• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

C. Saran

1. Bagi Pihak Ayah Bersuku Jawa

Penelitian menunjukan bahwa ayah yang bersuku Jawa menyadari pentingnya perilaku meminta maaf kepada anak, namun terbelenggu oleh tekanan dari ajaran dan tradisi budaya Jawa yang mengharuskan mereka

menjadi figur ayah yang selalu benar dan tanpa cela. Hal tersebut menyebabkan mereka cenderung memiliki kesulitan dalam menyadari kesalahan mereka kepada anaknya. Oleh karena itu, apabila ayah yang bersuku Jawa menyadari perilaku meminta maaf itu baik adanya, maka alangkah lebih baik jika diri mengatakan kata minta maaf apabila memiliki kesalahan kepada anak. Sehingga saran yang mampu diberikan oleh peneliti kepada ayah yang ingin memiliki kemampuan untuk melakukan perilaku meminta maaf kepada anak adalah untuk memulai menjadi diri yang lebih peka terhadap perilakunya kepada anak terlebih hal yang dapat menyakiti keadaan fisik maupun psikis.

2. Bagi Anak

Saran yang mampu peneliti berikan kepada anak dari ayah yang bersuku Jawa adalah untuk lebih memahami keterbatasan ayah mereka. Ayah yang bersuku Jawa telah lama terdidik dalam ajaran dan tradisi budaya Jawa yang sulit untuk diabaikan ataupun ditinggalkan. Dengan menyadari keterbatasan ayah yang bersuku Jawa dan tidak menuntut mereka untuk melakukan perilaku meminta maaf ketika bersalah dapat menjadi awal yang baik dalam membina keluarga harmonis yang didasari oleh rasa memahami ayah dan anak.

3. Peneliti Lain

Bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian terkait topik penelitian ini, disarankan untuk menambah jumlah responden yang representatif. Disamping itu juga ada baiknya melakukan observasi terkait situasi alami dalam berkeluarga untuk meminimalisasi kemungkinan responden untuk berpura-pura terhadap hasil wawancara, namun dengan resiko penelitian yang dilakukan bisa jadi lebih membutuhkan waktu yang lama.

Daftar Pustaka

Aijmer, K. (1996). Apologies. In Conversational Routines in English: Convention and Creativity.

Atlas, J. D. (2004). Logic, meaning, and conversation: Semantical underdeterminacy, implicature, and their interface.

Atmowiloto, S. P. K. A., & Kurniawan, H. Kajian Strukturalisme Genetik dan Nilai Pendidikan yang Didasarkan Pada Budaya Jawa dalam Novel.

Azwar, S. (1997). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Bach, K., & Harnish, R. M. (1979). Linguistic communication and speech acts(Vol. 4). Cambridge, MA: MIT press.

Barnlund, D. C., & Yoshioka, M. (1990). Apologies: Japanese and American styles. International Journal of Intercultural Relations.

Bean, J. M., & Johnstone, B. (1994). Workplace reasons for saying you're sorry: discourse task management and apology in telephone interviews. Discourse processes.

Bratawijaya, T. W. (1997). Mengungkap dan mengenal budaya Jawa. Pradnya Paramita.

Brown, P., & Levinson, S. C. (1987). Politeness: Some Universals in Language Usage (Studies in Interactional Sociolinguistics).

Brown, P., & Levinson, S. C. (1987). Politeness: Some universals in language usage (Vol. 4). Cambridge University Press.

Coicaud, J. M. (2009). Apology: A small yet important part of justice. Japanese Journal of Political Science.

Creswell, J.W. (1998). Qualitative inquiry and research design: choosing among five traditions. Washington DC: Sage Publications.

Eaton, J., Struthers, C. W., Shomrony, A., & Santelli, A. G. (2007). When apologies fail: The moderating effect of implicit and explicit self-esteem on apology and forgiveness. Self and Identity.

Edmondson, W. (1981). Spoken discourse: A model for analysis (Vol. 27). Addison-Wesley Longman Ltd.

Endraswara, S. (2003). Budi pekerti dalam budaya Jawa. Hanindita Graha Widya. Endraswara, S. (2003). Falsafah Hidup Jawa.

Endraswara, S. (2003). Falsafah Hidup Jawa: Menggali Mutiara Kebijakan dari Intisari Filsafat Kejawen.

