• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

6.2.1 Diharapkan dengan banyaknya penderita GGK yang menjalani hemodialisis , pihak rumah sakit meningkatkan mutu pelayanan terhadap penderita GGK , khususnya penderita GGK pengguna BPJS Kesehatan karena jumlah pasien yang cukup besar (75,7%).

6.2.2 Pihak rumah sakit diharapkan memberikan informasi dan pemantauan terhadap penderita hipertensi mengingat banyaknya penderita gagal ginjal yang memiliki riwayat penyakit hipertensi (36,8%).

6.2.3 Pihak rumah sakit sebaiknya melengkapi pencatatan data penderita terutama hasil analisis ureum dan kreatinin dari laboratorium .

6.2.4 Pihak rumah sakit sebaiknya melakukan pemantauan kadar ureum dan kreatinin pada penderita yang menjalani hemodialisis .

6.2.5 Dokter sebaiknya melengkapi data catatan rekam medis mengenai riwayat penyakit terdahulu.

6.2.6 Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti tentang harapan harapan hidup penderita GGK yang menjalani hemodialisis di RSUP H. Adam Malik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gagal Ginjal

Gagal ginjal adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan laju filtrate glomerulus (LFG) secara mendadak yang disertai dengan akumulasi nitrogen dan sisa metabolisme tubuh.Gagal ginjal pada tahap ini bersifat akut dan dapat disebabkan oleh perfusi ginjal yang tidak adekuat (prarenal), penyakit ginjal intrinsik (renal), dan obstruksi saluran kemih (pascarenal) (Suhardjono, 2001). 2.1.1 Penyakit Prarenal

Penyakit prarenal dapat disebabkan oleh fungsi jantung yang tidak adekuat, deplesi volume sirkulasi, dan obstruksi suplai arteri pada ginjal yang dapat menggangu fungsi ginjal (Suhardjono dkk, 2001).

2.1.2 Penyakit Pasca Renal

Penyakit pasca renal dapat disebabkan oleh sumbatan filtrat akibat tekanan balik dari obstruksi aliran urin. Hal ini akan menyebabkan pembekakan yang kemudian menekan pembuluh darah dan menyebabkan iskemia. Gagal ginjal akan terjadi jika kedua ginjal mengalami obstruksi (Suhardjono dkk, 2001).

2.1.3. Penyakit Renal

Penyakit renal intrinsik disebabkan oleh glomerulonefritis , penyakit tubulointerstisial dan obat atau toksin pada tubular ginjal . Penyebab utama dari gagal ginjal akut adalah glomerulonefritis progresif, vaskulitis, dan glomerulonefritif yang terkait dengan penyakit atau infeksi multisistem.

2.2 Pengertian Gagal Ginjal Kronik (GGK)

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kegagalan fungsi ginjal dalam mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) didalam darah yang terjadi selama bertahun-tahun (Muttaqin dan Sari 2011).

Gagal ginjal kronik adalah suatu spektrum proses patofisiologis yang berbeda-beda sesuai dengan penyakit yang menjadi penyebab dan berkaitan dengan penurunan laju filtrate glomerulus (LFG). Istilah GGK berlaku bagi proses pengurangan nefron ginjal yang terjadi secara terus menerus dan ireversibel dan dalam tahap ini memasuki stadium terakhir (end stage renal disease) (Bargman dan Skorecki, 2013).

Semua proses penyakit yang dapat menyebabkan kehilangan nefron secara progresif dapat menyebabkan kegagalan fungsi ginjal secara kronik. Seiring dengan berkurangnya jumlah nefron yang berfungsi, nefron yang tersisa akan beralih mengambil fungsi nefron yang rusak, dengan kata lain nefron bekerja untuk nefron yang sehat sekaligus menggantikan kerja nefron yang sudah rusak. Hal ini akan mempercepat proses patofisologis karena semakin banyaknya nefron yang harus bekerja ekstra. Jika ginjal sudah tidak mampu melakukan fungsinya, penderita akan membutuhkan terapi pengganti ginjal atau transplantasi (O’Callaghan, 2007).

