• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Kepolisian Terhadap Eksploitasi Anak Terhadap Tindak Pidana Kesusilaan (Studi Polsekta Medan Baru)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Kepolisian Terhadap Eksploitasi Anak Terhadap Tindak Pidana Kesusilaan (Studi Polsekta Medan Baru)"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku-Buku

Akirom Syamsudin Meliala, dkk, Cetakan Pertama Kenakalan Anak

Suatu Tinjauan dari Psikologi dan Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1985

Bambang Sugono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2002, Hal 7.

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Jakarta : Sinar Grafika, 1996

Gunarasa Singgih, dkk, Psikologi Praktis : Anak Remaja dan Keluarga, P.T.BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2000, Hal 20

Lubis Misran, dkk, Kajian Ulang Situasi Anak Jalanan di Kota Medan

dan Pengembangan Program Aksi, Yayasan Pusat PKPA

Kindernothlife-Germany

Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Grafita Aditama, Bandung, 2000 Hal 58

Mulandar Surya Ed, “Dehumanisasi Anak Marjinal : Berbagai

Pengalaman Pemberdayaan”, Bandung, Aka Tiga, 1990

Nasruddin Toha, Gelombang Free Seks di Era Modern, Bandung Forum Remaja, 1997, Hal 16

Ridwan Hasibuan, dkk, Azas-Azas Kriminologi, Medan, Usu Pers, 1994, Hal 68

Soedjono D, Doktrin-Doktrin Kriminolgi, Bandung, Amiko, 1973, Hal 119 Soedjono Dirdjosisworo, Penanggulangan Kenakalan, Alumni Bandung, 1983

Wahid Abdul, dkk, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual, Bandung, P.T Refika Aditama, 2001, Hal 31

W.A. Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, Terjemahan R.A Koesnoen/PT Pembangunan Graha Indonesia, Jakarta, 1981, Hal 21

Widjanarko, M, Seksualitas Remaja, Yogyakarta, Kerjasama Pusat

(2)

2. Undang-Undang

Susilo R, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bogor, Politea, 1994 Subekti R, Tjitrosudibio R, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta, PT. Pradyna, Paramitha, 2004

Undang-Undang No 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan anak Undang-Undang No 3 Tahun

1. Internet

www.scribde.com/Eksploitasi anak.com/2009 08 13 Mei 2009, Hal 1 www.Depsos.go.id diakses pada 1 Januari 2012

www.google.com Perdagangan Perempuan dan Anak Jalanan di Indonesia, Ruth Rosenborg.

http :// Repository.Usu.ac.id/ Register, Diakses pada Tanggal 27 April 2012 http:// Word Press.com/2009/08/13/m:

2. Majalah dan Koran

(3)

BAB III

PERAN KEPOLISIAN DALAM MEMBERANTAS EKSPLOITASI ANAK DALAM TINDAK PIDANA KESUSILAAN DI KOTA MEDAN

Masalah Perlindungan Anak dan korban ekspolitasi pada anak, sekarang telah menjadi isu nasional yang memerlukan penanganan serius dari semua pihak. Perlunya kedua hal di atas memperoleh perhatian serius tidak lain disebabkan masih tingginya bentuk-bentuk pelanggaran terhadap kedua hal di atas. Meningkatnya pelanggaran terkait perlindungan anak dan eksploitasi terhadap anak dengan mudah diketahui oleh masyarakat tidak saja melalui pemberitaan di media masa, baik cetak maupun elektronik, tetapi juga dari berbagai data yang dikeluarkan oleh berbagai institusi, baik swasta maupun pemerintah.

Meningkatnya kasus pelanggaran terkait perlindungan anak dan eksploitasi anak yang terjadi ditengah-tengah masyarakat sangatlah memprihatinkan, terlebih apabila kasus tersebut tidak terselesaikan dengan baik. Ketidakmampuan pemerintah dan instansi terkait lainnya dalam menanggulangi maraknya kedua masalah tersebut tidak saja menyebabkan semakin banyaknya korban berjatuhan, tetapi yang lebih memprihatinkan adalah berkembangnya pandangan di tengah-tengah masyarakat bahwa pemerintah sudah kehilangan wibawanya sehingga tidak mampu memberikan jaminan perlindungan dan kesejahteraan kepada warga negaranya, sebagai salah satu jenis hak asasi manusia.39

Polri sebagai salah satu institusi yang bertanggung jawab atas tegaknya hukum tentunya dituntut peran sertanya dalam mendukung terwujudnya

(4)

perlindungan terhadap anak serta tertanggulanginya eksploitasi terhadap anak. Oleh karena itu, dalam tulisan singkat ini, saya akan memberikan gambaran singkat perihal Peran Polri dalam perlindungan anak serta penanggulangan eksploitasi terhadap anak, dengan harapan melalui tulisan ini, munculnya pandangan masyarakat yang menganggap bahwa aparat penegak hukum, dalam hal ini Polri, terkesan acuh tak acuh terhadap masalah perlindungan anak dan penanggulangan eksploitasi terhadap anak, dapat diubah.

Peran strategis ini telah disadari oleh masyarakat Internasional untuk

melahirkan sebuah konvensi yang intinya menekankan posisi anak sebagai

makhluk manusia yang harus mendapatkan perlindungan atas hak-hak yang

dimilikinya. Selain itu, anak merupakan harapan orang tua, harapan bangsa dan

negara yang akan melanjutkan tongkat estafet pembangunan serta memiliki peran

strategis, mempunyai ciri atau sifat khusus yang akan menjamin kelangsungan

eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Oleh karena itu, setiap anak harus

mendapatkan pembinaan dari sejak dini, anak perlu mendapat kesempatan yang

seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik,

mental maupun sosial.

(5)

melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindak pidana dari proses peradilan pidana dengan memberikan alternatif lain yang dianggap lebih baik untuk anak. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka lahirlah konsep diversion yang dalam istilah bahasa Indonesia disebut diversi atau pengalihan.40

Pelaksanaan diversi dilatarbelakangi keinginan menghindari efek negative terhadap jiwa dan perkembangan anak oleh keterlibatannya dengan sistem peradilan pidana. Pelaksanaan diversi oleh aparat penegak hukum didasari oleh kewenangan aparat penegak hukum yang disebut discretion atau ‘diskresi’.41

Diskresi adalah wewenang dari aparat penegak hukum yang menangani kasus tindak pidana untuk mengambil tindakan meneruskan perkara atau menghentikan perkara, mengambil tindakan tertentu sesuai dengan kebijakannya. Tujuan dari diversi adalah untuk mendapatkan cara menangani pelanggaran hukum di luar pengadilan atau sistem peradilan yang formal. Ada kesamaan antara tujuan diskresi dan diversi.

Dalam praktek penanganan anak yang berhadapan dengan hukum pada tingkat kepolisian sebagai pelaku maupun baik sebagai saksi/korban tidak mempedomani peraturan-peraturan tentang anak seperti:42

1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1974 tentang Kesejahteraan Anak;

2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak;

40 Marlina, Pengantar Konsep Diversi dan Restorative Justice dalam Hukum Pidana,

Medan, USU Press, 2010, hal. 1. (Selanjutnya disebut Marlina III)

41 Ibid, Hal 2

(6)

3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; 4. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri;

5. Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri.

Sehingga Polri dinilai tidak/belum professional dan proportional karena belum memperlihatkan sensitivitas terhadap dampak psikologis yang timbul akibat proses hukum serta belum berorientasi pada kepentingan terbaik anak sebagai prioritas pertimbangan dan acuan dalam mengambil keputusan ketika menangani kasus anak yang berhadapan dengan hukum, yang ditandai masih ditemukannya praktek-praktek:

1. Terhadap anak sebagai pelaku, ditemukan praktek mencukur rambut kepala anak dengan tidak memperhatikan kepatutan dan estetika, mengambil uang/ barang milik anak padahal uang/barang tersebut tidak berhubungan dengan perkara, menyuruh anak membersihkan Kantor Polisi, atau mencuci mobil, memberi hukuman fisik, menelanjangi, aniaya, membentak, memempatkan anak dalam satu kamar dengan tahanan dewasa, mempublikasikan anak kepada media, dll.

2. Terhadap anak sebagai korban, tidak digunakan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagai pasal pokok yang menjadi dasar dalam menegakkan hak-hak anak sebagai korban serta masih mempublikasikan gambar anak, identitas anak beserta keluarganya.

(7)

mencari alternatif penyelesaian permasalahan anak di luar hukum formal/ pengadilan.

