam tahun 1945. Bagan pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat
15
Tabel 2.4 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO
B. Klasifikasi Tanah Sistem UNIFIED
Pada sistem Unified, suatu tanah diklasifikasikan ke dalam tanah berbutir
kasar (kerikil dan pasir) jika lebih dari 50 % tinggal dalam saringan nomor 200
dan sebagai tanah berbutir halus (lanau dan lempung) jika lebih dari 50 % lewat
saringan nomor 200. Simbol-simbol yang digunakan dalam sistem klasifikasi ini
diantaranya :
G = kerikil (gravel)
S = pasir (sand)
16
M = lanau (silt)
O = lanau atau lempung organic (organic silt or clay)
Pt = gambut (peat)
W = bergradasi baik (well-graded)
P = bergradasi buruk (poor-graded)
H = plastisitas tinggi (high-plasticity)
L = plastisitas rendah (low-plasticity)
17 2.1.3 Sifat-sifat Mekanis Tanah
2.1.3.1 Pemadatan Tanah (Compaction)
Pemadatan tanah berfungsi untuk meningkatkan kekuatan geser tanah,
mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas), mengurangi permeabilitas
serta dapat mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan
lainnya.
Pada tanah granuler dipandang paling mudah penanganannya untuk
pekerjaan di lapangan. Material ini mampu memberikan kuat geser yang tinggi
18
Pada tanah lanau yang dipadatkan umumnya akan stabil dan mampu
memberikan kuat geser yang cukup dan sedikit kecenderungan mengalami
perubahan volume. Namun tanah lanau sangat sulit dipadatkan bila dalam keadaan
basah karena permeabilitasnya rendah.
Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan
memberikan kuat geser yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut
tergantung dari jenis kandungan mineralnya. Lempung padat mempunyai
permeabilitas yang rendah dan tanah ini tidak dapat dipadatkan dengan baik dalam
kondisi basah.
Proctor (1933) mengamati bahwa ada hubungan yang pasti antara kadar air dan berat volume kering supaya tanah padat. Selanjutnya terdapat satu nilai
kadar air optimum tertentu untuk mencapai nilai berat volume kering
maksimumnya. Derajat kepadatan tanah diukur dari berat volume keringnya.
Hubungan berat volume kering (��) dengan berat volume basah (��) dan kadar air
(%) dinyatakan dalam persamaan :
�� = 1�+�� (2.14)
Dalam pengujian di laboratorium alat pemadatan berupa silinder mould
yang mempunyai volume 9,44 x 10−4 �3. Tanah dipadatkan di dalam mould
dengan menggunakan penumbuk dengan berat 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30,5 cm.
Tanah dipadatkan dalam 3 lapisan (standart proctor) dan 5 lapisan (modified
19
Dari pengujian di laboratorium akan didapat hasil berupa kurva yang
menunjukkan hubungan antara kadar air dan berat volume kering tanah yang
ditunjukkan oleh Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Hubungan antara kadar air dan berat isi kering tanah
2.1.3.2 Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)
Yang dimaksud dengan kekuatan tekan bebas adalah besarnya beban
aksial persatuan luas pada saat benda uji mengalami keruntuhan atau pada saat
renggangan aksial mencapai 20%. Percobaan ini dimaksudkan untuk
menentukan besarnya kekuatan tekan bebas contoh tanah dan batuan yang
bersifat kohesif dalam keadaan asli maupun buatan (remoulded).
Bila maksud pengujian adalah untuk menentukan parameter kuat geser
tanah, pengujian ini hanya cocok untuk jenis tanah lempung jenuh,
dimana pada pembebanan cepat, air tidak sempat mengalir ke luar dari benda uji.
Pada lempung jenuh, tekanan air pori dalam benda uji pada awal pengujian
negatif (tegangan kapiler).
Gambar skematik dari prinsip pembebanan dalam percobaan ini dapat
20
Gambar 2.5 Skema uji tekan bebas
Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur
ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Sedangkan untuk hubungan
konsistensi dengan kuat tekan bebas tanah lempung diperlihatkan dalam Tabel
2.6.
Tabel 2.6 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Nilai Kuat Tekan Bebas (Das, 1988)
Tekanan aksial yang bekerja pada tanah dapat dituliskan kedalam persamaan
berikut :
21
dengan :
P = gaya beban yang bekerja
A = Luas penampang tanah
Kuat geser tanah dari tekanan aksial yang ada dapat dituliskan ke dalam
persamaan berikut :
C = kekuatan geser undrained (undrained shear strength),
�3 = 0
qu = unconfined compressive strength.
