• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.2. SARAN

Untuk mencari bahan bakar alternatif yang terbarukan melalui proses fermentasi anaerobik maka perlu diusahakan karakteristik bahan awal berada pada kondisi optimum, misalkan dari kondisi nisbah C/N, nilai pH, padatan kering bahan, dan kondisi operasi lainnya. Usaha tersebut bisa dengan penambahan bahan lain pada bahan utama, misalkan mencampurkan bahan yang mengandung C/N rendah dengan bahan yang memiliki C/N tinggi supaya diperoleh C/N optimum. Usaha lainnya adalah dengan penambahan buffer pada bahan yang memiliki pH di bawah netral atau asam.

39

Perolehan volume biogas yang kurang optimal jika dibandingkan dengan teori mungkin disebabkan karena jumlah mikroorganisme yang hidup di dalam digester relatif sedikit. Percobaan dengan pembuatan inokulum diawal proses sebelum fermentasi menjadi salah satu jawaban sebagai solusinya. Selain karena keterbatasan jumlah mikroorganisme yang hidup, penyebab lain tidak optimumnya fermentasi adalah tidak meratanya subtrat yang difermentasi. Jika memungkinkan, percobaan dengan perlakuan adanya pengadukan bisa dilakukan dengan tujuan subtrat yang difermentasi menjadi lebih merata.

40

DAFTAR PUSTAKA

Alvarez R dan Liden G. 2007. Semi-continuous co-digestion of solid slaughterhouse waste, manure, and fruit and vegetable waste. Jurnal Renewable Energy 33 : 726-734.

Amrullah. 2010. Sampah indonesia tiap hari capai 200 ribu ton.

http://nasional.vivanews.com/news/read/131299-sampah_indonesia_tiap_hari_capai_200_ribu_ton. [19 mei 2010].

Anonim. 2002. Tata cara teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan. SNI 19-2454-2002. ______. 2006. Density. http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Density. [28 Februari 2011]. ______. 2010. Sampah perkotaan1. http://aptika.blog.uns.ac.id/files/2010/04/sampah-perkotaan1.pdf.

[29 Desember 2010].

Apriadji WH. 1998. Memproses Sampah. Jakarta : Penebar Swadaya.

Arati JM. 2009. Evaluating the economic feasibility of anaerobic digestion of kawangware market waste. [Thesis]. Kansas State University, Manhattan, Kansas.

Beaven RP, Cox SE, Powrie W. 2007. Operation and Performance of Horizontal Wells for Leachate Control in a Waste Landfill. Journal of Geotechnical and Geoenvironmental Engineering 133 : 1040–1047.

Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wotton M. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta : UI Press.

Haq PS dan Soedjono ES. 2009. Potensi lumpur tinja manusia sebagai penghasil biogas. Jurusan Teknik Lingkungan. FTSP-ITS, Surabaya.

Engler CR, Jordan, McFarland, dan Lacewell. 2000. Economics and environmental impact of biogas production as a manure management strategy. http://tammi.tamu.edu/Engler2.pdf. [2 Mei 2010].

Hadisuwito S. 2007. Membuat Pupuk Kompos Cair. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Hambali E, Mujdalipah S, Tambunan AH, Pattiwiri AW, Hendroko R. 2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Hamzah. 1980. Kebusukan sayuran oleh mikroorganisme. Laporan Penelitian. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung.

Hardyanti N dan Sutrisno E. 2007. Uji pembuatan biogas dari kotoran gajah dengan variasi penambahan urine gajah dan air. Program Studi Teknik Lingkungan FT Universitas Diponegoro, Semarang.

Harikishan S. 2008. Biogas Processing and Utilization as an Energy Source. In : Khanal SK. (ed). Anaerobic Biothecnology for Bioenergy Production : Principles and Appilcation. USA : Blackwell Publishing., pp 267-291.

Hartono R. 2009. Produksi biogas dari jerami padi dengan penambahan kotoran kerbau. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia. ISBN 978-979-98300-1-2, Bandung.

Kaderi H. 2004. Pengolahan pupuk pelet dari gulma sebagaipupuk majemuk dan pengaruhnya terhadap tanaman padi. Buletin Teknik Pertanian9 (2) : 47-49.

Karellas S, Boukis dan Kontopoulos. 2010. Development of an investment decision tool for biogas production from agricultural waste.Jurnal Renewable and Sustainable Energy Reviews 14 : 1273-1282.

Khanal SK. 2008. Environental Factors. In : Khanal SK. (ed). Anaerobic Biothecnology for Bioenergy Production : Principles and Appilcation. USA : Blackwell Publishing., pp 43-63. Kristanto P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta : Penerbit Andi.

