TUGAS AKHIR
KAJIAN EFEKTIFITAS SEMEN DAN FLY ASH DALAM STABILITAS TANAH LEMPUNG DENGAN UJI TRIAXIAL CU
DAN APLIKASI PADA STABILISASI LERENG
Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat untuk menjadi Sarjana
Disusun Oleh :
08 0404 126
FRENGKY ALEXANDER SILABAN
BIDANG STUDI GEOTEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
Penggunaan bahan stabilisasi tanah sudah banyak digunakan untuk melakukan perbaikan tanah (soil reinforcement). Sudah banyak jenis bahan stabilisasi tanah yang digunakan diantaranya adalah semen, fly ash, bitumen, kapur, bahkan geogrid. Penggunaan bahan stabilisasi tanah ini diharapkan mampu menambah kekuatan / daya dukung tanah tersebut sehingga beban konstruksi yang berada diatasnya dapat dipikulnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisik (index properties) dari tanah uji yang berasal dari Jalan Raya Medan Tenggara dan mengetahui perbandingan kuat daya dukung tanah yang dicampur dengan semen dan fly ash serta aplikasi pada perhitungan faktor keamanan pada stabilisasi lereng berdasarkan uji Triaxial CU. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengambilan sampel dan melakukan uji laboratorium untuk mengetahui nilai
index properties dan engineering properties menggunakan uji Triaxial CU yang kemudian dilanjutkan dengan perhitungan faktor keamanan pada lereng. Penelitian ini menggunakan tiga kombinasi campuran yaitu 2%(PC)+2%(FA) , 2%(PC)+4%(FA), 2%(PC)+6%(FA) dimana lama pemeraman yang dilakukan adalah selama 0 hari, 4 hari, 7 hari.
Dari penelitian ini diperoleh bahwa sampel tanah memiliki kadar air 23.15%, berat jenis 2.65, berat isi 1.59 gr/cm3, batas cair 42.05 dam indeks plastisitas 28.65. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis CL (Clay – Low Plasticity) sedangkan berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis A-7-6. Dari pengujian Triaxial CU pada sampel tanah diperoleh nilai kohesi sebesar 0.04 kg/cm2 dan nilai sudut geser 25.03º . Dari perhitungan faktor keamanan lereng menghasilkan hasil kondisi lereng paling stabil (nilai faktor keamanan terbesar) adalah dengan pada stabilisasi dengan pemeraman 7 hari dengan campuran 2% (PC) + 6% (FA) yakni FS (Safety Factor) sebesar 1,70. Namun dengan melakukan stabilisasi dengan pemeraman 0 hari dengan campuran 2% (PC) + 2% (FA) saja sudah memenuhi syarat keamanan yakni FS (Safety Factor) sebesar 1,55 .
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
atas berkat dan karunia – Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir ini dengan baik.
Penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk melengkapi persyaratan dalam
menempuh ujian Sarjana Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Departemen Teknik
Sipil Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, Penulis menghadapi berbagai kendala,
tetapi karena bantuan dari berbagai pihak, penulisan Tugas Akhir ini dapat
terselesaikan. Pada kesempatan ini pula, Penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE., sebagai Dosen Pembimbing yang
telah sabar memberi bimbingan, arahan, saran, serta motivasi kepada
Penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT., dan Ibu Ika Puji Hastuti, ST, MT., sebagai
Dosen Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Ing-.Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Syahrizal, MT., sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Ika Puji Hastuti, ST, MT., sebagai Kepala Laboratorium Mekanika
Tanah Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera
Utara.
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan
memberikan pengajaran kepada Penulis selama menempuh masa studi di
7. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
8. Kedua orang tuaku Bapak St. H. Silaban, SE dan Ibu R. Silitonga, Spd
yang dengan penuh cinta kasih, kesabaran, dan ketabahan dalam merawat,
mendidik, menjaga, mendoakan serta berjuang dengan keras untuk selalu
memenuhi kebutuhan hidupku hingga berhasil mendapatkan kesempatan
untuk menempuh pendidikan yang tinggi. Semoga Tuhan Yang Maha
Kuasa selalu melimpahkan berkat bagi beliau.
9. Kepada abang dan adikku, yang selalu mendukung dan memberi semangat
serta doa demi kelancaran kuliahku, Ferry Togap Mardohar Silaban,
S.Kom dan Agnes Anggreni Silaban.
10. Deyva Anggita Marina Marpaung,ST sebagai orang yang dikasihi yang
selalu memberi dukungan, doa, semangat serta arahan kepada Penulis.
11. Para rekan-rekan Asisten Laboratorium Mekanika Tanah USU , Danny
Siagian, Jevri Lumbanbatu, Ivan Hutauruk, Putra Hasibuan, M. Rizki
Ridho dan M. Iqbalsyah Pasaribu , yang telah membantu dan memberikan
semangat dalam pengerjaan tugas akhir ini.
12. Seluruh sahabat – sahabatku dan rekan-rekan seperjuangan stambuk 2008
yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya yang telah memberi
dukungan serta semangat dalam pengerjaan tugas akhir ini.
13. Seluruh abang – abang dan kakak – kakak stambuk 2005, yang tidak dapat
disebutkan satu persatu namanya yang telah memberi dukungan serta
semangat dalam pengerjaan tugas akhir ini.
14. Adik-adik stambuk 2011, Manimpan Lumbanraja, Jericho Sihotang,
Wisman Sitorus, Yogi Rambe dan Prince Sormin yang telah membantu
dalam pengerjaan Tugas Akhir ini.
15. Kepada rekan-rekan ANGELS (Angkatan Enam Belas Asrama Yayasan
Soposurung), terimakasih untuk dukungan, arahan, dan dukungan yang
diberikan.
16. Kepada rekan-rekan PARYASOP (Punguan Alumni Asrama Yayasan
Soposurung) pada umumnya dan PARYASOP Medan pada khususnya,
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
Bapak dan Ibu Staf Pengajar serta rekan – rekan mahasiswa demi penyempurnaan
Tugas Akhir ini.
Akhir kata, Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat
yang sebesar–besarnya bagi kita semua. Amin.
Medan, Mei 2013
08 0404 126
DAFTAR ISI
Abstark ... i
Kata Pengantar...ii
Daftar Isi ... v
Daftar Gambar ... x
Daftar Tabel ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Umum ………... 1
1.2 Latar Belakang ………...3
1.3 Tujuan ... 5
1.4 Perumusan dan Batasan Masalah... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Tinjauan Umum………... 7
2.1.1. Tanah ………...7
2.1.2. Sifat-sifat Fisik Tanah………... 8
2.1.2.1. Kadar air …………... 8
2.1.2.2. Porositas …………... 9
2.1.2.3. Angka Pori………...9
2.1.2.4. Berat Volume Basah... 9
2.1.2.5. Berat Volume Kering... 10
2.1.2.7. Berat Jenis…..……... 10
2.1.2.8. Derajat Kejenuhan...11
2.1.2.9. Atterberg Limit……... 12
2.1.2.9.1. Batas Cair... 13
2.1.2.9.2. Batas Plastis... 14
2.1.2.9.3. Batas Susut... 14
2.1.2.9.4. Indeks Plastisitas... 15
2.1.2.10.Klasifikasi Tanah…... 16
2.1.2.10.1. Klasifikasi Unified... 16
2.1.2.10.2. Klasifikasi AASHTO... 19
2.1.3. Sifat-sifat Mekanis Tanah………..………... 19
2.1.3.1. Pemadatan Tanah ……... 19
2.1.3.2. Pengujian Triaxial... 21
2.2 Bahan-bahan Penelitian...24
2.2.1. Tanah Lempung………... 24
2.2.2. Semen………... 27
2.2.2.1. Bahan-bahan Pembuatan Semen... 27
2.2.2.2. Jenis-jenis Semen ... 29
2.2.3. Fly Ash………... 33
2.2.3.1. Analisa Unsur Kimia Fly Ash... 33
2.2.3.2. Sifat Fisik dan Karakteristik Kimia Fly Ash…………... 34
2.2.3.4. Pengaruh Fly Ash terhadap
Tanah Lempung………... 35
2.3 Stabilisasi Tanah... 36
2.4 Stabilisasi Lereng... 38
2.4.1. Teori Stabilitas Lereng…..…………... 38
2.4.2. Upaya Stabilisasi Lereng………... 39
2.4.3. Klasifikasi Tanah Longsor…………... 41