Menurut konsep diversi dan restorative justice dalam penanganan kasus anak di Kepolisan yang berhadapan dengan hukum, yang dikeluarkan oleh Kabareskrim Polri disebutkan, karena sifat avonturir anak, pemberian hukuman terhadap anak bukan semata-mata untuk menghukum tetapi mendidik kembali dan memperbaki kembali. Menghindarkan anak dari eksplolasi dan kekerasan, akan lebih baik apabila diversi dan apabila dihukum maka tidak efektif.43

Konsep diversi juga didasarkan pada kenyataan proses peradilan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana melalui sistem peradilan pidana lebih banyak menimbulkan bahaya daripada kebaikan. Alasan dasarnya yaitu pengadilan akan memberikan stigmatisasi terhadap anak atas tindakan yang dilakukannya, sehingga lebih baik menghindarkannya keluar sistem peradilan pidana.

Selain itu, diversi juga dilakukan dengan alasan untuk memberikan suatu kesempatan kepada pelanggar hukum agar menjadi orang yang baik kembali melalui jalur non formal dengan melibatkan sumber daya masyarakat diversi berupaya memberikan keadilan kepada kasus anak yang telah terlanjur melakukan tindak pidana sampai kepada aparat penegak hukum sebagai pihak penegak hukum.44

Pertimbangan harus diberikan apabila perlu untuk mengadili pelaku anak tanpa melalui peradilan formal dari pejabat yang berwenang, untuk mengalihkan atau tidak mengalihkan kasus, selain itu Diversi harus digunakan apabila

43 IDLO (International Development Law Organization), Harian Serambi Indonesia,

Sabtu, 21 januari 2013. http://www.idlo.int/bandaacehawareness.htm

(8)

dimungkinkan. Polisi, jaksa atau lembaga lain harus diberikan wewenang untuk menyelesaikan kasus-kasus semacam itu dengan kebijakan mereka tanpa melalui persidangan formal, sesuai dengan kriteria yang tercantum sebagai tujuan dari sistem hukum dan sesuai dengan pinsip-prinsip dalam ketentuan-ketentuan sebaiknya mempunyai wewenang untuk melakukan diversi. Sehingga kriteria bagi diversi harus ditetapkan dan harus sesuai dengan asas-asas dalam ketentuan Beijing.45

Polri sebagai salah satu institusi yang bertanggung jawab atas tegaknya hukum tentunya dituntut peran sertanya dalam mendukung terwujudnya perlindungan terhadap anak serta tertanggulanginya eksploitasi terhadap anak. Oleh karena itu, dalam tulisan singkat ini, saya akan memberikan gambaran singkat perihal Peran Polri dalam perlindungan anak serta penanggulangan eksploitasi anak, dengan harapan melalui tulisan ini, munculnya pandangan masyarakat yang menganggap bahwa aparat penegak hukum, dalam hal ini Polri, terkesan acuh tak acuh terhadap masalah perlindungan anak dan penanggulangan eksploitasi anak, dapat diubah.

Melaksanakan tugas dan wewenangnya tersebut polisi harus senantiasa

melihat kepentingan masyarakat. Salah satu tugas polisi yang sering mendapat

sorotan masyarakat adalah penegakan hukum. Pada prakteknya penegakan hukum

yang dilakukan oleh polisi senantiasa mengandung 2 (dua) pilihan. Pilihan

pertama adalah penegakan hukum sebagaimana yang disyaratkan oleh

45 The United Nations Standard Minimum Rules for Administration of Juvenile Justice

(9)

undang pada umumnya, dimana ada upaya paksa yang dilakukan oleh polisi untuk

menegakkan hukum sesuai dengan hukum acara yang diatur dalam

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Sedangkan pilihan kedua adalah

tindakan yang lebih mengedepankan keyakinan yang ditekankan pada moral

pribadi dan kewajiban hukum untuk memberikan perlindungan kepada anggota

masyarakat.46

Hal ini dikenal dengan nama diskresi. Tindakan tersebut diatur di dalam

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan UndangUndang No. 2

Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dimana polisi telah

diberi kebebasan yang bertanggung-jawab untuk melaksanakan hal tersebut. Oleh

karena itu Penyidik, khususnya Penyidik Satreskrim Poltabes Medan, dituntut

mampu melakukan tindakan diversi dalam menangani perkara tindak pidana anak.

Pengalihan proses peradilan anak atau yang disebut dengan diversi berguna untuk

menghindari efek negatif dari proses-proses peradilan selanjutnya dalam

administrasi peradilan anak, misalnya labelisasi akibat pernyataan bersalah

maupun vonis hukuman. Dalam melaksanakan diversi terhadap anak yang

berkonflik dengan hukum, sebenarnya polisi telah memiliki payung hukum baik

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang memberi wewenang untuk

tindakan tersebut maupun pedoman pelaksana di Internal Kepolisian dengan

keluarnya Telegram (TR) Kabareskrim Polri No.1124/XI/2006.

46 Soerjono Soekamto, Hengki Liklikuwata, dan Mulyana W. Kusumah, Kriminologi

(10)

A.Faktor-Faktor Terjadinya Eksploitasi Anak yang Ada di Kota Medan Ketika kita membaca surat kabar ataupun saat mendengarkan berita di televisi selalu saja bisa ditemukan berita tentang Eksploitasi anak pada tindak pidana kesusilaan. Kenyataan ini sungguh sangat menyedihkan. Lebih menyedihkan, semakin banyak saja anak-anak yang menjadi korban Eksploitasi anak yang banyak terjadi sekarang ini,baik dari kalangan anak-anak maupun kalangan remaja. Sesungguhnya tidak sedikit anak-anak korban eksploitasi yang terpaksa dan harus terlibat dalam perilaku seks bebas. Tetapi kasus dan permasalahan pada perilaku seks bebas pada anak-anak banyak dialami oleh anak-anak di bawah umur yang belum mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari berbagai pihak. 47

Kasus perilaku eksploitasi anak yang banyak terjadi dikalangan anak-anak dan remaja pada saat ini, sering kali kurang mendapat perhatian publik, karena selain data dan laporan mengenai perilaku eksploitasi anak khususnya yang terjadi pada anak-anak dibawah umur nyaris tidak ada. Dan biasanya kasus ini seringkali masih tidak diperdulikan oleh kebiasaan masyarakat sekitar.

Banyak faktor yang membuat para korban eksploitasi terhadap anak enggan atau telat melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian. Apalagi korban nya adalah anak-anak, bahkan sering banyak terjadi pada anak-anak jalanan yang kurang mendapatkan perhatian dari orangtuanya sendiri, sehingga mereka bebas untuk melakukan tindakan kesusilaan yang mereka inginkan, misalnya dalam hal perilaku seks bebas yang banyak sering dilakukan sesama

47 Widjanarko M, Seksualitas Remaja, Yogyakarta, Kerja sama Pusat Penelitian

(11)

anak-anak jalanan itu sendiri. Dikarenakan anak jalanan menganggap seks bebas adalah hal yang biasa.48 Adanya non-reporting of crime dalam perilaku seks bebas pada anak jalanan merupakan suatu fenomena universal, yang sering dijumpai di Negara-negara lain.

Adanya non-reporting ini disebabkan oleh berbagai hal, antara lain : 1. Malu, takut, depresi, trauma, dan rasa tidak berdaya, membuat sebagian besar

anak jalanan enggan melaporkan perilaku seks bebas yang menimpa mereka. 2. Anak jalanan takut terhadap oknum kepolisian dan pihak-pihak yang lain 3. Belum lagi perasaan bahwa masalah mereka justru akan bertambah rumit saat

melapor. Anak jalanan merasa bahwa proses peradilan pidana terhadap anak jalanan belum tentu dapat diselesaikan.

