• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PERAN KEPOLISIAN DALAM MEMBERANTAS

A. Upaya Penanggulangannya

Suatu kebijakan yang rasional untuk menanggulangi eksploitasi anak dengan tindakan kriminal. Kebijakan kriminal sangatlah luas ruang lingkupnya dan tinggi kompleksitasnya. Hakikatnya eksploitasi anak tersebut merupakan masalah kemanusiaan dan sekaligus masalah norma sosial yang sangat dinamis, selalu tumbuh dan terkait dengan gejala struktur di masyarakat ataupun lingkungan yang sangat kompleks, yang merupakan suatu social political problem.61

Korban perilaku eksploitasi berusia muda seyogianya menjadi perhatian kita, mereka memerlukan penanganan yang segera dan manusiawi. Penanganan yang kuat dapat mencegah problem menjadi semakin serius, juga menghentikan jatuhnya lebih banyak korban. Kita perlu mengurangi penderitaan korban, antara lain tidak mengeksploitasi pengalaman getir yang mereka alami di media massa. Stigmatisasi terhadap korban juga perlu dihindarkan dan hal ini juga perlu dipahami termasuk oleh para aparat penegak hukum. Dalam hal ini kita harus berperan aktif, dengan prinsip “mencegah lebih baik daripada mengobati” sehingga dengan demikian pencegahan terhadap perilaku eksploitasi terhadap anak dapat dilakukan sejak dini.

Intern.

61 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Bandung, Refika Aditama, Bandung, 2008, halaman 58

Dalam menangulangi setiap permasalahan, timbul kendala-kendala yang akan dihadapi dalam proses penanggulangan masalah tersebut. Dalam hal ini penulis akan memaparkan beberapa kendala-kendala yang dihadapi dalam menanggulangi tindak pidana kesusilaan dalam eksploitasi anak dan pada anak jalanan, dimana secara garis besar ada dua hambatan yang dihadapi yaitu :

1. Hambatan Internal

Hambatan internal adalah hambatan yang berasal dari pribadi dari anak itu sendiri maupun dari keluarga anak itu sendiri. Adapun lingkungan tersebut adalah:

a. Dari dalam diri pribadi anak

Setiap anak mempunyai kepribadian yang khusus. Keadaan khusus pada anak, bisa menjadi sumber munculnya berbagi perilaku menyimpang. Keadaan khusus itu adalah keadaan konstitusi, potensi, bakat atau sifat dasar pada anak yang kemudian melalui proses pengembangan, kematangan atau perangsangan dari lingkungan menjadi actual, muncul atau berfungsi.

Adapun kendala-kendala yang tepat dalam diri anak yang menimbulkan kesulitan dalam menanggulangi perilaku tindak pidana kesusilaan dan eksploitasi anak dan pada anak jalanan adalah :62

a. Adanya tekanan dari keluarga anak tersebut. Tekanan tersebut dapat berupa tuntutan terhadap anak agar memiliki prestasi gemilang dalam mata pelajaran tertentu, sedangkan anak tersebut memiliki bakat dalam dunia musik, adanya

62 The United Nations Guidelines for the Prevention of Juvenile Delinquency – the Riyadh Guidelines (Panduan PBB untuk Pencegahan Kenakalan Anak – Panduan Riyadh), disahkan dan dinyatakan dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 45/112 tanggal 14 Desember 1990. Butir 10.

eksplresi kekecewaan berlebihan yang ditunjukan orangtua kepada anak karena anak tidak berhasil meraih prestasi dibidang yang dikehendaki oleh orangtua, sehingga hal-hal tersebut membuat anak tertekan dan selalu dalam keadaan yang tidak bahagia.

b. Tidak adanya perhatian, dorongan, ataupun tuntunan untuk berbuat baik. Hal ini menimbulkan pemikiran pada anak benak bahwa semua hal yang dilakukannya adalah sia-sia. Karena apapun yang dilakukan oleh anak tidak mendapat perhatian yang khusus dari siapa pun,sehingga anak tidak memiliki keharusan untuk beebuat baik kepada siapapun pada diri sendiri.