2.4.4. Perhitungan Faktor Keamanan Lereng..………... 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 47
3.1 Program Penelitian... 47
3.2 Pekerjaan Persiapan... 49
3.3 Proses Sampling ……..…... 49
3.4 Pekerjaan Laboratorium... 50
3.4.1. Uji Sifat Fisik Tanah………... 50
3.4.2. Uji Sifat Mekanis Tanah ………... 51
3.4.2.1. Uji Proctor Standar..………... 51
3.4.2.2. Uji Triaxial CU... 52
3.5 Analisis Data Laboratorium... 52
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53
4.1 Pendahuluan ... 53
4.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah………...53
4.2.2. Pengujian Sifat Fisik Tanah dengan
Bahan Stablilisator……….………... 56
4.3 Pengujian Sifat Mekanis Tanah………... 58
4.3.1. Pengujian Pemadatan Tanah….……... 58
4.3.2. Pengujian Triaxial CU………... 59
4.4 Perhitungan Faktor Keamanan pada Stabilisasi Lereng…………..………... 63
Bab V KESIMPULAN DAN SARAN ... 70
5.1 Kesimpulan ... 70
5.2 Saran ... 72
Daftar Pustaka
Lampiran-1, Data Uji Laboratorium, Kadar Air dan Berat Jenis
Lampiran-2, Data Uji Laboratorium, Berat Isi Tanah
Lampiran-3, Data Uji Laboratorium, Analisa Saringan
Lampiran-4, Data Uji Laboratorium, Compaction Test
Lampiran-5, Data Uji Laboratorium, Atterberg Limit
Lampiran-6, Data Uji Laboratorium, Triaxial CU (Consolidated Undrained)
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hal
2.1 Diagram Fase Tanah 7
2.2 Batas-batas Atterberg 13
2.3 Klasifikasi Tanah Sistem Unified 18
2.4 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO 19
2.5 Hubungan antara kadar air dan berat isi kering tanah 21
2.6 Skema Pengujian Triaxial Test 23
2.7 Struktur Atom Mineral Lempung 26
2.8 Grafik Hubungan antara AngkaStabilitas dengan Sudut
Kemiringan Lereng (Ø > 0) 45
2.9 Garis-garis kontur dari angka keamanan yang sama (Singh,1970) 46
3.1 Diagram Alir Penelitian 48
4.1 Plot Grafik Klasifikasi USCS 55
4.2 Grafik Analisa Saringan 55
4.3 Grafik Batas Cair ( Liquid Limit) , Atterberg Limit 56
4.4 Grafik Hubungan Antara Nilai LL dengan Variasi Komposisi
PC dan FA dengan Waktu Pemeraman yang Berbeda 57
PC dan FA dengan Waktu Pemeraman yang Berbeda 57
4.6 Kurva Kepadatan Tanah 59
4.7 Diagram Hubungan Variasi Campuran dengan Kohesi Tanah 61
4.8 Diagram Hubungan Variasi Campuran dengan Sudut Geser Dalam 61
4.9 Grafik Hubungan Tegangan – Regangan 62
4.10 Grafik Lingkaran Mohr 62
4.11 Sketsa Lereng yang ditinjau 63
4.12 Plot Tabulasi dan Resultan pada Perhitungan
Faktor Keamanan Lereng (Metode Taylor) 66
4.13 Plot Perhitungan Faktor Keamanan Lereng
(Grafik Singh,1970) 67
4.14 Diagram Hubungan Variasi Campuran dengan
DAFTAR TABEL
No. Judul Hal
2.1 Berat Jenis Tanah 11
2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah 12
2.3 Indeks Plastisitas Tanah 15
2.4 Nilai-nilai estimasi sudut geser dalam dari hasil uji Triaxial 23
2.5 Nilai Faktor Keamanan Untuk Perancangan Lereng 43
4.1 Data Uji Sifat Fisik Tanah 54
4.2 Data Hasil Uji Atterberg Limit 56
4.3 Data Uji Pemadatan Tanah 58
4.4 Hasil Pengujian Triaxial CU ( CU Test ) 60
4.5 Tabulasi Pemisalan Sudut Geser
(Perhitungan Faktor Keamanan Metode Taylor) 66
4.6 Tabulasi Perhitungan Faktor Keamanan Lereng 68
ABSTRAK
Penggunaan bahan stabilisasi tanah sudah banyak digunakan untuk melakukan perbaikan tanah (soil reinforcement). Sudah banyak jenis bahan stabilisasi tanah yang digunakan diantaranya adalah semen, fly ash, bitumen, kapur, bahkan geogrid. Penggunaan bahan stabilisasi tanah ini diharapkan mampu menambah kekuatan / daya dukung tanah tersebut sehingga beban konstruksi yang berada diatasnya dapat dipikulnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisik (index properties) dari tanah uji yang berasal dari Jalan Raya Medan Tenggara dan mengetahui perbandingan kuat daya dukung tanah yang dicampur dengan semen dan fly ash serta aplikasi pada perhitungan faktor keamanan pada stabilisasi lereng berdasarkan uji Triaxial CU. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengambilan sampel dan melakukan uji laboratorium untuk mengetahui nilai
index properties dan engineering properties menggunakan uji Triaxial CU yang kemudian dilanjutkan dengan perhitungan faktor keamanan pada lereng. Penelitian ini menggunakan tiga kombinasi campuran yaitu 2%(PC)+2%(FA) , 2%(PC)+4%(FA), 2%(PC)+6%(FA) dimana lama pemeraman yang dilakukan adalah selama 0 hari, 4 hari, 7 hari.
Dari penelitian ini diperoleh bahwa sampel tanah memiliki kadar air 23.15%, berat jenis 2.65, berat isi 1.59 gr/cm3, batas cair 42.05 dam indeks plastisitas 28.65. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis CL (Clay – Low Plasticity) sedangkan berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis A-7-6. Dari pengujian Triaxial CU pada sampel tanah diperoleh nilai kohesi sebesar 0.04 kg/cm2 dan nilai sudut geser 25.03º . Dari perhitungan faktor keamanan lereng menghasilkan hasil kondisi lereng paling stabil (nilai faktor keamanan terbesar) adalah dengan pada stabilisasi dengan pemeraman 7 hari dengan campuran 2% (PC) + 6% (FA) yakni FS (Safety Factor) sebesar 1,70. Namun dengan melakukan stabilisasi dengan pemeraman 0 hari dengan campuran 2% (PC) + 2% (FA) saja sudah memenuhi syarat keamanan yakni FS (Safety Factor) sebesar 1,55 .
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Umum
Tanah merupakan material yang terdiri dari butiran (agregat) mineral padat
yang tidak terikat secara kimia satu dengan yang lainnya dan disertai zat cair dan
gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut.
Tanah berguna sebagai bahan bangunan dalam berbagai macam pekerjaan teknik
sipil disamping tanah juga dipakai sebagai pendukung pondasi dari suatu
konstruksi dan digunakan sebagai bahan timbunan pada lereng.
Berdasarkan ukuran butiran tanah diklasifikasikan menjadi empat kelas
yaitu kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt), dan lempung (clay). Pada uji laboratorium yang akan dilakukan, dimana hasil penelitiannya akan dituangkan
dalam tulisan ini akan menggunakan bahan yang berupa tanah dari kelas tanah
lempung (clay).
Lempung merupakan partikel yang berukuran kurang dari 0,002 mm. Jika
ditinjau dari segi mineral (bukan ukurannya), yang disebut dengan tanah lempung
atau mineral lempung adalah tanah yang tersusun dari partikel-partikel mineral
tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis (Das, 1998). Sifat yang khas dari tanah lempung adalah dalam keadaan kering maka akan bersifat keras sedangkan
jika dalam keadaan basah akan bersifat lunak dan plastis dan kohesif, mengalami
memiliki perubahan volume yang besar karena pengaruh adanya air yang
bercampur. Partikel lempung dapat berbentuk seperti lembaran yang mempunyai
permukaan khusus. Karena itu tanah lempung mempunyai sifat sangat
dipengaruhi oleh gaya-gaya permukaan.
Sifat yang khas dari tanah lempung tersebutlah yang dapat membahayakan
suatu konstruksi. Sehingga pada kesempatan ini penulis akan melakukan
penelitian dengan melakukan stabilisasi tanah lempung dengan menggunakan
semen dan fly ash dengan tujuan peningkatan daya dukung tanah lempung pada suatu stabilisasi lereng. Stabilisasi tanah lempung dengan menggunakan semen
dan fly ash adalah merupakan salah satu cara untuk memperbaiki sifat-sifat fisik maupun mekanis dari contoh tanah yang kurang baik sehingga memenuhi
persyaratan teknis.
Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah tanah dari Jalan Raya
Medan Tenggara, Sumatera Utara dengan bahan stabilisasi menggunakan semen
dan fly ash. Adapun variasi penambahan bahan stabilisasi tersebut adalah 2%(PC)+2%(FA) , 2%(PC)+4%(FA), 2%(PC)+6%(FA) sedangkan untuk variasi
masa pemeramannya adalah selama 0 hari, 4 hari, 7 hari. Tujuan penelitian ini
adalah mengetahui jenis, sifat fisik, sifat mekanis, kadar air optimum, serta
pengaruh penambahan bahan stabilisasi dan perbandingan kekuatan daya dukung
tanah asli dengan tanah yang telah distabilisasi dengan menggunakan semen dan
I.2. Latar Belakang
Tanah yang digunakan sebagai bahan timbunan pada lereng diisyaratkan
harus mampu mendukung beban konstruksi maupun beban material itu sendiri.
Sekuat apapun bangunan tersebut jika dihitung dan dibuat secara konstruksi tidak
akan berarti jika nilai daya dukung tanahnya tidak memenuhi persyaratan. Sering
dijumpai dilapangan kondisi tanah diluar dari yang diharapkan sehingga untuk
mendapatkan kondisi tanah yang diinginkan dilakukan perbaikan atau stabilisasi
tanah.
Proses stabilisasi tanah dapat digunakan dengan beberapa macam bahan
stabilisator yang dimaksudkan untuk memperkuat tanah diantaranya adalah dapat
berupa semen, kapur, abu sekam padi dan bahan-bahan kimia lainnya. Oleh
karena itu penulis melakukan penelitian tentang stabilisasi tanah dengan
menggunakan semen dan fly ash untuk membuktikan apakah bahan tersebut dapat dipakai sebagai bahan stabilisasi.
Penggunaan fly ash disarankan antara 10-20% karena penambahan fly ash
lebih dari 20% tidak memberikan pengaruh yang signifikan bahkan cenderung
menimbulkan pengurangan pada kekuatan tanahnya. Penambahan fly ash sebesar 15% akan memiliki kekuatan mengembang lebih kecil dibanding dengan tanah
lempung campuran atau penambahan 5% fly ash. Hal ini disebabkan karena struktur partikelnya lebih rapat sehingga struktur partikel lempung yang dicampur
akibat hidrasi CaO akibat reaksi penambahan fly ash dengan menghasilkan struktur kepadatan yang lebih tinggi dan harga kepadatan kering yang lebih besar.
Namun peneliti menggunakan variasi campuran 2%(PC)+2%(FA),
2%(PC)+4%(FA), 2%(PC)+6%(FA), hal ini didasarkan dari sulitnya pencarian
bahan tambah fly ash di daerah penelitian sehingga penulis tidak melakukan pencarian kadar optimum pencampuran semen dan fly ash.
Dalam pengujian laboratorium dapat dilakukan beberapa cara dalam
menentukan besar kekuatan tanah akibat dilakukannya proses stabilisasi
diantaranya uji kuat tekan (UCT), uji CBR atau dapat menggunakan uji Triaxial.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan uji Triaxial sebagai pengujian untuk
menentukan besar kekuatan tanah.
Ada 3 tipe dalam uji Triaxial yang biasa dilakukan :
1. Unconsolidated Undrained Test ( UU Test ), saluran drainase tetap dibuat tertutup selama pengujian berlangsung baik pada waktu sampel diberi
tegangan sel ataupun sewaktu dilakukan pemberian tegangan geser.
2. Consolidated Undrained Test ( CU Test ), saluran drainase terbuka pada waktu sampel diberi tegangan sel dan dibiarkan terbuka sampai tercapai
konsolidasi. Kemudian saluran ditutup sewaktu sampel diberikan tegangan
geser.
3. Consolidated Drained Test ( CD Test ), saluran drainase terbuka pada waktu sampel diberi tegangan sel dan tegangan geser. Sebelum sampel
Pada penelitian ini, penulis menggunakan uji CU Test (Consolidated Undrained Test) dengan ketentuan bahwa sampel tanah yang diuji harus dilakukan penjenuhan terlebih dahulu sebelum dilakukan pemberian tegangan
geser.
I.3. Tujuan
Adapun tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui sifat fisik (index properties) dari tanah yang berasal dari Jalan Raya Medan Tenggara.
2. Mengetahui perbandingan kuat daya dukung tanah yang dicampur dengan
semen dan fly ash serta aplikasi pada perhitungan faktor keamanan pada stabilisasi lereng berdasarkan uji Triaxial CU.
I.4. Perumusan dan Batasan Masalah
Dari penjelasan latar belakang serta tujuan diatas dapat ditentukan bahwa
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah seberapa besar perbandingan kuat
geser tanah lempung yang sudah dicampur dengan bahan stabilisator yakni semen
dan fly ash serta aplikasinya pada stabilisasi lereng.
Untuk memperjelas ruang lingkup permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini dan untuk memudahkan peneliti dalam menganalisa maka dibuat
1. Tanah yang dipakai dalam pengujian adalah tanah lempung yang berasal
dari Jl. Raya Medan Tenggara, Medan, Sumatera Utara.
2. Diambil sebanyak 10 (sepuluh) sampel tanah, dimana 1 (satu) digunakan
sampel tanpa campuran atau tanah asli, 9 (sembilan) digunakan sampel
dengan campuran semen - fly ash.
3. Digunakan pengujian Triaxial CU dan uji proctor standar untuk mengetahui nilai Engineering Properties.
4. Penelitian dilakukan dengan mencari nilai Index Properties dari sampel tanah.
5. Penambahan variasi kadar stabilisator yang dipakai adalah sebesar
2%(PC)+2%(FA) , 2%(PC)+4%(FA), 2%(PC)+6%(FA)
6. Dalam pengujian hanya dilakukan 3 jenis variasi pencampuran tanpa
melakukan pencarian mengenai variasi kadar optimum pencampuran.
7. Waktu pemeraman ( Curing time ) yang diperlukan agar campuran merata dilakukan selama 0 hari, 4 hari, 7 hari.
8. Data lereng dengan perbandingan kemiringan sisi tegak dan datar sebesar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Tinjauan Umum
II.1.1. Tanah
Segumpal tanah dapat terdiri dari dua atau tiga bagian. Dalam tanah yang
kering hanya akan terdiri dari dua bagian, yaitu butir-butir tanah dan pori-pori
udara. Dalam tanah yang jenuh, tanah terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian padat
atau butiran, pori-pori udara dan air pori. Bagian-bagian tanah dapat digambarkan
dalam bentuk diagram fase, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.1 .
Gambar 2.1 Diagram Fase Tanah
Gambar 2.1 (a) memperlihatkan elemen tanah yang mempunyai volume V
�= ��+�� (2.1)
dan
�= ��+��+�� (2.2)
�� =�� +�� (2.3)
dengan
�� = berat butiran padat
�� = berat air
�� = volume butiran padat
�� = volume air
�� = volume udara
II.1.2. Sifat-sifat Fisik Tanah
II.1.2.1. Kadar Air (Moisture Water Content)
Kadar air tanah atau dapat dinotasikan menjadi �� dapat didefinisikan
sebagai perbandingan antara berat air (��) dengan berat butiran (��) dalam tanah
tersebut yang dinyatakan dalam satuan persen. Kadar air tanah (��) dapat
dinyatakan dalam persamaan :
� (%) = ���
II.1.2.2. Porositas (Porocity)
Porositas atau dapat dinotasikan menjadi � dapat didefinisikan sebagai
perbandingan antara volume rongga (��) dengan volume total (�) dalam tanah
tersebut yang dinyatakan dalam satuan persen maupun dalam bentuk desimal.