Kurniawan. 2010. Pengelolaan sampah di indonesia. http://www.iec.co.id/berita/pengelolaan-sampah-di-indonesia. [19 mei 2010].

Macias-Corral M, Samani, Hanson, Smith, Funk P, Yu H, and Longworth J. 2008. Anaerobic digestion of municipal solid waste and agriculture waste and the effect of co-digestion with dairy cow manure. Bioresource Technology99 : 8288-8293.

Meynell PJ. 1976. Methane : Planning a Digester. Great Britain : Prisma Press.

Mshandete A, Bjornsson, Kivaisi AK, Rubindamayugi MST, Mattiason B. 2006. Effect of particle size on biogas yield from sisal fibre waste. Jurnal Renewable Energy 31 : 2385 – 2392. Nisandi. 2007. Pengolahan dan pemanfaatan sampah organik menjadi briket arang dan asap cair.

Seminar Nasional Teknologi 2007. ISSN:1978–9777, Yogyakarta.

Nurmalis L. 2008. Produksi senyawa antimikroba dari bakteri asam laktat prooduk fermentasi kecap ikan. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB, Bogor.

41

Palupi. 1994. Studi Pembuatan Biogas dari Tandan Kosong Kelapa Sawit, Perikarp, dan Lumpur Limbah Pabrik Kelapa Sawit Melalui Fermentasi Media Padat. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

Price EC and Cheremisinott PN. 1981. Biogas Productin and Utilization. Michigan : Ann Arbor Science Publishers, Inc.

Prasetio B. 2010. Optimasi porduksi xilitol oleh sel amobil candida tropicalis melalui fermentasi batch.[Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam. IPB, Bogor.

Rahman AN. 2007. Pembuatan biogas dari sampah buah-buahan melalui fermentasi aerobik dan anaerobik. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

Riadi L . 2007. Teknologi Fermentasi. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Romli M, Suprihatin, Indrasti NS. 2010. Pengembangan metode daur-ulang bahan organik dan unsur hara dari limbah pertanian melalui sistem fermentasi media padat. Laporan Akhir Penelitian Strategis Unggulan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. Departemen Teknologi Industri Pertanian .Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Romli M. 2010. Teknologi Penanganan Limbah Anaerobik. Bogor : TML Publikasi.

Sahidu S. 1983. Kotoran Ternak sebagai Sumber Energi. Jakarta : Penerbit DEWARUCI PRESS. Sa’id EG. 1987. Biondustri. Penerapan Teknologi Fermentasi. Jakarta : PT. Medyatama Sarana

Perkasa.

Thahir R, Alwathan, Fitriyana. 2009. Pemanfaatan sampah organik sebagai bioenergi serta pemurnian gas hasil produksi dengan teknik adsorpsi untuk mendapatkkan sumber energi alternatif. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia. SNTKI 2009. ISBN 978-979-98300-1-2.

Utami ARI, Triwikantoro, Muntini MS. 2010. Peranan tetes tebu dalam produksi biogasi. Seminar Nasional Pascasarjana X. ISBN No. 979-545-0270-1, Surabaya.

Wahyuni S. 2008. Analisis kelayakan pengembangan biogas sebagai energi alternatif berbasis individu dan kelompok peternak. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. _______. 2009. Biogas. Jakarta : Penebar Swadaya.

Widjaja T, Altway A, Prameswarhi P, dan Wattimena FS. 2008. Pengaruh HRT dan beban COD terhadap pembentukan gas methan pada proses anaerobic digestion menggunakan limbah padat tepung tapioka. Makalah Seminar Nasional Soebardjo Brotohardjono. ISSN 1978-0427, Surabaya.

42

LAMPIRAN

43

Lampiran 1. Prosedur Analisis Kimia

a. Kadar Nitrogen (Metode Kjeldahl) (JICA, 1978)

Sebanyak 25 ml sampel diambil kemudian ditambahkan 50 ml NaOH 6 N lalu dipanaskan dengan labu Kjeldahl. Amonia yang terbentuk kemudian ditampung, lalu ditambahkan 50 ml asam borat 2% hingga terbentuk warna hijau. Selanjutnya larutan kemudian dititrasi dengan H2SO4 0.02 N hingga berwarna ungu. Prosedur tersebut dilakukan juga pada blanko. Kadar nitrogen organik dihitung dengan persamaan sebagai berikut.