c. Tidakada yang cukup tentang hal yang buruk dan hal yang baik serta hal yang merugikan maupun hal yang menguntungkan bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

b. Lingkungan Keluarga (ayah, ibu dan saudara)

Keluarga adalah unit sosial yang paling kecil yang perannya sangatlah begitu besar sekali terhadap perkembangan anak. Jadi anak tergantung sepenuhnya kepada keluarga. Keluarga sangat berperan besar pada kehidupan anak, karena keluargalah yang langsung dan tidak langsung berhubungan terus menerus dengan anak, memberikan perangsang melalui berbagai corak komunikasi antara orangtua dan anak.

Lingkungan keluarga sering kali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal yang mempengaruhi berbagai aspek perkembangan anak. Ada kalanya orangtua bertindak atau bersikap sebagai patokan untuk ditiru oleh anak meresap dalam diri anak tersebut dan menjadi bagian dari kebiasaan bersikap, bertingkah

laku dan bagian dari keperibadiannya. Keluarga masa kini sudah banyak kehilangan fungsi dan arti sebagai keluarga. Seperti fungsi pendidikan yang sudah diserahkan kepada lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah, membuat orangtua tidak berperan lagi dalam perkembangan intelektual anak. Fungsi rekreasi juga sudah menjadi berpindah dari pusat dalam keluarga ke tempat hiburan-hiburan diluar rumah, baik bagi anak maupun bagi orangtuanya. Dengan demikian fungsi keluarga menjadi sangat berkurang dan arti keluarga dan ikatannya seolah-olah mengalami guncangan. Agar terjaminnya hubungan yang baik dalam keluarga, dibutuhkan peran aktif orangtua untuk membina hubungan-hubungan yang serasi dan harmonis antara semua pihak dan keluarga. Berbagai macam masalah umum tidak akan menjadi masalah dan tidak akan menyebabkan penderitaan bilamana ditangani seawal mungkin, yakni penanganan masalah dalam keluarga.

2. Hambatan eksternal

Hambatan eksternal adalah dengan berbagai ciri khusus mengenai peranan yang sangat besar terhadap munculnya corak dan gambaran kepribadian dalam anak apalagi kalau tidak didukung oleh kemantapan dari keperibadian dasar yang terbentuk dalam keluarga. Kegoncangan memamng timbul, karena setiap manusia berhadapan dengan berbagai perubahan yang ada dalam masyarakat dewasa ini jauh berbeda dibandingkan dengan pola kehidupan beberapa tahun silam. Terjadinya berbagai pergeseran dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Bertambahnya penduduk yang semakin

pesat, khususnya di kota-kota besar, menimbulkan ruang hidup dan ruang lingkup kehidupan semakin bertambah sempit.

Tanpa mengikuti penyesuaian terhadap perubahan dengan corak yang baru yangmungkin jauh lebih berbeda dengan yang lama, akan mengalami kesenjangan yang sering menimbulkan macam-macam kesulitan dan persoalan. Terlalu kaku untuk mempertahankan pola lama akan sering menimbulkan masalah dalam keluarga maupun masyarakat. Sebaliknya, terlalu mengikuti arus juga bisa menimbulkan kecanggungan, disamping menunjukan kurang adanya prinsip yang kuat, gambaran kepribadian yang mantap karena mudah mengikuti dan berpengaruh oleh rangsangan dari lingkungannya.

Lingkungan pergaulan buat anak adalah sesuatu yang harus dimasuki karena di lingkungan pergaulan seseorang anak bisa terpengaruh kepada kepribadiannya, tentunya diharapkan terpengaruh oleh hal-hal yang baik, di samping bahwa lingkungan pergaulan adalah sesuatu kebutuhan dalam perkembangan diri utnuk hidup bermasyarakat. Karena itu, lingkungan masyarakat sewajarnya menjadi perhatian semua orang, agar bisa menjadi lingkungan yang baik yang bisa meredam dorongan-dorongan negative atau patologis pada anak maupun remaja. Upaya pernbaikan lingkungan sosial membutuhkan kerja sama yang terpadu dari berbagai pihak, termasuk peran serta masyarakat sendiri.