2.1.3.3 Sensitifitas Tanah Lempung
Uji tekan bebas ini dilakukan pada sampel tanah asli (undisturbed) dan
sampel tanah tidak asli (remoulded) lalu diukur kemampuan masing-masing
sampel terhadap kuat tekan bebas. Dari nilai kuat tekan maksimum yang dapat
diterima pada masing-masing sampel dapat diperoleh nilai sensitifitas tanah. Nilai
sensitifitas berguna untuk mengukur bagaimana perilaku tanah jika mengalami
gangguan yang diberikan dari luar.
Pada tanah-tanah lempung yang terdeposisi (terendapkan) secara alamiah
dapat diamati bahwa kekuatan tekanan tak tersekap berkurang banyak, bila tanah
tersebut diujiulang lagi setelah tanah tersebut menderita kerusakan struktural
(remoulded) tanpa adanya perubahan dari kadar air, sebagaimana ditunjukkan
22
Gambar 2.6 Kuat tekan tanah asli dan tanah remoulded
Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural
tanah tersebut disebut kesensitifan (sensitivity). Tingkat kesensitifan dapat
ditentukan sebagai rasio (perbandingan) antara kekuatan tanah yang masih asli
dengan kekuatan tanah yang sama setelah terkena kerusakan (remoulded), bila
kekuatan tanah tersebut diuji dengan cara tekanan tak tersekap. Jadi, sensitifitas
diperoleh (acquired sensitivity) dinyatakan dalam persamaan:
�� = � ������
���������� (2.17)
dengan :
St = kesensitifan
Ada beberapa jenis tanah lempung tertentu yang akibat kerusakan tersebut
dapat tiba-tiba berubah menjadi cair. Tanah-tanah seperti itu sebagian besar
dijumpai di daerah Amerika Utara dan daerah semenanjung Skandinavia yang
dulunya tertutup es. Tanah-tanah lempung seperti ini biasa dinamai sebagai quick
clays.
Karena beberapa jenis lempung mempunyai sifat sensitif terhadap
23
berhubungan dengan sifat sensitifnya. Klasifikasi secara umum dapat dilihat pada
Tabel 2.5.
Tabel 2.7. Klasifikasi Tanah berdasarkan Sensitivity (Hardiyatmo, 2006)
Sifat Nilai Sensitivity
< 2 Insensitive
2 – 4 Moderately Sensitive
4 – 8 Sensitive
8 – 16 Very Sensitive
16 - 32 Slightly Quick
32– 64 Medium Quick
> 64 Quick
Dalam pengujian kuat tekan bebas ada beberapa syarat yang harus
diperhatikan:
1. Penekanan
Sr = Kecepatan regangan berkisar antara 0,5 –2 % permenit.
2. Kriteria keruntuhan suatu tanah :
a. Bacaan proving ring turun.
b. Bacaan proving ring tiga kali berturut-turut hasilnya sama.
c. Ambil pada ε= 15 % dari contoh tanah, Sr = 1 % permenit, berarti
waktu maksimum runtuh = 15 menit.
Kadar air dapat juga disebut water content didefinisikan sebagai
perbandingan antara berat air dan berat butiran padat dari volume tanah.
� = ��1−�2
24
Berat volume dapat dinyatakan dalam berat butiran padat, kadar air, dan
volume total.
� = �
� =
�1−�2
1�4��2� (2.19)
Untuk menghitung regangan axial dihitung dengan rumus :
� = ∆��
Besarnya luas penampang rata-rata pada setiap saat :
� = �0
1−� (2.21)
dengan :
A = Luas rata-rata pada setiap saat (cm²)
Ao = Luas mula-mula (cm²)
Besarnya tegangan normal :
25 2.2 Bahan-bahan Penelitian
2.2.1 Tanah Lempung
Dari segi mineral (bukan ukurannya), yang disebut tanah lempung (dan
mineral lempung) adalah tanah yang mempunyai partikel-partikel mineral
tertentu yang “menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur
dengan air” (Grim, 1953). Partikel-partikel tanah berukuran yang lebih kecil
dari 2 mikron (=2µ), atau <5 mikron menurut sistem klasifikasi yang lain,
disebut saja sebagai partikel berukuran lempung daripada disebut sebagai
lempung saja. Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran
koloid (<1µ) dan ukuran 2µ merupakan batas atas (paling besar) dari ukuran
partikel mineral lempung.
Untuk menentukan jenis lempung tidak cukup hanya dilihat dari ukuran
butirannya saja tetapi perlu diketahui mineral yang terkandung didalamnya.
ASTM D-653 memberikan batasan bahwa secara fisik ukuran lempung adalah
partikel yang berukuran antara 0,002 mm samapi 0,005 mm.
Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (Hardiyatmo, 1999) adalah
sebagai berikut:
1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm
2. Permeabilitas rendah
3. Kenaikan air kapiler tinggi
4. Bersifat sangat kohesif
5. Kadar kembang susut yang tinggi
26
Kebanyakan jenis tanah terdiri dari banyak campuran atau lebih dari
satu macam ukuran partikel. Tanah lempung belum tentu terdiri dari partikel
lempung saja, akan tetapi dapat bercampur butir-butiran ukuran lanau
maupun pasir dan mungkin juga terdapat campuran bahan organik.
Guna menunjang pengkajian dan ini, maka dibutuhkan pengetahuan serta
pemahaman yang baik tentang sifat-sifat tanah berdasarkan teori yang ada terdiri
dari sifat fisik (Index Properties) dan sifat keteknikan (Enginering
Properties). Pemahaman kedua sifat ini sangatlah penting untuk diketahui sebagai dasar dalam mengambil suatu keputusan yang berkaitan dengan
perekayasaan pondasi (jalan, jembatan, bendungan dan lainnya).
Sifat fisik dan sifat keteknikan tanah, lebih ditentukan oleh jenis
dari klasifikasi tanah itu sendiri. Pengklasifikasian tanah dimaksudkan untuk
mempermudah pengelompokkan berbagai jenis tanah ke dalam kelompok tanah
yang sesuai dengan sifat teknik dan karakteristiknya. Pengelompokkan tanah
menempatkan tanah dalam 3 kelompok, tanah berbutir kasar, tanah berbutir halus
dan tanah organis.
Berdasarkan USCS, tanah berbutir kasar adalah yang mempunyai
persentase lolos saringan nomor 200 lebih kecil dari 50%, dan tanah berbutir
halus (lanau/lempung) jika lebih dari 50% lolos saringan nomor 200. Tanah
ini dibagi dalam d u a kelompok yaitu kelompok kerikil dan tanah kerikil serta
pasir dan tanah kepasiran.
Tanah berbutir halus dibagi dalam Lanau (M), Lempung (C) yang
didasarkan pada batas cair dan indeks plastisitasnya. Tanah Organis juga
27
Konsistensi dari tanah lempung dan tanah kohesif lainnya sangat
dipengaruhi oleh kadar air. Indeks plastisitas dan batas cair dapat digunakan
untuk menentukan karateristik pengembangan. Karakteristik pengembangan
hanya dapat diperkirakan dengan menggunakan indeks plastisitas, (Holtz dan
Gibbs, 1962).
Dikarenakan sifat plastis dari suatu tanah adalah disebabkan oleh air
yang terserap disekeliling permukaan partikel lempung, maka dapat diharapkan
bahwa tipe dan jumlah mineral lempung yang dikandung didalam suatu tanah
akan mempengaruhi batas plastis dan batas cair tanah yang bersangkutan.
Berikut adalah definisi tanah lempung yang bersumber dari beberapa
penulis, antara lain:
1. Das (1998), mendefinisikan bahwa tanah lempung merupakan tanah dengan
ukuran mikrokronis sampai dengan sub-mikrokronis yang berasal dari
pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat
keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada
keadaan air lebih tinggi lempung bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.
2. Bowles (1986), mendefinisikan bahwa tanah lempung sebagai deposit yang
mempunyai partikel yang berukuran kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam
jumlah lebih dari lima puluh persen.
2.2.2 Struktur Mineral Penyusun Lempung
Tanah lempung sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada
kadar air sedang. Namun pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat
28
partikel-pertikel itu melekat satu sama lainnya sedangkan plastisitas merupakan
sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu dirubah-rubah tanpa perubahan isi
atau tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi retakan-retakan atau
terpecah-pecah (Wesley, 1977).
Mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang kompleks
yang terdiri dari satu atau dua unit dasar yaitu silica tetrahedra dan aluminium
oktahedra.
Das (1988), menerangkan bahwa tanah lempung sebagian besar terdiri dari
partikel mikroskopis dan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila
hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih
dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung (clay
mineral), dan mineral-mineral yang sangat halus lain.
Setiap unit tetrahedra terdiri dari empat atom oksigen yang mengelilingi
satu atom silikon. Kombinasi dari unit-unit silica tetrahedra tersebut membentuk
lembaran silika (silica sheet). Sedangkan unit oktahedra terdiri dari enam gugus
ion hidroksil (OH) yang mengelilingi atom aluminium dan kombinasi dari
unit-unit hidroksi aluminium berbentuk oktahedra itu membentuk lembaran oktahedra
(lembarangibbsite / gibbsite sheet).