4. Anak jalanan khawatir akan retaliasi atau pembalasan dari pelaku (terutama jika pelaku adalah orang yang dekat dengan dirinya )

5. Keyakinan bahwa perilaku seks bebas pada anak jalanan walaupun ia melapor ia tidak akan mendapat khusus dari penegak hukum. Belum lagi kemungkinan bahwa anak jalana tersebut sering dihukum ringan atau dibebaskan dengan alasan kurangnya bukti.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dibuat kerangka kerja penelitian mengenai karakteristik anak yang mengalami kekerasan seksual pada anak dipusat kajian perlindungan anak (PKPA) di Kota Medan Priode Januari-Desember 2008 sebagai berikut :

Tabel Hasil riset

Karakter Anak Peresentasi (%) Jumlah Orang

(12)

Umur 15-18 tahun 53,75 % 60 orang

Jenis Kelamin Perempuan 57,81% 75 orang

Penyebab Kekerasan

Masalah ekonomi 34,70% 54 orang Jenis Kekerasan Pemerkosaan 28,32% 50 orang Pelaku Kekerasan Mayoritas

Tetangga

24,27% 30 orang

Tingginya tingkat perilaku eksploitasi pada anak serta tindak pidana kesusilaan diketahui dari data di atas. Hal ini disebabkan penyelesaian terhadap eksploitasi pada anak dilakukan secara kekeluargaan dalam tingkat penyidikan. Sehingga perilaku eksploitasi pada anak khususnya pada tindak pidana kesusilaan tidak direkam oleh aparat sebagai suatu tindak pidana. Hal inilah yang menyebabkan tingginya perilaku eksploitasi yang banyak terjadi pada ank-anak khususnya pada remaja. Faktor lain yang menjadi salah satu penyebab tingginya tingkat perilaku eksploitasi pada anak adalah kurangnya pengawasan dan tidak adanya pengawasan dari orang tua dan pihak-pihak lain terhadap anak tersebut.49

Perilaku eksploitasi pada anak juga banyak dijumpai terutama dikota-kota besar di Indonesia, terutama di kota Medan. Masalah eksploitasi pada anak ini menjadi sangat penting dan mendesak untuk semua ditangani, karena aktivitas ini berdampak luas dan besar, yakni menghancurkan masa depan anak tersebut, merusak moral dan melanggar hukum yang pada akhirnya bisa mempengaruhi kepada setiap anak-anak lainnya yang bukan anak jalanan saja.50

Fenomena ini perlu segera dijadikan wacana terbuka, agar masyarakat banyak tahu dampak yang ditimbulkan dari eksploitasi anak tersebut dan ikut berpartisipasi mencegah luasnya eksploitasi pada anak tersebut. Dikhawatirkan

49 Wahid Abdul dan Irfan Muhammad, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan

seksual, Bandung, PT Refika Aditama, 2001, halaman 31

(13)

jika hal ini tidak dilakukan, maka akan semakin banyak korban eksploitasi pada anak, dan akan banyak pula dampak yang akan ditimbulkan dari eksploitasi pada anak, juga akan makin luasnya penyebaran penyakit sosial seperti, pelacuran, kriminalitas, narkoba, judi dan sebagainya yang kesemuanya adalah bagian dari kehidupan tersebut dan yang terakhir, bisa kemungkinan suatu saat muncul travel

warning dari Negara-negara pasar untuk tidak ke daerah yang membiarkan hal

tersebut terjadi.

Yang tidak kalah mengkhawatirkan juga adalah maraknya tingkat prilaku seks bebas pada anak dapat melalui jalur internet. Dimana banyaknya penjualan-penjualan terhadap anak yang dijadikan sebagai pekerja seks komersial (PSK). Di negara-negara maju, pihak kepolisian bekerja keras untuk menjaring para masyarakat yang melakukan eksploitasi terhadap anak melalui internet. Ribuan situs mengenai seks yang banyak bermunculan di internet menjadi tantangan yang tidak kalah serius yang harus segera dihadapi.

Perkembangan Kota Medan yang begitu begitu pesat membuat seluruh elemen Kota Medan harus ikut dalam laju pembangunan yang semakin cepat termasuk pertumbuhan jumlah penduduk. Sebagai kota yang menjadi barometer utnuk wilayah Indonesian bagian barat, menyebabkan masyarakat berbondong-bondong utnuk menetap.

(14)

pantai yang kini direnovasi menjadi tempat wisata yang lebih indah namun harus menggeser pedagang kecil yang sebelumnya berjualan disepanjang pinggir pantai.

Keluarga dapat menjadi faktor tunggal yang terpenting apakah seorang anak dilindungi atau tidak. Meskipun demikian, yang kerugian yang dialami oleh anak akibat dari turunnya anak jalanan kejalanan yang mulai dari kerugian yang menyangkut fisik, psikologi, spritual anak. Seperti yang digambarkan pada hasil penelitian Budi Utomo dalam tabel berikut :

Tabel 1

Dampak Eksploitasi anak

Aspek Permasalahan Yang Dihadapi

Pendidikan Sebagian besarputus sekolah karena

waktunya habis dijalan

Intimidasi Menjadi sasaran tindak kekerasan anak

jalanan yang lebih dewasa, kelompok lain,petugas dan razia

Penyalahgunaan obat dan zat adiktif Ngelem, minuman keras, pil KB, dan sejenisnya

Kesehatan Rentan penyakit kulit, PMS, gonorhoe,

paru-paru

Tempat tinggal Umumnya disembarang tempat,

digubuk-gubuk, atau dipemukiman kumuh

Keselamatan Tertabrak, pengaruh sampah

Hubungan dengan keluarga Umumnya renggang, dan bahkan sama sekali tidak berhubungan

Makanan Seadanya, kadang mengais dari tempat

sampah, kadang beli

B. Usaha Penanggulangan Eksploitasi Anak di Kota Medan

(15)

rumah tahanan. Yang memprihatinkan, mereka seringkali disatukan dengan orang dewasa karena kurangnya alternatif terhadap hukuman penjara.

Mereka ditempatkan dalam posisi yang penuh bahaya: terjerumus ke dalam penyiksaan oleh narapidana dewasa dan aparat penegak hukum. Hukum itu sendiri tidak banyak membantu. Meskipun Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang Pengadilan Anak pada tahun 1997 (UU No. 3/1997), undang-undang ini belum ditindaklanjuti. Maka, perhatian kepada perancangan dan pelaksanaan regulasi mendesak diberikan.

Suatu kebijakan yang rasional untuk menanggulangi Eksploitasi anak dengan tindakan kriminal. Kebijakan kriminal sangatlah luas ruang lingkupnya dan tinggi kompleksitasnya. Hakikatnya, prilaku eksploitasi anak merupakan masalah kemanusiaan dan sekaligus masalah norma sosial yang sangat dinamis, selalu tumbuh dan terkait dengan gejala struktur di masyarakat ataupun lingkungan yang sangat kompleks, yang merupakan suatu social political problem.51

Korban perilaku eksploitasi anak berusia muda seyogianya menjadi perhatian kita, mereka memerlukan penanganan yang segera dan manusiawi. Penanganan yang kuat dapat mencegah problem menjadi semakin serius, juga menghentikan jatuhnya lebih banyak korban. Kita perlu mengurangi penderitaan korban, antara lain tidak mengeksploitasi pengalaman getir yang mereka alami di media massa. Stigmatisasi terhadap korban juga perlu dihindarkan dan hal ini juga perlu dipahami termasuk oleh para aparat penegak hukum. Dalam hal ini kita

51 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Bandung, Refika Aditama, Bandung,

(16)

harus berperan aktif, dengan prinsip “mencegah lebih baik dari pada mengobati”

sehingga dengan demikian pencegahan terhadap perilaku eksploitasi terhadap anak dapat dicegah sejak dini.

Sesuai dengan azas Crime Prevention (asas penanggulangan kejahatan) yang dikemukakan oleh Mr.bonger menyatakan : “ kebanyakan penjahat-penjahat

yang sudah menjadi tua atau dewasa kesusilaannya menjadi merosot sejak kecil, siapa yang menyelidiki sebab-sebab kejahatan anak dapat mencari tindakan-tindaakan pencegahan kejahatan yang kemudian berpengaruh pula terhadap kejahatan orang dewasa “

Berdasarkan hal tersebut dapatlah kita ketahui bahwa upaya dalam menanggulangi perilaku eksploitasi anak adalah sebagai berikut:52

1. Upaya yang bersifat preventif 2. Upaya yang bersifat represif 1. Upaya yang Bersifat Preventif

Upaya preventif adalah suatu usaha untuk mencegah terjadinya kejahatan, jauh sebelum kejahatan itu terjadi. Karena mencegahan terjadinya kejahatn jauh lebih baik daripada mendidik. Usaha melenyapkan seluruh kejahatan agak tidak mungkin dilakukan, namun bukan berarti kita mendiamkan kejahatan itu terjadi, kita dituntut untuk berupaya mengurangi kejahatan, baik dari segi kuantitas dan kualitas. Upaya preventif dalam arti luas adalah pencegahan yang mungkin timbul jauh dari sebelum kehatan itu terjadi.

52 http;//beb7n.wordpress.com/2011/08/13/menanggulangi kenakalan anak /07 mei 2011,

(17)

Pusat Kajian dan Perlindungan Anak dalam perannya menanggulangi eksploitasi pada anak, maupun pada anak jalanan melakukan upaya pencegahan (preventif) adapun usaaha preventif yang penulis perolah dalam melakukan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan pemenuhan hak-hak sipil dan kebebasan sebagi manifes pertama haknya sebagai manusia.