Epstein, R. (2010). What makes a good parent?. Scientific American MIND. Fitzgerald, D. P., & White, K. J. (2003). LINKING CHILDRENS SOCIAL

WORLDS: PERSPECTIVETAKING IN PARENT-CHILD AND PEER CONTEXTS. Social Behavior and Personality: an international journal. Fraser, B. (1981). On Apologizing dalam: Horian Coulmas (ed) Conversation

Routine.

Fraser, R. F. (2001). Educational Disadvantage Through a Sociolinguistic Lens: A Critical Analysis of America Reads.

Geertz, H. (1985). Kebudayaan Jawa. Terjemahan. Grfiti Press, Jakarta.

Geertz, H. (1961). The Javanese family: A study of kinship and socialization(Vol. 2). New York: Free Press of Glencoe.

Goffman, E. (1971). Remedial interchanges. Relations in public: Microstudies of the public order.

Grice, H. P. (1981). Presupposition and conversational implicature. In P. Cole (Ed.), Radical pragmatics. New York: Academic Press.

Hadi, S. (2004). Analisis regresi.

Hahn, J. (2006). Apologizing in Korean (Doctoral dissertation, University of Hawaii at Manoa).

Handayani, C. S., & Novianto, A. (2004). Kuasa Wanita Jawa. PT LKiS Pelangi Aksara.

Hasan, T. M., & Subroto, W. (2000). Metode Penelitian Kualitatif, Tinjauan Teoritis dan Praktis (cetakan I).

Hickson, L. (1979). Hierarchy, conflict, and apology in Fiji. Access to justice, 4. Holmes, J. (1989). Sex Differences and Apologies: One Aspect of

Communicative Competence1. Applied Linguistics.

Holmes, J. (1990). Apologies in New Zealand English. Language in society. Hoffman, M. L. (1975). Altruistic behavior and the parent-child

relationship.Journal of personality and social psychology.

Jaworski, A. (1994). Apologies and non-apologies: Negotiation in speech act realization. TEXT-THE HAGUE THEN AMSTERDAM THEN BERLIN. Koentjaraningrat. (1984). Kebudayaan Jawa. Balai Pustaka.

Leech, G. N. (1983). Principles of pragmatics (No. 30). Taylor & Francis.

Leech, G. N., & Leech, G. (1983). Principles of pragmatics (Vol. 1, No. 9). London: Longman.

Magnis-Suseno, Frans, 1985. Etika Jawa: Sebuah Analisis Secara Filsafat. Bhara-ta, Jakarta.

Mulder, N.(1994). Individual and Society in Java: A Cultural Analysis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mulyana, D. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya.

Moleong, Lexy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung; PT Remaja Rosdakarya.

Neuman, W. L., & Kreuger, L. (2003). Social work research methods: Qualitative and quantitative approaches. Allyn and Bacon.

Nishiyama, K. (1973). The Cultural Meaning of the Apology in Japanese Rhetoric. Journal of the Communication Association of the Pacific.

Poerwandari, E. K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi.Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Reiter, R. M. (2000). Linguistic politeness in Britain and Uruguay: A contrastive study of requests and apologies (Vol. 83). John Benjamins Publishing. Reiter, R. M., Rainey, I., & Fulcher, G. (2005). A comparative study of certainty

and conventional indirectness: Evidence from British English and Peninsular Spanish. Applied linguistics.

Riesch, S. K., Gray, J., Hoeffs, M., Keenan, T., Ertl, T., & Mathison, K. (2003). Conflict and conflict resolution: parent and young teen perceptions. Journal of Pediatric Health Care.

Scher, S. J., & Darley, J. M. (1997). How effective are the things people say to apologize? Effects of the realization of the apology speech act. Journal of Psycholinguistic Research.

Searle, J. R. (1969). Speech acts: An essay in the philosophy of language (Vol. 626). Cambridge university press.

Searle, J. R. (1976). A classification of illocutionary acts. Language in society. Sugiyono, (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Penerbit

Alfabeta

Sukarno, S. (2010). The Reflection of the Javanese Cultural Concepts in the Politeness of Javanese.

Suseno, S. J. FM 1996. Etika Jawa: sebuah analisa falsafi tentang kebijaksanaan hidup Jawa.

Tannen, D. (2001). Sex, Lies and Conversation: Why is it so Hard for Men and Women to Talk to Each Other?. Conflict, Order and Action: Readings in Sociology, 244-248.