Pada sebuah lembaran silika, setiap atom silikon yang bermuatan positif
dan bervalensi empat daihubungkan dengan empat atom oksigen yang bermuatan
negatif dengan valensi total delapan. Tetapi setiap atom oksigen pada dasar
tetrahedral itu dihubungkan dengan dua atom silikon lainnya. Ini berarti bahwa
atom-atom oksigen disebelah atas dari unit-unit tetrahedra mempunyai kelebihan
29
ditumpuk di atas lembaran oktahedra, atom-atom oksigen tersebut akan
menggantikan posisi ion hidroksil pada oktahedra untuk memenuhi keseimbangan
muatan mereka.
( a ) ( b )
( c ) ( d )
(e )
Gambar 2.7 Struktur Atom Mineral Lempung
30
Jika ditinjau dari mineraloginya, lempung terdiri dari berbagai mineral
penyusun, antara lain mineral lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite
group) dan mineral-mineral lain yang mempunyai ukuran sesuai dengan batasan yang ada (mika group, serpentinite group).
a. Kaolinite merupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung
karbonat pada temperatur sedang. Warna kaolinite murni umumnya putih,
putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan.Kaolinite disebut
sebagai mineral lempung satu banding satu (1:1). Bagian dasar dari struktur
ini adalah lembaran tunggal silika tetrahedral yang digabung dengan satu
lembaran alumina oktahedran (gibbsite) membentuk satu unit dasar dengan
tebal kira-kira 7,2 Å (1 Å=10-10 m) seperti yang terlihat pada Gambar 2.8.
hubungan antar unit dasar ditentukan oleh ikatan hidrogen dan gaya
bervalensi sekunder. Mineral kaolinite berwujud seperti
lempengan-lempengan tipis, masing-masing dengan diameter 1000 Å sampai 20000 Å
dan ketebalan dari 100 Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit
massa ± 15 m2/gr.
31
b. Montmorillonite disebut juga mineral dua banding satu (2:1) karena satuan
susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedral
mengapit satu lempeng alumina oktahedral ditengahnya. Struktur kisinya
tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng SiO2. Karena
struktur inilah Montmorillonite dapat mengembang dan mengkerut menurut
sumbu C dan mempunyai daya adsorbsi air dan kation lebih tinggi. Tebal
satuan unit adalah 9,6 Å (0,96 μm), seperti ditunjukkan Gambar 2. 9 dibawah
ini sebagaimana dikutip (Das, 1988). Hubungan antara satuan unit diikat oleh
ikatan gaya Van der Walls, diantara ujung-ujung atas dari lembaran silika itu
sangat lemah, maka lapisan air (n.H2O) dengan kation yang dapat bertukar
dengan mudah menyusup dan memperlemah ikatan antar satuan susunan
kristal mengakibatkan antar lapisan terpisah. Ukuran unit massa sangat besar,
dapat menyerap air dengan sangat kuat, mudah mengalami proses
pengembangan.
32
c. Illite.Mineral illite mempunyai hubungan dengan mika biasa, sehingga
dinamakan pula hidrat-mika. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal,
tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite.
Perbedaannya ada pada :
• Pengikatan antar unit kristal terdapat pada kalium (K) yang berfungsi
sebagai penyeimbang muatan, sekaligus sebagai pengikat. Terdapat ± 20
% pergantian silikon (Si) oleh aluminium(Al) pada lempeng tetrahedral.
• Struktur mineralnya tidak mengembang sebagaimana montmorillonite.
Gambar satuan unit illite seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10
berikut ini.
Gambar 2.10 Struktur Illite ( Das, 1988)
Substitusi dari kation-kation yang berbeda pada lembaran oktahedral akan
mengakibatkan mineral lempung yang berbeda pula. Apabila ion-ion yang
disubstitusikan mempunyai ukuran yang sama disebut ishomorphous. Bila sebuah
anion dari lembaran oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi
oleh aluminium maka mineral tersebut disebut gibbsite dan bila magnesium
disubstitusikan kedalam lembaran aluminiumdan mengisi seluruh posisi kation,
33 2.2.3 Interaksi Air dan Mineral Dalam Fenomena Tanah Lempung
Permukaan mineral lempung tanah biasanya mengandung muatan
elektronegatif yang memungkinkan terjadinya reaksi pertukaran kation, muatan
ini merupakan hasil satu atau beberapa lebih dari reaksi yang berbeda.
