• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Saran-saran yang mungkin dapat penulis berikan setelah melakukan pengamatan selama kerja praktek :

1. Tingkatkan komunikasi ke semua karyawan untuk menggali ilmu berdasarkan pekerjaannya masing-masing

Engineering Thermodynamics, 7th edition. New York : McGraw-Hill

Towler, Gavin, Sinnott, Ray. 2008. Chemical Engineering Design. Oxford : Elsevier Inc

Geankoplis, Christie John. 2003. Transport Processes and Separation Process Principles, 4th edition. New Jersey : Pearson Education, Inc

Kumpulan Bantex mengenai proses produksi di PT. Mitsubishi Chemical Indonesia Divisi PET

TUGAS KHUSUS KERJA PRAKTEK

Disusun oleh :

1. ARIE BUCHARI (3335110266)

2. FIA FATHIAYASA (3335110138)

JURUSAN TEKNIK KIMIA – FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

CILEGON - BANTEN

2014

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pada umumnya operasi pabrik petrokimia memiliki kebutuhan akan energi, baik berupa pertukaran panas, momentum maupun massa. Energi tersebut disuplai oleh beberapa sistem utilitas yang dimiliki perusahaan tersebut maupun oleh pihak ke tiga. Salah satu energi yang digunakan adalah energi panas. Energi panas yang digunakan di PET PLANT PT. Mitsubishi Chemical Indonesia untuk menaikan suhu berasal dari fluida minyak dan uap air. Secara kuantitatif, energi panas dapat didasarkan pada neraca energi.

PT Mitsubishi Chemical Indonesia menggunakan unit tungku (Furnace) yang berfungsi menaikan temperatur minyak (oil) lalu digunakan sebagai fluida pemanas. Tungku tersebut biasa disebut SK-BOILER (Oil Thermal Heater). Fluida pemanas ini dipengaruhi salah satunya oleh temeperatur , semakin tinggi temperatur SK maka residual carbon yang dihasilkan semakin tinggi. Jika residual carbon semakin tinggi maka akan mengakibatkan scalling pada pipa sehingga akan memperpendek life time dari SK tersebut oleh karena itu untuk menurunkan residual carbon yang dihasilkan salah satunya adalah dengan menurunkan temperatur SK.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penyusunan tugas khusus ini ialah :

1. Menganalisa kemungkinan penurunan suhu SK-Oil dan pengaruhnya terhadap sistem.

2. Menganalisa pengaruh penurunan suhu SK-Oil terhadap laju alir SK-Oil untuk memenuhi kebutuhan panas dari user pada setiap unit.

1.3 Ruang Lingkup

Meningkatkan lifetime NEO SK BOILER 1400 MFG-2 PET PLANT sebagai media pemanas untuk reaktor, exchanger, line pipa serta preheater pada proses MSP dan SSP dengan data operasi tanggal 5-6 November 2014 di PT. Mitsubishi Chemical Indonesia.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Boiler

Tungku pemanas adalah suatu unit proses yang umumnya digunakan untuk memanaskan ketel uap (boiler), peleburan besi (casting) dan pemanasan fluida pemanas. Di proses MFG 2 PT Mitsubishi Chemical Indonesia ada dua unit tungku pemanas yaitu untuk pemansan Steam Boiler dan SK-Boiler. Tungku pemanas memiliki sumber panas dari pembakaran bahan bakar dengan laju panas yang sesuai kebutuhan.

Gambar 7. Diagram Alir Proses SK Boiler

Pada proses pemanasan, fluida pemanas akan disirkulasikan di dalam tungku sehingga dapat menerima panas dari gas hasil pembakaran bahan bakar. Secara pengendalian proses laju pembakaran akan disesuaikan dengan suhu keluaran fluida pemanas. Laju alir massa fluida pemanas dijaga tetap, sehingga ketika suhu keluaran dari fluida panas kurang maka laju pembakaran dan suplai

NG W-TEG AIR USE R RETURN

udara akan ditambah sesuai dengan kalkulasi dan kestabilan proses. Berikut merupakan contoh boiler yang digunakan di PT. Mitsubishi Chemical Indonesia.