Taryati, dkk. (1995). Pembinaan Budaya dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta. Penerbit Depdikbud

Uhlenbeck, E. M. (1970). The use of respect forms in Javanese. Pacific linguistic studies in honour of Arthur Capell, (13), 441.

Wagatsuma, H., & Rosett, A. (1986). The implications of apology: Law and culture in Japan and the United States. Law and Society Review, 461-498. Wolff, J. U. (1980). Studies in Javanese Morphology. By EM Uhlenbeck. The

Volkenkunde Translation Series No. 19). Bibliography. The Journal of Asian Studies.

http://regional.kompas.com/read/2015/01/09/11514181/Dendam.Lama.Anak.Bun uh.Ayah.Kandungnya

INFORMED CONSENT

Pada kesempatan ini, saya Vincentius Yoshua Wisnumurti, mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang sedang menyelesaikan tugas akhir memohon bantuan dan kesediaan Saudara untuk menjadi responden dalam penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mencari makna perilaku meminta maaf kepada anak bagi Ayah yang bersuku Jawa.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara. Peneliti akan meminta Saudara untuk menjawab beberapa pertanyaan yang terkait dengan pengalaman dan pendapat anda mengenai perilaku meminta maaf kepada anak, sehingga di dalam sesi wawancara mungkin saudara akan merasakan suatu emosi atau perasaan tertentu yang bisa mengganggu anda. Wawancara akan dilakukan di tempat dan waktu yang disepakati oleh saudara dan peneliti. Proses wawancara akan direkam dengan menggunakan tape recorder.

Hasil wawancara akan dijaga kerahasiaannya. Nama saudara akan dirahasiakan dengan menggunakan inisial, sedangkan data diri anda akan disamarkan jika memungkinkan. Anda berhak menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan penelitian kepada peneliti.

Saudara secara sukarela membuat keputusan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Tanda tangan saudara menyatakan bahwa saudara telah memutuskan akan berpartisipasi dalam penelitian ini.

Responden Penelitian Peneliti

PERNYATAAN KESESUAIAN HASIL PENELITIAN

Pada kesempatan ini, saya sudah mengetahui hasil interpretasi mengenai makna perilaku meminta maaf kepada anak bagi ayah yang bersuku Jawa yang akan digunakan sebagai hasil penelitian di dalam penelitian ini.

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa hasil interpretasi yang peneliti lakukan sesuai dengan maksud yang pernah saya nyatakan disaat proses wawancara.

Responden Penelitian Peneliti

No. Verbatim Subjek B Kode Keterangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Apa saja yang biasa bapak lakukan dalam hal mengasuh anak?

Ya ... ehm, cara mengasuh anak itu tu sekarang tidak seperti orang tua jaman dulu yang terlalu di doktrin. Anak anak sekarang saya beri kebebasan, biar mereka memilih jalan hidupnya sendiri, dan hanya saya ingin anak anak itu dengan pilihan dengan aktivitasnya dia merasa mempunyai tanggung jawab sendiri masing-masing.

Maksud dengan cara pengasuhan orang dulu?

Kalo pendidikan seperti yang saya alami waktu dulu itu terlalu dipaksakan, orang tua harus mengikuti apa yang menjadi kehendak orang tua, jadi kalo seandainya tidak sesuai, kadang kadang sampai sampai kekerasan muncul terhadap anak. Ini yang membuat perbedaan dengan jaman yang saya alami

12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.

Kenapa bapak merasa penerapan pendidikan orang tua kepada anak dulu tidak sesuai dengan keadaan sekarang?

Ya memang itu, kalo orang tua dulu itu kalo menyuruh seperti perintah dan itu tidak bisa dibantah. Ya kadang kadang kalo itu sudah menjadi pola kekerasan ya itu kadang kadang anak-anak yang tertua itu ikut andil juga membantu mendidik adik-adik dengan keras. Tapi kalo yang sekarang itu ... eee ... anak-anak tidak terlalu mudah anu ... orang tua melakukan kekerasan, karena pengalaman-pengalaman yang dulu yaa mungkin ada baiknya ada kurangnya. Kalo penerapan seperti itu positifnya anak bisa begitu mandiri, dan anak itu merasa dirinya itu kuat dan dia tahan banting dan kedisiplinannya tinggi terhadap diri pribadi. Kalo anak-anak sekarang diberi kebebasan tapi kadang kadang kalo tidak ada rasa tanggung jawab dan anak-anak sekarang itu merasa kurang handal, jadi dia perasaan manja itu masih ada, tidak kuat dengan kondisi yang ... anu apa ya .. yang menurut saya harus berjuang keras. Negatifnya waktu dulu itu karena pola pendidikan terlalu keras, kalo anak tidak