Porositas tanah (�) dapat dinyatakan dalam persamaan :
�= ��� � 100 (2.5)
II.1.2.3. Angka Pori (Void Ratio)
Angka Pori atau dapat dinotasikan menjadi � dapat didefinisikan sebagai
perbandingan antara volume rongga (��) dengan volume butiran (��) dalam tanah
tersebut yang dinyatakan dalam satuan desimal. Angka Pori tanah (�) dapat
dinyatakan dalam persamaan :
�= ��
�� (2.6)
II.1.2.4. Berat Volume Basah (Wet Volume Weight)
Berat Volume Basah atau dapat dinotasikan menjadi �� dapat
didefinisikan sebagai perbandingan antara berat butiran tanah termasuk air dan
udara (�) dengan volume total tanah (�). Berat Volume Tanah (��) dapat
dinyatakan dalam persamaan :
�� = �
II.1.2.5. Berat Volume Kering (Dry Volume Weight)
Berat Volume Kering atau dapat dinotasikan menjadi �� dapat
didefinisikan sebagai perbandingan antara berat butiran tanah (��) dengan volume
total tanah (�). Berat Volume Tanah (��) dapat dinyatakan dalam persamaan :
�� = ��
� (2.8)
II.1.2.6. Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)
Berat Volume Butiran Padat atau dapat dinotasikan menjadi �� dapat
didefinisikan sebagai perbandingan antara berat butiran tanah (��) dengan volume
butiran tanah padat (��). Berat Volume Butiran Padat (��) dapat dinyatakan dalam
persamaan :
�� = ���
� (2.9)
II.1.2.7. Berat Jenis (Specific Gravity)
Berat Jenis Tanah atau dapat dinotasikan menjadi �� dapat didefinisikan
sebagai perbandingan antara berat volume butiran tanah (��) dengan berat volume
air (��) dengan isi yang sama pada temperatur tertentu. Nilai suatu Berat jenis
tanah tidak memiliki satuan (tidak berdimensi). Berat jenis tanah (��) dapat
dinyatakan dalam persamaan :
�� = ���
Adapun penilaian serta batas-batas besaran Berat Jenis Tanah dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah
Macam Tanah Berat Jenis
Kerikil 2,65 - 2,68
Pasir 2,65 - 2,68
Lanau tak organik 2,62 - 2,68
Lempung organik 2,58 - 2,65
Lempung tak organik 2,68 - 2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25 - 1,80
sumber : Hardiyatmo, H.C., 2002, Mekanika Tanah 1, hal 5
II.1.2.8. Derajat Kejenuhan (S)
Derajat Kejenuhan suatu tanah atau dapat dinotasikan menjadi � dapat
didefinisikan sebagai perbandingan antara volume air (��) dengan volume total
rongga pori tanah (��). Bila tanah dalam keadaan jenuh, maka � = 1. Derajat
kejenuhan suatu tanah (�) dapat dinyatakan dalam persamaan :
� (%) = ���
� � 100 (2.11)
Batas-batas nilai dari Derajat Kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel
Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah
Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan
Tanah kering 0
Tanah agak lembab > 0 - 0,25
Tanah lembab 0,26 - 0,50
Tanah sangat lembab 0,51 - 0,75
Tanah basah 0,76 - 0,99
Tanah jenuh 1
sumber : Hardiyatmo, H.C., 2002, Mekanika Tanah 1, hal 5
II.1.2.9. Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)
Suatu hal yang penting pada tanah berbutir halus adalah sifat
plastisitasnya. Plastisitas disebabkan oleh adanya partikel mineral lempung dalam
tanah yang dapat digambarkan sebagai kemampuan tanah dalam menyesuaikan
perubahan bentuk pada volume yang konstan tanpa adanya retak ataupun remuk.
Plastisitas suatu tanah bergantung pada kadar airnya sehingga tanah
memungkinkan menjadi berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat. Konsistensi
suatu tanah bergantung pada gaya tarik antara partikel mineral lempungnya.
airnya. Batas-batas tersebut adalah batas cair, batas plastis dan batas susut. Hal ini
dapat dilihat dalam Gambar 2.2 .
Gambar 2.2. Batas-batas Atterberg
II.1.2.9.1. Batas Cair (Liquid Limit)
Batas cair (Liquid Limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis yakni batas atas dari daerah plastis.
Batas cair ditentukan dari pengujian Casagrande (1948), yakni dengan menggunakan cawan yang telah dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi
sampel tanah yang telah dibelah oleh grooving tool dan dilakukan dengan pemukulan sampel dengan jumlah dua sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan
dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah
dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan
II.1.2.9.2. Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas plastis (Plastic Limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air tanah pada kedudukan antara daerah plastis dan semi padat, yaitu persentase kadar air di
mana tanah dengan diameter silinder 3,2 mm mulai mengalami retak-retak ketika
digulung.
II.1.2.9.3. Batas Susut (Shrinkage Limit)
Batas susut (Shrinkage Limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air tanah pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di
mana pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume
tanahnya. Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan
porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi
oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan
dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas
susut dapat dinyatakan dalam persamaan
��= �(�1−�2) �2 −
(�1−�2)��
�2 � � 100 % (2.12)
dengan
�1 = berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)
�2 = berat tanah kering oven (gr)
�2 = volume tanah kering oven (��3)
�� = berat jenis air
II.1.2.9.4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks Plastisitas (PI) adalah selisih batas cair dan batas plastis. Adapun
rumusan dalam menghitung besaran nilai indeks plastisitas adalah sesuai dengan
persamaan 2.13 , seperti yang ditunjukkan pada rumusan dibawah.
PI = LL - PL (2.13)
Indeks plastisitas akan merupakan interval kadar air di mana tanah masih
bersifat plastis. Karena itu, indeks plastisitas menunjukkan sifat keplastisitasan
tanah tersebut. Jika tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis yang kecil,
maka keadaan ini disebut dengan tanah kurus, kebalikannya jika tanah
mempunyai interval kadar air daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk.
Tabulasi klasifikasi jenis tanah jika dilakukan peninjauan dari besaran
Indeks Plastisitasnya dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah
PI Sifat Macam tanah Kohesi
0 Non - Plastis Pasir Non - Kohesif
< 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian
7 - 17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif
> 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif
II.1.2.10. Klasifikasi Tanah
Klasisfikasi tanah sangat membantu perencana dalam memberikan
pengarahan melalui cara empiris yang tersedia dari hasil pengalaman yang lalu.
Tetapi perencana harus berhati-hati dalam penerapannya karena penyelesaian
masalah stabilitas, penurunan dan aliran air yang didasarkan pada klasifikasi tanah
sering menimbulkan kesalahan yang berarti.
Kebanyakan klasifikasi tanah menggunakan indeks tipe pengujian yang
sangat sederhana untuk menentukan karakteristik tanahnya. Karakteristik tersebut
digunakan untuk menentukan kelompok klasifikasinya. Umumnya klasifikasi
tanah didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh dari analisa saringan dan
plastisitasnya. Sekarang, terdapat dua sistem klasifikasi yang dapat digunakan
yaitu Unified Soil Classification System dan AASHTO.
II.1.2.10.1. Sistem Klasifikasi Unified
Pada sistem Unified, suatu tanah diklasifikasikan ke dalam tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir) jika lebih dari 50 % tinggal dalam saringan nomor 200
dan sebagai tanah berbutir halus (lanau dan lempung) jika lebih dari 50 % lewat
saringan nomor 200. Simbol-simbol yang digunakan dalam sistem klasifikasi ini
diantaranya :
G = kerikil (gravel)
C = lempung (clay)
M = lanau (silt)
O = lanau atau lempung organic (organic silt or clay)
Pt = gambut (peat)
W = bergradasi baik (well-graded)
P = bergradasi buruk (poor-graded)
H = plastisitas tinggi (high-plasticity)
II.1.2.10.2. Sistem Klasifikasi AASHTO
Sistem AASHTO (American Association of State Highway Transportation Official) berguna untuk menentukan kualitas tanah guna perencanaan timbunan jalan, subbase dan subgrade. Sistem AASHTO membagi tanah ke dalam 7 kelompok, A-1 sampai dengan A-7. Tanah dalam tiap kelompok dievaluasi
terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dalam rumus empiris. Pengujian
yang digunakan hanya berupa analisa saringan dan nilai batas-batas Atterberg.
Gambar 2.4. Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO
II.1.3. Sifat-sifat Mekanis Tanah
II.1.3.1. Pemadatan Tanah (Compaction)
Peristiwa bertambahnya berat volume kering oleh beban dinamis disebut
dengan pemadatan. Pemadatan tanah dapat dimaksudkan untuk mempertinggi
permeabilitas serta dapat mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan
kadar air dan lainnya.
Pada tanah granuler dipandang paling mudah penanganannya untuk
pekerjaan di lapangan. Material ini mampu memberikan kuat geser yang tinggi
dengan sedikit perubahan volume sesudah dipadatkan.
Pada tanah lanau yang dipadatkan umumnya akan stabil dan mampu
memberikan kuat geser yang cukup dan sedikit kecenderungan mengalami
perubahan volume. Namun tanah lanau sangat sulit dipadatkan bila dalam keadaan
basah karena permeabilitasnya rendah.
Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan
memberikan kuat geser yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut
tergantung dari jenis kandungan mineralnya. Lempung padat mempunyai
permeabilitas yang rendah dan tanah ini tidak dapat dipadatkan dengan baik dalam
kondisi basah.
Proctor (1933) mengamati bahwa ada hubungan yang pasti antara kadar air dan berat volume kering supaya tanah padat. Selanjutnya terdapat satu nilai
kadar air optimum tertentu untuk mencapai nilai berat volume kering
maksimumnya. Derajat kepadatan tanah diukur dari berat volume keringnya.
Hubungan berat volume kering (��) dengan berat volume basah (��) dan kadar air
(%) dinyatakan dalam persamaan :
Dalam pengujian di laboratorium alat pemadatan berupa silinder mould
yang mempunyai volume 9,44 x 10−4 �3. Tanah dipadatkan di dalam mould
dengan menggunakan penumbuk dengan berat 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30,5 cm.