2.3 Anatomi Ginjal

Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal, dibelakang peritenum atau di luat rongga peritenum. Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang mulai dari ketinggian vertebrae torakalis hingga

vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari kiri karena letak

hati yang menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan. Panjang ginjal pada orang dewasa sebanyak 6-7,5 cm dengan tebal 1,5-2,5 cm dan berat sekitar 140 gram. Pada bagian atas terdapat kelenjar suprarenal atau kelenjar adrenal (Nursalam dan Batticaca , 2009).

2.3.1 Struktur Makroskopis Ginjal

Lapisan kapsul ginjal terdiri atas lapisan fibrous bagian dalam dan bagian luar. Bagian dalam memperlihatkan anatomis dari ginjal. Pembuluh-pembuluh darah ginjal dan drainase ureter melewati hilus dan cabang sinus renal. Bagian luar merupakan lapisan tipis yang menutup ginjal dan menstabilkan struktur ginjal. Korteks ginjal merupakan lapisan bagian luar dan bersentuhan dengan kapsul ginjal. Medula terdiri atas 6-18 piramid ginjal. Bagian dasar piramid bersambungan dengan korteks dan diantara piramid dipisahkan oleh jaringan kotrikal yang disebut kolum ginjal (Muttaqin dan Sari 2011).

Gambar 2.1 : Struktur Maskroskopis Sumber:(Medscape,2013) 2.3.2 Stuktur Mikroskopis Ginjal

1. Nefron

Nefron merupakan unit dasar dari ginjal. Setiap ginjal memiliki 400.000- 800.000 nefron walupun jumlah ini terus berkurang seiring usia. (O’Callaghan). Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru, oleh karena itu secara bertahap jumlah nefron yang berfungsi akan menurun sekitar 10% setiap tahun (Muttaqin dan Sari 2011).

2. Glomerulus

Glomerulus merupakan suatu bola kapiler yang dikelilingi oleh kapsula bowman, kumpulan epitel tubulus berbentuk kapsul cekung dimana urin difiltrasi. Glomerulus juga mengandung sel mesangial, yang merupakan penggantung bentuk mengangga lengkung kapiler dan memiliki kemampuan kontraktil dan fagositosik (O’Callaghan, 2007). Laju filtrasi glomerulus dipengaruhi oleh

tekanan arteri renalis, namun hubugannya tidak linear (George dan Neilson, 2013).

3. Tubulus Proksimal

Tubulus proksimal awalnya melengkung lalu lurus dan kemudian menjadi ansa henle. Sel tubulus merupakan sel epitel kolumnr yang tinggi dengan banyak mikrovilli, permukaan yang luas dan asparatus endositik luminal yang berkembang biak. Pada tubulus ini zat-zat seperti natrium, kalium, kalsium, fosfat, glukosa, asam amino dan direabsorbsi aktif (O’Callaghan, 2007). Tubulus ini sendiri memiliki peran dalam menreabsopsi sekitar 60% dari NaCl yang tersaring dari air, dan sekitar 90% bikarbonat yang tersaring dalam sebagiaan besar nutrien penting seperti misalnya glukosa dan asam amino (George dan Neilson, 2013). 4. Ansa Henle

Ansa henle yang merupakan terusan dari tubulus proksimal memiliki bentuk sel yang lebih gepeng dengan sedikit mikrovilli. Struktur berlanjut menjadi segmen asendens tipis, kemudian asendens tebal yang sebagian besar selnya kuboid dan bergerak menuju glomerulus dan berakhir di macula densa (O’ Callaghan 2007). Ansa henle berperan dalam mereabsorpsi 15-25% NaCl pada asendens tebal dan memekatkan urin, selain itu ansa henle juga menjadi tempat kerja sebagian besar obat diuretik paling poten dan berkontribusi dalam mereabsorpsi ion kalsium dan magnesium (George dan Neilson, 2013).

5. Asparatus Jukstaglomerular

Asparatus jukstaglomerular merupakan struktur yang terdiri dari tiga jenis sel utama yaitu: sekumpulan sel yang disebut macula densa, sel mesangial ektraglomerulus dan sel granular. Sel granular terdapat pada dinding arteriol aferen dan menghasilkan renin. (O’ Callaghan 2007).

