• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

a. Agar pelayanan farmasi klinis di Instalasi Farmasi berjalan secara maksimal diharapkan agar pihak rumah sakit menyediakan sarana yang diperlukan untuk pelaksanaan farmasi klinis. Selain itu Apoteker di rumah sakit diharapkan berperan lebih aktif dalam melaksanakan KIE pada pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan.

b. Diharapkan pihak yang berwenang dari RSUP H. Adam Malik Medan dapat memantau pelaksanaan sistem distribusi obat unit dose dispensing agar sesuai protap sehingga menjamin obat digunakan, mengurangi kesalahan pemberian obat, menghentikan dan mengganti pemberian obat-obat yang menunjukkan Reaksi Obat Merugikan (ROM), dan mencegah terjadinya pemborosan obat.

Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009.

DAFTAR PUSTAKA

Aslam. (2003). “Farmasi Klinis”. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Anonim, (2008), Infeksi Nosokomial Masalah Serius bagi Pengelola Rumah Sakit,

online : Juli 2008,

Depkes RI, Keputusan Menkes RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Indonesia.

Depkes RI, Keputusan Menkes RI No. 547/MENKES/SK/VI/1994 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Hidayat, E.T., (2003). Panduan CSSD Modern. Cetakan Pertama. Jakarta: RS Pusat Pertamina.

Siregar C dan Amalia, (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Surat Keputusan Direktur RSUP H. Adam Malik Medan No. YM. 00. 03. 4.1 tentang

Pedoman Pelayanan CSSD RSUP H. Adam Malik Medan.

Surat Keputusan Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan No YM. 01.01.5.3.1757 tentang

Penetapan Sub Komite Medik RSUP H. Adam Malik Medan

Surat Keputusan Direktur RSUP H. Adam Malik Medan No. OT. 01. 01. 11. 249 tentang

Perubahan Organisasi dan Tata Kerja Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik Medan.

Surat Keputusan Direktur RSUP H. Adam Malik Medan No. OT. 01. 01. 11. 7934 tentang

Penetapan Falsafah dan Tujuan Pelayanan farmasi Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik Medan.

Utama, H.W, S.ked, (2007), Infeksi Nosokomial, Online: Juli 2008.

Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009.

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT

di

RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

STUDI KASUS

AMPULLARY TUMOR, KOLESTASIS, DAN PANGASTRITIS

Oleh:

FAUZIAH ANNISA, S. Farm. NIM 083202021

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009. DAFTAR ISI Halaman JUDUL ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v RINGKASAN ... vi BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4 2.1 Ampullary Tumor ... 4 2.1.1 Definisi ... 4 2.1.2 Etiologi ... 5 2.1.3 Manifestasi Klinis ... 6 2.1.4 Diagnosa ... 7 2.1.5 Pengobatan ... 7 2.2 Kolestasis ... 8 2.2.1 Definisi ... 8 2.2.2 Patofisiologi ... 8 2.2.3 Manifestasi Klinis ... 10 2.2.4 Diagnosis ... 10 2.2.5 Pengobatan ... 11 2.3 Pangastritis ... 12 2.3.1 Definisi ... 12

Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009.

2.3.2 Etiologi ... 12 2.3.3 Gejala Klinis ... 14 2.3.4 Diagnosa dan Pengobatan ... 14

2.4 Tinjauan Umum Obat ... 15 BAB III PENGAMATAN DAN PENATALAKSANAAN ... 26 3.1 Identitas Pasien ... 26 3.2 Ringkasan Pada Waktu Pasien Masuk RSUP.H.Adam Malik ... 26 3.3 Pemeriksaan Penunjang ... 27 3.4 Riwayat Penyakit Terdahulu ... 27 3.5 Riwayat Penggunaan Obat Terdahulu ... 27 3.6 Diagnosis... 27 3.7 Terapi ... 28 BAB IV PEMBAHASAN ... 31 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 42 5.1 Kesimpulan ... 42 5.2 Saran ... 42 DAFTAR PUSTAKA ... 43 LAMPIRAN ... 45

Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009.