Tabel 2.8 Kisaran Kapasitas Tukar Kation (Chen, 1975)
Pada mineral lempung kering, muatan negative pada permukaan akan
dinegralkan oleh kation-kation lain yang mengelilingi partikel tersebut secara
exchangeablecation akibat adanya perbedaan kekuatan muatan dan gaya tarik- menarik elektrostatik Van der Waals. Karenanya perbedaan kekuatan muatan
dimungkinkan antar yang ada di sekeliling partikel lempung bisa saling mendesak
posisi atau bertukar.
Kemampuan mendesak dari kation-kation dapat dilihat dari besarnya
potensi mendesak sesuai urutan berikut:
Al3+>Ca2+>Mg2+≥NH4+>K+>H+>Na+Li+
Kation Li+ tidak dapat mendesak kation lain yang berada dikirinya
(Kim.H.Tan, 1982).
Molekul air merupakan molekul dipolar karena atom Hidrogen tidak
tersusun simetris disekitar atom oksigen, melainkan membentuk sudut ikatan
34
mempunyai muatan positif disatu sisi dan muatan negatif disisi lain.
Interaksi antara molekul-molekul air dengan partikel lempung dapat
melalui tiga proses. Pertama, kutub positif molekul dipolar air akan saling
menarik dengan muatan negatif permukaan partikel lempung. Kedua, molekul air
diikat oleh partikel lempung melalui ikatan Hidrogen (Hidrogen air ditarik
oksigen atau hidroksil lain yang ada pada permukaan partikel lempung).
Proses ketiga, penarikan molekul air oleh muatan negatif permukaan lempung
secara berantai melalui kation yang mengapung dalam larutan air. Faktor paling
dominan adalah proses ikatan hidrogen.
Menurut Mitchell (1976) molekul air dekat permukaan akan memiliki
sifat kelistrikan dan termodinamika yang berbeda dengan molekul air bebas
yang sangat jauh dari daerah ikatan. Jumlah molekul air yang berinteraksi
dengan permukaan lempung akan sangat dipengaruhi oleh jenis mineral yang ada
yaitu pada nilai luasan permukaan spesifiknya (specific surface). Luas
permukaan lempung merupakan faktor utama yang mempengaruhi
besarnya molekul air yang ditarik untuk membentuk lapisan Rangkap
(Diffuse Double Layer). Fenomena ini mengidentifikasikan kemampuan mineral
lempung menarik molekul air atau menunjukkan kapasitas perilaku plastis tanah
lempung.
2.2.4 Semen
Semen berasal dari kata “Cement” dalam bahasa asing/Inggris yang berarti
pengikat/perekat. Perkataan “Cement” itu sendiri diambil dari kata latin
35
dipergunakan sebagai bahan adukan (mortar) lebih dari 2.000 tahun yang lalu di
Negara Italia.
Pada zaman Mesir Kuno atau Yunani dan Romawi Kuno, bahan perekat
untuk batu-batuan dalam konstruksi dipergunakan bahan inorganic seperti kapur,
gamping (quick lime), gypsum dan pozzolan. Bahan perekat tersebut akhirnya
dikenal sebagai semen.
2.2.4.1 Bahan-bahan Pembuatan Semen
Bahan mentah yang digunakan dalam pembuatan semen adalah batu
kapur, pasir silica, tanah liat dan pasir besi. Total kebutuhan bahan mentah yang
digunakan untuk memproduksi semen yaitu:
1. Batu Kapur digunakan ± 81 %
Batu kapur merupakan sumber utama oksida yang mempunyai rumus CaCO3
(Calcium Carbonat). Pada umumnya tercampur MgCO3 dan MgSO4. Batu kapur
yang baik dalam pengunaaan pembuatan semen memiliki kadarair ± 5 %.
2. Pasir Silika digunakan ± 9 %
Pasir Silika memiliki rumus SiO2 (Silicon Dioksida). Pada umumnya pasir
silika terdapat bersama oksida logam lainnya, semakin murni kadar SiO2 maka
semakin berwarna merah atau coklat, disamping itu semakin mudah menggumpal
karena kadar airnya tinggi. Pasir silika yang baik untuk pembuatan semen adalah
36 3. Tanah Liat digunakan sebanyak ± 9%
Rumus kimia tanah liat yang digunakan pada produksi semen adalah
SiO2Al2O3.2H2O . Tanah liat yang baik untuk digunakan memiliki kadar air
±20%, kadar air SiO2 tidak terlalu tinggi ±46%.
4. Pasir besi digunakan sebanyak ± 1%
Pasir besi memiliki rumus kimia Fe2O3 (Ferri Oksida) yang pada umumnya
selalu tercampur dengan SiO2 dan TiO2 sebagai impuritiesnya. Fe2O3 berfungsi
sebagai penghantar panas dalam proses pembuatan terak semen. Kadar yang baik
dalam pembuatan semen yaitu Fe2O3 ±75% - 80% . Pada penggilingan akhir
digunakan gypsum sebanyak 3 % - 5 % total pembuatan semen.