Dengan 0.0211 adalah konsentrasi H2SO4 yang dipakai untuk titrasi, sedangkan 14.007 adalah konsentrasi air nitrogen.

b. Kadar Fosfor (Metode Ortofosfat/Stannous Chloride) (APHA, 1998)

Sebelum melakukan analisis ortofosfat terlebih dahulu dibuat kurva kalibrasi dengan cara sebagai berikut. Larutan standar fosfat diencerkan hingga konsentrasi bervariasi dari 0.0 – 2.0 mg/L PO4. Dari masing-masing standar dipipet sebanyak 25 ml dan diukur intensitas warna biru yang terbentuk akibat pencampurannya dengan larutan amonium molibdat dan SnCl2 pada panjang gelombang yang sama (660 – 690 nm). Dibuat kurva kalibrasi antara konsentrasi dan absorbansi. Kemudian dapatkan persamaan regresi linier dari kurva tersebut.

Untuk mengetahui kadar ortofosfat pada sampel, sebanyak 25 ml sampel diambil kemudian ditambahkan 1 ml amonium molibdat serta 0.125 (± 3 tetes) SnCl2. Larutan kemudian dikocok hingga merata, kemudian didiamkan selama 10 menit. Warna biru yang terjadi diukur intensitasnya pada panjang gelombang 660 – 690 nm. Kadar ortofosfat ditentukan dengan memasukkan nilai absorbansi hasil pengukuran sampel ke dalam persamaan linier kurva kalibrasi.

c. Pengukuran pH

Pengukuran pH dilakukan dengan pH meter yang telah dikalibrasi.

d. Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)

Sampel sebanyak 2 – 3 gram ditimbang dalam cawan porselen yang kering dan telah diketahui beratnya. Sampel kemudian dipijarkan di dalam tanur pada suhu 550oC sampai diperoleh warna abu keputih-putihan. Selanjutnya sampel didinginkan pada desikator lalu ditimbang.

e. Kadar Air (SNI 01-2891-1992)

Sampel sebanyak 3 – 5 gram ditimbang di dalam cawan aluminium kering yang telah diketahui beratnya. Kemudian dipanaskan di dalam oven pada suhu 105oC sampai kering (3-5 jam). Setelah kering, cawan berisi sampel kemudian didinginkan di dalam desikator. Setelah dingin, cawan berisi sampel yang telah kering ditimbang beberapa kali ulangan hingga diperoleh bobot tetap. Perhitungan kadar air sebagai berikut:

 Kadar air dalam basis basah:

 Kadar air dalam basis kering:

Dimana W adalah bobot contoh sebelum dikeringkan, W1 adalah bobot contoh dan cawan setelah dikeringkan, sedangkan W2 adalah bobot cawan kosong.

44

f. Total Padatan (TS) dan Bahan organik (TVS)

Total padatan merupakan hasil pengurangan dari total bahan terhadap kandungan air bahan, sedangkan Bahan organik adalah kandungan total bahan dikurangi kandungan air bahan dan kadar abu bahan.

Total padatan (%) = 100 - Kadar air bahan Total Padatan organic = 100 - (kadar air + kadar abu)

g. Kadar Chemical Oxygen Demand (COD) (APHA, 1998)

Sebanyak 2.5 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung COD mikro, kemudian ditambahkan 1.5 ml larutan K2Cr2O7 dan 3.5 ml pereaksi H2SO4 (asam COD). Setelah itu dipanaskan selama 2 jam pada suhu 148oC. Setelah dingin, larutan dituang ke erlenmeyer 100 ml, kemudian ditambahkan dengan indikator ferroin 1 – 2 tetes. Larutan kemudian dititrasi dengan larutan Ferro Aluminium Sulfat (FAS) 0.1 M hingga warna kecoklatan. Proses diulangi pada blanko akuades. Perhitungan kadar COD dilakukan dengan rumus berikut.

Dimana A adalah ml FAS untuk titrasi blanko, B adalah ml FAS untuk titrasi sampel, dan M adalah molaritas FAS.

Sebelum digunakan untuk titrasi, larutan FAS perlu distandarisasi. Standarisasi dilakukan sama seperti langkah-langkah penentuan COD, namun sampelnya adalah akuades, serta tanpa adanya pemanasan.

45

Lampiran 2.

