• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

1. Penyimpanan perbekalan farmasi (troli emergensi) di Ruang Inap Terpadu A3 sebaiknya disimpan di ruangan yang berkunci dan tidak bergabung dengan ruang tindakan.

2. Pelayanan informasi obat sebaiknya dilakukan secara optimal terhadap praktisi klinis lainnya sebelum dilakukan peresepan dengan cara menempatkan apoteker di setiap satuan medik atau memberikan master software di komputer mengenai informasi obat dan interaksinya.

3. Ruangan konseling sebaiknya berada di ruangan khusus dilengkapi dengan pintu yang tertutup.

4. Sebaiknya ruangan strelisasi di CSSD direnovasi agar ruangan tidak memiliki sudut sehingga mengurangi adanya kontaminasi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2014). Tentang RSUP H. Adam Malik. Tanggal Akses: 18 Mei 2014.

Depkes RI. (2004). Keputusan Menkes RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI. Depkes RIa. (2009). Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (CSSD) di Rumah Sakit..

Jakarta: Depkes RI.

Depkes RIb. (2009). Undang-Undang RI No. 36 tentang Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.

Depkes RIc. (2009). Undang-Undang RI No. 44 tentang Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.

JCI. (2011). Standar Akreditasi Rumah Sakit. Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Siregar, C.J.P., dan Amalia, L. (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Terapan.

Jakarta: Penerbit EGC. Halaman 9-10, 25, 33-34.

Dirut RSUP HAM. (2011). SK Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Nomor OT/01.01/IV.2.1/10281/2011 tentang Revisi Struktur Organisasi dan Tata

Kerja Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik. Medan: RSUP H. Adam

Malik.

Dirut RSUP HAM. (2011). SK Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Nomor PO.02.01.5.3.9584 tentang Pembentukan Komite Farmasi dan Terapi

Lampiran 2. Blanko Pelaporan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) a. Bagian Depan

b. Bagian Belakang

Lampiran 3. Format Lembar Pelayanan Informasi Obat

LEMBAR PELAYANAN INFORMASI OBAT

1. Identitas Penanya Nama : Status : No Telp : 2. Data Pasien: 3. Pertanyaan : Uraian permohonan ... Jenis Permohonan o Identifikasi Obat o Antiseptik o Stabilitas o Kontra Indikasi o Ketersediaan o Harga Obat o ESO o Dosis o Interaksi Obat o Farmakokinetik/Farmakodinamik o Keracunan o Penggunaan Terapeutik o Cara Pemakaian o Lain – Lain 4. Jawaban :... 5. Referensi : ... 6. Penyampaian Jawaban Segera, dalam waktu 24 jam, > 24 jam

Apoteker yang menjawab : ... Tgl : ... Waktu : ... Metode jawaban : Lisan / Tertulis / Pertelp.

NO :…………Tgl : …………Waktu : ………….Metode lisan/pertelp/tertulis

Umur :……. Berat :…….Kg Jenis Kelamin : L/K

Kehamilan : Ya / Tidak………Minggu Menyusui : Ya/ Tidak

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT

di

RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Studi Kasus

Lacerasi Cornea Sclera OD + Prolaps iris + hyphaema total OD ec corpus alienum

Disusun Oleh:

Ezfia Fawzi Rossefine, S.Farm. NIM 133202087

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

RINGKASAN

Telah dilakukan studi kasus pada Praktik Kerja Profesi (PKP) Farmasi Rumah Sakit di Instalasi Rawat Inap Terpadu A3 RSUP H. Adam Malik. Pengamatan dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 2014 s/d 16 Mei 2014. Tujuan dilaksanakannya studi kasus ini adalah untuk memantau penggunaan obat pada pasien HG yang dirawat di Rindu A3 RSUP H. Adam Malik Medan.

Studi kasus yang diambil yaitu pasien ” Lacerasi Cornea Sclera OD +

Prolaps iris + hyphaema total OD ec corpus alienum”. Kegiatan studi kasus

meliputi visite (kunjungan) langsung pada ruang perawatan pasien, memberikan pemahaman dan dorongan kepada pasien untuk tetap mematuhi terapi yang telah ditetapkan oleh dokter, memberikan informasi obat kepada pasien dan keluarga pasien, melihat rasionalitas penggunaan obat pasien, dan memberikan pertimbangan farmakoterapi kepada profesional kesehatan lain untuk meningkatkan rasionalitas penggunaan obat pasien.