Gambar 8. SK Boiler ( thermal oil heater ) 2.2 Bahan Bakar

Di industri, bahan bakar yang biasa digunakan dibagi menjadi 3 yaitu : a) Bahan bakar padat

Bahan bakar ini terbagi dua yaitu bahan bakar padat yang dapat langsung digunakan seperti batu bara dan yang diolah terlebih dahulu seperti kokas dan arang kayu. Bahan bakar ini masih memiliki cadangan sumber daya yang masih banyak di alam, harganya pun murah untuk skala besar. Kekurangan dari bahan bakar ini adalah memiliki hilang panas yang besar. Hilang panas tersebut banyakdisumbang oleh kandungan logam dan air pada batu bara yang relatif besar. Bahan bakar ini juga memiliki residu hasil pembakaran yaitu berupa abu ataupun oksida – oksida logam.

Bahan bakar ini memilki wujud cair sehingga transportasi bahan bakar ke proses lebih mudah dan cepat. Contohnya adalah Minyak bumi, bensin, solar dan lain – lain. Bahan bakar ini hampir tidak memiliki residu, tetapi proses pembakaranya terkadang tidak sempurna dan membutuhkan bantuan pengkabut atao atomizer. Salah satu media pembantu atomisasinya adalah menggunakan uap. Kandungan air yang bertambah menjadi faktor utama hilang panas pada proses pembakaran sehingga menurunkan efisiensi dari tungku maupun ketel uap.

c) Bahan bakar gas

Ada beberapa jenis gas yang digunakan sebagai bahan bakar jenis ini. Diantaranya adalah LNG, LPG dan gas sisa hasil proses yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Pada bahan bakar ini jelas transportasinya lebih mudah dibandingkan bahan bakar cair. Lebih dapat dikompresi, dan juga ukuran partikelnya kecil sehingga tidak memerlukan atomizer atau pengkabut. Proses pembakarannya pun lebih baik dibanding ke dua jenis bahan bakar lainnya. Dikarenakan transportasinya lebih mudah, pabrik yang menggunakan bahan bakar ini tidak perlu menyiapkan tangki penyimpanan yang besar. Pabrik tersebut dapat membuat saluran penyuplai bahan bakar langsung dari pihak ke-3. Kekurangan dari bahan bakar ini adalah konstruksi dari alat dan jalur distribusi dari pihak ke – 3 yang rumit.

d) Bahan bakar dari listrik

Bahan bakar ini adalah paling tidak efisien. Energi yang dihasilkannya pun tidak besar. Sangat jarang operasi pemasan pada suhu tinggi menggunakan metode ini. Keunggulan dari penggunaan listrik adalah lebih aman dan stabil.

e) Bahan bakar nuklir

Dewasa ini, bahan bakar nuklir semakin populer. Disamping energi yang dihasilkan tinggi, secara ekonomi berkesinambungan teknologi nuklir sangat menguntungkan. Tetapi pada teknologi ini sangatlah tidak

efisien pada operasi yang membutuhkan energi menengah ke bawah. Disamping itu teknologi nuklir masih hanya segelintir negara yang memilikinya juga perijinannya. Dan juga faktor keamanan yang memiliki resiko lebih besar.

2.3 Fluida Pemanas

Suatu proses yang membutuhkan energi panas yang tinggi biasanya menggunakan fluida pemanas. Fluida tersebut akan menyuplai energi panas ke seluruh bagian dari operasi pabrik sesuai kebutuhannya. Banyak macam fluida pemanas yang digunakan, bergantung kepada kebutuhan energi dan ekonomi suatu operasi. Diantaranya adalah air dan minyak. Jenis pemanas minyak bermacam – macam spesifikasinya. Minyak biasa digunakan untuk operasi dengan temperatur yang sangat tinggi. Sedangkan air umumnya lebih digunakan untuk penggerak turbin, tetapi sisa energi panas yang ada air sering digunakan sebagai media pemanas dengan skala temperatur rendah. Minyak pemanas atau fluida pemanas lainnya banyak digunakan dalam proses pemanasan atau aplikasi pendingin mesin. Minyak biasa digunakan pada suhu tinggi berkisar antara 150 – 400oC. Pada rentang suhu tersebut, minyak lebih efisien dibandingkan dengan menggunakan uap, listrik, ataupun metode pemanasan langsung dengan menggunakan api. Penggunaan sistem pemanasan minyak pertama kali dikenalkan pada tahun 1930-an. Pada saat itu minyak digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan memiliki tingkat perpindahan panas yang baik dan pada kenyataannya penggunaan minyak pemanas lebih aman. Minyak tersebut nantinya akan dipanaskan dalam suatu sistem tungku pembakaran melalui bantuan reaksi pembakaran. Salah satu contoh minyak yang digunakan sebagai oil thermal fluid adalah Neo SK 1400 buatan jepang.