Tanah dipadatkan dalam 3 lapisan (standart proctor) dan 5 lapisan (modified proctor) dengan pukulan sebanyak 25 kali pukulan.
Dari pengujian di laboratorium akan didapat hasil berupa kurva yang
menunjukkan hubungan antara kadar air dan berat volume kering tanah yang
ditunjukkan oleh Gambar.
Gambar 2.5. Hubungan antara kadar air dan berat isi kering tanah
II.1.3.2. Pengujian Triaxial (Triaxial Test)
Pengujian triaxial dapat dilaksanakan dengan tiga cara, yakni :
a) Pengujian dengan cara Unconsolidated Undrained ( UU Test ) b) Pengujian dengan cara Consolidated Undrained ( CU Test ) c) Pengujian dengan cara Consolidated Drained ( CD Test )
tegangan sel (tegangan keliling) kemudian dibebani dengan beban normal melalui
penerapan tegangan deviator sampai mencapai keruntuhan. Pada penerapan
tegangan deviator selama penggeserannya, tidak diizinkan air keluar dari benda
ujinya. Jadi, selama pengujian, katup drainase ditutup. Karena pada pengujiannya
air tak diizinkan mengalir ke luar, beban normal tidak ditransfer ke butiran
tanahnya. Keadaan tanpa drainase ini menyebabkan adanya tekanan kelebihan
tekanan pori dengan tidak ada tahanan geser hasil perlawanan dari butiran
tanahnya.
Pengujian dengan cara Consolidated-Undrained Test, dimana benda uji mula-mula dibebani dengan tegangan sel tertentu dengan mengizinkan air
mengalir ke luar sampai konsolidasi selesai. Tegangan deviator kemudian
diterapkan dengan drainase dalam keadaan tertutup sampai benda uji mengalami
keruntuhan. Karena katup drainase tertutup, volume tidak akan berubah selama
penggeserannya. Pada pengujian dengan acara ini, akan terjadi kelebihan tekanan
air pori dalam benda ujinya. Pengukuran tekanan air pori dapat dilakukan selama
pengujian berlangsung.
Pengujian dengan cara Consolidated-Drained, dimana mula-mula tegangan sel tertentu diterapkan pada benda uji dengan katup drainase terbuka
sampai konsolidasi selesai. Kemudian, pada benda uji dengan katup drainase
terbuka sampai konsolidasi selesai. Kemudian dengan katup drainase tetap
terbuka, tegangan deviator diterapkan dengan kecepatan yang rendah sampai
benda uji runtuh. Kecepatan pembebanan yang rendah dimaksudkan agar dapat
menjamin tekanan air pori nol selama proses penggeserannya. Pada kondisi ini
Pada Tabel 2.4 dapat dilihat klasifikasi tanah yang dibuat dengan peninjauan dari
nilai sudut geser dalam tanahnya.
Tabel 2.4. Nilai-nilai estimasi sudut geser dalam dari
hasil uji Triaxial (Bowles, 1977)
Jenis Tanah Macam Pengujian Triaxial
UU CU CD
II.2. Bahan-bahan Penelitian
II.2.1. Tanah Lempung
Beberapa sumber dari penulis buku mengatakan tentang definisi tanah
lempung antara lain:
1. Das (1998), mendefinisikan bahwa tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokronis sampai dengan sub-mikrokronis yang berasal dari
pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat
keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada
keadaan air lebih tinggi lempung bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.
2. Bowles (1986), mendefinisikan bahwa tanah lempung sebagai deposit yang mempunyai partikel yang berukuran kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam
jumlah lebih dari lima puluh persen.
Mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang kompleks
yang terdiri dari satu atau dua unit dasar yaitu silica tetrahedra dan aluminium oktahedra. Setiap unit tetrahedra terdiri dari empat atom oksigen yang mengelilingi satu atom silikon. Kombinasi dari unit-unit silica tetrahedra tersebut membentuk lembaran silika (silica sheet). Sedangkan unit oktahedra terdiri dari enam gugus ion hidroksil (OH) yang mengelilingi atom aluminium dan kombinasi
dari unit-unit hidroksi aluminium berbentuk oktahedra itu membentuk lembaran
oktahedra (lembaran gibbsite / gibbsite sheet). Pada sebuah lembaran silika, setiap atom silikon yang bermuatan positif dan bervalensi empat dihubungkan
dengan empat atom oksigen yang bermuatan negatif dengan valensi total delapan.
atom silikon lainnya. Ini berarti bahwa atom-atom oksigen disebelah atas dari
unit-unit tetrahedra mempunyai kelebihan valensi (negatif) sebesar satu dan harus
diseimbangkan. Bila lembaran silika itu ditumpuk di atas lembaran oktahedra,
atom-atom oksigen tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil pada
( a ) ( b )
( c ) ( d )
( e )
Gambar 2.7. Struktur Atom Mineral Lempung
( a ) silica tetrahedra ; ( b ) silica sheet ;
( c ) aluminium oktahedra ; ( d ) lembaran oktahedra (gibbsite) ; ( e ) lembaran silika - gibbsite
II.2.2. Semen
Semen berasal dari bahasa latin “cementum”, dimana kata ini mula-mula dipakai oleh bangsa Roma yang berarti bahan atau ramuan pengikat. Dengan kata
lain semen dapat didefinisikan adalah suatu bahan perekat yang berbentuk serbuk
halus, bila ditambahkan air akan terjadi reaksi hidrasi sehingga dpat mengeras dan
digunakan sebagai pengikat (mineral glue). Pada mulanya semen digunakan orang-orang Mesir Kuno untuk membangun piramida yaitu sejak abad ke-5
dimana batu batanya satu sama lain terikat kuat dan tahan terhadap cuaca selama
berabad-abad. Bahan pengikat ini ditemukan sejak manusia mengenal api karena
mereka membuat api di gua-gua dan bila api kena atap gua maka akan rontok
berbentuk serbuk. Serbuk ini bila kena hujan menjadi keras dan mengikat
batu-batuan disekitarnya dan dikenal orang sebagai batu masonry.
II.2.2.1. Bahan-bahan Pembuatan Semen
Bahan mentah yang digunakan dalam pembuatan semen adalah batu
kapur, pasir silica, tanah liat dan pasir besi. Total kebutuhan bahan mentah yang
digunakan untuk memproduksi semen yaitu :
1. Batu Kapur digunakan ± 81 %
Batu kapur merupakan sumber utama oksida yang mempunyai rumus CaCO3
(Calcium Carbonat). Pada umumnya tercampur MgCO3 dan MgSO4. Batu kapur
2. Pasir Silika digunakan ± 9 %
Pasir Silika memiliki rumus SiO2 (Silicon Dioksida). Pada umumnya pasir
silika terdapat bersama oksida logam lainnya, semakin murni kadar SiO2 maka
semakin berwarna merah atau coklat, disamping itu semakin mudah menggumpal
karena kadar airnya tinggi. Pasir silika yang baik untuk pembuatan semen adalah
dengan kadar SiO2 ± 90%.
3. Tanah Liat digunakan sebanyak ± 9%
Rumus kimia tanah liat yang digunakan pada produksi semen adalah
SiO2Al2O3.2H2O . Tanah liat yang baik untuk digunakan memiliki kadar air
±20%, kadar air SiO2 tidak terlalu tinggi ±46%.