Penilaian Rasionalitas penggunaan Obat meliputi 4T + 1W yaitu: tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis (tepat rute pemberian, tepat waktu pemberian, tepat lama dan frekuensi pemberian) dan waspada efek samping. Obat-obatan yang dipantau dalam kasus ini adalah cendo floxa (ofloxacin), amoksisilin, asam mefenamat, asam traneksamat, glaucon (asetazolamid), paracetamol metil prednisolon, , dulcolax suppositoria (bisacodyl), ranitidin, IVFD ringer laktat.

DAFTAR ISI

Halaman JUDUL ... i RINGKASAN ... ii DAFTAR ISI ... iii DAFTAR GAMBAR ... xii DAFTAR TABEL ... xiii DAFTAR LAMPIRAN ... xv BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.3Latar Belakang ... 1 1.4Tujuan ... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 3 2.8Anatomi dan Fisiologi Mata ... 3 2.9Trauma Mata ... 4 2.9.1 Trauma Tembus ... 4 2.9.1.1Manifestasi Klinis ... 5 2.9.1.2Pemeriksaan Penunjang... 5 2.9.1.3Penatalaksanaan ... 5 2.9.2 Benda Asing dalam Mata... 6 2.9.2.1 Hifema ... 8 2.9.2.2 Eviscerasi ... 8 2.9.3 Cangkok Lemak Kulit ... 9 2.10Tinjauan Obat ... 10 BAB III PENATALAKSANAAN UMUM ... 23

3.4Identitas Pasien ... 23 3.5Riwayat Penyakit dan Pengobatan ... 24 3.5.1Riwayat Penyakit Terdahulu ... 24 3.5.2Riwayat Penyakit dalam Keluarga ... 24 3.5.3Riwayat Penggunaan Obat ... 24 3.6 Ringkasan pada Waktu Pasien Masuk RSUP H. Adam Malik ... 24 3.7 Pemeriksaan ... 25 3.7.1Pemeriksaan Fisik ... 25 3.7.2Pemeriksaan Penunjang ... 26 3.8 Diagnosis ... 28 3.9 Terapi ... 28 BAB IV PEMBAHASAN ... 31 4.7 Pembahasan Tanggal 1-5 Mei 2014 ... 32 4.7.1 Pengkajian Tepat Pasien ... 33 4.7.2 Pengkajian Tepat Indikasi ... 34 4.7.3 Pengkajian Tepat Obat ... 35 4.7.4 Pengkajian Tepat Dosis ... 36 4.7.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ... 40 4.7.6 Rekomendasi Untuk Dokter ... 42 4.7.7 Rekomendasi Untuk Perawat ... 42 4.7.8 Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi ... 43 4.8 Pembahasan Tanggal 4-5 Mei 2014 ... 44 4.8.1 Pengkajian Tepat Pasien ... 46 4.8.2 Pengkajian Tepat Indikasi ... 46

4.8.3 Pengkajian Tepat Obat ... 48 4.8.4 Pengkajian Tepat Dosis ... 49 4.8.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ... 53 4.8.6 Rekomendasi Untuk Dokter ... 55 4.8.7 Rekomendasi Untuk Perawat ... 56 4.8.8 Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi ... 56 4.9 Pembahasan Tanggal 6-7 Mei 2014 ... 57 4.9.1 Pengkajian Tepat Pasien ... 59 4.9.2 Pengkajian Tepat Indikasi ... 59 4.9.3 Pengkajian Tepat Obat ... 61 4.9.4 Pengkajian Tepat Dosis ... 62 4.9.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ... 66 4.9.6 Rekomendasi Untuk Dokter ... 68 4.9.7 Rekomendasi Untuk Perawat ... 68 4.9.8 Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi ... 69 4.10Pembahasan Tanggal 8-9 Mei 2014 ... 70 4.10.1 Pengkajian Tepat Pasien ... 71 4.10.2 Pengkajian Tepat Indikasi ... 72 4.10.3 Pengkajian Tepat Obat ... 74 4.10.4 Pengkajian Tepat Dosis ... 75 4.10.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ... 79 4.10.6 Rekomendasi Untuk Dokter ... 81 4.10.7 Rekomendasi Untuk Perawat ... 81 4.10.8 Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi ... 82