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Letak anatomi ampulla vater dalam sistem biliar ... 5 Gambar 2.2 Metabolisme kolesterol dalam hati dan obat-obat penurun

kolesterol ... 19 Gambar 2.3 Mekanisme kerja obat-obat penghambat sekresi

Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009.

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Tinjauan Umum tentang Obat ... 45

Lampiran 2. Pemeriksaan Penunjang ... 49 Lampiran 3. Hasil Diagnosis dan Terapi ... 50 Lampiran 4 Lembar Penilaian PPOSR ... 51

Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009.

RINGKASAN

Telah dilakukan studi kasus di ruang VIP rawat inap (Rindu) A Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Kasus yang diambil adalah Ampullary Tumor, Kolestasis dan Pangastritis pada pasien wanita berumur 64 tahun. Studi kasus dilakukan dari tanggal 9 Februari - 14 Februari 2009. Kegiatan pada studi kasus meliputi pemberian pemahaman kepada pasien untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat, memberikan informasi tentang obat kepada pasien dan keluarganya, melihat rasionalitas penggunaan obat dan memberikan pertimbangan kepada tenaga kesehatan lain dalam meningkatkan rasionalitas penggunaan obat.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, ditemukan bahwa pengobatan yang diberikan telah rasional. Penilaian rasionalitas dilihat dari beberapa aspek, yaitu tepat pasien, tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis dan waspada efek samping.

Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan diperlukan oleh setiap manusia untuk dapat melakukan segala aktivitas hidup dan pelayanan kesehatan merupakan salah satu unsur penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Rumah sakit adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai tujuan memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat. Dalam rangka usaha pemerintah untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit, maka pelayanan farmasi harus ditingkatkan. Adapun fungsi farmasi rumah sakit adalah melaksanakan pelayanan farmasi yang bermutu, aman, cepat dan tepat yang meliputi penyediaan, penyimpanan, pengolahan dan pendistribusian perbekalan farmasi.

Salah satu tujuan praktek farmasi di rumah sakit adalah menyediakan obat-obatan, produk perawatan kesehatan lainnya, memberikan pelayanan serta membantu penderita dan masyarakat dalam hal mengupayakan penggunaan sediaan atau produk farmasi yang terbaik.

Pelayanan farmasi klinis di rumah sakit sangat diperlukan oleh pasien untuk memberikan jaminan pengobatan rasional (efektif, aman, mudah tersedia, dan harga yang terjangkau) dan penghormatan kepada pilihan pasien. Pelayanan farmasi yang luas mencakup keterlibatan dalam berbagai kegiatan untuk mencapai kualitas hidup yang baik serta mengurangi angka morbiditi dalam masyarakat. Untuk mencapai efek pengobatan yang optimal, maka mutu dari tiap proses penggunaan obat harus dipastikan untuk mencapai manfaat terapi maksimal dan menghindarkan efek samping yang tidak menguntungkan. Hal ini mensyaratkan apoteker menerima tanggung jawab bersama

Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009.

dengan tenaga profesi kesehatan lain dan dengan penderita untuk mendapatkan hasil terapi yang diinginkan (Siregar dan Amalia, 2004).

Penerapan praktek farmasi klinis di rumah sakit memerlukan perhatian khusus. Oleh karena itu, mahasiswa apoteker perlu diberi perbekalan dan pengalaman dalam bentuk praktek kerja profesi di rumah sakit. Adapun studi kasus yang diambil adalah kasus Ampullary Tumor dengan komplikasi Kolestasis dan Pangastritis.