2. Melakukan kajian tentang seberapa besar anak-anak turun kejalanan kemudian kita melihat bahwa kebutuhan-kebutuhan anak, dan anak jalanan ini harus bersekolah ataupun tidak.

3. Memberi dukungan pendidikan sementara bagi mereka berupa beasiswa untuk dapat kembali bersekolah sehingga mereka tidak turun kejalanan dan tidak mendapatkan tindakan kekerasan.

4. Dipenuhi fasilitas-fasilitas yang mendukung dalam proses belajar-mengajar. 5. Melakukan diskusi dengan orangtua si anak dan bertemu dengan masyarakat

agar anak tersebut tidak dikucilkan dalam lingkungan masyarakat dan meminta anak tersebut bersekolah kembali.

6. Meningkatkan pemenuhan kesehatan dasar dan kesejahteraan untuk menunjang kesejahteraan untuk menunjang kelangsungan hidup dan tumbuh kembang secara wajar.

(18)

1. Peran Orangtua

Orangtua diharapkan memperhatikan keharmonisan rumah tangga mereka. Penelitian menunjukan anak-anak yang dididik dengan baik dengan keluarga harmonisme memungkinkan mereka memperoleh kepercayaan tinggi dan berdaya tahan lebih tangguh sehingga mereka tidak menjadi korban eksploitasi berkepanjangan. Keterbukaan dan penerimaan orangtua terhadap anak akan memampukan anak mengomunikasikan secara bebas apa saja yang mereka alami. Dengan demikian, anak mempunyai keberanian untuk segera melaporkan tindakan pelecehan seksual bila merak atau teman meraka mengalaminya.

Eratnya relasi orangtua anak membantu orangtua memantau pergaulan anaknya dan mencegah lebih banyak problem yang terkait dengan relasi sosial anaknya. Selain itu, teladan kehidupan seksualitas orangrua yang bersih adalah unsur positif yang memberi bagi anak sehingga anak mampu mengembangkan kehidupan yang sehat pula. Orang tua juga diberi informasi dan pendidikan yang sehat. Mereka perlu memperoleh bekal untuk menghindarkan anaknya menjadi korban eksploitasi, baik dari teman atau orang dewasa.

Beberapa upaya yang banyak dilakukan di negara maju adalah :

(19)

gambaran detail tentang aktifitas anak yang seharusnya belum dipahami oleh anak seusia mereka. Setiap orangtua harus memberi contoh dan membiasakan didalam hal berpakaian agar bepakaian yang lebih tertutu dan sopan. Langkah ini sangat penting sebab seringkali calon pelaku eksploitasi anak terangsang ketika melihat bagian mana yang selayaknya ditutupin atau aurat.

b. Mengajari anak untuk berani berkata ‘tidak’ bila ada orang yang menyentuh organ vitalnya. Hal ini penting karena biasanya justru orang-orang disekitar korban yang melakukan perilaku tindak pidana kesusilaan pada eksploitasi anak, ataupun ayahnya, kakaknya, paman, tetangga, dan sebaginya.dan sebaliknya, dia pun dilarang menyentuh organ vital milik orang atau anak lain. Sebab selain berupa penetrasi pada alat vital maupun daerah analnya, kejahatan eksploitasi pada anak juga dapat memperlihatkan alat vital kepada si anak, rabaan pada alat vital, atau perintah untuk melayani tindak pidana kesusilaan. Langkah ini juga mengantisipasi perialaku yang biasa digunakan oleh pelaku eksploitasi anak dengan bujukan (memberi iming-iming dengan permen/uang), tipuan (pura-pura diajak main), ancaman ataupun paksaan kekuatan fiik.

c. Orang dewasa (orangtua) membuka peluang kepada anak untuk berani berpendapat. Selama ini, sering kali anak hanya boleh ’mendengar’ tapi ia tidak boleh ‘berbicara’. Kondisi ini sangat berguna, karena akan membuat anak

berani memberitahu kepada orangtua/orang yang dipercaya ada orang yang melakukan hal-hal yang tidak wajar pada tubuhnya.

(20)

anak-anak yang mengalami perilaku seks berupaya mengungkapkannya dengan menggunakannya bahasa mereka sendiri, misalnya saja dengan mengatakan dirinya diajak main kuda-kudaan atau dokter-dokteran. Namun seringkali cerita ini sering ditepis oleh oarang dewasa atau orangtuadengan mengatakan bahwa mereka berbohong. Hal ini akan membuat anak jalan kian takut utnuk berbicara. Apa lagi biasanya anak juga diancam oleh para pelalu untuk tutup mulut.

e. Orang dewasa seyogyanya sensitif terhadap anak apabila ia menunjukkan perilaku atau sikap yang tidak biasa, msalnya berubah menjadi pendiam atau justru sebaliknya. Mengingat umumnya perilaku tindak pidan pada anak sekaligus eksploitasi pada anak, terutama pada anak jalanan belum kontrol atas tubuh mereka sendiri.

f. Disamping cara-cara diatas,yang berskala mikro, secara makro harus segera dituntaskan masalah seputar pengangguran, kemiskinan, merebaknya tontonan dan bacaan porno, memperkokoh norma susila dan agama di masyarakat, memperberat sanksi hukum abgi perilaku tindak pidana kesusilaan dan eksploitasi pada anak, dan pada anak jalanan.

1. Upaya yang Bersifat Refresif

(21)

mengusahakan pencegahan terjadinya korban yang lebih banyak lagi terhadap anak-anak dan anak jalanan.

Dimana dengan memberi bantuan, pendampingan kepada korban dalam penyelesaian permasalahan, dengan usaha sebagai berikut :53

1. Memberikan bantuan dan mendampingi pihak korban dalam mengatasi permasalahan bersama-sama dengan lembaga-lembaga sosial dan instansi yang berkaitan.

2. Memberi bantuan materil sesuai dengan kemampuan pusat pelayanan.

3. Memberi informasi dan bimbingan kepad anggota masyarakat untuk memberikan motifasi beradaptasi terhadap anak korban eksploitasi terhadap anak.

4. Memantau tindakan-tindakan, membuat laporan-laporan dan menganalisi hasil dari pelayanan terhadap anak-anak dan anak-anak jalanan sebagai korban eksploitasi anak dan pelaku tindak pidana kesusilaan.

Upaya menanggulangi seks bebas pada anak jalanan yang dilakukan oleh Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) Iwan, SH memaparkan bahwa, dalam menangani eksploitasi sangat penting dan besar, karena usaha-usahan tersebut bekerjasama dengan departemen sosial, kecamatan, kelurahan, dengan cara sosialisasi ke sekolah-sekolah.

Upaya represif adalah suatu kebijaksanaan yang diambil sesudah atau pada saat terjadinya kejahatan. Usaha ini dilakukan dengan tujuan agar kejahatan tidak terulang lagi atau paling tidak dapat memperkecil angka kejahatan tersebut.

53 Soedjono Dirdjosisworo, Penanggulangan Kenakalan Anak, Bandung, Alumni, 1983,

(22)

Usaha menindak pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat dilakukan dengan mengadakan hukuman setiap perbuatan pelanggarannya. Kejahatan akan selalu ada selama manusia itu ada. Kejahatan merupakan bayang-bayang dari peradapan “The Shadow of Civilation”, semakin tinggi peradapan manusia,

semakin tinggi pula tingkat kejahatan yang terjadi. Akan tetapi, walaupun demikian kita harus berusaha untuk mencegah terjadinya tindak pidana tersebut dan menanggulanginya.54

Adapun upaya represif ini dapat dilakukan antara lain sebagai berikut :55 1. Para pelaku kejahatan sedapat mungkin dijatuhkan hukuman optimal atau

maksimal atau sesuai dengan ancaman dalam rumusan delik, hakim harus kreatif dalam menjaring pelaku dengan menerapkan perangkap hukum yang akurat.

2. Perlu terapi psikologi kepada pelaku tindak pidana kesusilaan dan eksploitasi terhadap agar penyakitnya dapat disembuhkan. Jika pelaku hanya dipenjara tanpa mendapatkan penyuluhan dan diisolasi ditempat penampungan khusus sampai dapat diminimalkan perilaku menyimpangnya.

3. Anak-anak korban perilaku tindak pidana kesusilaan disosialisasikan di crisis centre, sosialisasi ini dilakukan oleh pemerintah, swasta, LSM, atau lembaga pemerhati anak.

Usaha pencegahan timbulnya kenakalan remaja secara umum adalah : 1. Mengenal dan mengetahui ciri umum dan khas anak.