4.11Pembahasan Tanggal 10 Mei 2014 ... 83 4.11.1 Pengkajian Tepat Pasien ... 85 4.11.2 Pengkajian Tepat Indikasi ... 86 4.11.3 Pengkajian Tepat Obat ... 87 4.11.4 Pengkajian Tepat Dosis ... 88 4.11.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ... 90 4.11.6 Rekomendasi Untuk Dokter ... 92 4.11.7 Rekomendasi Untuk Perawat ... 92 4.11.8 Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi ... 93 4.12Pembahasan Tanggal 11-16 Mei 2014 ... 93 4.12.1 Pengkajian Tepat Pasien ... 95 4.12.2 Pengkajian Tepat Indikasi ... 94 4.12.3 Pengkajian Tepat Obat ... 96 4.12.4 Pengkajian Tepat Dosis ... 97 4.12.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ... 99 4.12.6 Rekomendasi Untuk Dokter ... 101 4.12.7 Rekomendasi Untuk Perawat ... 101 4.12.8 Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi ... 102 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 103

5.3 Kesimpulan ... 103 5.4 Saran ... 104 DAFTAR PUSTAKA ... 106 LAMPIRAN ... 108

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Anatomi Mata ... 4 Gambar 2.2 Struktur Amoksisilin ... 10 Gambar 2.3 Struktur Asam Mefenamat ... 11 Gambar 2.4 Struktur Asam Traneksamat ... 13 Gambar 2.5 Struktur Asetazolamid ... 14 Gambar 2.6 Struktur Ofloxacin ... 15 Gambar 2.7 Struktur Parasetamol ... 16 Gambar 2.8 Struktur Metil Prednisolon ... 18 Gambar 2.9 Struktur Ranitidin ... 19 Gambar 2.10 Struktur Kloramfenikol ... 20 Gambar 2.11 Struktur Bisacodyl ... 21

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Vital Sign... 25 Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik ... 26 Tabel 3.3 Daftar Obat-Obat yang digunakan Pasien ... 28 Tabel 4.1 Status Opthalmicus tanggal 1-3 Mei 2014... 32 Tabel 4.2 Daftar Obat yang digunakan Pasien

pada Tanggal 1-3 Mei 2014 ... 33 Tabel 4.3 Kajian ketepatan dosis obat tanggal 1-3 Mei 2014 ... 37 Tabel 4.4 Efek Samping Interaksi Obat tanggal 1-3 Mei 2014 ... 41 Tabel 4.5 Konseling, Informasi dan Edukasi pada Pasien

tanggal 1-3 Mei 2014... 43 Tabel 4.6 Status Opthalmicus tanggal 4-5 Mei 2014... 44 Tabel 4.7 Daftar Obat yang digunakan Pasien

pada Tanggal 4-5 Mei 2014 ... 45 Tabel 4.8 Kajian ketepatan dosis obat tanggal 4-5 Mei 2014 ... 50 Tabel 4.9 Efek Samping Interaksi Obat tanggal 4-5 Mei 2014 ... 54 Tabel 4.10 Konseling, Informasi dan Edukasi pada Pasien

tanggal 4-5 Mei 2014 ... 56 Tabel 4.11 Status Opthalmicus tanggal 6-7 Mei 2014 ... 58 Tabel 4.12 Daftar Obat yang digunakan Pasien

pada tanggal 6-7 Mei 2014 ... 58 Tabel 4.13 Kajian ketepatan dosis obat tanggal 6-7 Mei 2014 ... 63 Tabel 4.14 Efek Samping Interaksi Obat tanggal 6-7 Mei 2014 ... 67 Tabel 4.15 Konseling, Informasi dan Edukasi pada Pasien

tanggal 6-7 Mei 2014... 69 Tabel 4.16 Status Opthalmicus tanggal 8-9 Mei 2014 ... 71