Negara Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sehingga sudah seharusnya setiap manusia baik dewasa maupun anak-anak dilindungi dari upaya-upaya mempekerjakan pada pekerjaan

yang merendahkan harkat dan martabat manusia atau pekerjaan yang eksploitasi karena bersifat tidak manusiawi. Upaya perlindungan tenaga kerja yang dapat menjangkau seluruh tenaga kerja baik dewasa maupun tnaga kerja anak, terlebih mengenai tenaga kerja anak akhir-akhir ini banyak disorot dan telah menjadi isu nasional maupun internasional yang haru mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat, karena mempunyai dampak negatif bagi generasi penerus bangsa.

Anak sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak asasi atau hak dasar sejak dilahirkan, yaitu jaminan untuk tumbuh kembang secara utuh baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta mewujudkan kesejahteraan dengan memberi jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan terhadap diskriminasi, sehingah tidak ada manusia atau pihak lain yang dapat merampas hak tersebut.

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar tetap hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan deskriminasi.

Bekerja bagi anak mempunyai dampak positif tetapi juga mempunyai dampak negaatif. Sebenarnya dengan mereka bekerja akan kehilangan kesempatan masa kanak-kanak mereka untuk bermain dan menuntut ilmu. Dampak positif bagi anak yang bekerja berarti mereka sejak kecil sudah terlatih untuk bertanggung jawab melakukan pekerjaan dan bagi keluarga dapat membantu

mencukupi kebutuhan hidup atau bahkan mereka bekerja agar dapat melanjutkan sekolahnya.

Setelah Indonesia mengalami krisis moneter, ada petunjuk bahwa jumlah anak yang mencari pekerjaan di pabrik-pabrik dan dunia usaha lainnya terus meningkat. Banyaknya pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha membuat banyak rumah tangga para pekerja semakin terpuruk kondisi sosial ekonomi mereka. Keadaan ini telah memaksa anak-anak harus membantu mencukupi kebutuhan diri mereka sendiri.

Eksploitasi anak di dalam bidang ketenagakerjaan, perlu disadari bahwa nakmerupakan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional dan karena itu perlu pengembangan dan pembinaan sedini mungkin, termasuk pembinaan kesejahteraannya adalah menajadi tanggung jawab orang tua dan suatu lembaga tertentu untuk terlaksananya pengembangan anak seperti tertera dalam Article 25 dari Convention on the Rightsof The Child sebagai berikut ; “The benifits should,

where appropriate, be granted, taking into account the resources and the circumstances of the child and persons having responsibility and maintenance of the child, as well as any other consideration relevant to an application for benefit made by or on behalf of the child (orang tua atau orang lain yang bertanggung jawab atas anak memikul tanggung jawab utama untuk menjamin, dalam batas kemampuan dan kapasitas keuangan mereka, kondisi kehidupan yang perlu untuk

pengembangan anak),”63

Isu pekerjaan anak harus memperoleh perhatian khusus, sebab pada kenyataannya isu pekerjaan anak bukan sekedar isu anak-anak menjalankan pekerjaan dengan memperoleh upah rendah, akan tetapi lekat sekali dengan eksploitasi, pekerjaan berbahaya, terhambatnya akses pendidikan, dan menghambat perekembangan fisik, psikis dan sosial anak. Malahan dalam kasus dan bentuk tertentu, pekerjaan anak telah masuk kualifikasi, anak-anak yang bekerja pada situasi yang paling tidak bisa ditolerir (the most intolereble forms of

child labor). Dalam Konferensi Pekerja Anak Internasional di Oslo (Norwegia)

pada 27 - 29 Oktober 1997, isu pekerja anak jermal di medan, Sumatera Utara dimasukkan kedalam bentuk pekerjaan yang paling tidak bisa ditolerir lagi.