2.3.1 NeoSK OIL 1400

NeoSK OIL 1400 merupakan heat transfer fluids yang paling banyak digunakan karena memiliki stabilitas thermal yang baik. Hal ini dapat digunakan pada temperatur tinggi dan tekanan rendah

(boiling point 391 Oc). Dibawah ini merupakan tabel sifat dari NeoSK 1400.

Tabel 5. Feature of NeoSK-OIL 1400

2.4 Unit Proses 2.4.1 SK Boiler

SK Boiler merupakan unit dimana pemanasan SK-Oil dilakukan untuk memenuhi kebutuhan panas pada proses produksi MSP (Melt State Polycondensation) maupun SSP (Solid State Plycondensation) PET (Polyethylene Terephtalate). SK-Oil yang kembali dari user (proses produksi) dipompa dengan menggunakan pompa P-710A/B/C (Thermo Oil Circulation Main Pump) ke SK Boiler F-710. Didalam SK Boiler, SK-Oil mengalir melalui coil-coil pada bagian dalam furnace dan dipanaskan dengan transfer panas radiasi api pembakaran Natural Gas (sebagai bahan bakar) dan udara dari suhu 2950C sampai suhu 3100C

kemudian disirkulasikan ke user. Temperatur SK-Oil pada outlet boiler dikontrol oleh TC-710A cascade dengan FC-710C (natural gas flow controller) dan FC-711 (combustion air flow controller). Gas hasil pembakaran dan udara excess mengalir keatas dan di purging ke atmosfer melalui duct and stack.

i. Unit Produksi MSP (Melt State Polycondensation)

Gambar 9. MSP line SK

SK-Oil banyak digunakan dalam proses produksi PET tahap MSP, baik sebagai pemanas pada reaktor maupun pemanas pada line-line MSP. MSP terdiri dari empat proses utama yaitu pencampuran, esterifikasi, polikondensasi dan peletizing.

Pada tahap pencampuran, Ethylen glycol (EG) dicampur dengan TPA/IPA didalam tangki pencampuran N-110. Tangki ini dilengkapi dengan agitator dan berfungsi sebagai tempat pencampuran dan penyimpanan slurry untuk selanjutnya diumpankan ke seksi reaksi esterifikasi. Waktu tinggal slurry didalam tangki kurang lebih 1 jam 30 menit dengan temperature dijaga 50-600C dan tekanan atmosfer. Molar ratio dari TPA/IPA dan EG sangat penting untuk mengontrol kualitas slurry sebelum diumpankan ke seksi esterifikasi. Untuk menstabilkan reaksi esterifikasi maka molar ratio EG dan TPA/IPA dikontrol untuk mencapai densitas slurry 1351 kg/m3 (molar ratio sekitar 1,4%). Untuk mencapai target densitas slurry yang diinginkan, maka pada keluaran tangki dipasang slurry density meter pada line circulation slurry untuk mengontrol densitas slurry. Level slurry pada tangki dijaga 70%, untuk menjaga agar level tetap konstan maka level control berhubungan dengan control laju alir EG yang masuk ke tangki.