Ampullary tumor merupakan penyakit pada sistem biliari di mana terdapat pertumbuhan sel yang tidak normal pada dinding ampula vater. Ampula vater merupakan suatu saluran yang menghubungkan antara saluran empedu dan saluran pankreas dengan duodenum. Jadi, sekresi empedu dan sekresi pankreas untuk masuk ke dalam duodenum harus melalui ampula vater. Sumbatan pada ampula vater yang disebabkan oleh tumor akan menyebabkan obstruksi saluran sekresi pankreas dan bilirubin ke dalam usus. Jika bilirubin tidak dapat mengalir ke dalam intestinal dan terakumulasi dalam aliran darah akan menyebabkan ikterus kulit. Gangguan aliran empedu akibat tumor pada ampula vater ini juga akan menyebabkan kolestasis yaitu gangguan aliran empedu sehingga cairan empedu tidak mengalir ke duodenum. Tumor ampula vater umumnya terjadi pada penderita yang pernah mengalami radang usus besar ataupun pernah melakukan gastrotektomi sebagian, serta lebih sering terjadi pada perokok. Namun demikian, banyak hal yang dapat menyebabkan tumor pada ampula vater. Pengobatan untuk penyakit ini sebaiknya dilakukan dengan menghilangkan tumor secara sempurna melalui operasi, namun pada pasien yang tidak memungkinkan dilakukan operasi, pengobatan dapat dilakukan dengan terapi obat-obatan tetapi membutuhkan waktu lama dan diperlukan tingkat kepatuhan pasien yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan peran apoteker untuk memberi pemahaman kepada pasien dan keluarganya dalam rangka meningkatkan

Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009.

kepatuhan pasien untuk mematuhi protokol pengobatan demi tercapainya tujuan pengobatan berupa kesembuhan yang sempurna.

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukan studi kasus ini adalah:

a. memberikan pemahaman dan dorongan kepada pasien untuk mematuhi terapi yang telah ditetapkan dokter.

b. meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat. c. melihat rasionalitas penggunaan obat di rumah sakit.

d. memberikan masukan dan pertimbangan kepada tenaga kesehatan lain di rumah sakit dalam rangka peningkatan rasionalitas penggunaan obat kepada pasien.

Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ampullary Tumor 2.1.1 Definisi

Ampullary tumor merupakan penyakit yang terjadi akibat adanya petumbuhan sel yang abnormal (neoplasma) pada dinding sel ampula vater sehingga menimbulkan peradangan atau bengkak yang akan menyebabkan obstruksi dan gangguan fungsi ampula vater (Center of Pancreatic and Biliary Disease, 2002).

Ampula vater adalah pintu untuk masuk ke duodenum, yang menghubungkan antara saluran pankreas dengan saluran empedu. Semua sekresi penkreas dan sekresi empedu masuk ke dalam duodenum melalui ampula vater. Ampula vater dapat terbuka dan tertutup, kondisi ini dikontrol oleh otot sfingter Oddi yang terdapat pada ampula vater. Blokade ampula vater akibat tumor dapat menyebabkan obstruksi, sehingga aliran sekresi pankreas dan empedu ke dalam duodenum akan terhambat. Penghambatan aliran cairan empedu ke duodenum akan menyebabkan jaundice, karena cairan empedu yang tidak mengalir ke duodenum akan terakumulasi di dalam darah dan menyebabkan organ-organ tubuh tertentu menjadi berwarna kuning. Meskipun ukuran diameternya kurang dari 1 cm tetapi area ini memiliki insiden tinggi untuk mengalami transformasi neoplastik dan malignansi.

Tingginya rasio malignansi adalah akibat karsinogen lokal yang berinteraksi dengan komponen biliaris, pankreas dan duodenum. Tumor ganas maupun jinak keduanya dapat ditemukan di ampula vater (Beger dkk., 1999). Letak anatomi ampula vater dalam sistem biliari dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009.

Gambar 2.1. Letak anatomi ampulla vater dalam sistem biliar (sumber: www.medscape.com)

Pada gambar terlihat ampula vater merupakan satu-satunya pintu penghubung saluran pankreas dan empedu ke dalam duodenum. Sehingga adanya gangguan pada ampula vater akan menghambat aliran pankreas dan empedu ke duodenum.

2.1.2 Etiologi

Tumor ampula vater dikenal sebagai tumor yang tumbuh di ujung duktus kommunis empedu yang melewati dinding duodenum papilla ampularis duktus pankreatikus dan duktus kommunis empedu yang kemudian menyatu dan keluar melalui ampula ke duodenum.

Regio caput pankreatis merupakan tempat lazim tumbuhnya tumor. Tumor biasa muncul dalam caput pankreatis, regio ampula atau dari duodenum walaupun jarang terjadi.

Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009.