54 Http// Beb7n, wordpress.com. Op Cit, Hal : 2

(23)

2. Mengetahui kesulitan-kesulitan manakah yang biasanya menjadi sebab timbulnya penyaluran dalam bentuk kenakalan anak.

3. Usaha pembinaan yang terarah pada remaja akan mengembangkan diri dengan baik sehingga keseimbangan diri akan tercapai dimana terciptanya hubungan yang serasi antara aspek rasio dan aspek emosional. Pikiran yang sehat akan mengarahkan mereka keperbuatan yang pantas, sopan, dan bertanggung jawab yang diperlukan dalam menyelesaikan kesulitan atau persolan masing-masing. Dikalangan anak sendiri akan lebih mudah melakukan tindak pidana kesusilaan, dan juga perilaku eksploitasi terhadap sesama kalangan anak-anak yang masihmembutuhkan perhatian orangtua, karena lingkungan begitu bebas dan sangat minimnya pengawasan dari keluarha atau orangtua dan juga banyak faktor lain yang mendukung, dan juga pengetahuan sistem reproduksi yang tidak terjangkau dikarenakan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti pendidikan anak yang rendah, pengaruh lingkungan sekitar. Anak-anak yang sering banyak melakukan aktifitas seperti tindak pidana kesusilaan dan eksploitasi yang dilakukan antar sesama teman yang melakukan aktifitasnya di kota Medan antara lain sebagai pengemis, pembersih kaca mobil, pemulung, pengamen, penjual koran serta PSK, dimana merupakan komunitas yang mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap gangguan kesehatan diantaranya adalah pengetahuan mereka tentang kesehatan sistem reproduksi dan dampaknya bagi mereka yang tidak melakukan perawatan dan pencegahan diri.56

56 Wawancara dengan Iwan, Staf PKPA (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak) di

(24)

Kenakalan dalam diri seorang anak merupakan perkara yang lazim terjadi. Tidak seorangpun yang tidak melewati tahap/fase negative, atau sama sekali tidak melakukan perbuatan kenakalan. Masalah ini tidak hanya menimpa beberapa golongan anak jalanan di suatu daerah tertentu saja. Keadaan ini terjadi di setiap tempat, lapisan dan kawasan masyarakat. Bentuk kenakalan anak yang berada di jalanan terbagi mengikuti 3 kriteria, yaitu : 57

kebetulan, kadang-kadang dan sebagai kebiasaan, yang menampilkan tingkat penyesuaian dengan tingkat titik patah yang tinggi, medium dan rendah. Klasifikasi ilmiah lainnya menggunakan penggolongan Tripartite, yaitu : historis, instinctual, dan mental. Semua itu dapat saling berkombinasi. Misalnya berkenaan dengan sebab-sebab terjadinya kenakalan instiktual bisa dilihat dari aspek keserakahan, agresivitas, seksualitas, perpecahan keluarga dan anomali-anomali dalam dorongan berkelompok”.

Adapun macam dan bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan oleh anak dibedakan menjadi beberapa macam :58

1. Kenakalan biasa

2. Kenakalan yang menjurus pada tindak kriminal 3. Kenakalan khusus.

57 Harkisnowo, Kenakalan-kenakalan Anak, http::// www. situskespro.info/gendervaw.

Com ( diakses 25 April 2008)

58 Akirom Syamsudin Meliala dan E. Sumarsono, cetakan pertama, Kenakalan Anak

(25)

Ad. 1 Kenakalan biasa

Kenakalan biasa adalah bentuk kejahatan yang berupa berbohong, pergi keluar rumah tanpa pamit kepada kedua orangtuanya, keluyuran, berkelahi dengan teman, suka bolos, suka menipu, suka terlambat ke sekolah, dan lain sebagainya. Ad.2 kenakalan yang menjurus pada tindak kriminal

Adalah suatu bentuk kenakalan anak yang merupakan perbuatan pidana, berupa kenakalan yang meliputi : mencuri, menganiaya, menodong, mencopet, menggugurkan kandungan, membunuh, memperkosa, berjudi, menonton, dan mengedarkan film porna, atau menggandakan serta mengedarkan obat-obat terlarang, dan lain sebagainya.

Ad.3 Kenakalan khusus

Kenakalan khusus adalah kenakalan yang diatur dalam undang-undang pidana khusus, seperti kenakalan di internet (Cyber Crime), kenakalan terhadap HAM. Bentuk lain dari kenakalan anak jalanan berdasarkan ciri kepribadian, yang mendorong mereka menjadi tidak terkontrol. Anak-anak muda ini umumnya bersifat labil, sangat emosional, agresif, tidak mampu mengenal nilai-nilai etis, dan cenderung suka menceburkan diri dalam perbuatan yang berbahaya.

Seiring dengan berkembangnya zaman, tidak dapat kita pungkiri kenakalan anak pun semakin berkembang. Masa sekarang ini remaja lebih cenderung berani mengutarakan keinginan hatinya dan berani mengemukakan pendapatnya, bahkan akan mempertahankan pendapatnya sekuat mungkin.

(26)

Anak yang berada di jalanan merupakan anak-anak yang termarginalisasi karena tidak menerima perlakuan yang baik dari keluarga, lingkungan, sekolah, dan lingkungan masyarakat sehingga banyak anak-anak yang hidup dijalanan sering diperlakukan dengan semena-mena oleh para masyarakat. Kehidupan tanpa aturan sering kali menjadi perlakuan yang mereka perlihatkan akibatnya kurangnya pendidikan yang mereka terima. Gaya hidup anak jalanan mendidik mereka untuk menjual rasa iba, melahirkan mental-mental yang rusak yang semakin kental ketika kita dewasa nantinya.59

Menelusuri lebih jauh lagi apa sebabnya yang mendasari anak khususnya anak-anak korban eksploitasi anak yang berada di jalanan hingga memiliki kebiasaan dan menjadi ketergantungan terhadap seks, ada beberapa faktor. Pertama, melakukan seks merupakan sebagai pelarian terhadap adanya gangguan karakter pada diri si anak. Kedua, dengan melakukan seks membuktikan bahwa anak tersebut dapat diterima dalam pergaulan ataupun komunitas. Ketiga, karena rasa keingintahuan terhadap hubungan badan (seksualitas). Hal-hal tersebut diatas merupakan gambaran besar perilaku anak jalanan dalam kehidupan sehari-hari.60

Asas kepentingan yang terbaik bagi anak adalah bahwa semua tindakan

yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan

legislatif, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus

menjadi pertimbangan utama. Sedangkan asas hak untuk hidup, kelangsungan

hidup, dan perkembangan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang

dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua. Asas

(27)

prnghargaan terhadap pendapat anak adalah penghormatan atas hak-hak anak

untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan

(28)

BAB IV

HAMBATAN YANG DIHADAPI PIHAK KEPOLISIAN DIDALAM MENJALANI PENAGGULANGAN EKSPLOITASI ANAK

A. UPAYA PENANGGULANGANNYA

Suatu kebijakan yang rasional untuk menanggulangi eksploitasi anak dengan tindakan kriminal. Kebijakan kriminal sangatlah luas ruang lingkupnya dan tinggi kompleksitasnya. Hakikatnya eksploitasi anak tersebut merupakan masalah kemanusiaan dan sekaligus masalah norma sosial yang sangat dinamis, selalu tumbuh dan terkait dengan gejala struktur di masyarakat ataupun lingkungan yang sangat kompleks, yang merupakan suatu social political problem.61

Korban perilaku eksploitasi berusia muda seyogianya menjadi perhatian kita, mereka memerlukan penanganan yang segera dan manusiawi. Penanganan yang kuat dapat mencegah problem menjadi semakin serius, juga menghentikan jatuhnya lebih banyak korban. Kita perlu mengurangi penderitaan korban, antara lain tidak mengeksploitasi pengalaman getir yang mereka alami di media massa. Stigmatisasi terhadap korban juga perlu dihindarkan dan hal ini juga perlu dipahami termasuk oleh para aparat penegak hukum. Dalam hal ini kita harus berperan aktif, dengan prinsip “mencegah lebih baik daripada mengobati”

sehingga dengan demikian pencegahan terhadap perilaku eksploitasi terhadap anak dapat dilakukan sejak dini.

Intern.

61 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Bandung, Refika Aditama, Bandung,

(29)

Dalam menangulangi setiap permasalahan, timbul kendala-kendala yang akan dihadapi dalam proses penanggulangan masalah tersebut. Dalam hal ini penulis akan memaparkan beberapa kendala-kendala yang dihadapi dalam menanggulangi tindak pidana kesusilaan dalam eksploitasi anak dan pada anak jalanan, dimana secara garis besar ada dua hambatan yang dihadapi yaitu :

1. Hambatan Internal

Hambatan internal adalah hambatan yang berasal dari pribadi dari anak itu sendiri maupun dari keluarga anak itu sendiri. Adapun lingkungan tersebut adalah:

a. Dari dalam diri pribadi anak

Setiap anak mempunyai kepribadian yang khusus. Keadaan khusus pada anak, bisa menjadi sumber munculnya berbagi perilaku menyimpang. Keadaan khusus itu adalah keadaan konstitusi, potensi, bakat atau sifat dasar pada anak yang kemudian melalui proses pengembangan, kematangan atau perangsangan dari lingkungan menjadi actual, muncul atau berfungsi.