Pada tahap esterifikasi, slurry dari N-110 dikirim ke R-120 (reactor esterifikasi pertama) dan selanjurnya hasil reaksi R-120 dikirim ke R-130 (reactor esterfikasi kedua). Tahap esterifikasi ini merupakan tahap yang sangat peting dimana EG direaksikan dengan TPA untuk menghasilkan oligomer (BIS (2-Hydroxyethyl) terephtalate) dan hasil samping berupa air. Pada R-120, kondisi operasi dijaga pada temperature 260-266 0C; tekanan 1,85 kg/cm2G; f1 88% dan waktu tinggal 5-6 jam, dengan level reactor dijaga pada 72%. Sedangkan pada R-130, kondisi operasi dijaga pada temperature 2600C; tekanan 0.05 kg/cm2G; f2 96% dan waktu tinggal 1-2 jam, dengan level reactor dijaga pada 67%. Kedua reactor dilengkapi dengan jaket dan koil yang berisi SK-Oil sebagai media pemanas reaksi. Temperatur sirkulasi SK-Oil dan make up SK-Oil dikotrol oleh TC-121 pada R-120 dan TC-131 pada R-130 yang cascade dengan bukaan valve make up SK-Oil dari main header untuk menjaga temperature sistem.

Pada tahap polikondensasi, oligomer hasil reaksi esterifikasi direaksikan untuk menghasilkan polyethylene terephtalate dengan hasil samping ethylene glycol. Terdapat 3 reaktor polikondensasi pada seksi ini yaitu R-200 , R-210 dan

R-220 dengan masing masing kondisi operasi berbeda pada tekanan vakumnya. Untuk temperature dan waktu tinggalnya, ketiga reactor dijaga pada suhu 2750C selama 1 jam 30 menit. Untuk tekanan system dijaga pada 20 torr untuk R-200; 1,5 torr untuk R-210 dan 0.5 torr untuk R-220. Pemanasan pada reactor polikondensasi menggunakan SK-Oil yang mengalir pada jaket dank oil masing-masing reactor. Suhu sirkulasi SK-Oil dan make up SK-Oil dikotrol oleh TI-720 (indicator temperature SK in) pada R-200 , TC-722 pada R-210 dan TC-724 pada R-220 yang cascade dengan bukaan valve make up SK-Oil dari sub header untuk menjaga temperature sistem.

Pada tahap peletizing, polimer yang keluar dari tahap polikondensasi disaring dengan menggunakan strainer S-226 untuk menghilangkan kotoran yang mungkin terbawa. Selanjutnya masuk cutter dalam kondisi panas untuk memotong polimer menjadi bentuk pellet dan langsung didinginkan dengan menggunakan WQ atau quenching water dan dikeringkan dengan dryer. Selanjutnya dikirim ke Silo untuk disimpan sebelum masuk ke tahap SSP atau sebelum pengemasan (untuk film grade).

ii. Unit Produksi SSP (Solid State Polycondensation)

Gambar 10. SSP line SK

Pada proses produksi SSP, SK-Oil digunakan sebagai pemanas pada crystallizer dan reactor polikondensasi SSP. Selain itu digunakan juga sebagai pemanas GN atau gas nitrogen yang disirkulasikan pada line SSP. Pada pembuatan SSP melalui beberapa tahap, yaitu tahap kristalisasi, tahap pengeringan, tahap pemanasan dan terakhir tahap pengepakan sehingga didapat main product berupa SSP.

Pada tahap kristalisasi, produk chip MSP (Melt State Polycondensation) disuplay dari hopper T-400 kemudian masuk ke K-410 atau crystallizer. Pada tahap ini terdapat sistem sirkulasi thermo oil yang berfungsi sebagai media pemanas untuk kristalisasi dan sistem sirkulasi nitrogen untuk melepaskan uap air dan menjaga kondisi temperatur. Temperature SK-Oil yang masuk ke K-410 dikontrol oleh TC-412 yang cascade dengan bukaan valve make up SK-Oil dari sub header. Tekanan nitrogen diatur secara manual dengan membuka atau

menutup manual valve pada line outlet sirkulasi nitrogen. Setelah tahap kristalisasi, chip akan dikirim ke tahap pengeringan.