Tabel 4.17 Daftar Obat yang digunakan Pasien

pada tanggal 8-9 Mei 2014 ... 71 Tabel 4.18 Kajian ketepatan dosis obat tanggal 8-9 Mei 2014 ... 76 Tabel 4.19 Efek Samping Interaksi Obat tanggal 8-9 Mei 2014 ... 77 Tabel 4.20 Konseling, Informasi dan Edukasi pada Pasien

tanggal 8-9 Mei 2014 ... 82 Tabel 4.21 Status Opthalmicus tanggal 10 Mei 2014 ... 84 Tabel 4.22 Daftar Obat yang digunakan Pasien

pada tanggal 10 Mei 2014 ... 85 Tabel 423 Kajian ketepatan dosis obat tanggal 10 Mei 2014 ... 89 Tabel 4.24 Efek Samping Interaksi Obat tanggal 10 Mei 2014 ... 91 Tabel 4.25 Status Opthalmicus tanggal 11-16 Mei 2014 ... 94 Tabel 4.26 Daftar Obat yang digunakan Pasien

pada tanggal 11-16 Mei 2014... 94 Tabel 4.27 Kajian ketepatan dosis obat tanggal 11-16 Mei 2014 ... 98 Tabel 4.28 Efek Samping Interaksi Obat tanggal 11-16 Mei 2014 ... 100

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Lembar Penilaian PPOSR ... 108

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Praktik pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, pelayanan informasi obat, konseling, visite, pemantauan terapi obat, monitoring efek samping obat, evaluasi penggunaan obat, penyediaan sediaan khusus dan pemantauan kadar obat dalam darah (Depkes RI, 2004).

Praktik farmasi dalam sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit berkontribusi dalam hal menjamin kerasionalan penggunaan obat, turut serta dalam manajemen penyakit serta manajemen terapi obat. Untuk menjamin kerasionalan penggunaan obat, farmasis berpartisipasi dalam pengembangan formularium, panduan dan protokol klinis, dan analisis informasi dan evaluasi data penggunaan obat. Dalam pengelolaan manajemen penyakit, farmasis berkontribusi dalam meningkatkan outcome pasien berdasarkan panduan bukti klinis dan memantau perkembangan kondisi pasien. Sedangkan peran farmasis dalam manajemen terapi obat yaitu menjamin keamanan dan efektivitas produk obat yang digunakan, berkolaborasi dengan tenaga profesional kesehatan lain untuk menjamin peresepan yang dilakukan dengan tujuan yang pasti, mengakses riwayat dan rekam medis pasien, melakukan konseling tentang keamanan

penggunaan obat, memantau pasien untuk mengidentifikasi permasalahan dan memberikan saran untuk penyelesaian masalah tersebut (Azzopardi, 2010).

Dalam rangka menerapkan praktik farmasi klinis di rumah sakit, maka mahasiswa calon apoteker perlu diberi pembekalan dalam bentuk praktik kerja profesi di rumah sakit melalui studi kasus Pengkajian Penggunaan Obat Secara Rasional (PPOSR). Adapun studi PPOSR dilaksanakan pada pasien yang dirawat di ruang inap terpadu A3 (RA3) dengan diagnosa Lacerasi Cornea Sclera OD +

Prolaps iris + hyphaema total OD ec corpus alienum. 1.2Tujuan

Tujuan dilakukan studi kasus ini adalah:

1. Memantau rasionalitas penggunaan obat pada pasien dengan diagnosis

Lacerasi Cornea Sclera OD + Prolaps iris + hyphaema total OD ec corpus alienum.

2. Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien dan keluarga pasien.

3. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada tenaga kesehatan lain di rumah sakit dalam rangka peningkatan rasionalitas penggunaan obat kepada pasien.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata

Mata adalah bola berisi cairan yang terbungkus oleh tiga lapisan jaringan khusus. Lapisan paling luar terdapat sklera/kornea, lalu jaringan yang terdiri dari koroid/badan siliaris/iris dan yang paling dalam adalah retina (Sherwood L, 2001). Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar dibanding sklera (Ilyas S, 2008).

Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan suprakoroid. Pada iris didapatkan pupil yang terdiri dari 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot dilator dipersarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata, yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan sklera.(Ilyas S, 2008).

Lapisan ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam yang merupakan membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Badan kaca mengisi rongga di dalam bola

mata dan bersifat gelatin yang hanya menempel papil saraf optic, macula dan pars plana. Lensa terletak di belakang pupil yang mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah macula lutea (Ilyas S, 2008).