Data Volume Biogas Harian (ml)

Reaktor

HARI KE-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Sampah 0 1413 1323 622 1243 1051 1413 1300 825 418 791 859 384 430 791 848 577 237 418 531 0 57 0 57 0 712 0 0 407 0

Perlakuan penambahan feed 50 %

Sampah 848 520 588 339 362 690 554 644 339 588 678 339 79 271 0 384 0 396 1074 0 362 362 0 0 0 396 644 0 283 170

Perlakuan penambahan feed 70 %

Sampah 0 995 407 622 712 497 317 283 565 441 328 1221 543 644 622 192 0 328 396 610 0 396 509 656 0 113 102 441 0 441

Lampiran 3.

Data Volume Biogas kumulativ (ml)

Reaktor

HARI KE-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Sampah 0 1413 2736 3357 4601 5652 7065 8365 9190 9608 10400 11259 11643 12073 12864 Perlakuan penambahan feed 50 %

Sampah 848 1368 1956 2295 2656 3346 3900 4544 4883 5471 6149 6488 6568 6839 6839 Perlakuan penambahan feed 70 %

Sampah 0 995 1402 2023 2736 3233 3549 3832 4397 4838 5166 6387 6929 7574 8195

Reaktor

HARI KE-

16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Sampah 13712 14288 14526 14944 15475 15475 15532 15532 15588 15588 16300 16300 16300 16707 16707 Perlakuan penambahan feed 50 %

Sampah 7223 7223 7619 8693 8693 9055 9416 9416 9416 9416 9812 10456 10456 10739 10908 Perlakuan penambahan feed 70 %

46

Lampiran 4.

pH Bahan Padat Selama Fermentasi

Bahan Hari ke-

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 Sampah 5.1 4.7 4.7 5.0 4.9 5.0 5.2 4.9 4.7 4.8 4.9 4.9 4.8 4.6 4.7 perlakuan penambahan feed 50% Hari ke- 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 4.6 4.7 4.5 4.5 4.6 4.8 4.8 7.3 4.6 5.1 7.9 4.2 4.5 4.5 4.3 perlakuan penambahan feed 75% HARI KE- 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 3.8 4.2 4.0 4.0 3.9 4.0 4.1 4.3 2.5 3.9 4.0 4.1 4.1 4.1 4.1

Lampiran 5.

pH Lindi Selama Fermentasi

Bahan Hari ke-

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 Sampah 1 4.8 4.9 5.2 5.2 5.4 5.3 5.4 5.2 5.1 5.4 4.8 4.8 4.6 4.5 4.5 perlakuan penambahan feed 50% Hari ke- 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 4.6 4.8 4.6 4.7 4.9 5.0 4.8 4.7 4.8 4.9 4.7 4.2 4.4 4.2 4.4 perlakuan penambahan feed 75% HARI KE- 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 4.3 4.1 4.1 3.9 4.0 4.0 4.1 4.1 4.6 4.2 4.2 4.0 4.2 4.2 4.2

47

Lampiran 6.

Data Volume Lindi Kumulatif (ml)

Bahan Hari ke-

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 Sampah 0 177 64 100 108 120 160 160 210 267 220 260 290 351 360 337 perlakuan penambahan feed 50% Hari ke- 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 0 23 68 89 100 113 168 169 244 267 277 297 285 305 441 455 perlakuan penambahan feed 75% HARI KE- 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 0 39 65 140 156 265 290 382 280 335 298 268 289 300 315 335

Lampiran 7.

Penurunan COD Lindi Sampah Selama Fermentasi (mg/l)

Bahan Hari ke- 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 lindi sampah 33750 30000 32500 26250 23750 17500 16250 21750 19250 20000 10000 22500 10000 8000 12500 perlakuan feed 50% Bahan 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30

lindi sampah 28333 Gagal 25833 30000 28333 25833 26667 18333 23333 15000 16667 15000 11667 11667 10000 perlakuan feed 75%

Bahan 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30

Lampiran 8.

Penurunan Kandungan COD Bahan Selama Fermentasi

Batch Pertama Batch Kedua Batch Ketiga

Hari ke- COD (mg/Kg) Hari ke- COD (mg/Kg) Hari ke- COD (mg/Kg) 0 50000 0 72000 0 36000 2 72000 2 78670 2 66000 4 52000 4 48000 4 64000 6 50000 6 24000 6 40000 8 56000 8 54000 8 Gagal 10 80000 10 76000 10 32000 12 gagal 12 88000 12 24000 14 32000 14 76000 14 28000 16 40000 16 36000 16 24000 18 60000 18 68000 18 40000 20 48000 20 36000 20 48000 22 38000 22 29200 22 48000 24 42000 24 28000 24 30000 26 34000 26 32000 26 48000 28 32000 28 24000 28 20000 30 16000 30 18000 30 16000

49

Lampiran 9.