Tahap ini terbagi menjadi unit hopper dryer (pengering) pengeringan dan sistem sirkulasi nitrogen (GNR). Fasilitas hopper dryer menyediakan proses chip dan dua unit sistem sirkulasi nitrogen, unit pertama adalah sirkulasi GNR untuk pneumatic conveying chip system dari outlet hopper dryer dan unit kedua adalah sirkulasi GNR untuk melepaskan kandungan uap (moisture) atau acetaldehyde (AA) dari chip. Kondisi temperatur di dalam hopper adalah 1600C dan retention time maksimum 4 jam. Jika retention time kurang dari 3.5 jam kemampuan pengeringan dan deacetaldehyde menjadi tidak efektif. Pada seksi ini, GNR yang digunakan dipanaskan dengan menggunakan SK-Oil.

Tujuan dari pemanasan adalah untuk memanaskan chip sampai temperatur reaksi polikondensasi fasa padat (SSP) pada proses berikutnya, untuk proses kristalisasi dan mencegah penggumpalan dalam hopper reaktor polikondensasi. Temperatur pre-heater pertama (K-430) dinaikan sampai temperatur polikondensasi sekitar 2200C untuk mengkristalkan chip secara sempurna dan diturunkan sampai temperatur reaksi sekitar 2100C dalam pre-heater kedua (K-435). Tahap ini terdiri dari torus disk preheater, sistem sirkulasi GNR, sistem purging nitrogen, dan sirkulasi thermo oil. Thermo oil dipompakan dan disirkulasikan melalui jaket dan poros cakram (torus disk shaft). Temperature thermo oil yang masuk ke 430 dikontrol oleh TC-431 dan yang masuk ke K-435 dikontrol oleh TC-K-435. Sirkulasi GNR datang dari solid state hopper reaktor untuk melepaskan serbuk halus, uap, dan acetaldehyde.

Tahap ini terdiri dari reaktor polikondensasi dan sistem sirkulasi GNR. Fungsi tahap ini adalah mengatur derajat polimerisasi chip sampai target yang diinginkan. Laju polimerisasi di dalam reaktor bergantung kualitas prepolimer seperti Instrinsic Viscosity (IV) dan Acid Value (AV), serta kondisi polimerisasi seperti temperatur reaksi dan retention time. Temperature reaksi didalam R-440

dijaga pada suhu 2050C dengan menggunakan SK-Oil (thermo oil) yang disrkulasi melalui jaket. Temperature SK-Oil yang masuk R-440 dikontrol oleh TC-441 yang cascade dengan bukaan valve make up SK-Oil dari sub header. Sistem sirkulasi GNR disirkulasi dengan tujuan untuk melepaskan produk samping EG dan beberapa serbuk halus keluar reaktor.

Tahap mendinginkan chip dari hopper reaktor sampai temperatur 600C dengan tujuan menghentikan reaksi polimerisasi. Fungsi lain dari tahap ini adalah mentransfer chip dengan pneumatic conveying sistem. Waktu tinggal chip diatur dengan mengatur bukaan slide gate. Jika outlet temperatur terlalu tinggi (HH) diatas nilai target, operasi double screwfeeder akan terhenti secara otomatis oleh sistem interlock. Tahap selanjutnya adalah chip ditransfer ke bagging area oleh sistem pneumatic conveying yang mempunyai tipe slow motion conveying, tekanan tinggi dan kecepatan rendah.

Chip PET setelah dari proses SSP dikirim ke tangki T-550 (chip conveying cushion tank) dengan menggunakan sistem pneumatic conveying. Z-550 (T-550 rotary valve) dipasang di outlet tangki ini, mengirim chip ke fineseparator untuk memisahkan PET powder dari PET chip. Setelah PET powder dihilangkan di fine separator, PET chip ditransfer ke produk packing sillo pada operasi normal, kemudian chip diumpankan ke rotary valve untuk memisahkan partikel-partikel yang besar dan chip powder dari PET chip. Kemudian dikirim ke Z-565 (Z-565 magnet catcher) untuk menghilangkan partikel metal dari chip.