6. Tubulus Distal

Setelah macula densa, terdapat tubulus kontortus distal yang mereabsorbsi 5% NaCl yang tersaring (George, Neilson 2013). Saluran ini bermuara ke tubulus kolektivus. Duktus kolektivus terdiri dari tiga bagian yang dinamakan berdasarkan kedalamannya pada ginjal yaitu duktus kolektivus kortikal, duktus kolektivus medular luar, dan duktus kolektivus medular dalam. Duktus kolektivus medular dalam mengalirkan ke duktus papilaris, yang berhubungan ke papila ginjal lalu ke kalik mayor (O’ Callaghan 2007).

2.4 Fungsi Ginjal

Fungsi ginjal dapat dibagi menjadi fungsi eksresi dan non ekskresi yang dirangkum dibawah ini:

1. Sebagai tempat terjadinya penyaringan urin

2. Tempat terjadinya proses reabsorbsi zat natrium, kalium, kalsium, fosfat glukosa ,asam amino dan air.

3. Tempat terjadinya proses transpor aktif ion pada tubulus.

4. Protein renin yang menyebabkan pembentukan angiostensin II di hasilkan dalam asparatus justakglomerular.

5. Sebagai tempat metabolism vitamin D menjadi 1,25 dihidroksikolekalsiferol yang berperan dalam meningkatkan absopsi kalsium dan fosfat dalam usus.

6. Tempat produksi eritroprotein yang berfungsi untuk meningkatkan produksi sel darah merah di sumsum tulang belakang.

7. Tempat produksi prostaglandin yang memiliki efek pada tonus pembuluh darah ginjal (O’ Callaghan 2007).

2.5 Patofisiologis Gagal Ginjal Kronik (GGK)

Fungsi renal menurun karena produk akhir metabolisme protein tertimbun dalam darah, sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan memengaruhi seluruh sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produksi sampah maka gejala semakin berat (Nursalam dan Batticaca, 2009).

Penurunan fungsi ginjal umumya disebabkan karena kerusakan nefron yang mekanisme perjalanannya berbeda-beda tergantung dari faktor pemicu dari gagal ginjal tersebut dari etiologi yang lebih spesifik, seperti glomerulonefritis, pajanan terhadap toksin, atau etiologi lain yang menyebabkan hiperfiltrasi dan hipertofi nefron yang berujung pada rusaknya nefron (Bargman dan Skorecki, 2013).

Pada gagal ginjal kronik stadium akhir terjadi pengurangan jumlah nefron yang progresif dan signifikan yang diperantarai oleh hormon-hormon vasoaktif, sitokin dan faktor pertumbuhan. Pada jangka pendek akan terjadi adaptasi hiperfiltrasi pada nefron yang menjadi maladaptif karena peningkatan tekanan dan aliran yang mempermudah terjadinya sklerosis dan lenyapnya nefron yang tersisa. Proses ini juga menjelaskan mengapa berkurangnya massa ginjal akibat satu cedera dapat menyebabkan kemerosotan progesif fungsi ginjal bertahun- tahun kemudian.

Pada stadium ini terjadi akumulasi toksin, cairan, dan elektrolit yang secara normal diekskresikan oleh ginjal dan meyebabkan sindrom uremik yang tentunya akan memengaruhi hampir dari seluruh sistem organ tubuh dan dapat menyebabkan kematian apabila tidak segera diakukan terapi sulih ginjal (Bargman dan Skorecki, 2013).