Penurunan TVS Bahan Selama Fermentasi

Batch Pertama Batch Kedua Batch ketiga

Hari ke- TVS (%) d.b Hari ke- TVS (%) d.b Hari ke- TVS (%) d.b 0 92.98 0 91.90 0 93.80 3 88.85 2 Gagal 2 93.43 4 91.44 4 91.19 4 93.82 6 91.11 6 90.90 6 93.60 8 90.42 8 Gagal 8 93.71 10 90.93 10 Gagal 10 93.67 12 91.24 12 91.07 12 94.11 14 90.88 14 91.02 14 93.11 16 90.71 16 90.67 16 90.45 18 92.07 18 90.12 18 93.00 20 91.81 20 Gagal 20 93.62 22 90.37 22 Gagal 22 94.93 24 92.70 24 92.70 24 94.97 26 92.49 26 92.57 26 93.14 28 92.33 28 91.70 28 94.38 30 92.62 30 91.67 30 92.13

Lampiran 10.

Kadar air bahan selama fermentasi

Batch Pertama Batch Kedua Batch ketiga

Hari

Ke- Kadar Air (%) Hari

Ke- Kadar Air (%) Hari

Ke- Kadar Air (%) 0 87.52 0 86.25 0 88.03 3 86.60 2 86.34 2 88.41 4 89.44 4 85.86 4 87.11 6 90.18 6 85.71 6 89.01 8 86.03 8 gagal 8 86.17 10 89.32 10 gagal 10 80.67 12 89.96 12 86.55 12 88.96 14 84.05 14 87.51 14 89.32 16 87.56 16 85.58 16 85.74 18 90.26 18 85.90 18 89.61 20 87.73 20 gagal 20 88.83 22 89.39 22 gagal 22 89.37 24 85.70 24 86.87 24 87.23 26 86.97 26 85.74 26 91.89 28 88.31 28 83.20 28 87.10 30 89.22 30 88.00 30 90.15

50

Lampiran 11.

Kadar abu bahan selama fermentasi

Batch Pertama Batch Kedua Batch ketiga

Hari Ke- Kadar Abu (%) Hari Ke- Kadar Abu (%) Hari Ke- Kadar Abu (%) 0 0.88 0 1.11 0 0.74 3 1.49 2 gagal 2 0.76 4 0.90 4 1.25 4 0.80 6 0.87 6 1.30 6 0.70 8 1.34 8 gagal 8 0.87 10 0.97 10 1.35 10 1.22 12 0.88 12 1.20 12 0.65 14 1.46 14 1.12 14 0.74 16 1.16 16 1.35 16 1.36 18 0.77 18 1.39 18 0.73 20 1.00 20 1.73 20 0.71 22 1.02 22 gagal 22 0.54 24 1.04 24 0.96 24 0.64 26 0.98 26 1.06 26 0.56 28 0.90 28 1.39 28 0.72 30 0.80 30 1.00 30 0.77

51

Lampiran 12. Neraca massa proses fermentasi dari setiap batch

Diketahui dari beberapa referensi nilai densitas biogas dan lindi :

 Densitas Biogas : 1.227 kg/m3 (Sumber : New World Encyclopedia. http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Density).

 Densitas Lindi : 1000 kg/m3 = 1 kg/liter (Sumber : Beaven et al, 2007). Batch-1 (feed 100%)

Perhitungan Penentuan Neraca Massa Batch-1

Bobot biogas : volume akumulasi biogas x densitas biogas

Bobot biogas : 16707 ml x 1.227 kg/m3 x 1 m3/106ml = 0.020 kg = 20 g Bobot lindi : volume akumulasi lindi x densitas lindi

Bobot lindi : 337 ml x 1 kg/liter x 1 liter/103 ml = 0.337 kg = 337 g Bobot digestat = bobot umpan – bobot biogas – bobot lindi

Bobot digestat = 2777 g – 20 g – 337 g = 2420 g Batch 2 (feed 50%)

Umpan

Sampah : 1250 g

Digestat : 1250 g

Bobot total : 2500 g

TS : 13.75%

VS : 91.90% (d.b)

K.air : 86.25%

Digestat

Bobot : 2032 g

TS : 12.00%

VS : 91.67% (d.b)

K.air : 88.00%

Biogas

Vol : 10908 ml

Densitas : 1.227 kg/m

3

Bobot gas : 13 g

Lindi

Vol : 455 ml

Densitas : 1 kg/liter

Bobot lindi : 455 g

Umpan

Sampah : 2500 g

K.sapi : 277 g

Bobot total : 2777 g

TS : 13.48%

VS : 92.98% (d.b)