2.5 Kalor

Kalor merupakan salah satu bentuk energi. Jika suatu zat menerima atau melepas kalor maka akan terjadi dua kemungkinan yaitu adanya perubahan temperatur dari zat tersebut yang biasa disebut dengan kalor sensible (sensible heat) dan adanya perubahan fase zat yang biasa disebut dengan kalor laten (latent heat).

2.5.1 Kalor Sensible (Sensible Heat)

Apabila suatu zat menerima kalor sensible maka akan mengalami peningkatan temperature, tetapi apabila zat tersebut melepaskan kalor sensible maka akan mengalami penurunan temperature. Persamaan kalor sensible adalah sebagai berikut :

Dimana

(J)

kalor jenis zat (J/kg.K)

2.5.2 Kalor Laten (Laten Heat)

Jika suatu zat menerima atau melepaskan kalor, pada awalnya akan terjadi perubahan temperature. Namun, suatu saat akan terjadi kondisi dimana zat mengalami kejenuhan dan menyebabkan terjadinya perubahan fase. Kalor yang demikian itu disebut dengan kalor laten. Pada suatu zat terdapat dua macam kalor laten, yaitu kalor laten peleburan dan kalor laten penguapan. Kalor laten suatu zat biasanya lebih besar dari kalor sensiblenya, hal ini karena diperlukan energy yang besar untuk merubah fase suatu zat.

Secara umum kalor laten yang digunakan untuk merubah suatu zat dirumuskan dengan :

Dimana

Hubungan antara energy kalor dengan laju perpindahan kalor yang terjadi adalah sebagai berikut :

Dimana

BAB III METODOLOGI

3.1 Diagram Alir Kerja

Berikut ini akan dijelaskan alur-alur dalam penentuan neraca panas SK boiler setiap unit sebagai analisa kemampuan laju alir terhadap penuruna temperature SK :

Gambar 11. Diagram Alir Kerja

Penentuan HTO section di MSP dan SSP area

Pengambilan data

Analisa ekonomi dari solusi yang diusulkan Pengerucutan dan Penyelesaian terhadap unit

yang bermasalah Analisa kemampuan aliran

HTO disetiap unit

Perhitungan Qtotal dan Neraca Panas disetiap unit ( pada T= 310 C dan penurunan 8 C )

3.2 Data

Data yang diambil adalah data aktual kondisi temperature dan laju alir disetiap unit yang diambil dari tanggal 5 November 2014 hingga 6 November 2014 pada pukul 07.00 , 15.00, serta 23.00 WIB total ada 6 data untuk perhitungan neraca panas di seyiap unitnya.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Perhitungan Tabel 6. Hasil Perhitungan

Keterangan Q Pada Temperatur 310 ˚C (Mcal/h) Q Pada Temperatur 302 ˚C (Mcal/h) Massa Pada Temperatur 310 ˚C (ton/h) Massa Pada Temperatur 302 ˚C (ton/h) SK BOILER 4680.32 4680.32 422 428.05 R-120 2157.32 2157.32 209.29 212.29 R-130 93.38 93.38 2.69 3.48 R-200 365.39 365.39 48.48 48.48 R-200 (make up) 365.39 365.39 12.4 15.82 R-210 61.15 61.15 19.48 19.48 R-210 (make up) 61.15 61.15 5.70 12.97 R-220 19.01 19.01 19.48 19.48 R-220 (make up) 19.01 19.01 0.61 0.77 Oligomer/poly Line 650.41 650.41 107.58 107.58

Oligomer/poly Line (make up P-744) 650.41 650.41 19.56 24.19 Ejector 504.22 504.22 31.7 32.14 K-410 245.82 245.82 47.58 47.58 K-410 (make up) 245.82 245.82 3.73 4.12 K-430 50.71 50.71 174.03 174.03 K-430 (make up) 50.71 50.71 2.48 2.73 K-435 7.48 7.48 24.36 24.36 K-435 (make up) 7.48 7.48 0.099 0.11 R-440 75.23 75.23 26.36 26.36 R-440 (make up) 75.23 75.23 0.93 1.01 E-436 27.67 27.67 2.1 2.15 E-426 123.6 123.6 4.8 4.88