Adapun kendala-kendala yang tepat dalam diri anak yang menimbulkan kesulitan dalam menanggulangi perilaku tindak pidana kesusilaan dan eksploitasi anak dan pada anak jalanan adalah :62

a. Adanya tekanan dari keluarga anak tersebut. Tekanan tersebut dapat berupa tuntutan terhadap anak agar memiliki prestasi gemilang dalam mata pelajaran tertentu, sedangkan anak tersebut memiliki bakat dalam dunia musik, adanya

62 The United Nations Guidelines for the Prevention of Juvenile Delinquency the

(30)

eksplresi kekecewaan berlebihan yang ditunjukan orangtua kepada anak karena anak tidak berhasil meraih prestasi dibidang yang dikehendaki oleh orangtua, sehingga hal-hal tersebut membuat anak tertekan dan selalu dalam keadaan yang tidak bahagia.

b. Tidak adanya perhatian, dorongan, ataupun tuntunan untuk berbuat baik. Hal ini menimbulkan pemikiran pada anak benak bahwa semua hal yang dilakukannya adalah sia-sia. Karena apapun yang dilakukan oleh anak tidak mendapat perhatian yang khusus dari siapa pun,sehingga anak tidak memiliki keharusan untuk beebuat baik kepada siapapun pada diri sendiri.

c. Tidakada yang cukup tentang hal yang buruk dan hal yang baik serta hal yang merugikan maupun hal yang menguntungkan bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

b. Lingkungan Keluarga (ayah, ibu dan saudara)

Keluarga adalah unit sosial yang paling kecil yang perannya sangatlah begitu besar sekali terhadap perkembangan anak. Jadi anak tergantung sepenuhnya kepada keluarga. Keluarga sangat berperan besar pada kehidupan anak, karena keluargalah yang langsung dan tidak langsung berhubungan terus menerus dengan anak, memberikan perangsang melalui berbagai corak komunikasi antara orangtua dan anak.

(31)

laku dan bagian dari keperibadiannya. Keluarga masa kini sudah banyak kehilangan fungsi dan arti sebagai keluarga. Seperti fungsi pendidikan yang sudah diserahkan kepada lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah, membuat orangtua tidak berperan lagi dalam perkembangan intelektual anak. Fungsi rekreasi juga sudah menjadi berpindah dari pusat dalam keluarga ke tempat hiburan-hiburan diluar rumah, baik bagi anak maupun bagi orangtuanya. Dengan demikian fungsi keluarga menjadi sangat berkurang dan arti keluarga dan ikatannya seolah-olah mengalami guncangan. Agar terjaminnya hubungan yang baik dalam keluarga, dibutuhkan peran aktif orangtua untuk membina hubungan-hubungan yang serasi dan harmonis antara semua pihak dan keluarga. Berbagai macam masalah umum tidak akan menjadi masalah dan tidak akan menyebabkan penderitaan bilamana ditangani seawal mungkin, yakni penanganan masalah dalam keluarga.

2. Hambatan eksternal

(32)

pesat, khususnya di kota-kota besar, menimbulkan ruang hidup dan ruang lingkup kehidupan semakin bertambah sempit.

Tanpa mengikuti penyesuaian terhadap perubahan dengan corak yang baru yangmungkin jauh lebih berbeda dengan yang lama, akan mengalami kesenjangan yang sering menimbulkan macam-macam kesulitan dan persoalan. Terlalu kaku untuk mempertahankan pola lama akan sering menimbulkan masalah dalam keluarga maupun masyarakat. Sebaliknya, terlalu mengikuti arus juga bisa menimbulkan kecanggungan, disamping menunjukan kurang adanya prinsip yang kuat, gambaran kepribadian yang mantap karena mudah mengikuti dan berpengaruh oleh rangsangan dari lingkungannya.

Lingkungan pergaulan buat anak adalah sesuatu yang harus dimasuki karena di lingkungan pergaulan seseorang anak bisa terpengaruh kepada kepribadiannya, tentunya diharapkan terpengaruh oleh hal-hal yang baik, di samping bahwa lingkungan pergaulan adalah sesuatu kebutuhan dalam perkembangan diri utnuk hidup bermasyarakat. Karena itu, lingkungan masyarakat sewajarnya menjadi perhatian semua orang, agar bisa menjadi lingkungan yang baik yang bisa meredam dorongan-dorongan negative atau patologis pada anak maupun remaja. Upaya pernbaikan lingkungan sosial membutuhkan kerja sama yang terpadu dari berbagai pihak, termasuk peran serta masyarakat sendiri.

(33)

yang merendahkan harkat dan martabat manusia atau pekerjaan yang eksploitasi karena bersifat tidak manusiawi. Upaya perlindungan tenaga kerja yang dapat menjangkau seluruh tenaga kerja baik dewasa maupun tnaga kerja anak, terlebih mengenai tenaga kerja anak akhir-akhir ini banyak disorot dan telah menjadi isu nasional maupun internasional yang haru mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat, karena mempunyai dampak negatif bagi generasi penerus bangsa.

Anak sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak asasi atau hak dasar sejak dilahirkan, yaitu jaminan untuk tumbuh kembang secara utuh baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta mewujudkan kesejahteraan dengan memberi jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan terhadap diskriminasi, sehingah tidak ada manusia atau pihak lain yang dapat merampas hak tersebut.

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar tetap hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan deskriminasi.

(34)

mencukupi kebutuhan hidup atau bahkan mereka bekerja agar dapat melanjutkan sekolahnya.

Setelah Indonesia mengalami krisis moneter, ada petunjuk bahwa jumlah anak yang mencari pekerjaan di pabrik-pabrik dan dunia usaha lainnya terus meningkat. Banyaknya pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha membuat banyak rumah tangga para pekerja semakin terpuruk kondisi sosial ekonomi mereka. Keadaan ini telah memaksa anak-anak harus membantu mencukupi kebutuhan diri mereka sendiri.

Eksploitasi anak di dalam bidang ketenagakerjaan, perlu disadari bahwa nakmerupakan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional dan karena itu perlu pengembangan dan pembinaan sedini mungkin, termasuk pembinaan kesejahteraannya adalah menajadi tanggung jawab orang tua dan suatu lembaga tertentu untuk terlaksananya pengembangan anak seperti tertera dalam Article 25 dari Convention on the Rightsof The Child sebagai berikut ; “The benifits should,

where appropriate, be granted, taking into account the resources and the

circumstances of the child and persons having responsibility and maintenance of

the child, as well as any other consideration relevant to an application for benefit

made by or on behalf of the child (orang tua atau orang lain yang bertanggung

jawab atas anak memikul tanggung jawab utama untuk menjamin, dalam batas

kemampuan dan kapasitas keuangan mereka, kondisi kehidupan yang perlu untuk

pengembangan anak),”63

(35)

Isu pekerjaan anak harus memperoleh perhatian khusus, sebab pada kenyataannya isu pekerjaan anak bukan sekedar isu anak-anak menjalankan pekerjaan dengan memperoleh upah rendah, akan tetapi lekat sekali dengan eksploitasi, pekerjaan berbahaya, terhambatnya akses pendidikan, dan menghambat perekembangan fisik, psikis dan sosial anak. Malahan dalam kasus dan bentuk tertentu, pekerjaan anak telah masuk kualifikasi, anak-anak yang bekerja pada situasi yang paling tidak bisa ditolerir (the most intolereble forms of

child labor). Dalam Konferensi Pekerja Anak Internasional di Oslo (Norwegia)

pada 27 - 29 Oktober 1997, isu pekerja anak jermal di medan, Sumatera Utara dimasukkan kedalam bentuk pekerjaan yang paling tidak bisa ditolerir lagi.

Kondisi ini akan membawa anak mengalami keterpurukan yang lebih sadis lagi, anak tidak hanya mengalami masa krisis ekonomi saja akan tetapi lebih buruk lagi yakni mengalami krisis moral dan mental yang semakin terpuruk. Keterbatasan bekal yang dimiliki menjadikan anak memang masih memerlukan perhatian dan pengarahan. Ketidakpekaan orangtua dan pendidik kondisi anak tersebut menyebabkan anak sering terjatuh pada kegiatan tuna sosial.