Gambar 2.1 Anatomi Mata

2.2 Trauma Mata 2.2.1 Trauma tembus

Trauma tembus adalah suatu trauma dimana sebagian atau seluruh lapisan kornea dan sklera mengalami kerusakan. Trauma ini dapat terjadi apabila benda asing melukai sebagian lapisan kornea atau sklera dan benda tersebut tertinggal di dalam lapisan tersebut. Benda asing dengan kecepatan tinggi akan menembus seluruh lapisan sklera atau kornea serta jaringan lain dalam bola mata kemudian bersarang di dalam bola mata ataupun dapat sampai menimbulkan perforasi ganda sehingga akhirnya benda asing tersebut bersarang di dalam rongga orbita atau

bahkan dapat mengenai tulang orbita. Dalam hal ini akan ditemukan suatu luka terbuka dan biasanya terjadi prolaps iris, lensa ataupun benda kaca (Ilyas S., et al, 2002).

2.2.1.1. Manifestasi Klinis

Penurunan penglihatan, tekanan bola mata rendah, bilik mata dangkal, bentuk dan letak pupil yang berubah, rupture pada kornea atau sclera, prolaps jaringan, dan konjungtiva kemosis. (Mansjoer, A., et al, 2001)

2.2.1.2. Pemeriksaan Penunjang

Luka tembus dibutuhkan pemeriksaan radiologis/CT scanning ntuk memastikan adanya benda asing di dalam mata.

2.2.1.3Penatalaksanaan

- Jika luka sayat sangat kecil dan Camera Oculi Anterior (COA) baik, tidak perlu tindakan operatif.

- Diberikan antibiotika oral (Amoksisilin, Cephalosporin, Quinolon), topical (chloramphenicol/gentamisin tetes matA3-6 x gtt I)

- ATS pr ofilaksis : 1500 unit/hri 1 kali

- Luka lebar dan COA kolaps perlu dilakukan tindakan operatif.

- Luka sayat kornea dengan prolapsus iris lakukan tindakan operatif dengan reposisi iris kalau mungkin Aidictomi jika tidak mungkin refosisi (SPM RSUP.H.Adam Malik).

2.2.2 Benda Asing dalam Mata

Mata merupakan salah satu organ manusia yang terekspos dengan dunia luar yang mau tidak mau akan rentan untuk mendapatkan trauma terutama benda

asing yang masuk ke dalam mata dan tentu saja akan mengakibatkan penyulit hingga dapat mengganggu fungsi penglihatan (Sasono. W., et al, 2008).

Benda asing yang masuk ke dalam mata dapat dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu benda logam dan bukan logam, benda inert dan benda reaktif. Benda logam contohnya emas, perak, platina, timah hitam, seng, nikel, alumunium, tembaga, besi. Benda bukan logam contohnya batu, kaca, bahan tumbuh-tumbuhan, bahan pakaian, bulu mata dan lain-lain. Benda inert merupakan benda yang terdiri dari bahan-bahan yang tidak menimbulkan reaksi jaringan mata ataupun kalau ada reaksinya sangat ringan dan tidak mengganggu fungsi mata, contoh emas, perak, platina, batu, kaca, macam-macam plastik tertentu. Kadang-kadang benda inert memberikan reaksi mekanik yang mungkin dapat mengganggu fungsi mata. Sebagai contoh: pecahan kaca di dalam sudut bilik mata depan akan menimbulkan kerusakan pada endotel kornea sehingga mengakibatkan edema kornea yang akan mengganggu fungsi penglihatan. Benda reaktif yaitu benda yang menimbulkan reaksi jaringan mata sehingga mengganggu fungsi mata. Contohnya timah hitam, seng, nikel, aluminium, tembaga, kuningan, besi, tumbuh-tumbuhan, bahan pakaian dan binatang (Ilyas S., et al, 2002).