Tumor yang muncul dari salah satu tempat ini mempunyai efek keseluruhan yang sama dan dianggap sebagai satu kesatuan.

Lesi pada ampula vater yang sebelumnya tidak berbahaya dapat menyebabkan kanker ampula. Pada pasien dengan kanker ampula, biasanya didahului dengan terdapatnya adenoma (bagian yang tumbuh dari ampula vater) yang bersifat jinak. Adenoma lebih banyak terjadi pada pasien yang pernah mengalami penyakit radang usus besar. Adenoma biasanya juga di sebut vilus adenoma, yang sebaiknya dibuang total untuk mencegah dan menghindari tumor yang dapat berubah menjadi kanker. Faktor etiologi mencakup merokok dan gastrektomi sebagian sebelumnya. Tidak ada hubungan tetap antara tumor ampula vater dengan minum kopi atau alkohol (www.phatologyonlines.com).

2.1.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang dirasakan penderita ampullary tumor berupa rasa nyeri pada perut bagian kanan sebelah atas. Hal ini diakibatkan oleh aktivitas sel-sel tumor yang menyebabkan rasa nyeri.

Tumor ampula vater juga merupakan penyebab terjadinya kolestasis yaitu penghambatan aliran cairan empedu ke dalam duodenum. Akibatnya bilirubin yang merupakan komponen dari cairan empedu kadarnya di dalam darah meningkat. Hal ini menyebabkan pada pasien tumor ampula vater terlihat tanda-tanda ikterus yaitu warna kuning pada beberapa bagian organ tubuh.

Akibat penghambatan aliran cairan empedu dan pankreas yang disebabkan oleh tumor ampula vater, mengakibatkan refluks cairan empedu dan penkreas ke lambung. Apabila hal ini berlangsung cukup lama akan menyebabkan iritasi pada mukosa lambung dan dapat menyebabkan gastritis akut (Corwin, 2008).

Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009.

2.1.4 Diagnosis

Adanya tumor ampulla vater dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan penunjang terhadap fungsi faal hati. Pada penderita tumor ampula vater kadar bilirubin total dalam darah berada jauh di atas kadar normal. Hal ini menunjukkan adanya akumulasi bilirubin didalam darah. Hasil pemeriksaan juga menunjukkan peningkatan kadar alkalin fosfat. Kadar alkalin fosfat yang jauh di atas normal menunjukkan adanya gangguan pada sistem biliari. Sintesis alkalin fosfat hepato biliar dan kebocorannya dalam peredaran darah dipengaruhi oleh asam empedu. Pada obstruksi biliari alkalin fosfat akan meningkat hingga 3-10 kali dari normal (Husadha, 1996). Penegasan diagnosis ini harus dilakukan foto abdomen untuk melihat adanya tumor pada ampula vater. Biasanya ditunjukkan dengan adanya benjolan atau pembengkakan pada dinding ampula vater.

2.1.5 Pengobatan

Untuk pengobatan tumor ganas sebaiknya dilakukan operasi laparoskopi dengan membuang bagian yang terkena lesi. Tumor sebaiknya dibuang total untuk mencegah tumor berubah menjadi kanker. Namun untuk mengurangi rasa sakit akibat aktivitas sel tumor dapat diberikan analgetik sentral turunan opioid seperti tramadol atau kombinasai dengan analgetik perifer lainnya.

2.2 Kolestasis 2.2.1 Definisi

Kolestasis bukan merupakan penyakit tetapi merupakan gejala terhadap beberapa penyakit (Emmerick, 2006). Kolestasis dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi akibat cairan empedu tidak dapat mengalir dari kandung empedu ke duodenum. Gangguan aliran cairan empedu dapat saja terjadi pada bagian sistem biliari, mulai dari sel hati sampai pada

Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009.

ampula vater. Berdasarkan tempat terjadinya, kolestasis dapat dikelompokkan menjadi dua tipe yaitu kolestasis intrahepatik dan kolestasis ekstrahepatik.