2.2.4.2 Jenis-jenis Semen
Umumnya jenis semen yang dikenal saat ini antara lain sebagai berikut:
1. Semen Portland (Portland Cement)
Semen Portland merupakan semen hidrolis yang dihasilkan dengan jalan
menghaluskan terak yang mengandung senyawa-senyawa kalsium silikat dan
biasanya juga mengandung satu atau lebih senyawa-senyawa kalsium sulfat yang
ditambahkan pada pengggilingan akhir. Semen Portland adalah semen yang
diperoleh dengan menghaluskan terak yang terutama terdiri dari silikat-silikat,
37
Tipe-tipe semen Portland ada lima, diantaranya :
a. Tipe I (Ordinary Portland Cement)
Semen Portland tipe ini digunakan untuk segala macam konstruksi apabila
tidak diperlukan sifat-sifat khusus, misalnya tahan terhadap sulfat, panas hiderasi
dan sebagainya. Semen ini mengandung 5 % MgO dan 2,5-3% SO3
b. Tipe II (Moderate Heat Portland Cement)
.
Semen Portland tipe ini digunakan untuk bahan konstruksi yang memerlukan
sifat khusus tahan terhadap sulfat dan panas hiderasi yang sedang. Biasanya
digunakan untuk daerah pelabuhan dan bangunan sekitar pantai. Semen ini
mengandung 20% SiO2, 6% Al2O3, 6% Fe2O3 , 6%MgO , dan 8% C3
c. Tipe III (High Early Strength Portland Cement)
A.
Semen ini merupakan semen yang digunakan biasanya dalam
keadaan-keadaan darurat dan musim dingin. Digunakan juga pada pembuatan beton tekan.
Semen ini memiliki kadungan C3S yang lebih tinggi dibandingkan Semen
Portland tipe I dan II sehingga proses pengerasan terjadi lebih cepat dan cepat mengeluarkan kalor. Semen ini tersusun dari 3,5-45 Al2O3, 6% Fe2O3, 35% C3S,
6% MgO, 40% C2S dan 15% C3
d. Tipe IV (Low Heat Portland Cement)
A.
Semen tipe ini digunakan pada bangunan dengan tingkat panas hiderasi yang
rendah misalnya pada bangunan beton yang besar dan tebal. Baik sekali untuk
mencegah keretakan. Low Heat Portland Cement ini memiliki kandungan C3S
dan C3A lebih rendah sehingga kalor yang dilepas lebih rendah. Semen ini
38 e. Tipe V (Super Sulphated Cement)
Semen yang sangat tahan terhadap pengaruh sulphat misalnya pada tempat
pengeboran lepas pantai, pelabuhan dan terowongan. Komposisi komponen
utamanya adalah slag tanur tinggi dan kandungan aluminanya yang tinggi. Semen
ini tersusun dari 5% terak Portland Cement, 6% MgO, 2,3% SO2 dan 5% C3A.
2. Semen Putih
Portland cement yang memiliki warna keabu-abuan. Warna ini disebabkan oleh kandungan oksida silika pada Portland Cement tersebut. Jika kandungan
oksida silica tersebut dikurangi 0,4% maka warna semen Portland berubah menjadi warna putih.
3. Semen Masonry
Semen Masonry dibuat dengan menggiling campuran terak semen Portland
dengan batu kapur, batu pasir atau slag dengan perbandingan 1:1 .
4. Semen Sumur Minyak (Oil Well Cement)
Semen ini digunakan pada temperatur dan tekanan tinggi, sering dijumpai
pada penggunaan pengeboran minyak atau digunakan untuk pengeboran air tanah
artesis. Semen ini merupakan semen Portland yang dicampur dengan retarder
untuk memperlambat pengerasan semen seperti lignin, asam borat, casein dan
gula.
5. Semen Alami (Natural Cement)
Semen ini dihasilkan dari kerang batu kapur yang mengandung tanah liat
39
hingga menghasilkan terak. Kemudian terak tersebut digiling menjadi semen
halus. Dalam pemakaiannya dicampur dengan semen Portland.
6. Semen Alumina Tinggi (High Alumina Cement)
Semen yang memiliki kandungan alumina tinggi, dimana perbandingan antara
kapur dan alumina adalah sama. Semen ini dibuat dengan mencampur kapur,
silika dan oksida silika yang dibakar hingga meleleh dan kemudian hasilnya
didinginkan lalu digiling hingga halus. Ciri dari semen ini memiliki ketahanan
terhadap air yang mengandung sulfat dan air laut cukup tinggi.