Kondisi ini akan membawa anak mengalami keterpurukan yang lebih sadis lagi, anak tidak hanya mengalami masa krisis ekonomi saja akan tetapi lebih buruk lagi yakni mengalami krisis moral dan mental yang semakin terpuruk. Keterbatasan bekal yang dimiliki menjadikan anak memang masih memerlukan perhatian dan pengarahan. Ketidakpekaan orangtua dan pendidik kondisi anak tersebut menyebabkan anak sering terjatuh pada kegiatan tuna sosial.

Hambatan dan upaya yang dilakukan oleh para korban pelaku eksploitasi anak dalam bentuk apapun mempunyai akibat yang negatif bagi masyarakat umum maupun bagi anak itu sendiri. Untuk itu dalam penanggulangan eksploitasi anak tersebut perlu adanya dorongan dari dalam diri anak itu sendiri untuk merubah dan dapat menjaga dirinya dan tidak terpengaruh oleh lingkungan dimana ia berada, serta peranan orangtua untuk lebih memperhatikan si anak dan

memberikan arahan, bimbingan dan kasih sayang. Dengan cara demikian perilaku seks bebas pada anak jalanan itu tidak akan terjadi lagi.

Kualitas lingkungan keluarga yang tidak mendukung anak untuk berlaku baik seperti, anak kurang bahkan tidak mendapat kasih saying dikarenakan kesibukan kedua orangtua diluar rumah, dan pergeseran norma keluarga dalam mengembangkan norma positif seperti tidak adanya pendidikan dan keluarga tidak memberikan arahan tentang seks yang sehat.

Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak

dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun.

Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan

komprehensif. Hal ini agar diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran

terhadap orang tua bahwa anak yang masih dalam kandungan pun sudah

dilindungi haknya. Perlindungan anak terhadap eksploitasi seksual maupun

ekonomi sering terjadi pada anak-anak yang hidup dibawah garis kemiskinan.

Hal ini disebabkan oleh faktor ekonomi masyarakat saat ini yang sekarang

semakin berat dalam menjalani kehidupan. Kemiskinanlah yang menjadi faktor

utama adanya kegiatan eksploitasi pada anak. Tujuan dari perlindungan anak

untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,

berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi

terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

Tindakan yang dilakukan oleh orang tua, teman atau orang yang

atau golongan tidak dibenarkan. Eksploitasi seksual terhadap anak mempunyai

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa seharusnya kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan suatu bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Pasal 28A samapai dengan Pasal 28J Undang-Undang Dasar tahun 1945 selanjutnya Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia telah mencantumkan tentang hak anak. Pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga masyarakat, pemerintah dan Negara untuk memberikan perlindungan pada anak yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak disamping itu terdapat Pasal-pasal yang mengatur mengenai sanksi Eksplotasi Seksual Terhadap Anak Di Bawah Umur antara lain terdapat dalam Pasal 287, Pasal 290 (2) dan (3), Pasal 292, Pasal 293 (1), Pasal 294 (1) dan Pasal 295 (1) KUHP.

2. Teori yang digunakan dalam menganalisa permasalahan pengembangan konsep

diversi dan restorative justice dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia

yaitu teori kebijakan penanggulangan kejahatan. Pemerintah sebagai penyelenggara kehidupan bernegara memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada masyarakat. Untuk itu pemerintah melakukan berbagai upaya kebijakan yang teragenda dalam program pembangunan nasional. Kebijakan pemerintah untuk melaksanakan pembangunan nasional tergabung dalam kebijakan sosial.

Kebijakan-kebijakan tersebut berpengaruh pada peningkatan kualitas kehidupan bermasyarakat.