2.6 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik (GGK)

Klasifikasi GGK didasarkan atas dasar derajat (stage) . Klasifikasi derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG dengan juga mempertimbangkan klirens kreatinin yang memberi pengaruh pada LFG. Perhitungan digunakan dengan menggunakan rumus Kockcroft-Gault atau persamaan dari studi Modification of Diet Renal Disease yang keduanya menggunakan konsentrasi kreatinin serum pada perhitungannya, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

\

Penentuan LFG secara tepat tidaklah mudah karena dua indeks yang sering dihitung (urea dan kreatinin) memiliki karakteristik yang memengaruhi keakuratan sebagai penanda klirens. Kreatinin berguna untuk memperkirakan LFG karena sifat zat terlarut kecil yang mudah terfiltrasi. Namun kadar kreatinin serum dapat meningkat secara akut akibat konsumsi makanan yang mengandung

Persamaan dari Studi Modification of Diet in Renal Disesase LFG ( ml/mnt/1,73m2) = 1,86x (Pcr ) x (usia)-0,203

*Pada Perempuan dikalikan 0,742

**Pada orang Amerika –Afrika dikalikan 1,21

Rumus Cockcroft-Gault

Perkiraan Klirens Kreatinin = (140)- usia x berat badan Kg) (mL/menit) 72 xPcr (mg/dL)

daging sehingga hasil perhitungan LFG menjadi besar (Denker dan Brenner, 2013).

Dari hasil perhitungan tersebut maka derajat penyakit GGK dapat diklasifikasikan berdasarkan stadium sesuai dengan yang tertera pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1 Klasifikasi Penyakit ginjal Kronik Berdasarkan LFG Stadium LFG mL/menit per 1,73 m2 Keterangan

1 <90 Kerusakan nefron awal

2 60-89 Kerusakan nefron ringan

3 30-59 Kerusakan nefron sedang

4 15-29 Kerusakan nefron berat

5 <15 Uremia  dialisis

Sumber: National Kidney Foundation

2.7 Manifestasi Gagal Ginjal Kronik (GGK)

Gagal ginjal kronik umumnya menimbulkan gangguan yang tidak sulit terlihat pada sebagian sistem atau organ tubuh, antara lain:

1. Gangguan pada sistem gastrointestinal

a. Anoreksia, nausea dan vomitus, yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan metil guanidin, serta sembabnya mukosa usus.

b. Foeter uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri dimulut menjadi ammonia sehingga napas berbau ammonia. akibat yang lain adalah stomatitis dan parotitis.

c. Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui. d. Gastritis erosif, ulkus peptik, dan colitis uremik.

2. Gangguan pada kulit

a. Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom. Gatal-gatal dengan ekkroriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit.

b. Ekimosis akibat gangguan hematologis.

c. Urea frost : akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat, (jarang

dijumpai).

d. Bekas-bekas garukan karena gatal. 3. Gangguan pada sistem hematologi

a. Anemia sering terjadi pada penderita GGK yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti berkurangnya produksi eritroprotein, hemolisis, defisiensi besi dan fibrosis sumsum tulang belakang.

b. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia. c. Gangguan fungsi leukosit .

4. Gangguan sistem saraf dan otot

a. Restless leg syndrome: penderita akan merasa pegal pada saat kakinya

b. Burning feet syndrome : rasa kesemutan seperti terbakar yang muncul pada

telapak kaki.

c. Enselopati metabolik :lemah tidak bisa tidur , gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklorus, dan kejang.

d. Miopati: kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proksimal.

5. Gangguan pada sistem kardiovaskuler

a. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas sistem renin-angiostenin-aldosteron.

b. Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat astelosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.

c. Gangguan irama denyut jantung akibat atelosklerosis dini, dan gangguan elektrolit dan kalsifikasi metastatik.

d. Edema akibat penimbunan cairan. 6. Gangguan pada sistem endokrin

a. Gangguan seksual, yang disebabkan karena menurunnya produksi testoteron spermatogenesis.

b. Gangguan metabolisme glukosa, pada gagal ginal dengan klirens < 15 mL/menit terjadi penurunan klirens metabolik insulin yang menyebabkan waktu paruh hormon aktif memanjang. Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan obat penurun glukosa akan berkurang.

7. Gangguan pada sistem lain

a. Tulang: osteodistrofi renal yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteosklerosis dan kalsifikasi metastatik.

b. Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik sebagai hasil metabolisme.

c. Elektrolit: hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia.