4. Pasir besi digunakan sebanyak ± 1%
Pasir besi memiliki rumus kimia Fe2O3 (Ferri Oksida) yang pada umumnya
selalu tercampur dengan SiO2 dan TiO2 sebagai impuritiesnya. Fe2O3 berfungsi
sebagai penghantar panas dalam proses pembuatan terak semen. Kadar yang baik
dalam pembuatan semen yaitu Fe2O3 ±75% - 80% . Pada penggilingan akhir
II.2.2.2. Jenis-jenis Semen
Umumnya jenis semen yang dikenal saat ini antara lain sebagai berikut :
1. Semen Portland (Portland Cement)
Semen Portland merupakan semen hidrolis yang dihasilkan dengan jalan menghaluskan terak yang mengandung senyawa-senyawa kalsium silikat dan
biasanya juga mengandung satu atau lebih senyawa-senyawa kalsium sulfat yang
ditambahkan pada pengggilingan akhir. Semen Portland adalah semen yang diperoleh dengan menghaluskan terak yang terutama terdiri dari silikat-silikat,
kalsium yang bersifat hidrolis bersama bahan tambahan biasanya gypsum
Tipe-tipe semen Portland ada lima, diantaranya :
a. Tipe I (Ordinary Portland Cement)
Semen Portland tipe ini digunakan untuk segala macam konstruksi apabila tidak diperlukan sifat-sifat khusus, misalnya tahan terhadap sulfat, panas hiderasi
dan sebagainya. Semen ini mengandung 5 % MgO dan 2,5-3% SO3.
b. Tipe II (Moderate Heat Portland Cement)
Semen Portland tipe ini digunakan untuk bahan konstruksi yang memerlukan sifat khusus tahan terhadap sulfat dan panas hiderasi yang sedang. Biasanya
digunakan untuk daerah pelabuhan dan bangunan sekitar pantai. Semen ini
mengandung 20% SiO2, 6% Al2O3, 6% Fe2O3 , 6%MgO , dan 8% C3A.
c. Tipe III (High Early Strength Portland Cement)
Semen ini merupakan semen yang digunakan biasanya dalam
Semen ini memiliki kadungan C3S yang lebih tinggi dibandingkan Semen
Portland tipe I dan II sehingga proses pengerasan terjadi lebih cepat dan cepat mengeluarkan kalor. Semen ini tersusun dari 3,5-45 Al2O3, 6% Fe2O3, 35% C3S,
6% MgO, 40% C2S dan 15% C3A.
d. Tipe IV (Low Heat Portland Cement)
Semen tipe ini digunakan pada bangunan dengan tingkat panas hiderasi yang
rendah misalnya pada bangunan beton yang besar dan tebal. Baik sekali untuk
mencegah keretakan. Low Heat Portland Cement ini memiliki kandungan C3S dan
C3A lebih rendah sehingga kalor yang dilepas lebih rendah. Semen ini tersusun
dari 6,5% MgO, 2,3% SO3, dan 7% C3A.
e. Tipe V (Super Sulphated Cement)
Semen yang sangat tahan terhadap pengaruh sulphat misalnya pada tempat
pengeboran lepas pantai, pelabuhan dan terowongan. Komposisi komponen
utamanya adalah slag tanur tinggi dan kandungan aluminanya yang tinggi. Semen
ini tersusun dari 5% terak Portland Cement, 6% MgO, 2,3% SO2 dan 5% C3A.
2. Semen Putih
Portland cement yang memiliki warna keabu-abuan. Warna ini disebabkan oleh kandungan oksida silika pada Portland Cement tersebut. Jika kandungan
3. Semen Masonry
Semen Masonry dibuat dengan menggiling campuran terak semen Portland
dengan batu kapur, batu pasir atau slag dengan perbandingan 1:1 .
4. Semen Sumur Minyak (Oil Well Cement)
Semen ini digunakan pada temperatur dan tekanan tinggi, sering dijumpai
pada penggunaan pengeboran minyak atau digunakan untuk pengeboran air tanah
artesis. Semen ini merupakan semen Portland yang dicampur dengan retarder untuk memperlambat pengerasan semen seperti lignin, asam borat, casein dan
gula.
5. Semen Alami (Natural Cement)
Semen ini dihasilkan dari kerang batu kapur yang mengandung tanah liat
seperti komposisi semen di alam. Material ini dibakar sampai suhu pelelehannya
hingga menghasilkan terak. Kemudian terak tersebut digiling menjadi semen
halus. Dalam pemakaiannya dicampur dengan semen Portland.
6. Semen Alumina Tinggi (High Alumina Cement)
Semen yang memiliki kandungan alumina tinggi, dimana perbandingan antara
kapur dan alumina adalah sama. Semen ini dibuat dengan mencampur kapur,
silika dan oksida silika yang dibakar hingga meleleh dan kemudian hasilnya
didinginkan lalu digiling hingga halus. Ciri dari semen ini memiliki ketahanan
7. Semen Pozzolona
Semen ini mengandung senyawa silika dan alumina dimana bahan pozzolona
sendiri tidak memiliki sifat seperti semen, akan tetapi bentuk halusnya dan dengan
adanya air, senyawa-senyawa tersebut membentuk kalsium aluminat hidrat yang
bersifat hidraulis.
8. Semen Trass
Semen yang dihasilkan dengan menggiling campuran antara 60% - 80% trass
atau tanah yang berasal dari debu gunung berapi yang serupa dengan pozzolona
dengan menambah CaSO4.
9. Semen Slag (Slag Cement)
Semen slag ini dikenal 2 macam tipe, yaitu :
• Eisen Portland Cement
Semen yang dihasilkan dari penggilingan campuran 60% terak Portland dan 40% butir-butir slag tanur tinggi.
• High Often Cement
Semen yang dihasilkan dari penggilingan campuran yang mengandung 15% -
II.2.3. Fly Ash
Fly Ash adalah material yang sangat halus serta mempunyai gradasi yang seragam yang berasal dari sisa pembakaran besi baja atau batu bara. Sekitar 80 %
abu yang terbentuk dari pembakaran batu bara keluar dari tungku pembakaran,
ada yang melalui cerobong asap yang disebut fly ash dan ada sisa kasar pembakaran batu bara pada dasar tungku disebut bottom ash. Fly ash termasuk material yang disebut dengan pozzolanic material karena fly ash mengandung bahan pozzolan yaitu Silica (SiO2) , Besi Oksida (Fe2O3) , Aluminium Oksida
(Al2O3) , Calsium Oksida (CaO) , Magnesium Oksida (MgO) dan Sulfat (SO4) .
Mutu dari fly ash beragam, hal ini bergantung pada :
• Mutu dan jenis batu bara
• Efisiensi pembakaran dan kehalusan serbuk batu bara
• Dimensi tungku pembakaran
• Cara penangkapan fly ash dari pembakaran
II.2.3.1. Analisa Unsur Kimia Fly Ash
Menurut Davidson (1961) hasil analisa kimia dari fly ash memiliki ukuran yang berbeda-beda dan unsur-unsur yang tidak terbakar seperti : SiO2, Al2O3 dan
Fe2O3 cenderung berada pada partikel yang berukuran halus, sedangkan
unsur-unsur karbon yang ada pada umumnya ditentukan oleh “Loss of ignition” lebih dominan pada partikel kasar, sehingga persentase berat yang lolos ayakan No. 325
II.2.3.2. Sifat Fisik dan Karakterikstik Kimia Fly Ash
Ukuran dan bentuk karakteristik partikel fly ash tergantung dari tempat asal dan kesamaan dari batu bara, derajat penghacuran sebelum dibakar,
pembakaran yang merata dan tipe sistem padat yang berlubang disebut
cenosphere dan yang berbentuk bulat yang mengandung lebih sedikit fly ash
disebut plerosphere. Proses pembakaran batu bara memegang peranan yang sangat penting sebab fly ash yang dihasilkan akan semakin baik apabila proses pembakarannya semakin sempurna. Fly ash akan berwana kehitam-hitaman jika dilakukan dalam pembakaran dengan suhu pembakaran kurang dari 1000�C
(pembakaran tidak sempuran) dan akan berwana keabu-abuan jika dilakukan
pembakaran dengan suhu pembakaran pada suhu 1000�C (pembakaran
sempuran). Pembakaran yang tidak sempurna akan menghasilkan fly ash yang kehitam-hitaman, hal ini disebabkan kandungan karbon yang terdapat dalam fly ash masih banyak yang belum terbakar.
II.2.3.3. Klasifikasi Fly Ash
Menurut ASTM C618- 96 ada tiga klasifikasi abu layang batubara (fly ash) yaitu :
• Fly ash kelas F : merupakan fly ash yang diproduksi dari pembakaran
batubara antrasit atau bituminus dan mempunyai sifat pozzolanic. Fly ash
kelas F ini kadar kapurnya rendah (CaO < 10%) sedangkan kadar (SiO2 +
• Fly ash kelas C : diproduksi dari pembakaran batubara lignit atau
sub-bituminus. Mempunyai sifat pozolanic dan sifat self-cementing, sifat ini timbul tanpa penambahan kapur. Fly ash kelas C mengandung kapur (CaO) > 20% dan kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 50%.
• Fly ash kelas N : merupakan buangan atau pozzolan alam terkalsinasi seperti
beberapa tanah diatomaceous , opalinse chert dan debu-debu vulkanik serta bahan- bahan lainnya yang mungkin masih dalam proses kalsinasi (Wardani,
2008).