26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38.

meraih sukses, ya kalo yang sekarang itu ya seperti itu. Tadi yang saya bicarakan yang sekarang itu negatifnya tapi positifnya anak bisa lebih mengerti dengan orang tua dan sekarang itu anak-anak lebih bijaksana menghadapi pendidikan dari orang tuanya.

Tadi bapak mengatakan kalau orang tua jaman dulu nada bicaranya cenderung memerintah kepada anak, apakah saat ini bapak masih menerapkan?

Ya kadang kadang karena kehidupan sayakan dari generasi, dan generasi yang lalu itu masih mempengaruhi, walaupun kadang kadang ya masih ada, tetapi karena berjalannya waktu dan saya juga berusaha untuk menyesuaikan dengan kondisi yang sekarang.

Disamping itu, pada awal pernikahan dan memiliki anak pasti orang tua manapun memiliki perilaku yang disesali, apakah bapak pernah mengalami hal tersebut?

40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52.

terjadi, hingga sampe sekarang. Yaa saya pikir .. saya tidak ada ya yang saya sesali, karena saya menyayangi mereka dan kadang kadang terjadi kekerasan tapi setelah itu saya merasa ya agak merasa menyesal juga. Tapi kekerasan itu tidak seberapa dengan yang saya alami waktu kecil, saya pikir itu ya biasa-biasa saja. Itu prosesnya masih anak-anak, ya kadang anak anak itu merasa dirinya mempunyai keinginan yang tidak bisa di turuti, akhirnya karena emosinya orang tua itu ya kadang kadang sempat main pukul tapi setelah itu ya saya merasa sedih dan menyesal, tapi ... yang terjadi anak anak pada mengerti kesalahan mereka dan itu tidak menjadikan dendam sampai sekarang.

Kira kira menurut bapak apa yang dirasakan anak bapak saat itu?

Ya anak saya merasa salah .. salah tentang perbuatannya itu, terus dia sempat meminta maaf. Dan itu yang menjadi kebanggaan saya, saat dia masih kecil umur 3 atau 4 tahun sudah merasa salah dan bertanggung jawab dan dia merasa minta maaf.

1.2 (+) (B40-43) subjek sadar bahwa dirinya pernah

melakukan kesalahan yang membuat dirinya menyesal, walaupun sulit untuk mengingatnya.

1.2 (+) (B43-45) Subjek teringat bahwa dirinya pernah

memarahi dan memukul anaknya ketika tidak bisa menuruti keinginan anaknya.

1.2 (-) (B49) Subjek merasa anaknya lah yang salah.

1.3 (-) (B49-51) Bagi subjek, merupakan suatu

kebanggaan apabila anaknya mengatakan minta maaf apabila dirinya merasa bersalah.

54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66.

Memang pada saat ini memang itu disalahkan, karena saat ini memang berbeda dengan yang dulu, sekarang sudah ada undang undang perlindungan anak, la itu yang sebetulnya harusnya dimengerti oleh para orang tua, bagaimana mendidik dengan cara yang paling baik itu seperti apa.

Apakah mungkin ada pengalaman lain? Yang membuat bapak merasa menyesal? Yaa saya kira .. ini proses .. semuanya berjalan, dan saya tidak merasa terbebani.

Apakah pada saat itu, bapak merasakan adakah perilaku yang lebih baik daripada memarahi? Ya biasanya kalo sesuatu terjadi, orang tua pasti mengevaluasi dan merefleksi apa yang telah dilakukan. Sebetulnya memang tidak seharusnya terjadi seperti itu, ya memang orang tua harus mempunyai perasaan yang lebih sabar, dan lebih bijak dalam menghadapi anak. Ya memang kadang anak membutuhkan perhatian dan kadang mengahadapi kesulitan, itu yang harus dimengerti orang tua.

