• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

6.2.1Bagi institusi pelayanan kesehatan, agar membuat program penanggulangan untuk penyakit katarak seperti pemeriksaan mata berkala dan operasi katarak gratis

6.2.2Memberikan informasi berupa poster/brosur kepada masyarakat tentang gejala, penyebab dan tanda-tanda terjadinya katarak

6.2.3Meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui penyuluhan tentang upaya pencegahan penyakit katarak

6.2.4 Perlu dilakukan penyuluhan pada penderita katarak yang selesai operasi agar tetap dalam kondisi yang baik terutama pada pasien DM agar gula darahnya tetap terkontrol

6.2.5 Bagi pihak rumah sakit perlu melengkapi system pencatatan rekam medic

6.2.6 Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhitungkan factor-faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya katarak seperti pekerjaan dan factor-faktor lain yang dapat mempengaruhi visus pasca operasi.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katarak Senilis

2.1.1. Definisi

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya (Ilyas, 2010). Lima puluh satu persen (51%) kebutaan diakibatkan oleh katarak(WHO,2012). Katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling sering ditemukan. Katarak senilis adalah setiap kekeruhan pada lensa yang terjadi pada usia lanjut, yaitu di atas usia 50 tahun.

2.1.2. Faktor Resiko

Katarak adalah penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal yang berpengaruh antara lain adalah umur dan jenis kelamin sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh adalah pekerjaan dan pendidikan yang berdampak langsung pada status sosial ekonomi dan status kesehatan seseorang, serta faktor lingkungan, yang dalam hubungannya dalam paparan sinat Ultraviolet yang berasal dari sinar matahari (Sirlan F, 2000).

2.1.2.1 Usia

Proses normal ketuaan mengakibatkan lensa menjadi keras dan keruh. Dengan meningkatnya umur, maka ukuran lensa akan bertambah dengan timbulnya serat-serat lensa yang baru. Seiring bertambahnya usia, lensa berkurang kebeningannya, keadaan ini akan berkembang dengan bertambahnya berat katarak. .Prevalensi katarak meningkat tiga sampai empat kali pada pasien berusia >65 tahun (Pollreisz dan Schmidt, 2010).

2.1.2.2 Jenis Kelamin

Usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan oleh laki-laki, ini diindikasikan sebagai faktor resiko katarak dimana perempuan penderita katarak lebih banyak dibandingkan laki-laki (WHO, 2012)

2.1.2.3 Riwayat Penyakit

Diabetes Melitus (DM) dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi, dan kemampuan akomodasi. Meningkatnya kadar gula darah, juga akan meningkatkan kadar gula di aqueous humor. Glukosa dari aqueous akan masuk ke lensa melalui difusi dimana sebagian dari glukosa ini diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose reduktase melalui jalur poliol, yang tidak dimetabolisme dan tetap tinggal di lensa. Telah terbukti bahwa akumulasi intraselular sorbitol menyebabkan perubahan osmotic sehingga air masuk ke lensa, yang akan mengakibatkan pembengkakkan serabut lensa. Penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa akumulasi poliol intraseluler menyebabkan kolaps dan likuifaksi(pencairan) serabut lensa, yang akhirnya terjadi pembentukan kekeruhan pada lensa (Pollreisz dan Schmidt, 2010).

2.1.3. Patogenesis

Katarak senilis adalah penyebab utama gangguan penglihatan pada orang tua. Patogenesis katarak senilis bersifat multifaktorial dan belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun sel lensa terus bertumbuh sepanjang hidup, tidak ada sel-sel yang dibuang. Seiring dengan bertambahnya usia, lensa bertambah berat dan tebal sehingga kemampuan akomodasinya menurun. Saat lapisan baru dari serabut korteks terbentuk secara konsentris, sel-sel tua menumpuk ke ararh tengah sehingga nukleus lensa mengalami penekanan dan pengerasan (sklerosis nuklear).

Crystallin (protein lensa) mengalami modifikasi dan agregasi kimia menjadi high-molecular-weight-protein. Agregasi protein ini menyebabkan fluktuasi mendadak pada index refraksi lensa, penyebaran sinar cahaya, dan penurunan transparansi. Perubahan kimia protein lensa nuklear ini juga menghasilkan pigmentasi yang progresif sehingga seiring berjalannya usia lensa menjadi

bercorak kuning kecoklatan sehingga lensa yang seharusnya jernih tidak bisa menghantarkan dan memfokuskan cahaya ke retina. Selain itu, terjadi penurunan konsentrasi Glutathione dan Kalium diikuti meningkatnya konsentrasi Natrium dan Kalsium.