Tipe kolestasis intrahepatik terjadi akibat adanya gangguan di dalam hati, misalnya disebabkan oleh virus hepatitis, obat-obatan, kehamilan, atau akibat mengkonsumsi alkohol. Sedangkan tipe kolestasis ekstrahepatik terjadi akibat adanya gangguan di luar hati, misalnya akibat batu empedu, kanker ampular, karsinoma kandung empedu, ataupun akibat adanya gangguan pada pankreas. Kolestasis bukan merupakan penyebab primer kematian, namun tingkat morbiditi yang ditimbulkannya patut dipertimbangkan (Heathcote, 2006).

2.2.2 Patofisiologi

Mekanisme terjadinya kolestasis secara luas dapat diklasifikasikan ke dalam kerusakan hepatoseluler dan kerusakan dari luar sel hati. Kerusakan hepatoseluler dapat terjadi pada saat pembentukan asam empedu oleh sel hati. Sedangkan kerusakan dari luar sel hati akibat adanya obstruksi yang menyebabkan terhalangnya aliran asam empedu setelah dibentuk. Obstruksi saluran empedu dapat disebabkan oleh banyak hal, seperti batu empedu dan adanya pembengkakan dinding saluran empedu

Secara fisiologis regulasi asam empedu berlangsung dalam sistem biliari. Asam empedu di bentuk oleh sel-sel hati dan terdiri dari air, bilirubin, kolesterol, garam empedu, asam lemak, lesitin dan elektrolit. Kecuali air, semua komponen tersebut adalah garam empedu. Garam empedu diperoleh dari hasil sintesis kolesterol yang direabsorbsi dari intestinal atau dari hasil metabolisme lemak di hati. Asam empedu yang diproduksi oleh sel-sel hati kemudian disekresikan melalui saluran hepatik kanan dan saluran hepatik kiri yang kemudian bergabung membentuk common hepatic duct. Saluran ini kemudian bertemu dengan cystic duct dari kandung empedu membentuk common bile duct. Kemudian asam empedu disimpan dikandung empedu dan didalam kandung empedu ini

Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009.

asam empedu dipekatkan. Asam empedu kemudian disekresikan ke duodenum melalui

common bile duct dan bergabung dengan saluran pankreas membentuk ampula vater. Terbuka dan tertutupnya pintu ampula vater untuk mengalirkan asam empedu ke duoenum diatur oleh otot sfingter Oddi (Kumar, 2005).

Pada kolestasis yang terjadi akibat adanya gangguan sel hati dalam memproduksi asam empedu terjadi dilatasi pada sel parenkim yang mengandung komponen asam empedu. Sedangkan pada kolestasis yang disebabkan oleh adanya obstruksi saluran empedu menuju duodenum, pada saluran terjadi edema akibat retensi komponen pembentuk asam empedu.

Asam empedu didalam tubuh digunakan untuk membantu pencernaan makanan terutama lemak. Walaupun asam empedu tidak mengandung enzim pencernaan, namun mengandung garam empedu yang merupakan fosfolipid berfungsi sebagai pengemulsi. Garam empedu membentuk emulsi dengan lemak sehingga lemak dapat dengan mudah diabsorbsi tubuh. Pada penderita kolestasis kronik akan terjadi penurunan absorbsi vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, dan K (Corwin, 2008).

2.2.3 Manifestasi Klinis

Penderita kolestasis umumnya mengalami jaundice, yang ditandai dengan beberapa organ tubuh berwarna kuning seperti pada mata. Hal ini disebabkan kolestasis akan menghambat sekresi asam empedu ke duodenum menyebabkan bilirubin yang ada dalam asam empedu meningkat di dalam darah dan akhirnya mewarnai beberapa organ tubuh. Pada beberapa pasien juga mengalami gatal-gatal pada kulit diduga akibat tingginya garam empedu di dalam serum (Heathcote, 2006).

Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009.

a. Anamnesis

Anamnesis pasien berupa mata berwarna kuning, kuku pucat, dan terlihat adanya guratan pada kulit.

b. Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan bentuk dan fungsi hati bisa saja normal, namun terjadi peningkatan enzim-enzim hati, terutama alkaline fosfat yang dapat meningkat hingga 3-10 kali dari kadar normal. Peningkatan SGOT dan SGPT tidak terlalu besar, sedangkan kadar bilirubin dalam darah terlihat jauh di atas normal. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan foto abdomen untuk mengetahui penyebab kolestasis, mengingat kolestasis hanya berupa gejala dari suatu penyakit tertentu (Heathcote, 2006).