1.2 (+) (B54-56) Subjek baru merasa perbuatannya itu

salah setelah mengerti tentang adanya undang-undang perlindungan anak.

68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80.

Setelah bapak memarahi anak dan mendengar anak minta maaf, apa yang bapak lakukan?

Setelah itu terjadi ya .. saya orang tua merasa terharu dan saya ... saya peluk itu anak saya itu. Dan saya merasa terharu dan inilah perasaan yang saya rasakan.

Pada saat itu apakah bapak sempat mengatakan minta maaf karena telah memarahi anak bapak? Yaa .. waktu itu sempat .. ya tidak spontanlah, waktu itu saya sendiri merasa ... ya sudah .. ya saya lupa .. haha ..

Jika bapak kembali ke kejadian itu, apakah menurut bapak perlu untuk meminta maaf?

Yaaa memang perlu itu, supaya anak tau apa kesalahannya dan orang tua juga merasa ada interaksi dan komunikasi yang bagus antara anak dengan orang tua. Saya kira waktu itu perasaan saya sudah (mengatakan) .. haha.

1.1 (-) (B69-70) Setelah berbuat kesalahan, subjek

hanya memunculkan perilaku pelukan disertai perasaan terharu.

1.1 (-) (B73-74) Subjek tidak ingat dirinya mengatakan

minta maaf setelah memarahi anaknya.

3.5 (B77-78) Menurut subjek, apabila subjek

melakukan perilaku meminta maaf kepada anak, hal itu bertujuan agar dapat membentuk interaksi

82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94.

Yaaaaa .... ya .. ya itu keliatannya ya, saya berusaha untuk bisa seperti itu, jadi saya kalo merasa salah saya tidak segan segan untuk meminta maaf.

Jadi ada kesulitan untuk mengucapkan minta maaf ya? .. ya kadang kadang juga.

Kalau orang tua bapak dahulu pernahkan meminta maaf ke bapak?

Kalau orang tua dulu itu karena apa apa yang dia lakukan itu ya .. kayak kayak apa .. tapi kadang merasa orang tua dulu itu jarang yang merasakan dirinya itu salah. Laa orang tua dulu itu berprinsip, dia mendidik anak itu untuk kebaikan anak, apapun yang dilakukan ya itu untuk kebaikan anak, ya makanya orang tua dulu itu tidak pernah salah karena apapun yang dilakukan untuk kebaikan anak.

Kira-kira apa prinsip orang tua sekarang menurut bapak?

dan anak serta juga dapat menunjukan letak kesalahan si anak.

2.2 (+) (B83) menurut subjek ada perasaan segan untuk

meminta maaf kepada anak, walaupun dirinya tidak merasakannya

2.2 (+) (B89-92) menurut subjek, orang tua itu selalu

lebih tau cara mendidik anak demi kebaikannya. Hal tersebut yang membuat para orang tua selalu merasa benar dan sulit melakukan perilaku minta maaf

96. 97. 98. 99. 100. 101. 102. 103. 104. 105. 106. 107. 108.

pilihan mereka dan orang tua hanya bisa memfasilitasi apa yang mereka butuhkan, hanya saja perlu itu tanggung jawab yang .. dari anak, itu yang harus .. ada timbal baliknya, itu yang saya harapkan seperti itu.

Brati prinsip orang tua sekarang menurut bapak cenderung anak tahu apa yang terbaik untuk dirinya sendiri, apakah seperti itu?

Yaa .. ya maksudnya gitu, karena kalo sudah tau, anak mengerti itukan dia harus menjadi, kalau menjadi anak yang lebih dewasa kan dia nantinya bisa jadi perkembangan dia jadi orang tua yang akan datang.

Menurut bapak, apakah yang membuat seorang ayah sulit mengatakan minta maaf kepada anak? Ya itu tadi, kembali yang ... yang .. yang .. anu, kayak seperti sistem pendidikan anak yang dahulu itu seperti itu, jadi orang tua seperti ada sifat otoriter, makanya orang tua dulu itu jarang merasa bersalah

.

2.2 (+) (B107-109) Subjek merasa orang tua memiliki

110. 111. 112. 113. 114. 115. 116. 117. 118. 119. 120. 121. 122.

orang tua sekarang bisa lebih baik mendidik anak dengan cara yang benar.

Apakah menurut bapak, orang tua sekarang ini sulit mengatakan minta maaf karena sifat otoriter yang masih muncul?