2.1.4 Tipe Katarak Senilis 2.1.4.1 Katarak Nuklear

Dalam tingkatan tertentu sklerosis dan penguningan nuklear dianggap normal setelah usia pertengahan. Pada umumnya, kondisi ini hanya sedikit mengganggu fungsi penglihatan. Jumlah sklerosis dan penguningan yang berlebihan disebut katarak nuklear, yang menyebabkan opasitas sentral. Tingkat sklerosis, penguningan dan opasifikasi dinilai dengan menggunakan biomikroskop slit-lamp dan pemeriksaan reflex merah dengan pupil dilatasi.

Katarak nuklear cenderung berkembang dengan lambat. Sebagian besar katarak nuklear adalah bilateral, tetapi bisa asimetrik. Cirri khas dari katarak nuklear adalah membaiknya penglihatan dekat tanpa kacamata, keadaan inilah yang disebut sebagai “penglihatan kedua”. Ini merupakan akibat meningkatnya kekuatan focus lensa bagian sentral, menyebabkan refraksi bergeser ke myopia (penglihatan dekat). Kadang-kadang, perubahan mendadak indeks refraksi antara nukleus sklerotik dan korteks lensa dapat menyebabkan monocular diplopia . Penguningan lensa yang progresif menyebabkan diskriminasi warna yang buruk. Pada kasus yang sudah lanjut, nukleusnlensa menjadi opak dan coklat dan disebut katarak nuklear brunescent.

Secara histopatologi, karakteristik katarak nuklearis adalah homogenitas nukleus lensa dengan hilangnya lapisan tipis seluler.

2.1.4.2 Katarak Kortikal

Katarak kortikal adalah kekeruhan pada korteks lensa. Ini adalah jenis katarak yang paling sering terjadi. Lapisan korteks lensa tidak sepadat pada bagian nukleus sehingga lebih mudah terjadi overhidrasi akibat ketidakseimbangan elektrolit yang mengganggu serabut korteks lensa sehingga

terbentuk osifikasi kortikal, yang ditunjukkan pada diabetes dan galaktosemia (Fong, 2008). Perubahan hidrasi serat lensa menyebabkan terbentuknya celah-celah dalam pola radial disekeliling daerah ekuator. Katarak ini cenderung bilateral, tetapi sering asimetrik. Derajat gangguan fungsi penglihatan bervariasi, tergantung seberapa dekat kekeruhan lensa dengan sumbu penglihatan (Harper et al,2010). Gejala yang sering ditemukan adalah penderita merasa silau pada saat mencoba memfokuskan pandangan pada suatu sumber cahaya di malam hari (Rosenfeld et al, 2007).

Pemeriksaan menggunakan biomikroskop slitlamp akan mendapatkan gambaran vakuola, degenerasi hiropik serabut lensa, serta pemisahan lamella kortek anterior atau posterior oleh air. Kekeruhan putih seperti baji terlihat di perifer lensa dengan ujungnya mengarah ke sentral, kekeruhan ini tampak gelap apabila dilihat menggunakan retroiluminasi. Secara histopatologi, karakteristik dari katarak kortikal adalah adanya pembengkakan hidrofik serabut lensa. Globula Morgagni (globules-globulus material eosinofilik) dapat diamati di dalam celah antara serabut lensa (Rosenfeld et al, 2007).

2.1.4.3 Katarak Subkapsularis Posterior

Katarak subkapsularis posterior terdapat pada korteks di dekat kapsul posterior bagian sentral (Harper et al,2010). Katarak ini biasanya didapatkan pada penderita dengan usia yang lebih muda dibanding kedua jenis katarak yang lain. Gejalanya antara lain adalah fotofobia dan penglihatan yang buruk saat mata berakomodasi atau diberikan miotikum. Ini dikarenakan ketika pupil konstriksi saat berakomodasi, cahaya yang masuk ke mata menjadi terfokus ke sentral, dimana terdapat katarak subkapsularis posterior, menyebabkan cahay menyebar dan mengganggu kemampuan mata untuk memfokuskan pada makula (Rosenfeld et al, 2007).

Deteksi katarak subkapsularis posterior paling baik menggunakan biomikroskop slitlamp pada mata yang telah ditetesi midriatikum. Pasda awal pembentukan katarakakan ditemukan gambaran kecerahan mengkilap seperti

pelangi yang halus pada lapisan korteks posterior. Sedangkan pada tahap akhir terbentuk kekeruhan granular dan kekeruhan seperti plak di kortek subkapsular posterior (Rosenfeld et al, 2007). Kekeruhan lensa di sini dapat timbul akibat trauma, penggunaan kortikosteroid (topical atau sistemik), peradangan atau pajanan radiasi pengion (Harper et al, 2010).