3. Kepolisian disini sangat berperan aktif dan bertanggung jawab mengenai kasus-kasus jenis tindak pidana eksploitasi anak di kota medan dengan mencegah, mengawasi dan menindak lanjuti secara tegas pelaku-pelaku tindak pidana eksploitasi anak tersebut. Didalam menjalankan dan melaksanakan tanggung jawab, pihak kepolisian tidak hanya mendapatkan faktor dukungan saja tetapi adanya kerjasama yang terkoordinasi dan saling berkaitan dengan aparat penegak hukum yang lain dimulai dari instansi pemerntahan hingga sampai masyarakat saling bekerjasama dan menanggulangi kasus tindak pidana eksploitasi ini. Didalam menangani situasi ini tidak jarang faktor penghambat yang menghambat kinerja pihak kepolisian dimana faktor penghambat tersebut datang dari korban eksploitasi itu sendiri, mereka enggan bahkan tidak berani dan tidak terbuka untuk memberikan informasi dan keterangan-keterangan lain yang lebih jelas kepada pihak kepolisian.

B. SARAN

Saran yang dapat saya rangkumkan dalam hal-hal berikut ini antara lain : 1. Dalam menangulangi setiap permasalahan, timbul kendala-kendala yang akan dihadapi dalam proses penanggulangan masalah tersebut. Dalam hal ini penulis akan memaparkan beberapa kendala-kendala yang dihadapi dalam menanggulangi tindak pidana kesusilaan dalam eksploitasi anak dan pada anak jalanan, dimana

secara garis besar ada dua hambatan yang dihadapi yaitu : hambatan internal dan hambatan eksternal.

2. Negara Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sehingga sudah seharusnya setiap manusia baik dewasa maupun anak-anak dilindungi dari upaya-upaya mempekerjakan pada pekerjaan yang merendahkan harkat dan martabat manusia atau pekerjaan yang eksploitasi karena bersifat tidak manusiawi. Upaya perlindungan tenaga kerja yang dapat menjangkau seluruh tenaga kerja baik dewasa maupun tnaga kerja anak, terlebih mengenai tenaga kerja anak akhir-akhir ini banyak disorot dan telah menjadi isu nasional maupun internasional yang haru mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat, karena mempunyai dampak negatif bagi generasi penerus bangsa.

3. Upaya yang dilakukan untuk pencegahan eksploitasi anak diharapkan lebih serius dan benar-benar dilaksanakan dengan baik agar tindak pidana eksploitasi anak ini dapat diatasi dengan baik dan lebih cepat. Dimulai dari pengawasan, perlindungan dan penanganan hukum terhadap masalah ini, diharapkan agar seluruh aspek dimulai aparat penegak hukum, aparatur pemerintahan hingga masyarakat dapat menjalankan, melaksanakan, hak-hak dan kewajiban yang lebih serius dan benar-benar dilaksanakan dengan baik.

BAB II

BAGAIMANA PERATURAN PER UNDANG-UNDANGAN TERKAIT TENTANG LARANGAN MELAKUKAN EKSPLOITASI ANAK DALAM

TINDAK PIDANA KESUSILAAN MENURUT PER UNDANG-UNDANGAN

1. KUHP

Terminologi internasional yang digunakan untuk menyebut anak yang melakukan pelanggaran hukum adalah “Anak yang Berhadapan dengan Hukum”. Sejak disadari bahwa anak juga melakukan pelanggaran hukum, perdebatan tentang bagaimana cara yang terbaik untuk menghadapinya, terus menerus berlangsung. Diversi adalah proses yang telah diakui secara internasional sebagai cara terbaik dan paling efektif dalam menangani anak yang berhadapan dengan hukum. Intervensi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum sangat luas dan beragam, tetapi kebanyakan lebih menekankan pada penahanan dan penghukuman, tanpa peduli betapa ringannya pelanggaran tersebut atau betapa mudanya usia anak tersebut. Penelitian telah menunjukkan bahwa sekitar 80% dari anak-anak yang diketahui Polisi melakukan pelanggaran hukum hanya akan melakukannya satu kali itu saja, jadi penggunaan sumber-sumber sistem peradilan yang ‘menakutkan’ untuk menangani anak-anak ini sesungguhnya sangat tidak berdasar, kecuali benar-benar diperlukan.22