(36)

memberikan arahan, bimbingan dan kasih sayang. Dengan cara demikian perilaku seks bebas pada anak jalanan itu tidak akan terjadi lagi.

Kualitas lingkungan keluarga yang tidak mendukung anak untuk berlaku baik seperti, anak kurang bahkan tidak mendapat kasih saying dikarenakan kesibukan kedua orangtua diluar rumah, dan pergeseran norma keluarga dalam mengembangkan norma positif seperti tidak adanya pendidikan dan keluarga tidak memberikan arahan tentang seks yang sehat.

Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak

dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun.

Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan

komprehensif. Hal ini agar diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran

terhadap orang tua bahwa anak yang masih dalam kandungan pun sudah

dilindungi haknya. Perlindungan anak terhadap eksploitasi seksual maupun

ekonomi sering terjadi pada anak-anak yang hidup dibawah garis kemiskinan.

Hal ini disebabkan oleh faktor ekonomi masyarakat saat ini yang sekarang

semakin berat dalam menjalani kehidupan. Kemiskinanlah yang menjadi faktor

utama adanya kegiatan eksploitasi pada anak. Tujuan dari perlindungan anak

untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,

berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi

terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

Tindakan yang dilakukan oleh orang tua, teman atau orang yang

(37)

atau golongan tidak dibenarkan. Eksploitasi seksual terhadap anak mempunyai

(38)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa seharusnya kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan suatu bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Pasal 28A samapai dengan Pasal 28J Undang-Undang Dasar tahun 1945 selanjutnya Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia telah mencantumkan tentang hak anak. Pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga masyarakat, pemerintah dan Negara untuk memberikan perlindungan pada anak yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak disamping itu terdapat Pasal-pasal yang mengatur mengenai sanksi Eksplotasi Seksual Terhadap Anak Di Bawah Umur antara lain terdapat dalam Pasal 287, Pasal 290 (2) dan (3), Pasal 292, Pasal 293 (1), Pasal 294 (1) dan Pasal 295 (1) KUHP.

2. Teori yang digunakan dalam menganalisa permasalahan pengembangan konsep

diversi dan restorative justice dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia

(39)

Kebijakan-kebijakan tersebut berpengaruh pada peningkatan kualitas kehidupan bermasyarakat.

3. Kepolisian disini sangat berperan aktif dan bertanggung jawab mengenai kasus-kasus jenis tindak pidana eksploitasi anak di kota medan dengan mencegah, mengawasi dan menindak lanjuti secara tegas pelaku-pelaku tindak pidana eksploitasi anak tersebut. Didalam menjalankan dan melaksanakan tanggung jawab, pihak kepolisian tidak hanya mendapatkan faktor dukungan saja tetapi adanya kerjasama yang terkoordinasi dan saling berkaitan dengan aparat penegak hukum yang lain dimulai dari instansi pemerntahan hingga sampai masyarakat saling bekerjasama dan menanggulangi kasus tindak pidana eksploitasi ini. Didalam menangani situasi ini tidak jarang faktor penghambat yang menghambat kinerja pihak kepolisian dimana faktor penghambat tersebut datang dari korban eksploitasi itu sendiri, mereka enggan bahkan tidak berani dan tidak terbuka untuk memberikan informasi dan keterangan-keterangan lain yang lebih jelas kepada pihak kepolisian.

B. SARAN

(40)

secara garis besar ada dua hambatan yang dihadapi yaitu : hambatan internal dan hambatan eksternal.

2. Negara Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sehingga sudah seharusnya setiap manusia baik dewasa maupun anak-anak dilindungi dari upaya-upaya mempekerjakan pada pekerjaan yang merendahkan harkat dan martabat manusia atau pekerjaan yang eksploitasi karena bersifat tidak manusiawi. Upaya perlindungan tenaga kerja yang dapat menjangkau seluruh tenaga kerja baik dewasa maupun tnaga kerja anak, terlebih mengenai tenaga kerja anak akhir-akhir ini banyak disorot dan telah menjadi isu nasional maupun internasional yang haru mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat, karena mempunyai dampak negatif bagi generasi penerus bangsa.

(41)

BAB II

BAGAIMANA PERATURAN PER UNDANG-UNDANGAN TERKAIT TENTANG LARANGAN MELAKUKAN EKSPLOITASI ANAK DALAM

TINDAK PIDANA KESUSILAAN MENURUT PER UNDANG-UNDANGAN

1. KUHP

Terminologi internasional yang digunakan untuk menyebut anak yang melakukan pelanggaran hukum adalah “Anak yang Berhadapan dengan Hukum”.

Sejak disadari bahwa anak juga melakukan pelanggaran hukum, perdebatan tentang bagaimana cara yang terbaik untuk menghadapinya, terus menerus berlangsung. Diversi adalah proses yang telah diakui secara internasional sebagai cara terbaik dan paling efektif dalam menangani anak yang berhadapan dengan hukum. Intervensi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum sangat luas dan beragam, tetapi kebanyakan lebih menekankan pada penahanan dan penghukuman, tanpa peduli betapa ringannya pelanggaran tersebut atau betapa mudanya usia anak tersebut. Penelitian telah menunjukkan bahwa sekitar 80% dari anak-anak yang diketahui Polisi melakukan pelanggaran hukum hanya akan melakukannya satu kali itu saja, jadi penggunaan sumber-sumber sistem peradilan yang ‘menakutkan’ untuk menangani anak-anak ini sesungguhnya sangat tidak

berdasar, kecuali benar-benar diperlukan.22

Selain itu didapati bahwa jumlah kekerasan terhadap anak pada tahun 2009 meningkat mencapai 1.998 kasus. Selain kuantitas, jenis dan variasi kekerasan pun cenderung berkembang. Sekjen Komnas Anak Arist Merdeka Sirait

22 Santi Kusumaningrum, Penggunaan Diversi untuk Anak yang Berhadapan dengan

Hukum. (Dikembangkan dari Laporan yang disusun oleh Chris Graveson) http://Santi

(42)

mengatakan: 23

"Yang paling dominan adalah jenis kekerasan seksual seperti pencabulan, perkosaan, sodomi, dan incast yang mencapai 62,7 persen. Sedangkan sisanya berupa pencurian, narkoba, kekerasan, dan sejenisnya, Tingginya kasus anak sebagai korban maupun pelaku kejahatan telah membuat jumlah anak yang berhadapan dengan hukum terus meningkat. Dan hampir semua kasus tersebut berujung pada pemidanaan dan penjara dengan jumlah sekitar 5.308 anak”.

Diasumsikan bahwa di daerah perkotaan kriminalitas berkembang terus sejalan dengan bertambahnya penduduk, pembangunan, moderenisasi, dan urbanisasi. Perkembangan kota selalu disertai dengan perkembangan kualitas dan kuantitas kriminalitas, akibatnya, perkembangan keadaan ini menimbulkan keresahan masyarakat dan pemerintah di kota tersebut. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah kriminalitas tidak dapat dihindari dan memang selalu ada, sehingga wajar bila menimbulkan keresahan, karena kriminalitas dianggap sebagai suatu gangguan terhadap kesejahteraan penduduk di daerah perkotaan serta lingkungannya.

Sehubungan dengan keadaan ini, penduduk dan pemerintah bereaksi untuk memberantas masalah kriminalitas, tetapi sayang sekali, usaha ini sering sekali tidak memuaskan. Hal ini dapat dicontohkan, misalnya, suatu penguasa yang dalam keadaan panik menghadapi kriminalitas tertentu, mengambil tindakan-tindakan yang tidak bijaksana, sehingga akibatnya yang negatif menimbulkan kecemasan dan apatisme dan kriminalitas berkembang terus.