K.air : 87.52%

Digestat

Bobot : 2420 g

TS : 10.78%

VS : 92.62% (d.b)

K.air : 89.22%

Biogas

Vol : 16707 ml

Densitas : 1.227 kg/m

3

Bobot gas : 20 g

Lindi

Vol : 337 ml

Densitas : 1 kg/liter

Bobot lindi : 337 g

52

Perhitungan Penentuan Neraca Massa Batch-2

Bobot biogas : volume akumulasi biogas x densitas biogas

Bobot biogas : 10908 ml x 1.227 kg/m3 x 1 m3/106ml = 0.013 kg = 13 g Bobot lindi : volume akumulasi lindi x densitas lindi

Bobot lindi : 455 ml x 1 kg/liter x 1 liter/103 ml = 0.455 kg = 455 g Bobot digestat = bobot umpan – bobot biogas – bobot lindi

Bobot digestat = 2500 g – 13 g – 455 g = 2032 g

Batch-3 (feed 75%)

Perhitungan Penentuan Neraca Massa Batch-3

Bobot biogas : volume akumulasi biogas x densitas biogas

Bobot biogas : 12378 ml x 1.227 kg/m3 x 1 m3/106ml = 0.015 kg = 15 g Bobot lindi : volume akumulasi lindi x densitas lindi

Bobot lindi : 335 ml x 1 kg/liter x 1 liter/103 ml = 0.335 kg = 335 g Bobot digestat = bobot umpan – bobot biogas – bobot lindi

Bobot digestat = 2500 g – 15 g – 335 g = 2150 g

Umpan

Sampah : 1875 g

Digestat : 625 g

Bobot total : 2500 g

TS : 11.97%

VS : 93.80% (d.b)

K.air : 88.03%

Digestat

Bobot : 2150 g

TS : 9.85%

VS : 92.13% (d.b)

K.air : 90.15%

Biogas

Vol : 12378 ml

Densitas : 1.227 kg/m

3

Bobot gas : 15 g

Lindi

Vol : 335 ml

Densitas : 1 kg/liter

Bobot lindi : 335 g

KONVERSI SAMPAH ORGANIK PASAR

DENGAN SISTEM FERMENTASI MEDIA PADAT MENJADI

BIOGAS DAN PUPUK ORGANIK

SKRIPSI

AZIZ WILDAN

F34062160

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

CONVERSION OF ORGANIC FRACTION OF COMMERCIAL WASTES USING SOLID FERMENTATION SYSTEM TO PRODUCE BIOGAS AND ORGANIC FERTILIZER

Aziz Wildan, Suprihatin, and Muhammad Romli

Departement of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Bogor, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia

Phone +62 856 97 221 426, e-mail: aziz.wildan07@gmail.com

ABSTRACT

In 2010 Indonesia produced 200 thousand tons of waste everyday. It causes problems for the society and for environment. The purposes of this research are to design and get an optimal process condition for solid medium fermentation to convert organic waste from traditional market into bioenergy and organic fertilizer, to characterize biogas, digestate, and leachate. The experiments were conducted with 1.5 L and 10 L reactors . Composition of organic waste from traditonal market that gave higest volume of biogas are banana leaf 7.5%, cornhusk 24.2%, bitter melon 14.8%, cabbage 19.9%, chicory 6.2%, water spinach 8.0%, mustard 8.0%, carrots 11.5% (w/w). It produced 4500 ml biogas/kg biomass and the maximum production was reached within 17 days. This equal to biogas production of 37.63 ml biogas/gram VS. Fermentation process in 10 liter reactor with adition of 75% feed, 50% of feed, and 100% feed produced 12378 ml, 10908 ml, and 16707 ml biogas, respectively leachate consists nitrogen 473-4500 ppm, phosphat 47-150 ppm, and COD 8333-12500 mg/l, while the digestate consists of carbon 28-49%, nitrogen 0.7-1.7%, phosphat 0.2-0.4%, and COD 16000-18000 mg/kg. Concentration of methane in biogas is still low and hence futher experiments needed to increase methane concentration.