7. Semen Pozzolona
Semen ini mengandung senyawa silika dan alumina dimana bahan pozzolona
sendiri tidak memiliki sifat seperti semen, akan tetapi bentuk halusnya dan dengan
adanya air, senyawa-senyawa tersebut membentuk kalsium aluminat hidrat yang
bersifat hidraulis.
8. Semen Trass
Semen yang dihasilkan dengan menggiling campuran antara 60% - 80% trass
atau tanah yang berasal dari debu gunung berapi yang serupa dengan pozzolona
dengan menambah CaSO4.
9. Semen Slag (Slag Cement)
Semen slag ini dikenal 2 macam tipe, yaitu :
• Eisen Portland Cement
Semen yang dihasilkan dari penggilingan campuran 60% terak Portland
40
• High Often Cement
Semen yang dihasilkan dari penggilingan campuran yang mengandung
15% - 19% terak Portland Cement dan 41% - 85 % butir-butir slag
dengan penambahan CaSO4.
2.2.5 Abu Cangkang Sawit
Abu cangkang sawit merupakan hasil limbah padat pabrik pengolahan
kelapa sawit yang kurang termanfaatkan hingga saat ini. Seiring dengan
perkembangan industri sawit yang terus meningkat, berdampak pada limbah
padat yang dihasilkan. Limbah ini adalah sisa produksi sawit kasar tandan kosong,
sabut dan cangkang (batok) sawit. Limbah padat berupa cangkang digunakan
sebagai bahan bakar ketel (boiler) untuk menghasilkan energi mekanik dan panas.
Masalah yang kemudian timbul adalah dan sisa pembakaran pada ketel (boiler)
berupa abu cangkang dengan jumlah yang terus meningkat sepanjang tahun yang
sampai sekarang masih kurang termanfaatkan (Endriani, 2012).
Komposisi kimia abu cangkang sawit dapat dilihat pada tabel 2.9.
Tabel 2.9 Komposisi Kimia Abu Cangkang Sawit (Endriani, 2012)
2.2.5.1 Limbah Pengolahan Kelapa Sawit
Luas area kelapa sawit dan produksi minyak sawit mentah CPO (Crude
41
sawit dan produksi CPO di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Tabel 2.10 Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia Tahun 2001-2010 dari Direktorat Jendral Perkebunan
No. Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)
1 2001 4.713.435 8.396.472
2 2002 5.067.058 9.622.345
3 2003 5.283.557 10.440.834
4 2004 5.284.723 10.830.389
5 2005 5.453.817 11.861.615
6 2006 6.594.914 17.350.848
7 2007 6.766.836 17.664.725
8 2008 7.363.847 17.539.788
9 2009 7.508.023 18.640.881
10 2010 7.824.623 19.844.901
Pohon kelapa sawit menghasilkan buah sawit yang terkumpul di dalam
satu tandan, oleh karena itu sering disebut dengan istilah TBS (Tandan Buah
Segar). Sawit yang sudah berproduksi optimal dapat menghasilkan TBS dengan
berat antara 15-30 kg/tandan. Tandan-tandan inilah yang kemudian diangkut
ke pabrik untuk diolah lebih lanjut menghasilkan minyak sawit. Produksi
utama pabrik sawit adalah CPO dan minyak inti sawit. CPO diekstrak dari
sabutnya (fiber), yaitu bagian antara kulit dengan cangkangnya. Sedangkan dari
daging buahnya akan menghasilkan minyak inti sawit. Varietas sawit dengan
kulit tebal banyak dicari orang, karena buah sawit seperti ini yang rendaman
minyaknya tinggi. Gambar pengolahan sawit di pabrik kelapa sawit kurang
42
Gambar 2.11 Pengolahan kelapa sawit
Neraca pengolahan sawit di pabrik kelapa sawit kurang lebih seperti
gambar neraca massa di bawah ini. Dari setiap ton TBS yang diolah dapat
menghasilkan 140 – 200 kg CPO. Selain CPO pengolahan ini juga
menghasilkan limbah, antara lain limbah cair (POME = Palm Oil Mill Effluent),
cangkang sawit, fiber/serat, dan tandan kosong kelapa sawit.
Perkembangan industri sawit yang terus meningkat akan berdampak pada
limbah padat yang dihasilkan dari pengolahan tandan buah segar (TBS). Limbah
ini adalah sisa produksi minyak sawit kasar berupa tandan kosong, sabut/serat
dan cangkang sawit. Limbah padat berupa cangkang dan serat digunakan sebagai
bahan bakar ketel (boiler) untuk menghasilkan energi mekanik dan panas. Uap
dari boiler dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik dan untuk merebus
TBS sebelum diolah di dalam pabrik.