4.2 Pembahasan

A. Pengaruh Penurunan Suhu Terhadap Q total SK Boiler

Dari hasil perhitungan didapatkan Q total pada sistem SK Boiler yang akan masuk ke user sebesar 4680.32 Mcal/h dengan massa 422 ton/h. Kemudian dilakukan penurunan temperatur sebesar 8 ˚C yaitu 302˚C. Hal ini dikarenakan dengan penurunan temperatur SK diharapkan dapat mengurangi Carbon residu dan memperpanjang life time dari SK. Penurunan dilakukan hanya sampai dengan 302˚C dikarenakan pada TC-722 (pompa sk R-210) telah memiliki temperatursekitar 300˚C, sehingga temperatur di TC-722 dapat dikontrol.

Kemudian dengan jumlah energi atau Qtotal yang sama dengan temperatur 310˚C, pada temperatur 302˚C didapatkan massa sebesar 428.05 ton/h. Jumlah energi yang sama ini dimaksudkan agar jumlah energi yang diterima user tidak berbeda meskipun dengan adanya penurunan temperatur. Dengan penurunan temperature tersebut berbanding terbalik dengan massa yang dibutuhkan. Semakin kecil Temperatur SK, maka massa yang dibutuhkan semakin banyak. Hal ini dapat terlihat pada gambar berikut,

Gambar 12. Pengaruh Massa SK terhadap penurunan suhu

Dengan kenaikan massa dari 422 ton/h ke 428.05 ton/h didapatkan hasil analisa bukaan valve dan kemampuan pompa yang masih diterima oleh P-710. Dengan bukaan valve yang masih sedikit dan tidak full open. Serta kapasitas maksimum pompa yang mencapai 249 ton/h untuk satu pompa (dua pompa = 498

415 420 425 430 m assa (t o n /h ) SK Oil 310 C 305 C 300 C

ton/h). Maka dapat disimpulkan pada sistem SK Boiler yang akan diterima user tidak terdapat kendala dengan penurunan temperatur.

B. Pengaruh Penurunan Suhu SK Oil Terhadap Laju Alir di Setiap Unit

Unit yang menggunakan SK oil terdiri dari section MSP dan SSP. Pada MSP section terdapat banyak unit yang menggunakan SK oil. Thermo oil mengalir ke coil – coil dan jacket R-120, coil R-130, coil dan jacket R-200, jacket R-210, jacket R-220, oligomer/poly line, dan line ejector. Pada SSP section terdapat pada K-410, K-430, K-435, R-440, E-426, dan E-436.

 R-120

Thermo oil yang mengalir ke R-120 dikontrol oleh FC-712 (dari DCS) yang CASCADE dengan TC-121 untuk mengontrol temperatur R-120. Dari perhitungan didapatkan nilai Q SK oil pada R-120 pada 310˚C sebesar 2157.32 Mcal/h dengan laju alirnya 209.29 ton/h. kemudian massa yang didapat pada penurunan temperatur ke 302˚C sebesar 212.29 ton/h. Dengan kenaikan tersebut didapatkan hasil analisa laju alir sebesar 212.29 ton/h masih bisa dicapai. Hal ini dikarenakan MV pada FC-712 yang masih 81%.

 R-130

Thermo oil yang mengalir ke R-130 dikontrol oleh FC-713 (dari DCS) yang CASCADE dengan TC-131 untuk mengontrol temperatur R-130. Dari perhitungan didapatkan nilai Q SK oil pada R-130 pada 310˚C sebesar 93.38 Mcal/h dengan laju alirnya 2.69 ton/h. kemudian massa yang didapat pada penurunan temperatur ke 302˚C sebesar 3.48 ton/h. dengan kenaikan tersebut didapatkan hasil analisa laju alir sebesar 3.48 ton/h masih bisa dicapai. Hal ini dikarenakan MV pada FC-713 yang masih 3.84%.

 R-200

Thermo oil dari sub heder di make up ke line suction dari P-741 A/B (R-200 Thermo oil pump) dan dipompakan ke coil dan jacket R-(R-200. Setelah pemanasan, thermo oil dari outlet R-200 diumpankan kembali ke line suction

Dokumen terkait