Gagal ginjal akan menyebabkan ketidakseimbangan homeostatik pada seluruh tubuh, gangguan pada suatu sistem akan berpengaruh pada sistem lain, sehingga suatu gangguan metabolik dapat menimbulkan kelainan pada berbagai sistem atau organ tubuh (Suhardjono dkk, 2001).

2.8 Epidemiologi Gagal Ginjal Kronik (GGK)

2.8.1 Distribusi Frekuensi Gagal Ginjal Kronik (GGK) 1. Distibusi menurut orang

Gagal ginjal dapat terjadi pada siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, umur maupun ras. Menurut data dari USRDS (2014), di Amerika pada tahun 2012 prevalensi penderita GGK berdasarkan jenis kelamin terbanyak pada perempuan (52,9%). Menurut penelitian Ginting (Januari-Agustus 2008), di RSUP. H Adam Malik proporsi penderita GGK berdasarkan jenis kelamin terbanyak pada laki-laki (26,4%) dan menurut Ginting (2008), di RSUP. H Adam Malik proporsi penderita GGK berdasarkan jenis kelamin terbanyak pada jenis kelamin (63,8%) dan menurut penelitian Putri (Januari 2011 – April 2015 ), di RSUP. H Adam Malik proporsi penderita GGK berdasarkan jenis kelamin terbanyak pada perempuan sebesar (50,7%).

Menurut data dari USRDS (2014), di Amerika pada tahun 2012 prevalensi penderita GGK berdasarkan umur terbanyak pada kelompok umur 65-74 tahun (53,2%). Menurut penelitian Sinariba (2002), di RSUP. H Adam Malik Medan proporsi penderita GGK berdasarkan umur terbanyak pada kelompok umur 47-55 tahun (34,9%). Menurut penelitian Handayani (2006), di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan, proporsi penderita GGK berdasarkan umur terbanyak pada kelompok umur 45-59 tahun (47%).

Laporan dari USRDS di Amerika pada tahun 2012, prevalensi penderita GGK berdasarkan ras terbanyak pada ras Amerika-Afrika dengan proporsi sebesar (7,6%) (USRDS, 2014). Menurut penelitian Ginting (2008), di RSUP. H

Adam Malik Medan proporsi penderita GGK berdasarkan suku terbanyak pada suku Batak (53,7%) dan menurut penelitian Sinariba (2002), di RSUP. H Adam Malik Medan proporsi penderita GGK berdasarkan suku terbanyak pada suku Batak (58,9%).

2. Distibusi menurut tempat

Di negara-negara maju seperti Australia, Jepang dan Inggris didapatkan variasi yang cukup besar pada insidensi dan prevalensi GGK insiden berkisar diantara 77-283 per juta penduduk dan prevalensi yang menjalani dialisis antara 476-1150 per juta penduduk. Sebuah studi di Jakarta pada tahun 1983 mencatat jumlah proporsi penderita yang menjalani transplantasi ginjal (GGK stadium akhir) akibat glomerulonefritis di Jakarta sebesar 46,6 % (Suhardjono, 2001).

3. Distribusi menurut waktu

Angka statistik menunjukkan adanya peningkatan jumlah penderita GGK dari tahun ke tahun seperti yang dilansir oleh USRDS (2014), terjadi kenaikan prevalensi penderita GGK setiap tahun sebesar 1% mulai dari tahun 2000 sampai dengan 2012. Di Indonesia, data dari PERNEFRI mencatat jumlah penderita GGK yang menjalani hemodialisis mulai dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 terus meningkat 10% tiap tahunnya.

2.8.2 Determinan Gagal Ginjal Kronik (GGK) 2.8.2.1. Host

1. Umur

Seiring berjalannya usia juga akan diikuti penurunan fungsi ginjal. Penurunan rata-rata normal LFG pertahun seiring bertambahnya usia dari LFG puncak (120 mL/menit per 1,73 m2) yang dicapai pada dekade ketiga kehidupan adalah sekitar 1mL/menit per 1,73 m2 dan mencapai nilai rata-rata 70 mL/menit per 1,73 m2 pada umur 70 tahun (Bargman dan Skorecki, 2013)

LFG rata-rata pada wanita cenderung lebih rendah daripada pria. Seorang wanita berusia 80an dengan kreatinin serum normal mungkin memiliki LFG hanya 50 mL/menit per 1,73 m2. Dengan semakin bertambahnya usia dan kecenderungan munculnya penyakit kronis seperti tekanan darah tinggi, diabetes atau penyakit kronis lainnya akan meningkatkan resiko kerusakan ginjal (Bargman dan Skorecki, 2013).