Selain itu didapati bahwa jumlah kekerasan terhadap anak pada tahun 2009 meningkat mencapai 1.998 kasus. Selain kuantitas, jenis dan variasi kekerasan pun cenderung berkembang. Sekjen Komnas Anak Arist Merdeka Sirait

22 Santi Kusumaningrum, Penggunaan Diversi untuk Anak yang Berhadapan dengan Hukum. (Dikembangkan dari Laporan yang disusun oleh Chris Graveson) http://Santi

mengatakan: 23

"Yang paling dominan adalah jenis kekerasan seksual seperti pencabulan, perkosaan, sodomi, dan incast yang mencapai 62,7 persen. Sedangkan sisanya berupa pencurian, narkoba, kekerasan, dan sejenisnya, Tingginya kasus anak sebagai korban maupun pelaku kejahatan telah membuat jumlah anak yang berhadapan dengan hukum terus meningkat. Dan hampir semua kasus tersebut berujung pada pemidanaan dan penjara dengan jumlah sekitar 5.308 anak”.

Diasumsikan bahwa di daerah perkotaan kriminalitas berkembang terus sejalan dengan bertambahnya penduduk, pembangunan, moderenisasi, dan urbanisasi. Perkembangan kota selalu disertai dengan perkembangan kualitas dan kuantitas kriminalitas, akibatnya, perkembangan keadaan ini menimbulkan keresahan masyarakat dan pemerintah di kota tersebut. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah kriminalitas tidak dapat dihindari dan memang selalu ada, sehingga wajar bila menimbulkan keresahan, karena kriminalitas dianggap sebagai suatu gangguan terhadap kesejahteraan penduduk di daerah perkotaan serta lingkungannya.

Sehubungan dengan keadaan ini, penduduk dan pemerintah bereaksi untuk memberantas masalah kriminalitas, tetapi sayang sekali, usaha ini sering sekali tidak memuaskan. Hal ini dapat dicontohkan, misalnya, suatu penguasa yang dalam keadaan panik menghadapi kriminalitas tertentu, mengambil tindakan-tindakan yang tidak bijaksana, sehingga akibatnya yang negatif menimbulkan kecemasan dan apatisme dan kriminalitas berkembang terus.

Usaha untuk mengemukakan masalah kriminalitas di daerah perkotaan patut disambut gembira, oleh karena penyajian masalah ini merupakan salah satu keinginan untuk melihat masalah kriminalitas ini menurut proporsi yang

23 Oke Zone. Com, Kasus Kekerasan Anak Meroket, Kamis, 24 Desember 2009. http://getsa.wordpress.com/2009/12/24/kasus-kekerasan-anak-meroket.

sebenarnya secara dimensional. Masalah kriminalitas sebagai suatu kenyataan sosial tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi, politik, dan budaya sebagai fenomena yang ada dalam masyarakat dan saling mempengaruhi satu sama lain.24

Perkembangan kriminalitas yang terjadi di daerah perkotaan serta peserta-peserta interaksi sebagai fenomena yang ikut serta dalam terjadinya kriminalitas mempunyai hubungan fungsional satu sama lain. Ada kemungkinan malahan ada yang bertanggung jawab fungsional terhadap terjadinya kriminalitas tersebut. Adapun yang disebut dengan peserta-peserta dalam timbulnya kriminalitas diatas adalah pelaku, korban, pembuat undang-undang serta undang-undang, pihak kepolisian, kejaksaan, kehakiman, dan lembaga-lembaga sosial lain.25

Pasal 281 KUHP menjelaskan bahwa barang siapa yang dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, dan barang siapa dengan sengaja dan didepan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan.26

Sistem ekonomi masyarakat tertentu tidak memungkinkan suatu golongan sosial dalam masyarakat tertentu untuk memenuhi aspirasi dan keperluan fisik, mental dan sosial secara tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Keperluan golongan tersebut dapat bersifat dan berakibat positif maupun negatif. Maka ada kemungkinan besar karena perhitungan mendesak, yang bersangkutan

24 Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2004,

Dokumen terkait