Saya kira enggak ya, seharusnya enggak sekarang, soalnya kan sekarang ya ... kedekatan antara anak dengan orang tua seperti sahabat, seperti teman dan kadang kadang orang tua sekarang seperti ayah itu merasa dengan perkembangan teknologi itu merasa ketinggalan dengan pola pikir ini yang membuat orang tua itu ya merasa ya memang ... ya harus .. harus mengakui harus berusaha ada kedekatan dengan anak dan orang tua terutama, bukan hanya ayah tapi juga ibu.

Apakah maksud bapak, jika dibandingkan orang jaman dahulu, ayah jaman dahulu sering

dianggap paling benar oleh anak-anaknya karena anaknya masih belum tahu apa-apa, (iya) ..

dibanding kan sekarang (he em) karena ada teknologi anak-anak bisa saja lebih pintar dari orang

tuanya. Apakah begitu?

124. 125. 126. 127. 128. 129. 130. 131. 132. 133. 134. 135. 136.

jawa itu ada istilah ada peribahasa itu ... “kebo nyusu gudel” itu istilah kalau orang tua minta .. minta .. ee minta berguru dengan anak, itu karena harga diri orang dulu itu masih kuat, jadi orang tua dahulu

itu taunya kalo orang tua harus bisa mengatur anaknya. La jangan sampai ada istilah kebo nyusu

gudel itu, jadi gimanapun juga orang dahulu itu merasa harus lebih dari anak. Dan apa yang terjadi saat ini, apabila ada orang tua yang masih pola pikir yang dulu itu di kehidupan sosial itu jika ada anak yang mau maju itu ditentang, itu dia merasa bahwa pengalamannya tu belum apa-apa dibanding dirinya, la itu yang kadang-kadang kita harus menyikapi secara bijak orang tua jaman dulu.

Pada saat itu, peribahasa tersebut peribahasa yang dianggap negatif ya?

Ya bagi orang tua jaman dahulu ya memang dianggap negatif, ya memang seperti itu, sebetulnya tidak mau dia minta bantuan ee apa ... minta tolong eeh yaa akibatnya yang terjadi seperti itu, orang tua tidak merasa dirinya salah dengan anak. Dan bisa saja terjadi disaat ini, ada aja orang orang yang masih terbawa dengan masa lalu.

peribahasa yang mempengaruhi orang tua melakukan perilaku meminta maaf kepada anak. Peribahasa itu dianggap negatif karena dapat menurunkan harga diri orang tua.

138. 139. 140. 141. 142. 143. 144. 145. 146. 147. 148. 149. 150.

Kenapa respon spontan yang dikeluarkan bapak lebih mudah pelukan dibanding meminta maaf? Ya mungkin ini sifat pribadi masing-masing, ya kadang kadang dengan cara seperti itu merasa bahwa perasaan yang berjalan .. bukan ucapan .. jadi menurut saya karena memeluk itu anak menjadi lebih

tentram, dan anak menjadi ... apa ya ... menjadi merasa terlindungi. Ya seperti itu, lain misalkan “aku

minta maaf ya” tanpa ada sikap, tanpa ada perilaku yang seperti itu menurut saya lain itu maknanya.

Bisa dibilang, orang tua apabila melakukan kesalahan tidak harus meminta maaf tapi cenderung pelukan?

Ya .. ya ..ya tergantung situasilah

Bagaimana pendapat bapak, terhadap ayah disaat ini yang meminta maaf kepada anaknya?

Secara umum, ya itu hal yang baik, hal yang positif, soalnya kedekatan antara orang tua dengan anak itu emang harus dibina. Dan anak juga terhadap orang tua harus ada kedekatan, jadi kalau ada

1.1 (-) (B139-142) Subjek lebih memilih untuk

memeluk anak setelah melakukan kesalahan dibandingkan melakukan perilaku meminta maaf kepada anak karena mengandung makna yang berbeda.

152. 153. 154. 155. 156. 157. 158. 159. 160. 161. 162. 163. 164.

Jadi secara tidak langsung bapak mengatakan meminta maaf itu bisa digunakan sebagai kedekatan ayah kepada anak?

Iya kalo menurut pribadi saya seperti itu.

Menurut bapak, adakah perasaan yang berbeda, meminta maaf dengan teman dan meminta maaf

Dokumen terkait