Sekitar 5% dari semua benda asing dalam bola mata akibat trauma tembus mata pada lensa. Dari kesemuanya, benda asing berupa tembaga menepati urutan terbanyak yaitu sekitar 80-85%. Adanya tembaga sebagai benda asing juga menyebabkan komplikasi yang tidak ringan karena tembaga termasuk jenis benda asing dalam bola mata yang bias menyebabkan reaksi inflamasi berat (Sasono. W., et al, 2008)

Untuk dapat menentukan ada tidaknya suatu benda asing serta lokalisasi di dalam mata diperlukan:

- Riwayat terjadinya trauma

- Pemeriksaan keadaaan mata akibat trauma - Pemeriksaan oftalmoskop

- Pemeriksaan radiologi (Ilyas S., et al, 2002) . b. Manifestasi klinis

- Gangguan penglihatan

- Penyempitan lapangan pandang

- Endapat karat pada cornea berwarna kuning kecoklatan - Pupil lebar. Reaksi lambat

- Iris lebih terang

- Bintik-bintik bulat kecoklatan pada lensa. c. Terapi:

- Tindakan operatif dengan mengeluarkan benda asing tersebut (SPM RSUP. H. Adam Malik).

2.3 Hifema

Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Pasien akan mengeluh sakit dan penglihatan pasien akan sangat menurun. Parasentesis atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glauko ma sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang. Kadang-kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma dapat terjadi

perdarahan atau hifema baru yang disebut hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih hebat karena perdarahan lebih sukar hilang (Ilyas S, 2008).

2.4Eviscerasi

Eviscerasi adalah membuang semua isi bola mata dengan tetap mempertahankan sklera, kapsula tenon, konjungtiva dan nervus optikus. Keuntungan Eviscerasi adalah sebagai berikut:

- Nervus optikus dan meningen tidak terganggu - Lebih cepat dan mudah untuk drainase abses okuler

- Menghindari perdarahan yang berlebihan dari jaringan lunak yang inflamasi

- sklera tetap intak, sebagai barier terhadap proses supuratif - Struktur jaringan lunak orbita tidak terganggu

- Fisiologi normal dan gerakan orbita dapat dipertahankan

- Bola mata tetap terfiksasi oleh kapsula tenon, otot-otot ekstraokular dan - septum intermuskular

- Secara kosmetik hasilnya lebih baik, dan kelainan soket lebih lambat terjadinya (Hendriati, 2008).

Pada tindakan eviscerasi hilangnya volume orbita serta perubahan anatomi dan fisiologi dapat juga terjadi, namun dengan dipertahankannya lapisan sclera dan volume orbita 0,5 cc. Jaringan periorbita dapat menambah

Struktur anatomi periorbita pada eviscerasi tidak dirusak dan hubungan antar jaringan kelopak mata dan otot ekstra okuler ke dinding sclera dan forniks tidak diganggu. Secara kosmetik tentu hasilnya lebih baik dan kelainan soket lebih lambat terjadinya (Hendriati, 2008).

2.4.1 Cangkok Lemak Kulit

Cangkok lemak kulit (Dermis-Fat Graft) adalah cangkok yang terdiri dari seluruh lapisan kulit dan lemak subkutis di bawahnya setelah lapisan epidermis dibuang. Secara anatomi kulit dibagi atas 3 lapisan yaitu epidermis, dermis dan subkutis. Epidermis terdiri atas beberapa lapisan yang berhubungan satu sama lain. Dari luar ke dalam adalah stratum korneum, stratum lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basale. Dermis terdiri atas jaringan fibrosa padat putih yang pada beberapa bagian diselingi oleh jaringan elastis kuning tercampur dengan zat seperti semen dan elemen seluler lainnya (Hendriati, 2008).

Di dalam dermis terdapat pembuluh darah, pembuluh limfe, kelenjar, folikel rambut dan ujung-ujung saraf tepi. Ada 2 kelenjar di dalam dermis yaitu: kelenjar keringat dan kelenjar palit. Di bawah dermis terdapat sub kutis yang terdiri atas jaringan ikat longgar dan liposit-liposit yang menyimpan lemak. Jaringan ini mengandung pembuluh darah, saraf utama dan banyak ujung saraf tepi. lndikasi penggunaan cangkok lemak kulit ini antara lain adalah sebagai implant orbita yang baik (Hendriati, 2008).