Gambar 2. Tipe Katarak Senilis. A(katarak nuklear), B(katarak kortikal), C(katarak subkapsularis posterior)

2.1.5 Stadium Katarak Senilis 2.1.5.1 Katarak Insipien

Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut :

1. Katarak kortikal : kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior. Vakuol mulai terlihat di dalam korteks.

2. Katarak subkapsular posterior : kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degenerative (benda Morgagni)

Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama (Ilyas, 2010).

2.1.5.2 Katarak Imatur

Katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume

lensa akibat meningktnya tekanan osmotic bahan lensa yang degenerative. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.

2.1.5.3 Katarak Matur

Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif (Ilyas, 2010).

2.1.5.4 Katarak Hipermatur

Katarak hipermatur, katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi kecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni.

2.1.6 Penatalaksanaan Katarak Senilis

Operasi katarak merupakan operasi mata yang sering dilakukan diseluruh dunia, karena merupakan modalitas utama terapi katarak. Tujuan dilakukan operasi katarak adalah perbaikan tajam penglihatan sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien (Purnaningrum, 2014).

Indikasi utama operasi katarak paling umum adalah keinginan pasien sendiri untuk memperbaiki fungsi penglihatannya. Indikasi dilakukan tatalaksana bedah untuk katarak tidak berdarakan visual acuity tertentu melaiankan

berdasarkan tingkat gangguan visual terhadap aktivitas sehari-hari (Rosenfeld, 2007). Misalnya jika katarak masih imatur dengan visus 6/24 namun pasien adalah seorang polisi dan sangat terganggu maka bisa dilakukan operasi. Jika katarak sudah matur namun pasien tidak merasa tidak terganggu berarti tidak perlu dilakukan bedah. Namun jika katarak mencapai hipermatur dapat meningkatkan resiko terjadinya glaukoma dan uveitis. Indikasi medis untuk bedah katarak adalah galukoma fakolitik, glaucoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik, dan dislokasi lensa ke bilik anterior (Rosenfeld, 2007).

Bedah katarak telah mengalami perubahan dramatis selama 30 tahun terakhir ini. Perbaikan terus berlanjut dengan peralatan otomatis dan berbagai modifikasi lensa intraocular yang memungkinkan dilakukannya operasi melalui insisi kecil. Metode operasi yang digunakan sekarang adalah ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK), ekstraksi katarak ekstrakapsular (EKEK), dan fakoemulsifikasi (Harper et al, 2010).

BAB 1

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Lensa mata adalah bagian mata yang terdapat di belakang pupil mata, yang berfungsi sebagai media penglihatan sehingga harus jernih atau transparan dan memfokuskan agar cahaya jatuh tepat ke retina. Jika terjadi kekeruhan pada lensa maka akan terganggu proses penglihatan yang disebut katarak. Katarak berasal dari bahasa Yunani katarrhakies, Inggris cataract, dan Latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya (Ilyas,2010).

Diperkirakan ada 285 juta orang yang mengalami gangguan penglihatan di dunia,dimana 39 juta mengalami kebutaan dan 246 juta memiliki low vision (WHO,2012). Terlepas dari kemajuan dalam teknik bedah di banyak negara selama sepuluh tahun terakhir, penyebab utama gangguan penglihatan di seluruh dunia adalah katarak (51%), glaukoma (8%), AMD (5%), kebutaan pada anak dan kornea opacitiy (4%), kesalahan-refraktive-dikoreksi dan trakoma (3%), dan diabetik retinopathy (1%), idiopatik (21%) (WHO, 2012). Prevalensi katarak di daerah pedesaan Indonesia adalah yang tertinggi di wilayah Asia Tenggara, pada usia 21-29 tahun (1,1%) dan meningkat menjadi 82,8% pada usia di atas 60 tahun (Husain et al, 2005).

Di Indonesia, jumlah penderita kebutaan akibat katarak selalu bertambah 210.000 orang per tahun, 16% diantaranya diderita penduduk usia produkif. Salah satu factor resiko yang tidak dapat dimodifikasi utama ialah usia. Katarak senilis terjadi pada usia >50 tahun, dimana pada usia tersebut terjadi banyak kelainan degeneratif seperti diabetes mellitus (DM) yang dapat menyebabkan komplikasi

pada mata berupa katarak dan retinopati diabetik. Beberapa pendapat menyatakan bahwa pada keadaan hiperglikemia terdapat penimbunan sorbitol dan fruktosa di dalam lensa (Ilyas,2010).