Tiap elemen dalam fly ash memiliki sifat yang berbeda-beda. Elemen-elemen utama dari abu layang dibedakan dalam tiga kelompok sebagai berikut:
1. Oksida logam asam, antara lain: SiO2, Al2O3 , dan TiO2
2. Oksida logam basa, antara lain: Fe2O3 , CaO, MgO, K2O dan Na2O.
3. Unsur-unsur lain, seperti P2O5 , SO3, sisa karbon dan beberapa unsur lain
II.2.3.4. Pengaruh Fly Ash Terhadap Tanah Lempung
Pada campuran antara fly ash dengan tanah lempung terjadi reaksi yang dikenal dengan reaksi Pozzolanic. Reaksi pozzolanic merupakan reaksi yang terjadi antara unsur kalsium dengan silika dan aluminium sehingga membentung
Reaksi pozzalonic terjadi akibat adanya ion hidroksil (OH) pada permukaan tanah lempung. Hidroksil ini sangat besar kemampuannya untuk
melepaskan diri dari partikel lempung seperti yang terlihat pada reaksi di bawah
ini :
H2
O
SiOH ���−+ �+
Penambahan fly ash akan memperkaya kandungan Alumina dan Silica
pada tanah karena gradasi fly ash lebih besar dari tanah liat, maka penambahan fly ash juga akan membuat tanah lempung mempunyai gradasi yang lebih baik sehingga mudah diolah (Workability meningkat). Panas yang dihasilkan fly ash
dapat mengurangi kadar air pada tanah basah. Tanah lempung dengan kandungan
pozzolan yang sangat baik bereaksi dengan fly ash untuk membentuk suatu massa yang keras dan kaku.
II.3. Stabilisasi Tanah
Stabilisasi tanah adalah suatu upaya untuk memperbaiki atau memperkuat
suatu tanah agar tanah tersebut sesuai dengan persyaratan yang diinginkan dengan
mutu yang baik. Hal ini juga dapat dimaksudkan agar tanah dapat meningkat daya
dukungnya sehingga mampu memikul beban konstruksi yang berada diatasnya.
Tanah menurut klasifikasinya dapat dibagi menjadi beberapa jenis
dari 0,002 mm. Tanah lempung adalah salah satu jenis tanah yang sering
dilakukan proses stabilisasi. Hal ini dikarenakan lempung memiliki sifat yakni
jika basah akan bersifat lunak plastis dan kohesif, mengembang dan menyusut
dalam jangka waktu yang relatif cepat sehingga mempunyai pengaruh perubahan
volume yang besar karena pengaruh air. Sifat inilah yang membuat tanah lempung
sering dilakukan proses stabilisasi agar sifat tersebut diperbaiki sehingga dapat
meningkatkan daya dukung tanah tersebut.
Secara umum stabilisasi dapat dibagi menjadi dua metode yakni metode
stabilisasi secara mekanis dan stabilisasi secara kimiawi. Stabilisasi secara
mekanis dapat diartikan sebagai metode stabilisasi dengan cara mencampurkan
tanah dasar dengan tanah lain yang berada disekitar lokasi (agar lebih ekonomis).
Hal ini dimaksudkan agar dari tanah tersebut didapat tanah bergradasi baik (well graded) sehingga tanah dasar yang dipakai telah memenuhi persyaratan yang diinginkan. Sedangkan metode stabilisasi secara kimiawi adalah stabilisasi dengan
cara melakukan pencampuran bahan tambah atau bahan kimia pada tanah.
Stabilisator yang sering digunakan yakni semen, kapur, abu sekam padi,
abu cangkak sawit, fly ash, bitumen dan bahan-bahan lainnya. Namun stabilisasi tanah juga dapat dilakukan diluar dari metode di atas yakni diantaranya dengan
cara menggunakan lapisan tambah pada tanah (misalnya geogrid atau geotekstil), melakukan pemadatan dan pemampatan di lapangan serta dapat juga dengan
II.4. Stabilitas Lereng
II.4.1. Teori Stabilitas Lereng
Sebuah permukaan tanah yang terbuka yang berdiri membentuk sudut
tertentu terhadap horisontal disebut sebuah lereng tanpa perkuatan. Lereng dapat
terjadi secara ilmiah atau buatan manusia. Jika tanah tidak horisontal, suatu
komponen gravitasi akan cenderung untuk menggerakkan tanah ke bawah. Jika
komponen gravitasi cukup besar maka kegagalan lereng akan terjadi, yakni massa
tanah dapat meluncur jatuh. Gaya yang meluncurkan mempengaruhi ketahanan
dari kuat geser tanah sepanjang permukaan keruntuhan.
Seorang engineer sering diminta untuk membuat perhitungan untuk memeriksa keamanan dari lereng alamiah, lereng galian, dan lereng timbunan.
Pemeriksaan ini termasuk menentukan kekuatan geser yang terbangun sepanjang
permukaan keruntuhan dan membedakannya dengan kekuatan geser tanah. Proses
ini disebut analisa stabilitas lereng. Permukaan keruntuhan itu biasanya adalah
permukaan kritis yang memiliki faktor keamanan minimum.
Analisa stabilitas lereng adalah hal yang sulit untuk dilakukan. Evaluasi
variabel-variabel seperti stratifikasi tanah dan parameter-parameter tanahnya bisa
menjadi suatu pekerjaan yang berat. Rembesan pada lereng dan pemilihan suatu
permukaan gelincir potensial menambah kompleksitas dari pemasalahan ini.
Pengertian tanah longsor sebagai respon dari pada yang merupakan faktor
utama dalam proses geomorfologi akan terjadi di mana saja di atas permukaan
bumi, terutama permukaan relief pegunungan yang berlereng terjal, maupun
atau tanah di atas lereng permukan yang bergerak kearah bawah lereng bumi
disebabkan oleh gravitasi/gaya berat.
Didaerah yang beriklim tropis termasuk Indonesia, air hujan yang jatuh ke
atas permukaan tanah memicu gerakan material yang ada diatas permukaan
lereng. Material berupa tanah atau campuran tanah dan rombakan batuan akan
bergerak kearah bawah lereng dengan cara air meresap kedalam celah pori batuan
atau tanah, sehingga menambah beban material permukaan lereng dan menekan
material tanah dan bongkah-bongkah perombakan batuan, selanjutnya memicu
lepas dan bergeraknya material bersama-sama dengan air.
II.4.2. Upaya Stabilisasi Lereng
Ada beberapa upaya dalam pengendalian kelongsoran pada suatu lereng,
diantaranya adalah :
1. Mengurangi beban di puncak lereng
• Pemangkasan lereng
• Pemotongan lereng atau cut biasanya digabungkan dengan pengisian
pengurugan atau fill di kaki lereng.
2. Menambah beban di kaki lereng
• Menanam tanaman keras (biasanya pertumbuhannya cukup lama).
• Membuat dinding penahan (bisa dilakukan dalam waktu yang relatif
• Membuat ‘bronjong’, yaitu batu-batu bentuk menyudut diikat dengan
kawat dengan bentuk angular atau menyudut lebih kuat dan tahan lama
dibandingkan dengan bentuk bulat.
3. Mencegah lereng jenuh dengan airtanah atau mengurangi kenaikan kadar air
• Membuat beberapa penyaliran air (dari bambu atau pipa paralon) di
kemiringan lereng dekat ke kaki lereng yang berguna supaya muka air
tanah yang naik di dalam tubuh lereng akan mengalir ke luar sehingga
muka air tanah turun
• Menanam vegetasi dengan daun lebar di puncak-puncak lereng sehingga
evapotranspirasi meningkat. Air hujan yang jatuh akan masuk ke tubuh
lereng (infiltrasi).
• Peliputan rerumputan. Cara yang sama untuk mengurangi pemasukan
atau infiltrasi air hujan ke tubuh lereng, selain itu peliputan rerumputan
jika disertai dengan desain drainase juga akan mengendalikan run-off.
4. Mengendalikan air permukaan
• Membuat desain drainase yang memadai sehingga air permukaan dari
puncak-puncak lereng dapat mengalir lancar dan infiltrasi berkurang.
• Penanaman vegetasi dan peliputan rerumputan juga mengurangi air larian
II.4.3. Klasifikasi Tanah Longsor
Tanah longsor yang disesuaikan dengan dasar klasifikasi yang dipergunakan
masing-masing ahli, berikut ini dijelaskan nama-nama kelas gerakan tanah yang
umum dipakai (Ritter, 1986) :
1. Tanah Longsor tipe jatuhan (‘falls’)
Tanah longsor tipe ini, material batuan atau tanah atau campuran
kedua-duanya bergerak dengan cara jatuh bebas karena gaya beratnya sendiri. Proses
tanah longsor semacam ini umumnya terjadi pada lereng terjal , bisa dalam bentuk
bongkah individual batuan berukuran besar atau dalam bentuk guguran fragmen
bongkah bercampur dengan bongkah-bongkah yang berukuran lebih kecil.
2.Tanah Longsor tipe robohan (‘toples’)
Gerakan massa tipe robohan hampir serupa dengan tanah longsor tipe falls,
pada tipe topples ini gerakannya dimulai dengan bagian paling atas dari bongkah
lepas dari batuan dari batuan induknya karena adanya cela retakan pemisah,
bongkah terdorong kedepan hingga tidak dapat menahan bebannya sendiri.