Aziz Wildan. F34062160. Konversi Sampah Organik Pasar dengan Sistem Fermentasi Media Padat Menjadi Biogas dan Pupuk Organik. Di bawah bimbingan Suprihatin dan Mohammad Romli. 2011

RINGKASAN

Sampai saat ini keberadaan sampah masih menjadi masalah di Indonesia, baik itu bagi pemerintah maupun bagi masyarakat pada umumnya. Keberadaan sampah sering menjadi penyebab timbulnya dampak negatif bagi lingkungan sekitarnya. Disisi lain kinerja pertanian (pangan) sendiri masih memiliki berbagai kendala, terutama rendahnya produktivitas. Hal ini antara lain disebabkan oleh rendahnya kualitas lahan akibat penggunaan lahan yang terus-menerus tanpa adanya upaya perbaikan struktur tanah. Selain itu, kondisi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang keberadaannya terus menurun, hal ini karena sifatnya yang irrenewable atau tidak bisa diperbaharui. Pengolahan sampah padat dengan proses fermentasi anaerobik bisa digunakan sebagai solusi alternatif untuk menanggulangi masalah persampahan. Selain pengelolaan sampah, berbagai keuntungan bisa didapat dari proses fermentasi anaerobik ini diantaranya adalah hasil samping berupa kompos dan pupuk cair yang bisa digunakan untuk memperbaiki struktur kimia tanah, juga bioenergi sebagai alternatif sumber bahan bakar yang bisa diperbaharui. Melihat permasalahan tersebut maka dibutuhkan suatu teknologi pengolahan sampah yang bisa menghasilkan energi terbarukan dan pupuk organik untuk memperbaiki struktur hara tanah yang saat ini sudah mulai terdegradasi.

Tujuan dari penelitian ini adalah merancang dan mengoptimasi teknologi fermentasi media padat untuk mengkonversi sampah pasar organik menjadi bioenergi dan pupuk organik, mengkarakterisasi produk-produk yang dihasilkan (biogas, kompos/digestat, dan lindi/pupuk cair), dan menguji kondisi optimum teknologi fermentasi pada skala 10 l dengan perbedaan umpan baru (feed). Penelitian dilakukan di laboratorium Teknologi dan Manajemen Lingkungan (TML) Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor pada bulan Maret 2010 sampai Januari 2011.

Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 tahapan, yaitu penelitian pendahuluan-1 untuk mencari jenis sampah pasar yang berpotensi menghasilkan biogas tertinggi, penelitian pendahuluan-2 proses identifikasi terhadap degradasi bahan yang terpilih pada proses fermentasi, dan penelitian utama tahap uji kinerja kondisi pada skala 10 liter terhadap penambahan feed baru.

Pada tahapan mencari jenis sampah pasar yang berpotensi menghasilkan biogas tertinggi, digunakan beberapa jenis sampah diantaranya adalah kulit pisang, kol, sampah pasar-1 (sampah pasar Gunung Batu, Bogor), sampah pasar-2 (sampah pasar Laladon, Bogor), dan kulit nenas. Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 45 hari dengan menggunakan 500 gram bahan. Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa jenis sampah pasar-1 bisa menghasilkan biogas paling banyak yaitu sebanyak 4500 ml/kg biomasa. Adapun jumlah biogas yang terbentuk dari jenis sampah lainnya adalah kulit pisang 2480 ml/kg biomasa, kol 1520 ml/kg biomasa, sampah pasar-2 2320 ml/kg biomasa, dan kulit nenas 1720 ml/kg biomasa. Dari hasil temuan ini maka untuk penelitian pendahuluan-2 dan penelitian utama digunkan jenis sampah pasar-1 sebagai bahan untuk fermentasi. Komposisi sampah pasar-1 ini adalah daun pisang 7.5%, kulit jagung 24.2%, pare 14.8%, kol 19.9%, sosin 6.2%, kangkung 8.0%, sawi 8.0%, dan wortel 11.5% (b:b). Selain penentuan jenis bahan yang akan digunakan untuk tahapan penelitian selanjutnya, pada tahapan ini juga didapatkan bahwa kondisi maximum fermentasi diperoleh pada hari ke-17. Kesimpulan ini diambil dari hasil kurva akumulasi pembentukan biogas yang menunjukkan fase eksponensial berhenti pada hari ke-17. Temuan lainnya adalah produksi biogas siang hari lebih banyak pada malam hari, hal ini berkaitan dengan suhu ruang yang berubah saat siang ataupun malam hari. Temperatur pada siang hari (25-30oC) menyebabkan produksi biogas lebih tinggi jika dibandingkan dengan temperatur pada malam hari (20-25oC).

Pada tahapan identifikasi terhadap degradasi bahan yang dihubungkan dengan produksi biogas, didapatkan jumlah penurunan Volatil Solid 22.24 g dengan produksi biogas sebanyak 837 ml. Kesimpulannya adalah laju pembentukkan biogas pada proses ini sebesar 37.63 ml/g VS. Tahapan ini dilakukan pada kondisi temperatur konstan suhu 32oC. Dengan waktu fermentasi selama 17 hari, dan setiap harinya dilakukan pengamatan jumlah biogas yang terbentuk dan Volatil Solid bahan.