Kebutaan yang terjadi akibat katarak akan terus meningkat karena penderita tidak menyadarinya, daya penglihatan baru terpengaruh setelah katarak berkembang sekitar 3-5 tahun dan menyadari penyakitnya setelah memasuki stadium kritis. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan mengenai gejala katarak. Salah satu penyebab tingginya kasus kebutaan yang diakibatkan oleh katarak karena kurangnya perhatian masyarakat terhadap kesehatan mata (Irawan, 2008).

Hingga kini belum ditemukan pengobatan yang dapat memperlambat atau membalikkan perubahan-perubahan kimiawi yang mendasari pembentukan katarak (Harper et al, 2010). Katarak tidak dapat dicegah kecuali pada kebutaannya yaitu dengan tindakan operasi. Operasi katarak merupakan operasi mata yang sering dilakukan di seluruh dunia, karena merupakan modalitas utama terapi katarak (Lindfield, 2012).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah gambaran karakteristik pasien katarak senilis di RSUP Haji Adam Malik?”

1.3. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak senilis di RSUP Haji Adam Malik Medan

2. Tujuan khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah

a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak senilis berdasarkan umur di RSUP Haji Adam Malik Medan

b. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak senilis berdasarkan jenis kelamin di RSUP Haji Adam Malik Medan

c. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak senilis berdasarkan mata yang terkena katarak di RSUP Haji Adam Malik Medan

d. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak senilis berdasarkan visus pre-operasi di RSUP Haji Adam Malik Medan

e. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak senilis berdasarkan visus post-operasi di RSUP Haji Adam Malik Medan f. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak senilis

berdasarkan riwayat penyakit terdahulu di RSUP Haji Adam Malik Medan

g. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak senilis berdasarkan stadium katarak di RSUP Haji Adam Malik Medan

h. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak senilis berdasarkan kadar gula darah di RSUP Haji Adam Malik Medan

i. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak senilis berdasarkan jenis operasi di RSUP Haji Adam Malik Medan

j. Untuk mengetahui uji proporsi antara umur dengan stadium katarak terhadap terjadinya katarak di RSUP Haji Adam Malik Medan

k. Untuk mengetahui uji proporsi antara riwayat Diabetes Melitus (DM) dengan umur terhadap terjadinya katarak di RSUP Haji Adam Malik Medan

l. Untuk mengetahui uji proporsi antara riwayat DM dengan visus post-operasi terhadap terjadinya katarak di RSUP Haji Adam Malik Medan

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk 1. Peneliti

Diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman serta wawasan ilmiah di bidang penelitian tentang penyakit katarak

2. Institusi terkait

Mengetahui gambaran karakteristik pasien katarak di RSUP H. Adam Malik

3. Pembaca atau peneliti lain

Memberikan informasi yang dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya terutama tentang katarak senilis

ABSTRAK

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa. Katarak merupakan penyebab utama gangguan penglihatan di seluruh dunia. Di Indonesia, jumlah penderita kebutaan akibat katarak selalu bertambah 210.000 orang per tahun, 16% diantaranya diderita penduduk usia produkif.

Untuk mengetahui karakteristik penderita katarak senilis rawat inap di Unit Penyakit Mata di RSUP H. Adam Malik Medan telah dilakukan penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh data penderita katarak senilis rawat inap tahun 2011-2014 yang memenuhi criteria inklusi yaitu sebanyak 72 orang. Sumber data adalah kartu status penderita yang terdapat di rekam medik.

Dari penelitian ini ditemukan karakteristik penderita katarak berdasarkan proporsi yang terbanyak adalah pada golongan umur > 55 tahun (81,9%), jenis kelamin perempuan (51,4%), sisi mata kanan yang terkena katarak (62,5%), stadium katarak matur (70,8%), KGD normal (75%), operasi EKEK (83,3%), visus pre operasi buruk (95,8%), visus pasca operasi baik (37,5%).

Dari hasil crosstab (tabulasi silang) didapatkan pasien berusia > 55 tahun dengan stadium katarak yang sudah mencapai stadium matur sebanyak 44 orang (74,6%), penderita katarak yang berusia ≤ 55 tahun dengan riwayat DM sebanyak 26% sedangkan pada pasien tanpa riwayat DM sebanyak 14,2 %, jumlah penderita katarak yang tidak memiliki riwayat DM paling banyak memiliki visus pasca operasi dengan kategori baik sebanyak 19 orang (38,7%) juga pada penderita katarak dengan riwayat DM paling banyak memiliki visus pasca operasi dengan kategori baik tetapi hanya sebanyak 8 orang (34,7%)

Perlu dilakukan penyuluhan kepada pasien katarak yang selesai operasi agar tetap dalam kondisi yang baik dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang gejala, penyebab dan tanda-tanda terjadinya katarak. Saran untuk lokasi penelitian perlu melengkapi system pencatatan rekam medis.