2.2.5 Pengobatan

Pengobatan dilakukan dengan mengurangi atau menghilangkan sumber penyebab penyakit. Kolestasis yang disebabkan oleh obstruksi saluran empedu karena pembentukan batu empedu pengobatannya dapat dilakukan dengan cholecystectomy

untuk menghilangkan batu empedu, atau juga dapat diberikan obat-obat yang bisa melarutkan batu empedu seperti asam ursodeoksikolat (Heathcote, 2006).

Selain itu, pengobatan juga dilakukan untuk mengurangi manifestasi klinik yang timbul akibat kolestasis seperti gatal-gatal pada kulit. Gejala ini dapat dikontrol dengan pemberian resin penukar anion seperti kolestiramin, yang dapat mengikat asam empedu dan dikeluarkan melalui feses sehingga kadar asam empedu dalam tubuh menurun (Heathcote, 2006). Sedangkan untuk mengatasi infeksi yang timbul akibat statis carian

Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP

empedu dapat diatasi dengan pemberian antibiotik, namun harus disertai pemeriksaan penunjang yang menyatakan adanya infeksi di dalam tubuh (Pridady, 1996).

2.3 Pangastritis 2.3.1 Definisi

Gastritis merupakan suatu keadaan perdarahan atau peradangan pada mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus, atau lokal. Pangastritis berarti gastritis yang terjadi pada seluruh atau hampir semua mukosa lambung. Lambung dilapisi oleh lapisan mukosa yang terdiri dari sel-sel epitel. Gastritis terjadi akibat dekstruksi sawar mukosa lambung, mekanismne penyebabnya sangat beragam. Gastritis dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu gastritis superfisialis akut dan gastritis atrofik kronis (Price dan Wilson, 2001).

2.3.2 Etiologi

Etiologi gastritis berdasarkan jenis kejadiannya terbagi menjadi:

a. Gastritis Superfisial Akut

Gastritis akut merupakan jenis penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan dapat dihilangkan. Gastritis jenis ini biasanya merupakan respons mukosa lambung terhadap adanya berbagai iritan lokal, dapat disebabkan endotoksin bakteri yang mengkontaminasi makanan atau karena mengkonsumsi kafein, alkohol, dan aspirin. Namun demikian infeksi dari bakteri Helicobacter pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut. Bakteri ini melekat pada sel epitel lambung dan menghancurkan lapisan mukosa pelindung akibatnya sel parietal tidak memiliki lapisan yang

Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009.

Gastritis akut juga dapat disebabkan oleh penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin, indometasin, ibuprofen, obat lainnya yaitu sulfonamida, steroid dan digitalis. Asam empedu, enzim pankreas, dan etanol juga diketahui dapat mengganggu lapisan mukosa lambung.

Pada gastritis superfisial akut akan tampak tanda seperti mukosa memerah, edema, dan ditutupi oleh mukus yang melekat, selain itu juga sering terjadi erosi kecil dan perdarahan. Tingkat peradangan sangat bervariasi tergantung dari tingkat kerusakan mukosa lambung.

Pada beberapa kasus, apabila gejala yang terjadi menetap dan menunjukkan resistensi terhadap pengobatan maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut seperti endoskopi, biopsi mukosa, dan analisis cairan lambung untuk memperjelas diagnosis (Price dan Wilson, 2001).

b. Gastritis Atrofik Kronik

Gastritis atrofik kronik ditandai dengan adanya atrofi progresif epitel kelenjar disertai hilangnya sel parietal lambung. Akibatnya dinding lambung menipis dan permukaan mukosa lambung rata. Gastritis kronik dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu gastritis tipe A (atrofik atau fundal) dan gastritis tipe B (antral).

Gastritis kronis tipe A disebut atrofik atau fundal karena kerusakan mengenai fundus lambung. Gastritis tipe ini merupakan penyakit autoimun yang disebabkan oleh

Dokumen terkait