2. Gaya hidup

Gaya hidup yang tidak sehat seperti malas bergerak, pola makan yang buruk, merokok, minum minuman beralkohol, kurang berolahraga dan konsumsi obat-obatan secara rutin akan sangat memperbesar resiko terjadinya kerusakan ginjal (SIGN, 2008).

3. Riwayat penyakit a. Hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah diatas 140/90 mmHg. Keadaan ini dapat merusak pembuluh darah dan organ serta meningkatkan

mortalitas. Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung, resistensi vascular sistemik, dan volume sirkulasi. Penentu resistesi volume sirkulasi adalah penanganan natrium yang dikerjakan oleh ginjal. Korelasi ini membuat tekanan darah tinggi dapat merusak pembuluh darah ginjal dan penderita dengan gangguan fungsi ginjal akan dengan sangat mudah mengalami hipertensi akibat pengurangan ekskresi natrium sehingga akan sulit membedakan secara klinis mana yang primer dari kedua penyakit tersebut (O’Callaghan,2007).

b. Nefropati Diabetik

Sebanyak 25-50% penyandang diabetes menderita nefropati . Diabetes merupakan penyebab tunggal tersering dari penyakit ginjal stadium akhir. Sebagian kecil penderita, terutama yang memiliki control glukemik yang buruk, telah memiliki ginjal yang membesar. Pada penderita diabetes sering ditemukan mikroalbuminaria (20-200 µg/menit) yang merupakan prediktor kuat nefropati yang terjadi kemudian. Setelah periode mikroalbuminaria, pasien akan mengalami nefropati yang lebih buruk dengan hipertensi, proteinuria dipstik, (0,5g/ 24 jam) dan penurunan LFG secara linear (O’Callaghan,2007).

c. Penyakit vascular ginjal

Stenosis arteri renalis mengurangi aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus yang menyebabkan iskemia ginjal, hipertensi dan retensi natrium dan air. Penyebab utamanya adalah aterosklerotik pada penderita usia lanjut dan displasia fibromuskular pada penderita muda.

d. Penyakit ginjal polikistik

Penyakit ginjal polikistik merupakan kelainan ginjal turunan yang paling sering terjadi. Prevalensinya sekitar 1 dari 1000 dan sering terjadi pada ras kulit putih dibandingkan kulit hitam. Penyakit ini mencakup 4-10% dari jumlah GGK yang membutuhkan hemodialisis atau transplantasi ginjal. Ginjal polikistik disebabkan karena mutasi gen PKD1 atau PKD2 yang sering tampak dengan adanya kista multipel di ginjal yang mengakibatkan rasa nyeri.

e. Penyakit-penyakit spesifik pada glomerulus

Penyakit-penyakit spesifik yang menyerang glomerulus dapat menyebabkan glomerulonefritis dengan patofisiologis yang berbeda-beda tergantung dari etiologi penyebab (O’Callaghan,2007). Beberapa penyakit ginjal yang digolongkan dalam kategori ini adalah:

• Sindrom goodpasture, yang menyerang membran basal glomerulus akan meyebabkan glomerulonefritis crescentic progresif dan akan menyebabkan kematian karena pendarahan paru atau gagal ginjal apabila tidak segera diobati.

• Vaskulitis primer, yang menyebabkan peradangan nekrotikans pada pembuluh darah dan seringkali menyerang ginjal, saluran pernapasan, sendi, kulit dan sistem saraf.

• Lupus eritemasus sistemik, yang merupakan penyakit autoimun

• multisistem yang dapat mengenai sistem saraf, sendi, kulit, ginjal dan hati. Manifestasi pada ginjal tergantung dari lesi histologis.