Masalah yang kemudian timbul adalah sisa dari pembakaran pada
ketel (boiler) berupa abu dengan jumlah yang terus meningkat sepanjang
43 2.2.5.2 Pemanfaatan Abu Cangkang Sawit
Abu cangkang sawit merupakan bahan pozzolanic, yaitu material utama
pembentuk semen, yang mengandung senyawa silika oksida (SiO2) aktif
yang apabila bereaksi dengan kapur bebas atau kalsium hidroksida (Ca(OH2) dan
air akan membentuk material semen yaitu kalsium silikat hidrat (C – S – H).
Selain itu, abu cangkang sawit tersebut juga mengandung kation
anorganik seperti kalium, natrium. Berdasarkan pengamatan secara visual, abu
cangkang sawit memiliki berbagai karakteristik diantaranya, bentuk partikel
abu-abu tidak beraturan, ada yang memiliki butiran bulat panjang dan bersegi
dengan ukuran butiran 0–2,3 mm serta memiliki warna abu-abu kehitaman.
Dari data perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit dapat dilihat
jumlah tandan buah segar (TBS) yang begitu besar maka dapat ditentukan pula
jumlah abu cangkang sawit yang tersedia dari jumlah TBS yang diproduksi
dimulai dari jumlah TBS yang akan diolah kemudian jumlah cangkang dan
fiber hasil pengolahan TBS lalu dapat dilihat jumlah abu cangkang sawit hasil
pembakaran cangkang dan fiber sebagai bahan bakar ketel perebusan tandan buah
segar (TBS).
Ketersediaan material alternatif sebagai bahan stabilisasi yang ada
saat ini dirasa cukup karena didalam penggunaannya juga akan dicampur
dengan tanah lempung yang rusak, penggunaannya juga berdasarkan
44 2.3 Stabilisasi Tanah
Dalam pengertiannya secara luas, yang dimaksud dengan stabilisasi tanah
adalah pencampuran tanah dengan bahan tertentu dengan tujuan untuk
memperbaiki atau memperkuat suatu tanah agar tanah tersebut memenuhi
persyaratan teknis tertentu.
Stabilisasi tanah terhadap kuat geser maupun kuat tekan adalah suatu
usaha yang selalu dilakukan untuk meningkatkan ketahanan tanah terhadap
tegangan tekan maupun tegangan geser. Sehingga, sampai saat ini stabilisasi
tanah merupakan kajian yang menarik untuk diteliti baik metodenya mapun
bahan-bahan yang dipakai untuk stabilisasi tanah tersebut.
Secara umum stabilisasi dapat dibagi menjadi dua metode yakni metode
stabilisasi secara mekanis dan stabilisasi secara kimiawi. Stabilisasi secara
mekanis dapat diartikan sebagai metode stabilisasi dengan cara mencampurkan
tanah dasar dengan tanah lain yang berada disekitar lokasi (agar lebih ekonomis).
Hal ini dimaksudkan agar dari tanah tersebut didapat tanah bergradasi baik (well
graded) sehingga tanah dasar yang dipakai telah memenuhi persyaratan yang diinginkan. Sedangkan metode stabilisasi secara kimiawi adalah stabilisasi dengan
cara melakukan pencampuran bahan tambah atau bahan kimia pada tanah.
Stabilisator yang sering digunakan yakni semen, kapur, fly ash, bitumen
dan bahan-bahan lainnya. Namun stabilisasi tanah juga dapat dilakukan diluar dari
metode di atas yakni diantaranya dengan cara menggunakan lapisan tambah pada
tanah (misalnya geogrid atau geotekstil), melakukan pemadatan dan pemampatan
di lapangan serta dapat juga dengan melakukan memompaan air tanah sehingga
45 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Program Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada sampel tanah asli (undisturbed soil) yang
tidak berikan bahan stabilisasi dan pada tanah yang diberikan bahan stabilisasi,
berupa penambahan semen dan abu cangkang sawit dengan berbagai variasi
pencampuran yang telah ditentukan.
Tahap-tahap penelitian ini meliputi pekerjaan persiapan, pekerjaan uji
laboratorium dan analisis hasil uji laboratorium. Skema program penelitian dapat
46
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
Mulai
Persiapan Studi Literatur
Penyediaan Bahan
Tanah Lempung Abu Cangkang Sawit (ACS) 5. Uji Proctor Standar 6. Uji Kuat Tekan Bebas
1. Uji Atterberg
2. Uji Proctor Standard
3. Uji Kuat Tekan Bebas (UCT)