Usaha untuk mengemukakan masalah kriminalitas di daerah perkotaan patut disambut gembira, oleh karena penyajian masalah ini merupakan salah satu keinginan untuk melihat masalah kriminalitas ini menurut proporsi yang

23 Oke Zone. Com, Kasus Kekerasan Anak Meroket, Kamis, 24 Desember 2009.

(43)

sebenarnya secara dimensional. Masalah kriminalitas sebagai suatu kenyataan sosial tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi, politik, dan budaya sebagai fenomena yang ada dalam masyarakat dan saling mempengaruhi satu sama lain.24

Perkembangan kriminalitas yang terjadi di daerah perkotaan serta peserta-peserta interaksi sebagai fenomena yang ikut serta dalam terjadinya kriminalitas mempunyai hubungan fungsional satu sama lain. Ada kemungkinan malahan ada yang bertanggung jawab fungsional terhadap terjadinya kriminalitas tersebut. Adapun yang disebut dengan peserta-peserta dalam timbulnya kriminalitas diatas adalah pelaku, korban, pembuat undang-undang serta undang-undang, pihak kepolisian, kejaksaan, kehakiman, dan lembaga-lembaga sosial lain.25

Pasal 281 KUHP menjelaskan bahwa barang siapa yang dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, dan barang siapa dengan sengaja dan didepan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan.26

Sistem ekonomi masyarakat tertentu tidak memungkinkan suatu golongan sosial dalam masyarakat tertentu untuk memenuhi aspirasi dan keperluan fisik, mental dan sosial secara tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Keperluan golongan tersebut dapat bersifat dan berakibat positif maupun negatif. Maka ada kemungkinan besar karena perhitungan mendesak, yang bersangkutan

24 Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2004,

Hal, 2

25 Ibid, Hal. 4

(44)

dari golongan sosial tersebut (yang mampu maupun tidak mampu) dan adanya kesempatan bagi orang yang bersangkutan dan tidak segan-segan melakukan tindakan kriminal demi pemenuhan kepentingannya dan menanggung segala akibatnya. Kota besar yang banyak penduduknya ada kemungkinan keadaan yang tidak sehat ini memberikan kesempatan dan dapat dijumpai tindakan kriminal tersebut.

Sejak periode 2000-an, Indonesia menunjukkan adanya langkah-langkah serius untuk memberikan perlindungan terhadap anak. Pada periode itu, lahir berbagai peraturan perundangan dan kebijakan yang diberlakukan, termasuk pula meratifikasi berbagai instrumen internasional yang terkait dengan isu (hak-hak) anak. Eksploitasi seksual Komersial terhadap Anak (ESKA) yang diidentifikasikan ke dalam tiga bentuk, yaitu prostitusi anak, pornografi anak dan perdagangan anak untuk tujuan seksual, menjadi salah satu perhatian.

Pasal 285 KUHP mengatakan bahwa. Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun

Pasal 287 KUHP, mengatakan bahwa. Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. 27

(45)

Pasal 288 KUHP mengatakan bahwa :

1. Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan perempuan yang dinikahinya, padahal diketahuinya atau patut dapat disangkanya bahwa perempuan itu belum pantas dikawini, dipidana dengan pidanna penjara selama-lamanya empat tahun, apabila perbuatan itu berakibat badan perempuan itu mendapat luka.

2. Jika perbuatan itu berakibat perempuan tersebut mendapat luka berat dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya delapan tahun.

3. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan itu, dijatuhkan pidana selama-lamanya dua belas tahun.

Pasal 290 KUHP, Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:

1. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;

2. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang Padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umumya belum lima belas tahun atau kalau umumya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin: 3. Barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus

(46)

Pasal 292 KUHP :

Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Pasal 293 KUHP :

1. Barang siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa dan baik tingkahlakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum kedewasaannya, diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. 2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya

dilakukan kejahatan itu.

3. Tenggang waktu tersebut dalam pasal 74 bagi pengaduan ini adalah masing-masing sembilan bulan dan dua belas bulan.

Pasal 294 KUHP :

(47)

2. Diancam dengan pidana yang sama:

1. Pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya,

2. Pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atas, pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya.

Pada peraturan perundangan di Indonesia, tidak ada pengaturan khusus mengenai Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA). Namun kita bisa mencermati pengaturan-pengaturan yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA), seperti dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-undang Perlindungan Anak. Komisi nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut komnas HAM adalah lembaga mandiri yang berkedudukan setingkat dalam Negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia bagi anak yang masih dibawah umur merupakan hak-hak yang melekat pada manusia yang mencerminkan martabatnya. 28

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan

(48)

hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan konvensi perserikatan bangsa-bangsa tentang hak-hak anak.

Hakikatnya, HAM tersebut adalah merupakan hak dasar yang dimiliki

oleh setiap manusia semenjak dia lahir dan merupakan anugerah dari Tuhan Yang

Maha Esa. Dengan demikian, hak asasi manusia bukanlah merupakn hak yang

bersumber dari negara dan hukum. Oleh karena itu, diperlukan suatu Negara dan

hukum hanyalah pengakuan dan jaminan perlindungan terhadap hak asasi

manusia tersebut.

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, menjelaskan tentang pengertian dari perlindungan anak

adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar

dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai

dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi. Hal ini dapat kita jabarkan lebih jauh yaitu dengan

melihat asas perlindungan anak yang sesuai dengan prinsip-prinsip pokok yang

terkandung dalam Konvensi Hak-Hak Anak.29

Konvensi hak anak (KHA), mendefinisikan anak secara umum sebagai yang umumnya bila mencapai 18 tahun, namun diberikan juga pengakuan terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalam Perundangan Nasional. Undang-undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

(49)

Anak (UUPA) menyebutkan, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak juga yang masih dalam kandungan.

Departemen Sosial Pendidikan Indonesia (1995) mendefinisikan anak sebagai anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari dijalanan, baiuk untuk mencari nafkah atau berkeliaran dijalanan dan tempat-tempat umum lainnya. Berdasarkan pada penjelasan terdahulu tentang anak jalanan, dapat disimpulkan bahwa eksploitasi anak adalah, pemanfaatan untuk keuntungan sendiri melalui anak dibawah umur, dengan kata lain anak digunakan sebagai media untuk mencari uang atau memperkerjakan seorang anak dengan tujuan ingin meraih keuntungan. Berdasarkan definisi oprasional dan karakteristik jenis Penyandang, Masalah, Kesejahteraan Sosial (PMKS), dimana anak yang terlalu sering berada dijalanan termasuk ke dalam jenis penyandang masalah kesejahteraan sosial, anak jalanan adalah, anak yang berusia 5 < 18 tahun dan sebagian waktunya berada dijalanan sebagai pedagang asongan, pengemis, pengamen, jualan koran, jasa semir sepatu, dan mengelap mobil.30

Sisi kehidupan berbangsa dan bernegara. Anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Kondisi ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tidak hanya

30 Adriatna Yuli, 2001, Upaya Penanganan dan Perlindungan Pekerja Anak,

(50)

mengalami masalah krisis ekonomi saja, akan tetapi lebih buruk lagi mengalami masalah krisis moral.

Salah satu praktek seks yang dinilai menyimpang adalah bentuk kekerasan seksual. Artinya praktek hubungan seksual yang dilakukan dengan cara-cara kekerasan, bertentangan dengan ajaran dan nilai-nilai agama serta melanggar hukum yang berlaku. Kekerasan ditunjukkan untuk membuktikan bahwa pelakunya memiliki kekuatan, baik fisik maupun non fisik.

3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

merupakan implementasi dari Konvensi Hak Anak. Dimana dalam Konvensi Hak

Anak tersebut dinyatakan bahwa setiap anak berhak atas perlindungan, mencakup

perlindungan dari segala eksploitasi, perlakuan kejam dan perlakuan

sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana.

Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 disebutkan sebagai

berikut :31

1. Yang dimaksud dengan anak dalam perkara Anak Nakal adalah orang yang

telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18

(delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

2. Anak Nakal adalah anak yang melakukan tindak pidana, atau anak yang

melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut

peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain

yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Gambar

Tabel 1 Dampak Eksploitasi anak

Referensi

Dokumen terkait

Polisi, jaksa dan hakim dalam pelaksanaan penanganan perkara tindak pidana kesusilaan khususnya tindak pidana pencabulan dan tindak pidana persetubuhan dengan pelaku dan

Perspektif peradilan pidana dalam memberikan perlindungan hukum bagi korban tindak kejahatan lebih khusus kejahatan kesusilaan pada anak, melalui perkembangan sistem

Sedangkan fokus penelitian yang akan dilakukan adalah mengenai tiga hal permasalahan, yaitu mengenai fakta reaalitas tindak pidana perdagangan dengan tujuan

Universitas Muhammadiyah Surakarta. Kitab Undang-undang Hukum Pidana mengatur tentang kejahatan kesusilaan dalam Bab XIV. Kesusilaan tidak hanya dalam konteks bidang seksual,

ELEKTRONIK”.. Bagaimana penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana pendistribusian dokumen el- ektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan. Bagaimana

Upaya yang dilakukan untuk Mengatasi Hambatan dalam Penyidikan Tindak Pidana Kesusilaan Melalui Media Sosial Berdasarkan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi

Rumusan masalah dalam tesis ini adalah bagaimana pengaturan hukum tindak pidana penyerobotan tanah di Indonesia, bagaimana penegakan hukum terhadap tindak pidana penyerobotan tanah yang

HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KESUSILAAN DI WILAYAH HUKUM POLDA RIAU Pihak kepolisian dalam hal ini khususnya unit pelayanan