3. Tanah Longsor tipe gelincir (‘slides’)
Tanah longsor tipe gelincir adalah tanah longsor batuan atau tanah atau
campuran keduanya yang bergerak melalui bidang gelincir tertentu yang bertindak
sebagai bidang diskontinuitas berupa bidang perlapisan batuan atau bidang
patahan, bidang kekar, bidang batas pelapukan. Jika bidang-bidang diskontinuitas
tersebut sejajar dengan bidang perlapisan, maka semakin besar peluang terjadinya
II.4.4. Perhitungan Faktor Keamanan Lereng
Faktor Keamanan (FS) lereng tanah dapat dihitung dengan berbagai
metode. Faktor Keamanan (FS) adalah nilai banding antara gaya yang menahan
dan gaya yang menggerakkan. Data-data yang diperlukan dalam perhitungan nilai
faktor keamanan suatu lereng adalah :
a. Data lereng (terutama diperlukan untuk membuat penampang lereng.)
• Sudut kemiringan lereng
• Tinggi lereng atau panjang lereng dari kaki lereng ke puncak lereng.
b. Data mekanika tanah
• Sudut geser dalam (Ø)
• Berat isi tanah (ɣ)
• Kohesi (c)
• Kadar air tanah (w)
Perumusan dalam perhitungan suatu faktor keamanan (FS) suatu lereng
adalah :
��= �� ��
Dimana : FS = Faktor Keamanan
�� = Tegangan geser rata-rata tanah
�� = Tegangan geser yang terjadi di sepanjang bidang runtuh
�� = �′+�′tan∅′ dan �� = �′�+�′�tan∅′�
Sehingga diperoleh persamaan baru yakni :
��= �
′+�′tan∅′ �′�+�′�tan∅′�
Faktor keamanan yang diperhitungkan juga ditinjau dari faktor keamanan
kohesi (��′) dan faktor keamanan friksi (�∅′). Persamaan untuk mendapatkan nilai
dari faktor keamanan kohesi (��′) dan faktor keamanan friksi (�∅′) adalah :
Faktor keamanan suatu lereng dapat dilihat dari Tabel 2.5 yang dibuat
sesuai dengan besar kestabilan suatu lereng.
Tabel 2.5. Nilai Faktor Keamanan Untuk Perancangan Lereng (Sosrodarsono , 2003)
Faktor Keamanan ( FS ) Keadaan Lereng
FS < 1,00 Lereng dalam kondisi tidak mantap (lereng labil)
1,00 < FS < 1,20 Lereng dalam kondisi kemantapan diragukan
1,30 < FS < 1,40 Lereng dalam kondisi memuaskan
Dalam perhitungan perhitungan nilai faktor keamanan suatu lereng dapat
dilakukan dengan berbagai cara diantaranya dengan metode grafik. Menurut
Taylor (1937), perhitungan faktor keamanan dapat dilakukan dengan menghitung resultan gaya dari faktor keamanan kohesi (��′) dan faktor keamanan friksi (�∅′).
Angka stabilitas (m) diperoleh dari plot antara nilai sudut geser dalam tanah
dengan sudut kemiringan lereng yang ditinjau, atau dengan menggunakan
rumusan berupa :
�= �
��
dimana : m = angka stabilitas
c = kohesi tanah (kg/cm²)
ɣ = berat isi tanah (g/cm3)
H = tinggi lereng (m)
Gambar 2.8 menunjukkan grafik hubungan antara angka stabilitas dengan
sudut kemiringan lereng (Ø > 0).
Dengan menggunakan metode Taylor, Singh (1970) juga member grafik unutk menentukan angka-angka keamanan (FS) untuk bermacam-macam
Gambar 2.8. Grafik Hubungan antara Angka Stabilitas
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Program Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada sampel tanah yang tidak berikan bahan
stabilisasi dan pada tanah yang diberikan bahan stabilisasi yakni dengan bahan
stabilisasi berupa penambahan semen dan fly ash dengan berbagai variasi pencampuran.
Program penelitian yang disusun oleh peneliti dalam penelitian ini
meliputi pekerjaan persiapan, pekerjaan uji laboratorium dan analisis hasil uji
laboratorium terhadap data stabilisasi lereng yang telah ditentukan. Skema
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian 4. Analisa Saringan 5. Uji Proctor Standar
Pembentukan Benda Uji 1. Kombinasi campuran
• 2% PC + 2% FA • 2% PC + 4% FA • 2% PC + 6% FA
2. Lakukan pemeraman (curing time) selama 0 hari, 4 hari, 7 hari
3. Pemadatan dengan Proctor Standar
Uji Triaxial CU
Analisis Data Lab
Analisis Stabilitas Lereng dengan hasil uji Triaxial CU
Kesimpulan dan Saran
III.2. Pekerjaan Persiapan
Adapun pekerjaan persiapan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian
ini yakni :
• Mencari literatur yang berkaitan dengan tanah lempung yang distabilisasi
dengan semen dan fly ash, literatur mengenai pengujian triaxial serta literatur mengenai perhitungan stabilisasi lereng.
• Pengambilan sampel tanah
Sampel tanah yang dipakai dalam penelitian ini diambil dari Jalan Raya
Medan Tenggara, Sumatera Utara. Tanah yang diambil termasuk tanah
lempung dengan kadar air rendah – sedang.
• Pengadaan semen
Semen yang dipakai adalah jenis semen type Portland dengan merk dagang Semen Padang (PPC / Portland Pozzolan Cement).
• Pengadaan serbuk fly ash
Fly ash yang dipakai adalah fly ash Tipe F (menurut ASTM C618- 96), hasil pembakaran batu bara yang diperoleh dari PT. Adhi Karya yang berada di
daerah Patumbak, Deli Serdang, Sumatera Utara.
III.3. Proses Sampling
Adapun pengambilan (proses) sampling tanah terganggu (asli) yang
diperoleh dari lapangan adalah dengan cara melakukannya dari tanah yang berada
yang ada dapat terangkat dan tidak terikut dalam tanah yang akan dipakai. Adapun
prosedur sampling yang dilakukan adalah :
• Menentukan lokasi tanah yang akan dilakukan sampel, yaitu di Jalan Raya
Medan Tenggara, Medan, Sumatera Utara
• Melakukan pembersihan humus dan akar-akar tanaman yakni ± 30cm dari
muka tanah.
• Melakukan pengambilan sampel tanah yang akan digunakan dengan
memasukkan ke dalam karung goni untuk memudahkan pekerjaan
pemindahan ke laboratorium.
III.4. Pekerjaan Laboratorium
III.4.1. Uji Sifat Fisik Tanah
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pengujian laboratorium untuk
mengetahui sifat-sifat fisik dari tanah asli yang digunakan dalam penelitian ini.
Hal ini dilakukan agar peneliti dapat mengetahui karakteristik serta sifat-sifat
tanah yang akan diuji. Adapun pengujian-pengujian di laboratorium yang
dilakukan untuk memperoleh nilai serta sifat fisik tanah diantaranya adalah :
• Uji Kadar Air ( Water Content Test )
• Uji Berat Jenis ( Specific Gravity Test )
• Uji Berat Volume ( Volume Weight Test )
• Uji batas-batas Atterberg ( Atterberg Limit )
III.4.2. Uji Sifat Mekanis Tanah
III.4.2.1. Uji Proctor Standar
Peneliti dalam hal ini turut melakukan pengujian pada sampel tanah asli
yang berguna untuk mengetahui sifat mekanis dari tanah tersebut. Adapun sifat
mekanis yang dilakukan pada tanah asli adalah :
• Uji Proctor Standar ( Standart Compaction Test )
Pengujian ini diperlukan agar dapat mengetahui besar kadar air optimum
serta mengetahui berat isi kering maksimum. Hal ini sangat diperlukan karena
dalam proses pencampuran (mix design) yang akan dilakukan dapat diibaratkan bahwa tanah asli yang telah dicampur yang bersifat sebagai tanah disturbed
dianggap memiliki kepadatan lapangan dan kadar air lapangan seperti tanah
undisturbed.
Dalam proses sebelum pencampuran tanah asli dengan bahan stabilisator
perlu dilakukan pemeraman (curing time). Curing time dimaksudkan agar bahan stabilisator yang telah bercampur dengan tanah tersebut dalam sepenuhnya
memberikan efek dan bereaksi dengan tanah tersebut. Perlunya dilakukan variasi
pemeraman yang berguna sebagai bahan perbandingan untuk melihat nilai
kekuatan yang dimiliki oleh campuran tanah tersebut, manakah lama pemeraman
yang lebih menghasilkan kekuatan yang lebih besar.