2.5 Tinjauan Obat a. Amoksisilin

Amoksisilin adalah antibiotika turunan dari penisilin semisintetik yang stabil dalam suasana asam, bersifat bakterisida. Amoksisilin diabsorbsi dengan cepat dan baik di saluran pencernaan, tidak tergantung adanya makanan dalam lambung; dan setelah 1 jam konsentrasinya dalam darah sangat tinggi sehingga efektivitasnya tinggi. Amoksisilin diekskresikan atau dibuang terutama melalui

ginjal (Junaidi, S., 2009). Secara struktural amoksisilin ditunjukkan pada Gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2. Struktur Amoksisilin Indikasi

Amoksisilin sangat efektif terhadap organisme gram positif dan gram negatif. Amoksisilin diindikasikan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang sensitif terhadap amoksisilin antara lain:

- Infeksi saluran pernafasan seperti; tonsilitis, sinusitis, laringitis, faringitis, otitis media, bronkitis, pneumonia.

- Infeksi saluran kemih-kelamin; pyelonefritis, sistitis, uretritis, gonorrhoe.

- Infeksi pada kulit dan jaringan lunak: luka-luka, selulitis (infeksi jaringan), furnkulosis (bisul), pyoderma.

- Demam tifoid, gangguan lambung, pencegahan bakteri endokarditis (Mc Evoy, 2010).

Dosis

Dosis amoksisilin untuk infeksi ringan hingga berat adalah 500 mg tiap 12 jam dan untuk infeksi berat adalah 875 mg tiap 12 jam atau 500 mg tiap 8 jam (Tatro, D.S., 2003).

Efek Samping - Shock anafilaksis.

- Sistem saraf pusat yang menyebabkan agitasi, demam,

- Reaksi kepekaan seperti kulit merah, gatal, mata bengkak, Stevens-Johnson syndrome.

- Gangguan saluran pencernaan; mual, diare, muntah.

- Gangguan hematologi; anemia, eosinophilia, leukopenia, neutropenia, trombositopenia (AphA, 2012), memperpanjang waktu perdarahan dan protrombin, meningkatkan atau menurunkan jumlah limfosit serta meningkatkan monosit (Tatro, D.S., 2003).

b. Asam Mefenamat

Mempunyai khasiat sebagai analgetik, antipiretik, antiinflamasi. Sebagai anagetik, obat ini mempunyai kerja yang baik pada pusat sakit dan saraf perifer. Asam mefenamat cepat diserap dan konsentrasi puncak dalam darah dicapai dalam dua jam setelah pemberian, dan diekskresikan melalui urine (Junaidi, I. 2009). Secara struktural asam mefenamat ditunjukkan pada Gambar 2.3 di bawah ini.

Gambar 2.3. Struktur Asam Mefenamat Indikasi

Asam mefenamat diindikasikan untuk mengatasi rasa sakit kepala, sakit gigi, sakit setelah operasi, dysmenorrhea, luka pada jaringan lunak.

Dosis

Berdasarkan AHFS, dosis penggunaan asam mefenamat untuk anak usia

≥14 tahun menggunakan dosis lazim untuk dewasa. Penggunaan asam mefenamat

untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang dosis awal adalah 500 mg, lalu dilanjutkan 250 mg tiap 6 jam dengan durasi penggunaan tidak lebih dari 1 minggu.

Efek Samping

Asam mefenamat dapat menyebabkan gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah, diare, juga dapat menimbulkan pusing, sakit kepala, gugup. Dapat pula menimbulkan reaksi hipersensitif seperti asma, kelainan kulit dan perdarahan lambung agranulositosis, hemolitik anemia.

c. Asam traneksamat

Secara farmakologi senyawa ini menghambat aktivator plasminogen menjadi plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah lain. Oleh karena itu, asam traneksamat dapat membantu mengatasi perdarahan atau antifibrinolitik (Gan, V.H.S. dan Rosmiati, H., 2007). Struktur kimia asam traneksamat ditunjukkan pada Gambar 2.4 di bawah ini.

Gambar 2.4. Struktur Asam Traneksamat Indikasi

Pemakaian jangka pendek untuk peradarahan atau resiko perdarahan pada peningkatan fibrinolisis atau fibrinogenolisis.

Dosis

Dosis asam traneksamat dengan indikasi fibrinolisis lokal adalah 15-25 mg/kg secara oral, 2-3 kali sehari.

Efek Samping

Asam traneksamat dapat menimbulkan gangguan pencernaan seperti diare,

Dokumen terkait