ABSTRACT

Cataract is a clouding of the lens that may ocuur as a result of hydration (fluid replenishment) lens, lens protein denaturation. Cataract is the leading cause of visual impairment in the world. In Indonesia, the number of cataract is being added 210.000 people every year, 16% of whom suffered productive age population.

To know the characteristics of hospitalized patient with senile cataract in the eye disease unit of RSUP H. Adam Malik, has conducted a descriptive study with cross sectional design followed by a statistical analysis by chi-square test. Samples in this study are all the data of senile cataract hospitalizes patients in 2012-2014 who met the inclusion criteria as many as 72 people. Data source is from the patient status card contained in medical records.

This research found cataract patients characteristic based on the proportion of the vast majority were in the age group of > 55 years old (81,9%), female (51,4%), right eye (62,5%), the stage of mature cataract (70,8%), normal blood glucose level (75%), ECCE operation (83,3%), bad visual acuity pre operation (95,8%), good visual acuity post operation (37,5%).

The result of crosstab showed that > 55 year-old patient with stage cataract has reached a mature stage as many as 44 people (74,6%), cataract

patients aged ≤55 years with a history of diabetes by 26% whereas in patients

without diabetes by 14,2 %, number of cataract patients who had no history of diabetes at most have post operative visual acuity with good category as many as 19 people (38,7%) also in cataract patients with a history of diabetes at most have a postoperative visual acuity with good category but only as many as 8 people (34,7%)

Necessary counseling to patients who had cataract surgery in order to remain in good condition and to provide education to the public about the symptoms, causes and signs of cataract. Suggestion for study sites need to complete medical record recording system.

KARAKTERISTIK PASIEN KATARAK SENILIS DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN Oleh : RUTH G. MALAU 120100287 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

ABSTRAK

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa. Katarak merupakan penyebab utama gangguan penglihatan di seluruh dunia. Di Indonesia, jumlah penderita kebutaan akibat katarak selalu bertambah 210.000 orang per tahun, 16% diantaranya diderita penduduk usia produkif.

Untuk mengetahui karakteristik penderita katarak senilis rawat inap di Unit Penyakit Mata di RSUP H. Adam Malik Medan telah dilakukan penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh data penderita katarak senilis rawat inap tahun 2011-2014 yang memenuhi criteria inklusi yaitu sebanyak 72 orang. Sumber data adalah kartu status penderita yang terdapat di rekam medik.

Dari penelitian ini ditemukan karakteristik penderita katarak berdasarkan proporsi yang terbanyak adalah pada golongan umur > 55 tahun (81,9%), jenis kelamin perempuan (51,4%), sisi mata kanan yang terkena katarak (62,5%), stadium katarak matur (70,8%), KGD normal (75%), operasi EKEK (83,3%), visus pre operasi buruk (95,8%), visus pasca operasi baik (37,5%).

Dari hasil crosstab (tabulasi silang) didapatkan pasien berusia > 55 tahun dengan stadium katarak yang sudah mencapai stadium matur sebanyak 44 orang (74,6%), penderita katarak yang berusia ≤ 55 tahun dengan riwayat DM sebanyak 26% sedangkan pada pasien tanpa riwayat DM sebanyak 14,2 %, jumlah penderita katarak yang tidak memiliki riwayat DM paling banyak memiliki visus pasca operasi dengan kategori baik sebanyak 19 orang (38,7%) juga pada penderita katarak dengan riwayat DM paling banyak memiliki visus pasca operasi dengan kategori baik tetapi hanya sebanyak 8 orang (34,7%)

Perlu dilakukan penyuluhan kepada pasien katarak yang selesai operasi agar tetap dalam kondisi yang baik dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang gejala, penyebab dan tanda-tanda terjadinya katarak. Saran untuk lokasi penelitian perlu melengkapi system pencatatan rekam medis.

ABSTRACT

Cataract is a clouding of the lens that may ocuur as a result of hydration (fluid replenishment) lens, lens protein denaturation. Cataract is the leading cause of visual impairment in the world. In Indonesia, the number of cataract is being added 210.000 people every year, 16% of whom suffered productive age population.

To know the characteristics of hospitalized patient with senile cataract in the eye disease unit of RSUP H. Adam Malik, has conducted a descriptive study with cross sectional design followed by a statistical analysis by chi-square test. Samples in this study are all the data of senile cataract hospitalizes patients in

Dokumen terkait