Tahapan yang terakhir adalah tahap uji coba kondisi optimum pada reaktor skala 10 l dengan penambahan feed baru. Pada tahapan ini bisa dibagi menjadi 3 batch. Batch pertama menggunakan bahan sampah pasar-1 sebanyak 2.5 kg ditambah 277 g kotoran sapi segar sebagai

inokulumnya. Batch kedua merupakan perlakuan yaitu dengan adanya penambahan feed baru pada bahan sebanyak 50% (b:b). Batch ketiga adalah perlakuan dengan penambahan feed sebanyak 75%. Proses ini dilakukan pada kondisi fermentasi dengan suhu konstan yaitu 35-40oC, selama 30 hari, dan setiap dua hari sekali dilakukan resirkulasi dari lindi yang terbentuk. Dari hasil pengamatan volume biogas pada batch pertama menghasilkan 16707 ml biogas, batch kedua (feed 50%) menghasilkan 10908 ml, dan batch ketiga (feed 75%) menghasilkan 12378 ml biogas. Dari hasil analisis karakteristik lindi (pupuk cair organik) sampah awal diperoleh kandungan karbon, nitrogen, fosfat, dan COD berturut-turut 0.46%, 0.17%, 84.60 ppm, dan 12500 mg/l. Untuk hasil analisis lindi sampah dengan feed 50% diperoleh kandungan karbon, nitrogen, fosfat, dan COD berturut-turut 3.07%, 0.45%, 47.08 ppm, dan 10000 mg/l. Sedangkan hasil analisis lindi sampah feed 75% diperoleh kandungan karbon, nitrogen, fosfat, dan COD berturut-turut 54.62 ppm, 473.62 ppm, 149.80 ppm, dan 8333 mg/l. Dari hasil analisis digestat yang dihasilkan kandungan TVS bahan sampah awal, sampah feed 50%, dan sampah feed 75% berturut-turut 92.62%, 91.67%, dan 92.13% (d.b). Kandungan COD 16000 mg/kg untuk digestat sampah awal, 18000 mg/kg untuk digestat sampah feed 50%, dan 16000 mg/kg untuk digestat sampah feed 75%. Kandungan C, N, P, dan nilai pH dari digestat sampah awal berturut-turut 28.43%, 0.72%, 0.16%, dan 4.7. Untuk digestat sampah feed 50% diperoleh kandungan C, N, P, dan nilai pH berturut-turut 49.08%, 1.23%, 0.36%, dan 4.3. Dan yang terakhir adalah kandungan C, N, P, dan niai pH dari digestat sampah feed 75% sebesar 38.22%, 1.67%, 0.27%, dan 4.1.

1

I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sampai saat ini keberadaan sampah masih menjadi masalah di Indonesia, baik itu bagi pemerintah maupun bagi masyarakat pada umumnya. Keberadaan sampah sering menjadi penyebab timbulnya dampak negatif bagi lingkungan sekitarnya, misalnya dengan terbentuknya gas CH4 hasil penguraian bahan organik yang mendorong meningkatnya pemanasan global, tercemarnya lingkungan sekitar akibat lindi yang meresap ke dalam tanah, timbulnya beberapa penyakit akibat timbunan sampah, dan lain sebagainya.

Sepanjang tahun 2008 berdasarkan data Kementrian Lingkungan Hidup (Meneg LH) produksi sampah di Indonesia mencapai 167 ribu ton perhari. Jumlah yang luar biasa itu dihasilkan dari 220 juta jiwa jumlah penduduk dengan rata-rata produksi sampah 800 gram perhari perorang. Jumlah ini diprediksi akan terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk dan pola konsumsi masyarakat Indonesia. Sebagaimana menurut Amrullah (2010), pada tahun 2010 ini Indonesia bisa menghasilkan sampah sebanyak 200 ribu ton perhari. Jumlah yang sangat besar ini berpotensi menimbulkan dampak negatif jika tidak ditangani dengan baik atau bahkan tidak ditangani, akan tetapi juga bisa memberikan manfaat yang besar jika penanganan yang dilakukan tepat.

Disisi lain kinerja pertanian (pangan) sendiri masih memiliki berbagai kendala, terutama rendahnya produktivitas. Hal ini antara lain disebabkan oleh rendahnya kualitas lahan

Dokumen terkait