• Krioglobulinemia, yang menyebabkan glomerulonefritis mesangiokapiler tipe 1. Krioglobulinemia esensial campuran biasanya disebabkan oleh infeksi hepatitis C.

• Disptoteinemia, yang menyebakan berbagai masalah ginjal salah satunya glomerulonefritis mesangiokapiler .

• Artritis rheumatoid dan penyakit jaringan ikat, yang menyebabkan deposit amiloid di ginjal, glomerulonefritis mesangial, nefropati membranosa dan glomerulonefritis fokal segmental.

• Amiloidosis, yang menyebabkan proteinuria dan sindrom nefrotik. 2.8.2.2 Agent

1. Cedera ginjal

Ketika jumlah nefron yang mengalami pengurangan akibat suatu cedera misal nefrektomi unilateral, ginjal yang tersisa akan beradaptasi dan meningkatkan LFG yang kelamaan akan mengalami hipertrofi (Harris dan Neilson, 2013).

2. Keracunan Obat

Ginjal merupakan organ yang sangat berperan dalam proses eliminasi obat sebaliknya ginjal juga sangat peka terhadap pengaruh toksik obat. Obat-obat yang bersifat nefrotoksik seperti aminoglikosida, OAINS, zat kontras dan siklosporin dapat menggangun sistem kerja ginjal (Nasution dkk, 2001).

2.8.2.3. Environment 1. Pekerjaan

Orang-orang dengan pekerjaan yang berhubungan dengan bahan-bahan kimia akan lebih beresiko mengalami kerusakan ginjal karena kemungkinan terpapar bahan-bahan kimia yang membahayakan kesehatan ginjal yang lebih sering (Suma’mur 1996)

2. Cuaca

Ginjal berperan vital dalam mempertahankan keseimbangan air melalui regulasi ekskresi air. Cuaca yang ekstrim akan memaksa ginjal untuk bekerja lebih keras, apabila tidak didukung dengan suplai air yang sesuai akan mengganggu fungsi ginjal dan dalam jangka waktu yang lama dan berkelanjutan akan beresiko menyebabkan kerusakan ginjal (Suhardjono dkk, 2001

2.9 Pencegahan Gagal Ginjal Kronik (GGK) 2.9.1 Pencegahan primer

Pencegahan primer diutamakan pada penderita yang beresiko tinggi seperti penderita hipertensi, diabetes, proteinuria dan yang lainya. Hal ini sangat penting mengingat morbiditas dan mortalitas GGK yang cukup tinggi dan biaya pengobatan yang mahal. Pencegahan primer dapat berupa:

a. Pengendalian tekanan darah, pengendalian kadar gula darah dan lipid yang normal melalui diet sehat akan sangat berpengaruh pada kesehatan tubuh khususnya ginjal (Yuyun, 2008).

c. Memeriksakan fungsi ginjal secara berkala bila mengomsumsi obat yang bersifat nefrotoksik (Suhardjono, 2001)

d. Menggunakan alat pelindung diri (APD) saat sedang bekerja dengan menggunakan bahan-bahan kimia (Suma’mur, 1996).

e. Mengatur asupan garam dalam makanan tiap hari untuk mengurangi resiko terjadinya kerusakan ginjal yang disebabkan oleh kristalisasi kalsium. f. Minum air dengan jumlah yang sesuai dengan aktifitas fisik dan kebutuhan

tubuh . Jumlah air minum yang dianjurkan yaitu sekitar 8 gelas perhari (Yuyun,2008).

2.9.2 Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder dilakukan untuk menghambat progresifitas dari penyakit penyerta dan persiapan terapi pengganti (dialisis atau transplantsi ginjal).

a. Pencegahan kekurangan cairan harus dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya gagal ginjal pra renal (Suhardjono, 2001)

b. Penegakan diagnosis yang tepat harus dilaksanakan agar penatalaksanaan konservatif pada penyakit ginjal bisa berjalan dengan efektif (Suhardjono, 2001).

c. Penyesuaian dosis obat yang tepat pada penderita penyakit kronis dan

Dokumen terkait